Tiga Lelaki didalam Sampan (2)
Lelaki berjaket berkata, "Ada kesepakatan pendapat di antara para ekonom bahwa kapitalisme pada awalnya, membawa kemajuan pesat dan memberikan manfaat yang cukup besar kepada umat manusia. Produksi meningkat, sarana komunikasi bertambah dan sumber-daya lokal dieksploitasi dalam skala yang lebih luas. Standar hidup kelas pekerja menjadi lebih tinggi dibanding ketika mereka, sebagian besar atau seluruhnya, bergantung pada pertanian.
Namun, gambaran yang begitu indah ini, tak bertahan lama, karena perkembangan alami kapitalisme, seperti yang diucapkan para ekonom itu, mengarah pada penumpukan harta di tangan para kapitalis dan pada penurunan relatif dari properti-properti yang dimiliki oleh kelas-kelas pekerja. Hal ini memungkinkan para kapitalis mempergunakan para pekerja — produsen sebenarnya di mata komunis — dalam meningkatkan produksi berbagai komoditas, namun upah yang dibayarkan kepada para pekerja itu, terlalu murah, dibawah kehidupan yang layak, karena para majikan mengambil seluruh keuntungan, menyelewengkannya, dan membelanjakannya ke arah hidup mewah.
Selain itu, minimnya upah yang dibayarkan kepada para pekerja, tak memungkinkan mereka mengkonsumsi seluruh produksi negara-negara kapitalis. Hal ini menyebabkan akumulasi kelebihan produksi. Akibatnya, negara-negara kapitalis mulai mencari pasar baru bagi kelebihan produksi mereka, yang pada gilirannya memunculkan kolonialisme dengan segala konflik yang tiada henti di antara berbagai negara, terkait pasar dan sumber daya bahan mentah. Perang yang merusak itu, sebagai akibat yang tak terhindarkan dari semua ini.
Kapitalisme bukan berasal dari dunia Islam, karena bertunas sejak penemuan mesin di Eropa. Kapitalisme diimpor ke dunia Islam pada saat berada di bawah dominasi Eropa. Seiring dengan gelombang pembangunan, kapitalisme menyebar saat dunia Islam menderita kemiskinan, kebodohan, penyakit dan keterbelakangan. Hal ini membuat sebagian orang berpikir bahwa Islam menyepakati kapitalisme, dengan kekurangan dan kelebihannya. Mereka juga mengklaim bahwa tak ada ketentuan dalam hukum atau peraturan Islam yang bertentangan dengan kapitalisme. Mereka berpendapat bahwa karena Islam membolehkan kepemilikan individu, maka kapitalisme juga sepatutnya diaminkan.
Tak ada keraguan bahwa Islam akan mendorong pencapaian yang baik dan progresif, yang dibawa oleh kapitalisme tanpa perlu melegitimasinya, namun tentu saja, akan mencegah eksploitasi yang mungkin diakibatkan oleh niat buruk dari pihak pemberi kerja atau dari sifat dasar dari kapitalisme. Dalam hal ini, Prinsip Islam yang diletakkan, memberikan hak kepada para pekerja agar berbagi keuntungan dengan majikannya.
Pada awalnya, industri terdiri dari pekerjaan-tangan sederhana yang melibatkan sejumlah kecil pekerja yang bekerja di padepokan sederhana pula. Hubungan antara pekerjaan dan modal, seyogyanya terletak pada dasar yang adil. Para ekonom mengatakan bahwa perkembangan kapitalisme, dari fase awal yang penuh kebaikan, hingga fase kekejian yang mengerikan saat ini, diiringi dengan meningkatnya ketergantungan pada pinjaman nasional. Hal ini mengarah pada pembentukan bank yang menjalankan operasi keuangan, dan berlanjut dengan pemberian pinjaman berimbal rente. Pinjaman semacam ini, serta sebagian besar operasi perbankan yang didasarkan pada riba, secara tegas dilarang oleh Islam.
