Lelaki berhoodie melanjutkan, "Cukuplah ini menunjukkan bahwa Islam dan komunisme, saling bertentangan. Lalu, bagaimana bisa keduanya dikatakan sama? Islam bermakna, segala yang baik, sehat, dan apa yang diinginkan dalam kehidupan. Ia juga agama sepanjang masa, generasi dan masyarakat, namun karena dunia Islam selama empat abad terakhir terus-menerus mengalami tekanan, porsi hukum Islam yang menangani masalah ekonomi, tetap statis.
Umat Islam, yang beriman kepada Kemurahan Allah serta Rahmat-Nya yang sangat luas, merangkul seluruh makhluk-Nya dan percaya bahwa Allah-lah yang mengirimkan utusan-utusan-Nya guna membimbing mereka dengan benar, dan yang percaya bahwa Islam tak tunduk pada kepentingan ekonomi, melainkan jauh melampaui itu semua; bagaimana bisa Muslim-muslim seperti itu, dengan bebasnya menganut komunisme, yang menyatakan bahwa seluruh tahapan kemajuan manusia hanya ditentukan oleh interaksi kekuatan lawan, sehingga tak menyisakan tempat bagi kehendak Allah, ataupun faktor maupun inisiatif lain selain dari keberadaan ekonomi, yaitu, tuntutan kebutuhan.
Kaum komunis mengambil sikap agresif terhadap Islam di Timur dan melemparkan berbagai keraguan terhadap Islam. Namun saat mereka menemukan bahwa hal ini malah menambah keterikatan Muslim pada Islam, mereka mengubah strategi dan menggunakan kecurangan dan penipuan. Karena itu, mereka beralasan bahwa, “Komunisme sama sekali tak mencampuri Islam, karena pada dasarnya komunisme hanyalah nama lain dari keadilan sosial dan merupakan tanggungjawab negara terhadap warganya, untuk menyediakan kebutuhan dasar hidup bagi mereka. Berarti, itukah maksudnya bahwa Islam menentang keadilan sosial karena menyatakan bahwa Islam bertentangan dengan komunisme? Sesungguhnnya, Islam tak dapat dipertentangkan dengan sistem seperti itu, walau dengan alasan keadilan sosial."
Penalaran keji ini, mirip dengan yang sebelumnya digunakan oleh kaum imperialis. Mereka juga menyerang Islam secara terbuka, namun ketika mereka tahu bahwa hal itu hanya membuat kaum Muslimin berjaga-jaga dan waspada, mereka mengambil jalan lain. Mereka berkata, “Barat hanya tertarik pada penyebaran peradaban di Timur; bagaimana bisa Islam melawan peradaban padahal ia sendiri, bapak peradaban? " Mereka berhasil meyakinkan umat Islam, bahwa mereka dapat memakai peradaban Barat, tanpa meninggalkan puasa, shalat, dan amalan lainnya, dan mereka juga yakin bahwa sekali umat Islam menyerah pada peradaban Barat, mereka takkan lagi dapat mempertahankan karakter Islamnya. Akibatnya, dalam beberapa generasi, peradaban Barat ini menguasai umat Islam dalam jangka waktu yang panjang. Mereka terbukti benar. Akibatnya, muncullah generasi di antara umat Islam, setelah beberapa waktu, yang sama sekali tak tahu tentang Islam, yang menjauh dari keberpihakan kepada Islam, tanpa ilmu atau alasan apapun.
Permainan jebakan dan muslihat seperti inilah, yang sekarang sedang dimainkan oleh komunis. Mereka mengatakan bahwa umat Islam dapat, pada saat yang sama, tetap menjadi Muslim, masih bisa melaksanakan shalat, puasa, ritual esoterik, dan pada saat bersamaan, menganut paham komunis sebagai sistem ekonomi, karena paham ini sama sekali tak mencampuri urusan agama mereka. Lalu, mengapa mereka kemudian ragu-ragu menerimanya? Sementara berdebat, mereka tahu betul bahwa umat Islam takkan lagi menjadi Muslim sejati jika mereka menyerah pada godaan komunis. Dalam kasus seperti ini, mereka harus membentuk kembali umat Islam yang mau menganut paham komunisme itu masuk ke dalam filosofi hidup mereka dan mengakhiri Islam, serta semua yang diperjuangkannya, karena zaman yang kita jalani ini, salah satu gerakan cepat dan dinamis, yang berarti bahwa perubahan besar dapat dengan mudah dilakukan dalam waktu yang relatif sangat singkat. Namun terlepas dari semua fakta ini, ada sangat banyak Muslim yang rela membiarkan dirinya ditipu oleh nalar yang sedemikian semu ini, itu sebabnya mereka beralasan untuk menghindari perjuangan keras dalam menjalankan tugas-tugas mereka yang tak menyenangkan sebagai Muslim, dan berjanji membebaskan mereka dari. tugas yang berat untuk menemukan jalan mereka sendiri, menggunakan alasan mereka sendiri, dan menggunakan diri mereka sendiri dalam aktivitas-aktivitas yang membatasi. Mereka lebih suka duduk dan menikmati mimpi yang hampa dan membiarkan diri mereka dituntun orang lain.
