Tiga Lelaki didalam Sampan (1)
Sang camar tampil ke depan, lalu melantunkan cuplikan sebuah tembang,
Dan engkau takkan bisa memaksa air-mata yang tak mau mengalir
Atau hakikat dibalik dustamu
Ketika segalanya terasa seperti teater
Yah, engkau berdarah tuk bangunkan kesadaranmu
Dan kutak ingin dunia mengenalku
Karena kurasa mereka takkan memahamiku
Jika segalanya tercipta untuk dihancurkan
Kuingin engkau sekedar tahu siapa diriku
Usai mengucapkan salam, menyampaikan kalimat pembuka, ia melanjutkan, "Suatu hari, saat kududuk di sebuah dermaga, aku melihat tiga orang di dalam sebuah sampan. Yang satu memakai hoodie, busana bertudung, ia nampak selalu menunduk, seolah ingin menyembunyikan wajahnya. Lelaki lain, memakai jaket, tangannya selalu berada didalam saku. Dan lelaki terakhir, mengenakan busana cardigan, ia terlihat tenang dan selalu menatap laut-lepas. Sepanjang kudengarkan percakapan mereka, sepertinya, mereka berbagi tentang apa yang mereka ketahui, tak pernah saling berdebat.
Lelaki berhoodie bertanya, "Berbahayakah Islam itu?" Dua lelaki lain terdiam sesaat, lalu lelaki bercardigan berkata, "Kurasa tidak!" Lelaki berhoodie bertanya, "Apa yang engkau ketahui tentangnya? Sampaikanlah kepada kami!" Lelaki bercardigan berkata, “Yang pernah kudengar dan ketahui, Islam, dalam rangkaian kata, bermakna pembebasan dari segala macam perbudakan yang dapat menghambat kemajuan umat manusia atau yang menghalanginya mengikuti jalan keshalihan dan kebajikan. Itu berarti, pembebasan manusia dari tiran yang memperbudaknya dengan kekerasan atau ketakutan, yang mengakibatkan manusia melakukan kesesatan dan merampas martabat, kehormatan, harta benda atau bahkan nyawa manusia. Islam membebaskan insan dari semacam kedikatoran dengan mengajarkan bahwa segala jenis kepemilikan hanya ada pada Allah Subhanahu wa Ta'ala; hanya Dia-lah Penguasa Sejati,dan setiap insan itu, hamba-Nya dan, dengan demikian, hanya Dia-lah pengendali takdir mereka, tiada dari mereka yang mampu memberi kemaslahatan atau bahkan membebaskan diri-sendiri dari sesuatu yang bertentangan dengan atau terlepas dari Kehendak Ilahi. Manusia akan diperhadapkan kepada-Nya pada Hari Penghakiman untuk mempertanggungjawabkan segala amal-perbuatan sepanjang hidup mereka.Dengan demikian, Islam membebaskan manusia dari rasa-takut atau penindasan dari orang-orang yang pada kenyataannya, tak berdaya, sama seperti dirinya, dan berada di bawah Kehendak Allah, Yang Maha Kuasa.
Tak hanya ini. Islam juga bermakna bebas dari syahwat, bahkan termasuk syahwat untuk hidup selamanya, karena kelemahan manusia inilah, yang dimanfaatkan para tiran dan diktator, dengan sengaja atau tidak, dalam memperbudak sesamanya. Namun, tiada seorangpun yang mau berdiam-diri menerima perbudakan terhadap manusia seperti dirinya atau duduk-diam menonton para tiran mondar-mandir sesukanya dan tak berani menentangnya. Merupakan berkah besar Islam yang mengajarkan manusia agar dengan berani melawan tirani dan penindasan, dan menolak perbudakan yang hina di hadapan mereka.