Islam menaruh perhatian besar pada penegakan keadilan. Kepedulian terhadap penegakan keadilan tersebut, secara sukarela diperkenalkan oleh Islam. Hal ini tak dipaksakan padanya oleh kepentingan ekonomi apapun, juga bukan hasil dari perjuangan antar kelas yang dianggap oleh para propagandis doktrin ekonomi tertentu, sebagai satu-satunya faktor efektif dalam pengembangan hubungan ekonomi. Persaingan ketat, yang merupakan ciri lain dari kapitalisme, mengarah pada kehancuran atau peleburan perusahaan-perusahaan kecil menjadi perusahaan-perusahaan besar. Keadaan ini mendorong timbulnya monopoli yang juga dilarang oleh Islam, seperti ucapan Nabi Muhammad (ﷺ), "Ia yang memonopoli, zhalim!" Karena Islam melarang riba dan monopoli, kapitalisme tak mungkin berkembang di bawah aliran Islam, ke dalam tahap kekejamannya saat ini, yang melibatkan eksploitasi, kolonialisme, dan perang."
Lelaki bercardigan bertanya, "Bagaimana nasib industri jika berada di bawah pemerintahan Islam?" Lelaki berjaket berkata, “Sesungguhnya, Islam takkan membatasi industri hanya sebatas padepokan kecil yang keuntungannya dibagi oleh majikan dan pekerja. Produksi akan tumbuh, tetapi hubungan antara majikan dan pekerja akan berkembang pada jalur yang berbeda dibanding perkembangan hubungan majikan-pekerja di Eropa pada abad kesembilan belas dan kedua puluh. Industri akan berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam, seperti prinsip yang telah disebutkan, berbagi keuntungan yang sama antara pekerja dan majikan. Dengan melakukan ini, dunia Islam akan menghindari penggunaan riba atau monopoli, dan akan menghalangi ketidakadilan yang dialami pekerja di bawah kapitalisme dimana mereka dieksploitasi dan dibiarkan menderita kemiskinan dan penghinaan.
Sangatlah naif mengatakan bahwa Islam tak dapat menegakkan suatu keadilan tanpa terlebih dahulu melewati cobaan berat, konflik kelas, dan tekanan ekonomi, yang semua pada akhirnya akan mengarah pada amandemen peraturan perundang-undangannya. Terbukti, tanpa keraguan, bahwa Islam berada di hadapan semua bangsa dalam menangani masalah perbudakan, feodalisme, dan kapitalisme. Dengan melakukan ini, Islam tak bertindak di bawah tekanan manapun. Islam bertindak secara sukarela dan sesuai dengan konsepsinya sendiri tentang keadilan dan kesetaraan yang dicemooh oleh para kolumnis komunis. Di sisi lain, fakta bahwa Rusia, sebuah model negara komunis, dengan sendirinya berpindah dari feodalisme ke komunisme tanpa melalui tahap perantara kapitalisme. Jadi Rusia — yang menganut doktrin Karl Marx — secara praktis telah membubuhkan bumbu kebohongan pada teori Marx mengenai fase-fase perkembangan yang, kata mereka, harus dilalui oleh setiap negara.
Mengenai kolonialisme, perang dan eksploitasi rakyat, hendaknya diperlihatkan bahwa Islam dengan tegas menentang semua ini, serta segala kejahatan universal lainnya, yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Bukanlah prinsip Islam menjajah atau berperang melawan orang lain untuk tujuan eksploitasi. Satu-satunya perang yang disetujui oleh Islam, yakni perang yang dilakukan melawan agresi atau dimaksudkan untuk menyebarkan Firman Allah dimana tak memungkinkan dilaksanakan secara damai, itupun dilakukan dengan sangat hati-hati. Kaum komunis dan sejenisnya, menuduh bahwa kolonialisme merupakan fase yang tak terhindarkan dalam perkembangan manusia. Mereka menambahkan bahwa kolonialisme tak dapat dihindarkan oleh doktrin atau prinsip moral, karena pada dasarnya, merupakan fenomena ekonomi yang dihasilkan dari surplus produksi negara-negara industri dan kebutuhan outlet asing untuk memasarkan surplus tersebut.
