Senin, 19 April 2021

Balon-balon Merah Di Cakrawala

"Jika engkau membaca Nómoi, karya Plato, dalam dialog-dialognya, ada tiga pembicara, semuanya lelaki-tua: seorang Athena yang tak disebutkan namanya, yang diasumsikan telah berpengalaman. Yang kedua, seorang Kreta bernama Clinias, dan seorang Spartan bernama Megillus. Clinias, warga negara Cnossus, kota yang pernah menjadi 'ibu kota' Minos, dan punya hubungan kerabat dengan tabib terkenal, Epimenides. Megillus, berasal dari keluarga Sparta, dimana kedudukan proxenus Athena, turun-temurun. Fakta-fakta ini, bertujuan menjelaskan kesiapan keduanya, mengkomunikasikan urusan mereka dan meminta nasihat sang Athena.
Dalam Kitab Pertama Nómoi Plato, ada tiga proposisi: negara seyogyanya dikelola secara teratur dengan tujuan perdamaian, bukan perang; bahwa agar terorganisir sedemikian rupa, negara hendaknya menjadikan 'kebajikan sempurna' sebagai budi-pekerti ideal bagi warganya; bahwa pelatihan moral dalam rangka melahirkan 'kebajikan sempurna' itu, menuntut penjabaran tentang belaian dan rayuan 'kejahatan naim'," berkata Chiwawa, setelah mengucapkan salam dan kalimat pembuka.
"Aku tak bermaksud membicarakan kitab Plato yang mengagumkan itu. Tapi pertama-tama, perkenankan aku, memperkenalkan diri." Chiwawa melanjurkan. "Terima kasih kepada para unggas yang telah mengundangku dalam pertemuan hari ini. Namaku Pedro, leluhurku, dari Meksiko, tapi aku dibesarkan majikanku, dan tempatku menetap, di Jerman, yang sebelumnya dikenal sebagai "Negeri Tembok Berlin." 
Tahukah engkau apa makna "Pedro"? Kata ini, berasal dari bahasa Yunani, "petra," yang berarti "batu." Aku tak berniat membicarakan bebatuan kecil maupun besar, melainkan aku ingin menceritakan sebuah cerita. Cerita tentang, bukan sesuatu yang "keras" atau "berat" seperti batu, namun sesuatu yang "lunak" dan mudah "pecah," laksana ratusan balon yang mengangkasa di Cakrawala.
Ku tak pandai bernyanyi, tapi aku suka melantunkan sebuah lagu untukmu. Ngomong-ngomong, menurut Kitab Plato itu, musik, atau lebih tepatnya, Irama, sarana untuk melatih rasa dan kecerdasan. Irama dan puisi, dulunya, merupakan wahana pendidikan moral. Tak ada standar yang pasti, baik-buruknya Irama itu. Irama yang baik, hanya berarti apa yang, selalu, dirasa menyenangkan oleh mayoritas pemirsa, dan musisi terbaik itu, komposer atau pemain, yang paling tenar dan sukses 'memadukannya'. Dan peran negaralah, diperlukan guna menemukan standar yang benar bagi berbagai bentuk komposisi Ritmik. Irama menjadi seni 'meniru', dan sangat penting bagi Irama yang bagus, objek yang 'menirunya' haruslah indah, dan bahwa hendaknya menirukan objek itu, dengan benar,” kata Chiwawa, kemudian, dengan tingkahnya yang menggemaskan, ia bergoyang, dan berdendang dalam bahasa Jerman,
Neunundneunzig Luftballons
[Sembilan-puluh-sembilan balon-udara]
Auf ihrem Weg zum Horizont
[Menuju cakrawala]
Hielt man für Ufos aus dem All
[Dikira UFO dari luar angkasa]
Darum schickte ein Jenderal
[Itulah mengapa seorang Jenderal diutus]
'Ne Fliegerstaffel hinterhernya
[Satu skuadron mengikutinya]
Alarm zu geben, wenn's so wär'
[Membunyikan sirine jika memang begitu]
Dabei war'n dort am Horizont
[Dan yang ada di Cakrawala]
Nur neunundneunzig Luftballons *)
[Hanyalah sembilan-puluh-sembilan balon-udara]
Ia berhenti bergoyang, lalu menyampaikan, "Duhai saudara-saudariku, simaklah ini,

Suatu hari, di Koloni Lebah, dua lebah-kecil sedang berjalan-jalan. Pada hari itu, rupanya ada perayaan, para lebah berkerumun di suatu tempat. Kedua lebah-kecil, menyeruak di antara kerumunan, hingga mereka mencapai tempat terdepan. Di hadapan mata mereka, terpampang hiasan yang megah. Balon merah yang tak terhitung jumlahnya, tersaji dalam berbagai bentuk, flora, fauna dan berlimpah-ruah ikatan balon-merah. Pada puncak acara, Tuan Walikota menggunting pita, kemudian balon-balon itu dilepaskan, dan satu per satu menghilang. Para Lebah, bersorak-sorai dan bertepuk-tangan.
Ribuan balon-merah, melayang di Jagad-raya, berlalu. Sang-bayu, yang menyukai balon-balon merah itu, meniupnya, terus dan terus, hingga balon-balon itu, melintasi perbatasan Koloni Lebah, dan memasuki Koloni Lalat. Dan inilah, satu hal, beralih ke yang lain.