Islam sangat mementingkan pembebasan manusia dari nafsu-hewani. Untuk tujuan ini, Islam tak mendukung monarkisme, juga tak melarang penganutnya dengan bebas mengambil bagian dalam sisi yang baik dalam kehidupan ini. Sebaliknya, Islam bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara dua sisi ekstrem ini. Apapun yang ada di sini, diperuntukkan bagi manusia. Mereka hendaknya saling-melayani, bukan menguasai atau menuani sesamanya. Karena itu, setiap insan hendaknya tak membiarkan dirinya dijadikan budak mereka. Ia lebih baik menggunakannya sebagai sarana untuk tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai kesempurnaan spiritual dengan menyebarkan firman Allah di antara sesama manusia. Jadi, dalam hal ini, Islam memiliki dua tujuan : dalam kehidupan setiap insan, bertujuan berbuat adil dan memadai bagi setiap insan, sehingga memungkinkannya menjalani kehidupan yang layak dan bersih; dan dalam lingkup kolektif, ia mengatur hal-hal sedemikian rupa, sehingga semua kekuatan sosial masyarakat, diarahkan pada peningkatan kemajuan dan peradaban, sesuai dengan pandangan dasarnya tentang kehidupan, yang bertujuan mencapai keseimbangan antara kesatuan dan keseluruhan, antara individu dan masyarakat.
Islam juga berpengaruh paling liberal pada kecerdasan manusia, karena sangat bertentangan dengan segala jenis takhayul. Umat manusia telah berada dalam perjalanan sejarah, terungkap menjadi mangsa berbagai absurditas pemikiran serta penerapannya, beberapa di antaranya, permainan yang hidup dari khayalan manusia dan diakui seperti itu, sedangkan yang lain disebut berasal dari berhala-berhala, yang dibentuk oleh tangan manusia sendiri. Demikianlah intelek manusia meraba-raba dalam kegelapan sebelum datangnya Islam. Dengan Islam, manusia mencapai kedewasaan dan kebebasan dari kedustaan ini, yang dilambangkan dalam apa yang disebut berhala. Islam, sekali lagi, membawa intelek manusia kembali ke pangkuan Iman Sejati dan Tuhan Sejati; Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Islam menggunakan terminologi yang sangat sederhana. Ajaran-ajarannya sangat mudah dipahami, dipersepsikan, dan diyakini. Ajaran ini mengundang manusia agar memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang diberikan kepadanya dan berupaya memperoleh pemahaman sepenuhnya tentang kehidupan di sekitarnya. Islam tak mengakui permusuhan bawaan antara akal dan agama atau, dalam hal ini, antara sains dan agama. Islam tak memaksa manusia agar percaya pada hal-hal konyol sebagai syarat akan keyakinannya kepada Allah. Juga tak memaksa untuk meninggalkan Allah-nya agar bisa mengakui fakta-fakta ilmiah. Tak terbatas disini, Islam menyatakan kepada manusia dengan jelas dan tegas bahwa Allah dan hanya Allah-lah, Yang dengan rahmat-Nya yang luas, menundukkan segala sesuatu di bumi ini kepada manusia, dan bahwa semua fakta yang ditemukan dengan eksplorasi ilmiah atau manfaat material yang mengalir darinya kepada manusia, sebenarnya, berkah Allah, yang karenanya manusia hendaknya bersyukur kepada Allah, dan berusaha keras agar menjadi hamba yang pantas dari Rabb Yang Maha Pemurah dan Penyayang.
Islam lebih menganggap bahwa ilmu dan sains itu, sebagai bagian dari iman, dibanding menganggapnya sebagai kejahatan yang secara intrinsik bertentangan dengan keyakinan sejati kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sains itu, instrumen yang ampuh untuk membantu kita meningkatkan pengetahuan tentang hal-hal di sekitar kita. Dengan demikian, manusia akan memiliki catatan pencapaian reputasi yang mengesankan. Islam membekali manusia dengan pandangan hidup yang baik dan menyampaikan kepadanya bahwa apapun pengetahuan yang ia peroleh, atau manfaat material maupun spiritual yang ia nikmati, pada kenyataannya, merupakan anugerah Rabb Yang Maha Pemurah. Dan bahwa Dia, meridhai manusia selama manusia itu menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk melayani umat manusia; dan bahwa Allah tak pernah murka kepada makhluk-Nya hanya karena mereka menuntut ilmu, juga tak pernah merasa khawatir bila mereka akan menantang kekuasaan-Nya atau bersaing dengan-Nya; dan bahwa Dia hanya akan murka bila manusia menyalahgunakan pengetahuannya tentang sains dan menjadikannya sarana untuk menindas sesamanya, atau melakukan agresi terhadap sesama manusia.
