Selasa, 13 Juli 2021

Kesaksian Sang-Kodok Terhormat

Dr Swan mengetuk palu sekali, "Duhai saudara-saudariku! Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu kesuksesan, bahwa tahap kehidupan itu, ada lima,
  • Tahap pertama, dimulai dari kelahiran, hingga masa-pubertas dan ini, dalam masa lima belas tahun;
  • Tahap kedua, dimulai dari masa-pubertas, hingga akhir masa-remaja, yaitu sampai seseorang mencapai usia tiga-puluh-lima tahun. Tahapan ini, dianggap sebagai masa-muda;
  • Tahap ketiga, dimulai dari usia tiga-puluh-lima tahun, hingga usia lima-puluh tahun, dan inilah tahap kedewasaan;
  • Tahap keempat, dimulai dari usia lima-puluh tahun, hingga usia tujuh-puluh tahun, dan inilah tahap masa-tua;
  • Tahap kelima, dimulai dari usia tujuh-puluh tahun, hingga kematian, dan inilah tahap masa-jompo atau masa-berumur;
Awal dan akhir dari tahapan ini, dapat beragam pada tiap-tiap insan, namun tahapannya, ada lima. Terdapat perbedaan antara kata 'usia' dan 'dewasa'. Sebagai kata-kerja, perbedaannya bahwa, 'usia,' penyebab jadi tua; sedangkan 'dewasa,' telah mencapai kematangan. Sebagai kata benda, usia, keseluruhan waktu yang telah ditempuh makhluk-hidup sejak kelahiran, baik itu hewan, tumbuhan, maupun jenis lainnya. Sebagai kata sifat, dewasa itu, berkembang sepenuhnya; tumbuh dalam hal penampilan fisik, perilaku atau cara-berfikir. Bahasa Arab "'umr' (umur), bermakna, sisa waktu hidup.

Segala puji bagi Dia, Yang telah mencipta berbagai tahapan kehidupan. Selama tahap-tahap ini, ada insan yang tunduk pada perintah Allah, dan dengan demikian, unggul. Sebaliknya, yang menyia-nyiakan waktu, maka akibatnya, menderita kesia-siaan dan penyesalan. Sesungguhnya, kehidupan ini telah ditetapkan agar para insan mempergunakannya, mencapai apa yang dicarinya, dan menghilangkan segala yang menyebabkan kerugian dan kecacatan. Barangsiapa menjalani hidupnya dengan baik, sesuai perintah Allah, maka hidupnya akan menjadi sumber perdagangan baginya, menghasilkan untung yang berlipat-ganda, sedangkan yang berlaku zhalim, yang tak berperilaku sesuai, akan rusak batinnya. Sebuah amal-shalih, dicatat sebagai sepuluh kebaikan, sampai tujuh-ratus, bahkan bisa lebih, dan sebuah dosa, akan membuatnya sontak berbalik pada ketergangguan, yang dialami sebelumnya.

Perhatikan apolog yang berhias ini,
Tiga-ribu tahun yang lalu, atau lebih, dalam lidah manusia, di zaman dulu, semasa era Kadmos, hiduplah seekor kodok, berdiam dalam gua-teduh, yang suram, mengantuk, atau lunak, membiarkan tahun-tahun berlalu, dalam keheningan. Sesuatu yang ajaib, terjadi pada sang-kodok. Sekecil apapun yang diperbuatnya, akan berwujud emas. Bila ia bergerak maju, mundur, menyamping, bahkan pun jika ia ngorok, akan menghasilkan emas.

Ketika ia terbangun, rupanya, di samping aliran-air yang mengeras, yang bahkan belum ia sadari, bongkahan emas menyelimutinya, pas seperti bentuk diriya. Ia tak bisa meregang, atau bahkan menganga. Andai ia tahu, sebelum masa-tidurnya yang panjang, berapa tahun ia telah terpulas, tak pelak lagi, ia mampu menyelesaikan segala urusan duniawinya, besar dan kecil; dan takkan meninggalkan rakyatnya, berjuang sendiri demi kehidupan mereka yang merana. Tiga-ribu tahun telah ia lewati, tertanam dalam gumpalan logam-mulia yang padat.

Belumlah setahun yang lalu, ketika beberapa pekerja sedang menggali marmer di gunung, mereka menemukan kodok berukuran gergasi, di tengah-tengah emas-murni, saat dibelah-dua. Mereka terpana dengan penampakan yang tak begitu biasa, reptil yang mengantuk, bertemu-pandang dengan mereka, dan bila semakin mempertanyakan keberadaannya, keheranan mereka, semakin memuncak. Sulit membayangkan, dengan cara apa sang-kodok yang terhormat ini, dapat bertahan, dan memperoleh makanan, di penjara yang teramat-sempit, dan lebih sulit lagi, mempertanggungjawabkan masa kelahiran dan keberadaannya, di tempat yang sama sekali tak dapat diakses oleh seluruh spesiesnya. Mereka tak memperoleh kesimpulan lain selain, bahwa sisa-sisa peradaban-kuno ini, terbentuk bersama dengan batu-karang tempat ia dibesarkan, dan setara dengan gunung itu sendiri.