Dan tentang lalat, perkenankan aku menyampaikan perihal para lalat. Engkau tahu, mereka membuatmu jengkel saat engkau menikmati waktu-luangmu di bawah sinar-matahari. Lalat sungguh menyebalkan, seperti para Buzzer yang mengganggumu, saat dengungan lalat yang akrab, bergema di telingamu. Dan serangan gencarpun dimulai. Engkau mengebas, sang lalat berlalu dan kembali, jika tanganmu malas, mereka melahapmu. Pertanyaannya, mengapa engkau sulit menangkap lalat? Jawabnya mudah, karena lalat bisa melayang, bergerak vertikal, dan bahkan terbang mundur, menggodamu yang tak berdaya menangkap sang pengacau kecil itu. Kebanyakan lalat, mengepakkan sayapnya lebih dari 200Hz, atau 200 siklus per detik. Seekor lalat buah kecil, mengepakkan sayapnya sekali setiap 4 milidetik—lebih cepat dari kemampuan tembakan Neuron.
Suatu ketika, Rasulullah (ﷺ) yang terkasih, bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ، ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً
“Jika seekor lalat-rumah jatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kalian, hendaknya ia membenamkannya (ke dalam minuman itu) dan membuangnya, karena salah satu sayapnya, ada penyakit, dan sayap yang lain, ada penawarnya.” [Sahih al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ) memerintahkan, lalat yang jatuh pada minuman atau makanan kita, dibenamkan dulu, lalu dimatikan, terutama jika makanannya panas. Tujuan di balik membenamkan lalat ke dalam minuman, agar mengekstrak penawar dari sayapnya yang lain, serupa halnya racun diekstraksi dari sayap lalat yang jatuh pada makanan.
Para lalat, memang memakan kotoran, tetapi mereka juga membersihkan kotoran lain, membantu membersihkan sampah. Mereka mampu memakan sampah rumah-tangga kita dan mengalihkannya agar tidak dibuang ke TPA. Lalat tentara hitam, misalnya, dapat melahirkan sampai 600 larva, dengan masing-masing larva dengan cepat mengkonsumsi setengah gram bahan organik per hari. Keluarga kecil ini, dapat memakan satu tong sampah hijau rumah tangga, setiap tahun.
Meskipun pasti ada lalat dan serangga lain yang betah di rumahmu, sembilan-puluh persen dari semua lalat yang ditemukan di dalamnya, anggota spesies spesifik lalat, musca domestica. Istilah "lalat-rumah" bukan hanya istilah umum; melainkan jenis lalat tertentu yang kebetulan menemukan tempat berevolusi di lingkungan rumah umat manusia.
Masalah dengan lalat, tak hanya karena mengganggu kita dengan masuk tanpa izin. Lalat rumah membawa dan menyebarkan sejumlah penyakit yang berpotensi mematikan, termasuk demam tifoid, salmonella, TBC, konjungtivitis, kusta dan kolera, serta cacing usus dan bakteri penyebab disentri. Mereka makan dan berkembang biak dengan sampah, kotoran, dan daging yang membusuk. Dan kemudian, setelah mengambil jutaan mikroorganisme, mereka terbang ke rumah kita dan hinggap di makanan, tubuh, dan barang-barang pribadi kita, meninggalkan kuman yang serupa.