Dengan demikian, Islam tak hanya membangun perdamaian dan keharmonisan, namun juga, membebaskan manusia dari tirani dan penindasan. Dalam hal ini, tak ada pandangan dunia kontemporer yang lebih baik daripada seribu lima ratus tahun lalu, ketika Islam membebaskan manusia dari segala macam kepalsuan. Para tiran masih leluasa berdansa dengan menyamar sebagai raja yang angkuh, angkara-demagogi, dan kapitalis tak berperasaan yang sibuk menyedot darah jutaan para pekerja, menaklukkan dan menumpuk modal dari ketidakberdayaan dan dari penderitaan mereka yang sangat menyedihkan. Masih ada kelas diktator lain, yang memerintah dengan api dan arit, merebut kebebasan rakyat dan terus berteriak bahwa mereka sekedar sarana untuk melaksanakan keinginan rakyat atau kehendak para proletariat.
Dunia ini, telah terbagi menjadi dua-blok kekuatan besar - blok kapitalis dan komunis, masing-masing saling berhadapan dalam perjuangan mematikan, untuk merebut pasar dan titik-titik strategis penting di dunia. Mereka, terlepas dari segala bentuk perbedaan yang tampak, masih tetap satu dan sama, karena keduanya, merupakan paham imperialistik dan berusaha memperbudak orang lain di dunia ini. Dengan tujuan ini, keduanya sangat ingin menjerat sumber daya, manusia, dan juga materi, semaksimal mungkin. Manusia lain, di mata mereka, tak lebih dari barang bergerak, yang mereka sebut sumber-daya manusia, atau sekadar alat yang dapat digunakan mewujudkan rancangan-makar mereka."
Lelaki berhoodie bertanya, "Apa yang engkau ketahui tentang kapitalisme? Sampaikanlah!" Lelaki bercardigan diam, menoleh ke arah lelaki berjaket dan berkata, "Sampaikanlah!" Lelaki berjaket berkata, “Ada yang menganggap Islam itu, sistem feodalistik. Mari kita lihat apa hakikat makna kata feodalisme dan apa saja ciri-cirinya. Berbicara tentang feodalisme, ada seorang penulis yang mengatakan, “Feodalisme itu, cara produksi, tanda yang membedakannya, dengan adanya sistem perbudakan abadi. Inilah sistem dimana tuan-tanah atau yang mewakilinya, berhak menerima bagian tetap produksi dan menikmati hak ekonomi tertentu, dengan membawa serta hak istimewa, yang menjadikan penyewa, mengabdi kepada mereka, atau, sebaliknya, menerima pembayaran dari mereka dalam bentuk tunai atau sejenisnya. Sebagai penjelasannya, kita dapat mengatakan bahwa masyarakat feodal terbagi menjadi dua kelas, pertama, pemilik lahan feodal, dan kedua, penyewa, yang dapat bervariasi lagi dalam tingkatannya, petani, buruh, dan budak, jumlah mereka berkurang lebih cepat daripada yang lain. Para petanilah, produsen langsung, yang berhak memiliki dan memperoleh bagian hasil, yang sangat diperlukan bagi mereka agar dapat menafkahi keluarga dan diri mereka sendiri, selain berhak untuk membangun pertanian atas lahannya. Terhadap keuntungan ini, mereka diharuskan mengabdi pada tuan tanah setiap minggu dengan kerja-paksa di ladangnya sendiri, bekerja dengan ternak dan peralatan mereka sendiri, dan sejumlah pekerjaan lain seperti memanen dan menuai, dan menyediakan berbagai hadiah yang mereka mampu persembahkan di saat acara perayaan. Mereka juga diharuskan menyediakan bumbu-bumbu makanan dan anggur, digiling dan diperas di pabrik tepung dan mesin pemerasnya.