Tak perlu dikatakan, Islam tak mengakui tentang keniscayaan kolonialisme. Selain itu, kaum komunis sendiri mengatakan atau mengaku bahwa Rusia akan menyelesaikan masalah surplus produksi dengan mengurangi jam kerja dan peran pekerja dalam produksi. Solusi yang diaku kaum komunis, bahwa merekalah yang menemukannya, mungkin juga digunakan oleh sistem lain.
Sejarah membuktikan bahwa kolonialisme, telah menjadi kecenderungan manusia purba. Ia tak berasal dari kapitalisme, meskipun kapitalisme dengan senjata pemusnah modern membuatnya lebih ganas. Mengenai eksploitasi penaklukan, imperium Romawi lebih kejam dan mengerikan dibanding rekan-rekan modern mereka.
Sejarah menyajikan bukti terbaik yang menyatakan bahwa Islamlah yang terbersih dari segala sistem, sejauh menyangkut perang. Perang Islam selalu bebas dari eksploitasi serta penundukan terhadap bangsa lain. Oleh karena itu, jika revolusi industri terjadi di negara-negara Islam, Islam akan menyelesaikan masalah kelebihan produksi tanpa menggunakan perang atau penjajahan. Selain itu, dapat dikatakan bahwa masalah produksi surplus itu, hasil dari sistem kapitalis dalam bentuknya yang sekarang saja. Dengan kata lain, jika prinsip dasar kapitalisme diubah, maka takkan ada masalah.
Sebaliknya, penguasa di negara Islam, takkan acuh-tak-acuh terhadap masalah penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang, sementara mayoritas orang menderita kemiskinan dan kekurangan. Penumpukan kekayaan seperti ini, bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, yang secara tegas menetapkan bahwa kekayaan hendaknya didistribusikan secara adil di antara semua orang agar tak hanya sebatas pada yang kaya saja. Penguasa dalam Islam, dituntut menegakkan Syariat (hukum Islam) dengan segala cara atas perintahnya, dengan adil atau tanpa merugikan pihak manapun. Dalam hal ini, penguasa diberi kekuasaan penuh dan tak terbatas, namun dalam batas-batas yang ditetapkan oleh hukum Allah — hukum yang melarang penumpukan kekayaan. Dalam hal ini, kita mungkin merujuk pada hukum warisan yang memastikan bahwa kekayaan yang ditinggalkan oleh setiap generasi didistribusikan dengan benar. Acuan juga dibuat untuk Zakat (yang jatuh tempo), yang mengatur bahwa 2,5% dari modal dan keuntungan harus dialokasikan setiap tahun bagi masyarakat miskin. Selain itu, Islam secara eksplisit melarang penimbunan kekayaan. Begitu pula larangan riba yang merupakan faktor dasar penumpukan modal. Selain itu, hubungan antar anggota masyarakat Islam, lebih didasarkan pada tanggung-jawab timbal balik dibanding eksploitasi.
Juga hendaknya ditambahkan bahwa Nabi Muhammad (ﷺ) menjamin hak-hak istimewa bagi para pejabat negara, termasuk kebutuhan dasar hidupnya, “Jika seseorang bertugas untuk kita (yaitu negara), bila tak punya istri, maka ia akan memperolehnya; jika ia tak memiliki tempat tinggal, maka ia akan memilikinya; jika ia tak punya pelayan, ia akan mendapatkannya: jika ia tak punya hewan tunggangan, ia akan mempunyainya. " Jaminan semacam ini, tak hanya terbatas pada pejabat negara saja. Semua itu, kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap warganegara. Semuanya dapat diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan untuk mengabdi pada negara atau melalui profesi, ataupun pekerjaan apa saja yang bermanfaat bagi masyarakat. Jika negara memastikan kebutuhan dasar bagi para pejabatnya, negara juga hendaknya memastikan hal yang sama bagi setiap individu yang bekerja di negara tersebut. Ini terbukti dari fakta bahwa Baitul Maal, bertanggung-jawab membantu mereka yang tak dapat bekerja, karena usia-tua, penyakit, atau yang masih anak-anak. Baitul Maal juga bertanggung jawab menyediakan kebutuhan dasar bagi orang-orang yang tak dapat memperolehnya, karena sarana yang tak mencukupi.