Sekarang, kembali ke cerita!
Di base-camp Koloni Lalat, muncul pesan, atau sesungguhnya, bug di perangkat lunak komputer, berkedip, "Ada sesuatu di luar sana!" Petugas yang bertugas, sibuk dalam ruangan mereka, membunyikan alarm panik, peringatan merah. Yang Mulia, Tuan Presiden Lalat, yang telah ditunjuk oleh Ratu Lalat, sebagai kepala pemerintahan, penanggung jawab luar-negeri, penanggung-jawab peradilan, penanggung-jawab keuangan dan ekonomi, dan baru-baru ini, sebagai pimpinan seluruh perguruan-tinggi, memanggil para menteri, wakil-menteri, pejabat-teras, dan juga, buzzer dan influencer bayaran Koloni. Peserta rapat banyak sekali, dan andai Tuan Presiden memintamu menghitungnya dengan cepat, jawab saja, “Semuanya 99!” artinya, tak terhitung jumlahnya.
Setelah perdebatan panjang yang melelahkan, ditutup dengan kata-kata, "Ini pasti ulah para UFO! Ini berbahaya! Ini sangat rawan! Ini mengancam kedudukan Tuan Presiden!" Puncaknya, sembilan-puluh-sembilan keputusan, diterbitkan oleh sembilan-puluh-sembilan pemutus. Seorang Jenderal ditugaskan mengambil-alih komando, dan mengumumkan koloni dalam keadaan perang.
Mesin perang, dibangunkan. Tank dan panser lapis baja, dikerahkan. Para serdadu dan polisi, berkumpul, mendengarkan arahan sang komandan. Seluruh prajurit diarahkan ke segala penjuru, di jalan, di setiap instansi pemerintah, dan banyak lagi. Tak ketinggalan, peran para buzzer pun dimainkan. Mereka mengutuk para UFO, dan mengedarkan selebaran, cinta tanah-air, membela koloni, dan tentu saja, membela Tuan Presiden, dan alih-alih menyerukan, "Kami percaya Allah menyelamatkan kita!," mereka berkata, "Kami percaya Tuan Presiden dapat menyelamatkan kita!" Para politisi itu, memang, para belut yang handal, meski koloni dalam bahaya, masih sempat berkampanye. 
Saat itu, kepanikan terjadi dimana-mana. Seluruh pilot nomor satu, siap-siaga, menunggu di pesawat tempur tua, MiG-21, masing-masing. Mereka siap terbang dan menyergap para UFO, laksana "Kapten Kirk," yang engkau tonton di serial televisi.

Pada akhirnya, segala senjata diarahkan ke langit. Semua netra beralih ke Cakrawala, cemas, menunggu. Ada yang menangis, banyak yang saling-berpamitan, ada yang menulis surat wasiat, ada yang terus-terusan menelpon atau googling, dan masih banyak lagi. Tapi ada juga yang mengutuk, menyahut, "Jika mereka UFO, mereka takkan tertangkap radar!" Namun anehnya, tak ada tangisan emak-emak yang memeluk bayinya, seperti yang terlihat di film-film Drama.
Tuan Presiden sedang bertelepon, menerima laporan dari pejabat radar, melaporkan bahwa benda-benda itu, telah mendekat. Suasana makin mencekam saat petugas radar, mengumumkan bahwa dalam satu menit ke depan, objek yang dicurigai, akan menyerang. Seluruh jajaran diminta, "Stanby!"

Tiga ... dua ... satu ... balon pertama muncul, diikuti yang kedua, ketiga dan keempat ... kesepuluh ... dan celaka tiga-belas .... banyak balon-balon bermunculan. Balon-balon merah itu, melayang di Cakrawala, seolah bersenandung,
Dabei schoss man am Horizont
[Engkau menembak Cakrawala]
Auf neunundneunzig Luftballons
[Pada sembilan-puluh-sembilan balon-udara]
Neunundneunzig Kriegsminister
[Sembilan-puluh-sembilan menteri-yuda]
Streichholz und Benzinkanister
[Korek-api dan jerigen]
Hielten sich für schlaue Leute
[Kupikir mereka orang kompeten]
Witterten schon fette Beute
[Mencium angpau-gadang]
Riefen, "Krieg!" dan wollten Macht
[Berteriak, "Perang!" dan menginginkan kekuasaan]
Mann, wer hätte das gedacht
[Saudaraku, siapa sangka]
Dass es einmal so weit kommt
[Bahwa itu 'kan terjadi kelak]
Wegen neunundneunzig Luftballons *)
[Karena sembilan-puluh-sembilan balon-udara]
Setelah kehabisan hidrogen, perlahan dan lembut, balon-balon itu melungsur, ada yang pecah di atas Tank, di pesawat-tempur, dan bahkan di ujung bedil para polisi. Semua orang hanya saling-menatap, dan dengan lesu, pulang ke rumah, kecuali Menteri Keuangan, yang harus begadang, "menghitung bintang-bintang" dan menaksir anggaran yang terbuang, oleh peristiwa "mukbang."
Seekor lalat, yang baru saja pulang dari kunjungan ke Koloni Lebah, sembari memegang dan memperhatikan sebuah balon udara merah, bergumam, 'Sembilan puluh-sembilan impianku, ada di setiap balon merah. Jika aku dapat menemukan sebuah suvenir, hanya untuk membuktikan dunia ada di sini, inilah balon-udara merah!' Lalu sang lalat, melepaskan balon-udara merah itu.”

Sebagai penutup, Chiwawa berkomentar, "Duhai saudara-saudariku, sistem pendidikan seyogyanya tak hanya berfokus pada menumbuhkan "keberanian" para-warganya, melainkan hendaknya mengembangkan kebajikan secara keseluruhan, termasuk, tak hanya keberanian, melainkan juga, hikmah, sikap-keberimbangan dan keadilan-sosial. Wallahu a'lam.”
Rujukan:
- Plato, The Law, translatted into English by AE Taylor, MA D.Litt, LL.D., JM Dent & Sons Ltd.
*) "99 Luftballoons" oleh Nena