Para tuan-tanah, juga menjalankan kekuasaan eksekutif dan yudisial penuh atas penyewa yang tinggal dalam batas-batas lahan feodalnya. Produsen sejati dalam feodalisme, tak menikmati kebebasan dalam pengertian yang kita kenal sekarang; ia tak memiliki tanah, juga tak dapat menjual, mewarisi atau menghibahkannya kepada orang lain. Ia dipaksa kerja di lahan majikannya, bahkan dengan mengorbankan keuntungan materi atau kepentingannya sendiri. Selain itu, sebagai tanda ketaatannya kepada majikan, ia harus membayar pajak yang tak terbatas jumlahnya dan juga luasnya. Karena lahannya, ia juga akan berpindah dari satu majikan ke majikan lainnya, namun dirinya sendiri tak berhak berpindah, sesuai kehendaknya sendiri, dari satu majikan ke majikan lainnya untuk mencari pekerjaan atau bahkan bergabung untuk mengabdi kepada majikan yang lain lagi. Dengan demikian, para penjahat feodal, membentuk penghubung antara budak zaman dulu dan penyewa bebas zaman modern.
Sang majikanlah yang menetapkan luas lahan yang akan diberikan kepada para petani. Ia juga yang memutuskan tentang manfaat yang ia inginkan dari para penyewa tanpa merasa berkewajiban mempertimbangkan hak-hak pemilik lahan lain atau kebutuhan petani saat mengambil keputusan penting seperti itu.
Lalu, apa hubungan Islam dengan feodalisme? Islam tak ada hubungannya dengan feodalisme. Tak ada perbudakan dalam Islam, karena Islam tak mengenal bentuk perbudakan lain selain perbudakan itu sendiri, darimana, syarat dan apa sarana kebebasannya. Islam tak mengakui adanya ikatan yang timbul akibat penyewa terikat pada lahan. Budak yang kita ketahui dalam Islam itu, tawanan perang di masa-masa awal dakwah Islam, yang cukup membuktikan bahwa jumlah budak jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah total warga negara yang merdeka. Di masa itu, mereka bekerja di lahan majikannya sampai mereka dibebaskan secara sukarela, atau mereka sendiri mengambil inisiatif dan menuntut pembebasan dari majikan mereka.
Islam, sama sekali tak mengenal segala jenis perbudakan, karena pada prinsipnya, bertentangan dengan semua bentuk penghambaan, kecuali yang diberikan oleh manusia kepada Rabb-nya, Sang Pencipta kehidupan ini. Tak ada ketentuan dalam Islam bagi penundukan dari makhluk kepada sesama makhluk. Bila ditemukan ada suatu keadaan penaklukan yang tidak normal dari manusia kepada manusia lain, itu karena sebab-sebab eksternal tertentu tanpa inisiatif apapun dari Islam, dan hal itu selalu merupakan fenomena sementara atau transisi, yang berupaya segera dihilangkan oleh Islam, dengan semua sumber daya yang mungkin ada di dalamnya, mendorong para budak agar memperoleh kebebasan mereka selain meminta tanggung jawab negara untuk memberikan kepada mereka segala bantuan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan itu.
Juga dalam bidang ekonomi, Islam tak mengakui adanya keterikatan manusia dengan manusia lain. Sistem perbudakan yang telah kita singgung, merupakan pengecualian karena tak ada alternatif ekonomi lain sebelum Islam pada saat itu. Islam mentolerirnya sampai para budak dibebaskan secara spiritual dan sampai mereka mampu memikul tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat yang bebas, dimana Islam secara aktif membantu mereka dalam memperoleh kembali kebebasan mereka yang hilang.
Islam mendasarkan struktur ekonominya pada kebebasan bertindak ditambah dengan hubungan kerjasama penuh dan pertukaran layanan timbal-balik di antara semua insan. Pemerintah Islam, bertindak sebagai pemelihara dan penjaga seluruh warga yang kebetulan tertinggal dalam perjuangan hidup karena alasan tertentu dan tak mendapatkan fasilitas hidup yang layak. Jadi, dengan segala sumber daya negara yang mendukungnya, dalam masyarakat Islam, tak ada yang perlu menjadikan dirinya sebagai budak pemilik lahan. Islam memenuhi semua kebutuhan dasarnya tanpa merendahkan atau menjadikannya kehilangan kemerdekaan, harga-diri atau kehormatan. Dengan demikian, Islam secara spiritual dan ekonomi, bertentangan dengan feodalisme. Islam mengantarkan manusia ke arah bebas dari feodalisme, bahkan sebelum mereka terjebak dalam belenggu perbudakan."
Lelaki berhoodie bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Kapitalisme?"