Jumat, 02 Juli 2021

Sang Gorila dan Sang-Lebah

Dr Swan membeberkan sebuah kisah, "Duhai saudara-saudariku! Dengarkan apolog berikut,
Konon, di sebuah hutan lebat, hiduplah seekor Gorila dengan para Monyet-gelandangannya. Kita sering bertemu dengan sifat yang kekuatan pertunjukannya paling bagus, dan punya segala yang paling didamba, dari kecerdasan, keceriaan, dan kepintaran. Namun, kawan seperti itu, selalu berbahaya, karena saat keadaan berubah-ubah, mereka dapat mengalihkan kekuatan mereka, melawan kita.
Serupa dengan para-simian ini. Alih-alih menjaga agar lingkungan hutan tetap lebat dan rindang, mereka memaksa para Gajah, merobohkan pepohonan, dan mengubah lahan menjadi sarang. Mereka memproklamirkan lahan tersebut, kepunyaan mereka. Hal ini terjadi, sebab bos mereka, sang Gorila, terangan-angan oleh habitat spesies berkaki-dua dan berjalan-tegak, yang disebut homo-sapiens. Selanjutnya, ia punya ide, yang menurutnya, paling brilian. Meski di atas kertas, batas tanahnya telah ditetapkan, ia berhasrat lebih. Maka, tonggak patok, yang semestinya ada di sebelah sini, dipasang jauh di seberang sana. Monyet copet yang menyadarinya, mengingatkan sang-bos, "Bos, batasnya bukan di sana, melainkan di sini!" Tapi sang-bos hanya menyahut, "Kita lihat nanti!"

Suatu hari, sang bos sedang mencicipi minuman yang rasanya aneh, percis bagai anggur. Warna, wangi, kedalaman, pusaran, aroma, rasa dan hasil akhirnya, konsep abad-kuno "Goût de Terroir," yang bermakna "Ruang Rasa" dalam bahasa Perancis, bolehlah diterapkan pada minuman aneh ini. Maka, ia memanggil monyet copet kepercayaannya, "Minuman aneh ini, apa namanya?" Sang monyet menginformasikan, "Namanya madu, Bos! Kompleksitas dan keragamannya, merupakan hasil dari sumber bunga yang dikunjungi oleh, spesies yang disebut, para-lebah, serta cuaca dan kondisi iklim daerah, lokasi geografisnya dan faktor variabel lainnya. Madu, bahkan lebih dari anggur, merupakan cerminan dari sebuah tempat. Jika proses dari anggur ke gelas itu, alkimia, maka jejak dari bunga ke botol, sebuah refleksi. Nektar yang dikumpulkan lebah itu, jiwa dan getah tanaman, sarinya yang paling manis. Madu itu, bunga yang ditransmutasikan, wangi dan keindahannya berganti menjadi aroma dan rasa."
"Di mana engkau mendapatkannya?" sang bos, penasaran. Sang monyet berdeham, "Ehm, aku mengambilnya Bos!" "Di mana?" kata sang bos, ingin tahu lebih banyak. "Di suatu loka Bos, ruang yang indah dan sulit digambarkan, lebih baik, Bos sendiri yang lihat. Kawasannya nyaman, enak ditinggali!"
Sang bos mulai meracau, bermimpi memiliki lahan tersebut, membayangkan, lahan yang bagus, penghasil minuman yang enak. "Kalau begitu!" kata sang bos beranjak dari kursi goyangnya, "Bawa patoknya, kita ke kawasan itu!" Agak ragu, sang monyet hendak menyampaikan sesuatu, "Tapi Bos! Tap..!" Sang bos menyela, "Jangan bicara lagi ... ayo berangkat!"
Dalam perjalanan, hati sang bos, berbunga-bunga. Ia membayangkan, betapa ia akan menemukan kawasan yang nyaman, menghasilkan lebih banyak madu. Banyak ide terbayang dalam benaknya. Suka-cita tersebut, ia ungkapkan dengan melantunkan sebuah lagu,
I dream of your first kiss, and then
[Kuimpikan kecupan perdanamu, dan lalu]
I feel upon my lips again
[Kucicip lagi bibirku]
A taste of honey
[Cita-rasa madu]
Tasting much sweeter than wine
[Serasa jauh lebih manis dari anggur]