Semua fakta ini, menekankan tanggungjawab negara, agar memastikan dengan segala cara, kebutuhan dasar bagi para pekerja. Tiada arti penting yang dapat digunakan untuk menyediakan kebutuhan semacam itu bagi para pekerja; Yang terpenting, asas yang menjamin bahwa untung dan rugi akan dibagi secara adil oleh seluruh warga negara. Dengan menyediakan kebutuhan seperti itu bagi para pekerja, Islam melindungi mereka dari eksploitasi, selain memastikan kehidupan yang layak bagi semua.
Islam takkan membiarkan kapitalisme tumbuh menjadi bentuk yang mengerikan. Peraturan perundang-undangan Islam - baik yang awalnya ditentukan oleh Syariat atau yang ditata untuk menghadapi perkembangan baru dalam kerangka-kerja Syariat - takkan membiarkan para kapitalis mengeksploitasi rakyat pekerja atau menyedot darah mereka. Islam akan menghalangi semua kejahatan kapitalisme, termasuk penjajahan, perang dan perbudakan manusia.
Islam, seperti biasa, tak puas hanya dengan berlakunya aturan dan hukum ekonomi. Selain hukum, Islam juga memanfaatkan insentif moral dan spiritual, yang disindir oleh kaum komunis, karena menganggap nilai-nilai tersebut tak memiliki arti praktis di Eropa. Namun dalam Islam, nilai moral dan spiritual, tak lepas dari pertimbangan praktis. Islam punya cara unik menggabungkan dan menyelaraskan kesucian-jiwa dan organisasi kemasyarakatan. Individu takkan dibiarkan penasaran bagaimana mendamaikan yang ideal dengan yang praktis.
Islam merumuskan peraturan perundang-undangannya atas dasar moral, sehingga nilai-nilai moral akan selalu selaras dengan peraturan perundang-undangan. Dengan cara ini, masing-masing pihak saling melengkapi, tanpa rasa takut akan konflik atau perpecahan. Moralitas Islam melarang dan mencegah segala bentuk kemewahan dan kesenangan semata, yang merupakan hasil tak terelakkan dari penumpukan harta di tangan segelintir orang. Bersamaan dengan ini, Islam juga melarang berlaku zhalim kepada para pekerja atau memberi gaji yang lebih rendah. Karena menumpuknya kekayaan itu, hasil dari ketidakadilan bagi pekerja, ini berarti ketidakadilan terhadap para pekerja, yang seyogyanya dicegah. Islam mengajak manusia agar membelanjakan uang mereka di jalan Allah — bahkanpun bila itu untuk menghabiskan semua harta milik seseorang. Karena pada umumnya, orang kaya membelanjakan uangnya bagi diri mereka sendiri daripada di jalan Allah, sehingga mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan dan kekurangan.
Peningkatan spiritual manusia yang dibawa oleh Islam, mengantarkan mereka lebih dekat kepada Allah dan menjadikan mereka meninggalkan segala kesenangan duniawi, dan memperoleh keuntungan dalam berjuang untuk mencapai keridhaan Allah, serta mengharapkan balasan-Nya kelak di kehidupan berikutnya. Tiada keraguan bahwa seseorang yang memelihara keharmonisannya dengan Allah dan yakin akan adanya Akhirat, Surga dan Neraka, takkan bergegas mengumpulkan kekayaan atau melakukan eksploitasi maupun ketidakadilan guna mewujudkan tujuan egonya. Dengan cara ini, pendidikan moral dan spiritual akan membuka jalan bagi legislasi ekonomi yang bertujuan mengekang kebejatan kapitalisme. Dengan demikian, ketika undang-undangnya dibuat, pastilah dipatuhi, bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena masyarakat akan bertindak sesuai dengan hati-nurani mereka.
Sebagai kesimpulan, hendaknya diperjelas bahwa kapitalisme mengerikan yang saat ini lazim di dunia Islam, bukanlah bagian dari Islam, karena merupakan hasil dari kolonialisme, dan karenanya, Islam tak lantas dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan itu."
Lelaki bercardigan berkata, "Dan bagaimana dengan Komunisme?"