Khalayak berdatangan dari jauh, ingin menyaksikan makhluk-purbakala, yang sepenuhnya tahu akan fakta, apa sebenarnya penghormatan tertinggi mereka. Dalam sebuah episode 'Morning Show,' selagi pembawa acara sedang menyoal dugaan-dugaan yang muncuat, sang-kodok duduk, menembam dan mengembung seperti kodok biasa, hingga tampak akan meledak, dan akhirnya, iapun bersaksi, "Ya," katanya, "Engkau sekalian melihat dalam diriku, sebuah spesimen ras hewan purba. Aku dilahirkan sebelum Air Bah; dan siapakah yang ada di antara ras perintis makhluk-hidup terkini, yang berani bersaing denganku, dalam hal kemuliaan-keturunan atau martabat-perilaku?”

Seekor capung, pagi itu, muncul dari sungai, saat ia terbang dari satu tempat ke tempat lain, tak-sengaja hadir, dan mengamati yang terjadi, dengan penuh perhatian dan rasa ingin-tahu. “Agak aneh,” serunya, “Dasar apa yang awak miliki terhadap kebanggaan, baik sebab keturunan, semata karena baheula, atau usia awak, yang terhitung panjang? Sifat terpuji apa yang telah awak terima dari leluhur awak? Bukan berarti bahkan bagi awak sendiri, dan juga tak bermanfaat bagi orang lain, awak hampir sama tak pekanya dengan balok-emas tempat awak dibesarkan." "Maka," lanjutnya, "Aku menemukan kenyataan bahwa, dunia ini, hanya dua kali lebih tua dari awak. Namun aku, ephemeron yang malang, hari ini aku dilahirkan, hari ini pula, aku harus mati, namun aku berhasil menegakkan, katakan sesukamu, kehidupan yang lebih panjang."
"Maaf?" sela sang-kodok, dalam keterkejutannya. "Apa maksudmu dengan perkataan seperti itu?"
"Duhai Senora," berkata sang-capung, dalam napas panjangnya, "Tidur itu, sebuah bentuk kematian. Hari-hari awak, walau lebih dari yang dapat kuhitung, awak habiskan dalam tidur panjang yang berkelanjutan.
Bahkan aku, yang lahir hanya dari sampah sungai di sekitaran, saat matahari terbit hari ini, dan yang akan mati, saat terbenamnya, punya lebih banyak alasan menghargai keberadaanku, dibanding apa yang awak banggakan. Aku telah menikmati kehangatan sinar-matahari, terik siang-hari, dan kemurnian udara. Aku telah terbang dari satu aliran sungai ke aliran sungai berikutnya, dari satu pohon ke pohon yang lain, dan dari daratan ke pegunungan. Aku telah menafkahi anak-cucuku, dan aku akan meninggalkan banyak keturunan pada masyarakat masa-depan; singkatnya, aku telah memenuhi segala tujuan keberadaanku, dan aku merasakan kebahagiaan. Seluruh hidupku, sesungguhnya, hanyalah dua belas jam, namun walau satu jam saja, lebih disukai dibanding seribu-tahun eksistensi-semu yang telah lenyap, sepantun awak, yang abai, lalai dan tak-peduli.
Aku ingin menambahkan lebih lanjut, dalam arti perbaikan. Jangan terlena dan terbangun pukul sembilan, melainkan bangkitlah pada pukul lima. Semakin lama awak terjaga, semakin panjang hidup awak. Dan mohon, janganlah melagukan, senandung pengantar tidur!”

Khalayak bersorak, perlahan-lahan mencair, saat mereka meninggalkan pertunjukan, bernyanyi,
Every little thing she does is magic
Everything she do just turns me on
Even though my life before was tragic
Now I know my love for her goes on *)
Dr Swan mengetuk palu tiga kali, "Duhai saudara-saudariku! Dalam kehidupan-kekal dan keabadian yang tak pernah berakhir, laksana Kebakaan Yang Maha Penyayang, dapat diperoleh dengan menginvestasikan hidup yang singkat ini, secara tepat, sebab, siapapun yang menyia-nyiakan hidupnya, sesungguhnya, orang yang merugi, maka dari itu, hendaknya, orang yang berakal, mengetahui nilai hidupnya dan merenungkan keberadaannya, agar ia dapat merebut apa yang tak dapat kembali jika terlewatkan, dan yang mengakibatkan, ia dapat binasa, lantaran menyia-nyiakannya. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Ibn Al-Jawzi, Awaking From the Sleep of Heedlessness, Dar As-Sunnah
- Jefferys Taylor, Aesop in Rhyme with Some Originals, Baldwin and Cradock
*) "Every Little Thing She Does Is Magic" karya Sting