Pada prinsipnya, Islam tak menentang sistem apapun jika tak bertentangan dengan prinsip-prinsipnya dan membantu umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat perubahan kondisi kehidupan. Faktanya, komunisme sama sekali bukan empat-mata, sama sekali tak serupa dengan ideologi Islam, meskipun, mungkin dalam beberapa hal, secara dangkal, mirip-mirip Islam. Masyarakat Islam yang telah memiliki sistem terbaik, takkan mau begitu saja melepaskan Islam dan kemudian menganut paham komunis, kapitalis atau sosialis materialistis, meskipun mungkin semua paham ini, dalam beberapa hal, terlihat seperti Islam."
Lelaki bercardigan bertanya, "Dalam kenyataan, bisakah kita menganut komunisme, namun tetap hidup sebagai masyarakat Muslim?" Lelaki berhoodie menjawab, "Jawabannya, gelengan kepala dan telapak tangan, disertai ucapan, "Jangan!" yang panjang, karena, saat kita menerapkan komunisme, yang dengan keliru atau tak jujur digambarkan sebagai sistem ekonomi murni, kita akan menemukan bahwa komunisme itu, bertentangan dengan Islam, baik dalam teori maupun praktik. Bentrokan diantara keduanya, tak terelakkan, karena alasan sederhana, bahwa berbenturannya tak dapat dihalangi atau dicegah."
Hening sejenak, lelaki bercardigan menghela nafas, lalu berkata, "Baiklah, untuk menutup bincang-kecil kita hari ini, aku ingin menyampaikan beberapa fakta. Pertama, hendaknya dipahami dengan baik bahwa Islam bukan sekedar visi-ideologis. Sebaliknya, Islam itu, sistem kehidupan praktis yang sepenuhnya menghargai segala keperluan umat manusia dan menawarkan sarana untuk mewujudkannya.
Kedua, dalam usaha memenuhi persyaratan sejati manusia, Islam memberikan keseimbangan yang sempurna sejauh fitrah manusia memungkinkannya. Dimulai dengan setiap insan menjaga keseimbangan antara kebutuhan jiwa dan raga, akal dan hati, dan dalam hal apapun, tak membiarkan satu sisi mendominasi sisi yang lain. Islam tak menekan naluri hewani agar menjadikan sukma naik ke alam yang lebih tinggi, dan sebaliknya, juga tak mendambakan syahwat ragawi, yang menjadikan manusia tersungkur ke tingkat serendah binatang. Islam memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual, baik di satu tingkat yang lebih tinggi, menghilangkan semua konflik psikologis internal yang mengancam entitas jiwa manusia, atau menempatkan sebagian darinya terhadap bagian lain. Dari situlah tercapainya keseimbangan antara kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat. Islam memungkinkan tak seorang individupun boleh melanggar individu atau masyarakat lain. Juga tak membolehkan sebuah komunitas melakukan pelanggaran terhadap individu. Islam juga tak menyetujui satu golongan orang memperbudak golongan lain. Islam menerapkan batasan kebaikan pada semua kekuatan yang saling bertentangan ini, mencegahnya saling bertabrakan, mengajak semuanya saling bergandengan tangan dan bekerja sama guna kebaikan umat manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian, Islam menyeimbangkan berbagai faktor masyarakat, antara faktor spiritual dan temporal, ekonomi dan manusia. Berbeda dengan komunisme, yang tak yakin bahwa faktor-faktor ekonomi, aspek material saja, mendominasi keberadaan manusia. Juga tak berkontribusi pada apa yang dikatakan oleh para spiritualis atau idealis murni yang mengklaim bahwa faktor-faktor spiritual dari cita-cita yang mulia saja, sudah cukup mengatur kehidupan manusia. Islam lebih berpendapat bahwa tak hanya satu atau dua, melainkan semua elemen yang beragam ini bersatu membentuk apa yang disebut masyarakat manusia; dan bahwa asas kehidupan terbaik itu, yang memperhatikan semuanya, memberi keleluasaan bagi jiwa, raga, dan akal, serta mengatur semuanya dalam kerangka suatu kesatuan yang harmonis.
Ketiga, hendaknya dicamkan bahwa Islam, memiliki eksistensi yang sama sekali independen sebagai filosofi sosial dan juga sistem ekonomi. Beberapa manifestasi lahiriahnya, mungkin di permukaan tampak mirip dengan kapitalisme atau komunisme, namun pada kenyataannya, ia sama sekali jauh berbeda. Islam mempertahankan seluruh sifat baik dari sistem-sistem ini, namun bebas dari kekurangan dan penyimpangan. Islam tak memuja individualisme sampai ke tingkat yang inferior, yang menganggap individu sebagai dasar tatanan sosial dan mengatakan bahwa kebebasan individu dalam segala keadaan, harus dipertahankan dan tak boleh diganggu. Kapitalisme modern didasarkan pada konsep kebebasan individu untuk mengeksploitasi orang lain, termasuk masyarakat yang mendidik dan memeliharanya.
Islam, disamping menekankan pentingnya masyarakat, tak sampai pada titik ekstrim. Islam berada pada titik keseimbangan antara dua ekstrim - komunisme dan kapitalisme. Mengingat arti pentingnya, maka tercipta keharmonisan antara individu dan negara, sehingga individu punya kebebasan yang diperlukan untuk mengembangkan potensi dirinya, tetapi tak menindas sesamanya, sebagaimana juga hal itu diberikan kepada masyarakat atau negara yang mewakili masyarakat yang terorganisir, kekuasaan yang sangat besar untuk mengatur dan mengontrol hubungan sosial-ekonomi, agar senantiasa menjaga dan memelihara keharmonisan ini dalam kehidupan manusia. Dasar dari keseluruhan struktur seperti yang dibayangkan oleh Islam itu, cinta timbal-balik antara individu dan kelompok. Ia tak didirikan atas dasar kejahatan dan konflik kelas sebagaimana dalam masyarakat komunis.
Dapat juga ditunjukkan di sini bahwa sistem kehidupan yang unik ini, seperti yang dibayangkan oleh Islam, tak berasal dari tekanan ekonomi manapun, bukan juga hasil dari kepentingan kelompok antagonis yang saling bertentangan. Tidak, tak hanya ini, melainkan ia diungkapkan kepada dunia sebagai sistem kehidupan yang ditahbiskan pada saat manusia tak mementingkan faktor-faktor ekonomi secara khusus, juga tak tahu apa-apa tentang keadilan sosial dalam pengertian yang kita kenal di zaman modern. Baik komunisme dan kapitalisme itu, pertumbuhan yang jauh lebih lambat. Sejauh menyangkut reformasi di bidang sosial dan ekonomi kehidupan manusia, kebutuhan dasar manusia — makanan, perumahan, dan kepuasan seksual — yang dengannya nama Karl Marx selalu dikaitkan sebagai yang pertama berpendapat bahwa tugas pemerintahlah yang harus menyediakan kebutuhan dasar manusia ini. Ini diklaim sebagai revolusi besar dalam sejarah pemikiran manusia. Akan tetapi jauh sebelum Karl Marx — seribu lima ratus tahun yang lalu — Islam telah memproklamasikan hak-hak individu ini di hadapan dunia.
Pemakluman historis tentang hak asasi manusia fundamental ini, tak hanya mencakup apa yang disuarakan Karl Marx, namun juga menambahkan beberapa lagi, tanpa perlu adanya sentimen antar golongan, revolusi berdarah, dan tanpa, tentu saja, menolak semua elemen manusia dalam kehidupan. yang tak termasuk dalam tiga hal di atas: makanan, perumahan dan kebutuhan seksual.
Inilah beberapa ciri yang menonjol dari asas kehidupan Islam. Semuanya itu, cukuplah untuk membuktikan bahwa sebuah agama dengan hukum dan prinsip seperti ini, begitu komprehensifnya sehingga mencakup seluruh keberadaan manusia, emosi, pikiran, tindakan, ibadah, urusan ekonomi, hubungan sosial, dorongan naluriah dan aspirasi spiritual - semua diatur dalam kerangka satu sistem kehidupan yang harmonis namun unik, takkan pernah kehilangan kegunaannya bagi umat manusia. Agama seperti ini juga takkan pernah menjadi usang, karena tujuannya sama dengan tujuan kehidupan itu sendiri dan, oleh karenanya, ditakdirkan untuk terus hidup selama masih ada kehidupan di planet ini."
Setelah terdiam sejenak, sang camar berkata, "Wahai saudara-saudariku! Aku takkan merangkum apapun dari percakapan ketiga lelaki itu, semuanya kuserahkan padamu. Semoga apa yang kusampaikan, bermanfaat bagi kita semua. Sungguh, tak ada salahnya menikmati apa yang telah dianugerahkan Allah, namun jangan sampai membuat kita lengah akan bahaya yang sedang mengintai. Wallahu a'lam."
Rujukan :
- Muhammad Qutb, Islam the Misunderstood Religion, IIFSO