Oh, I will return, yes, I will return
[Oh, kukan kembali, ya, kukan kembali]
I'll come back for the honey and you
[Kukan kembali untuk madu dan untukmu]
Do do do do *)
[Du du du du]
Sang monyet besar, tak berdaya menghadapi madu. Saat simian ini, pertama-kali mencicipinya, seketika menyukainya. Dan demikianlah, merekapun masuk ke lokasi. Sungguh loka yang indah. Sang bos melepaskan kekagumannya, "Aah, kawasan yang menakjubkan! Lihatlah pepohonan ini, bagai yang ada di surga. Dan aliran sungainya, bergemuruh laksana embusan angin, dan muaranya, mengenangkanku pada "Air Terjun Niagara."
Ia lalu melangkah mencari madu. Selagi mencarinya, sampailah ia ke sebuah pohon. "Lihat," serunya. Di sekeliling batang pohon, sang monyet besar melihat cairan keemasan mengalir. "Ia berkilau! Duhai, aromanya. Manis sekali!"
Kemudian, ia mendongak dan melihat, bahwa cairan manis tersebut, mengalir dari sebuah dahan. Dan di atas dahan, ia melihat sarang lebah. "Aku yakin, jika kupanjat sekarang dan menggapai sarang lebah, kukan merasakan santapan yang nikmat! Aku dapat merasakan manisnya madu!" lidahnya mulai berliur sewaktu memperhatikannya.
Tepat saat sang monyet besar berencana memanjat, matanya tertuju pada para lebah, yang mendengung di sekitar sarangnya. Meski ia melihat para lebah, ia tetap bersiap memanjat, menjemput madu.
Sang Gorila mencengkeram dan memanjat ke atas dan ke atas. Akhirnya, ia mencapai sarang lebah dan berupaya menggapainya. Seekor lebah, melihat sang monyet besar, menyengatnya. Sengatan itu belum terasa, pada awalnya, namun saat reaksi yang lebih gawat dimulai, ia bertanya kepada sang lebah, "Aku ingin tahu, bagaimana bisa seseorang, yang mengolah madu lezat, sengatannya, sangat mengerikan?" Sang lebah tersenyum, "Madu kami, hasil kerja keras. Dan kami maklum, ia terasa manis. Namun jika ada yang mencoba merampasnya, sengatan kami, sama pahitnya."
Kemudian sang lebah mewartakan kepada sang monyet besar. "Ingin tahu keliaran belantara?" seraya memberi sinyal ke sarang lebah, puluhan lebah menyerbu. Seketika, sang gorila melompat dan berlari secepat mungkin menuju sungai, lalu menceburkan diri ke dalamnya. Akan tetapi, sang gorila lengah rupanya, bahwa aliran sungai yang bergemuruh itu, berakhir di suatu tempat, yang ia sebut "Air Terjun Niagara."
Monyet copet yang setia, menunggu bosnya di hilir, hingga menjelang petang. Ia bergumam, "Duh, kelihatannya, Bos kagak ada lagi nih!" Masih menanti, dengan lirih, ia bersenandung,
Yours was the kiss that awoke my heart
[Milikmu itu, kecupan yang membangkitkan qalbuku]
There lingers still, though we're far apart
[Masih menyisa, walau kita berjauhan]
That taste of honey,
[Cita-rasa madu itu]
Tasting much sweeter than wine *)
[Serasa jauh lebih manis dari anggur]
Dr Swan menguraikan, "Duhai saudara-saudariku! Dalam perspektif Islam, konsep kepemilikan itu, diperlakukan dengan sangat hati-hati. Harta yang boleh dimiliki, ditetapkan dan ditentukan dengan baik. Demikian pula, hak-hak bagi pemiliknya, diatur dalam hukum Syari'ah. Syari'ah juga memberikan perlindungan dengan menetapkan aturan dan peraturan, sehingga pemilik dan individu lain akan tertuntun, dan tak menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Dalam Islam, secara umum, diakui bahwa Allah, Subhanahu wa Ta'ala, Sang Pencipta-Pemilik dan Rabb Yang Berdaulat atas "segala yang ada di langit dan di bumi". Seperti halnya air, udara, dan sinar-matahari, lahan dimaksudkan bagi penggunaan bersama dan kemaslahatan masyarakat. Selanjutnya, Dia, Subhanahu wa Ta'ala, telah mendelegasikan kepada manusia, kekuasaan dan kewenangan,  memanfaatkan dan mempergunakan sumber-daya yang telah Dia anugerahkan kepada mereka.

Prinsip dasar yang digambarkan dalam Islam, yang berkaitan dengan kepemilikan lahan, sebuah konsep bahwa lahan itu, milik Allah semata. Maknanya, lahan, sebagai karunia Allah yang gratis dan universal, seyogyanya dimanfaatkan secara maksimal. Ia juga dianugerahkan kepada manusia bagi penggunaan bersama dan kesejahteraan umum masyarakat. Singkatnya, sistem kepemilikan lahan, menurut pandangan Islam, dibangun dalam konsep Amanah, yang dimaknai sebagai kepercayaan, loyalitas, kejujuran, dan integritas.
Setiap individu, lelaki dan perempuan, Muslim dan non-Muslim, menurut hukum Syariah, berhak atas kepemilikan, penguasaan, penikmatan dan pengalihan harta, suatu hak yang harus dihormati dan dilindungi oleh sesamanya, dan Negara. Dengan kata lain, kepemilikan harta itu, hak yang diakui dalam Islam dan hendaknya dinikmati oleh setiap kalangan masyarakat, terlepas dari keyakinan, warna-kulit dan suku. Sesungguhnya, Syari'ah memberikan pedoman terhadap perlindungan dan pemanfaatan yang tepat.

Hak kepemilikan pribadi, tak dilarang dalam Islam. Sesungguhnya, dalam IsIam, sangat dianjurkan agar berpunya. Tiada ketentuan dalam Syariah, yang melarang seseorang memiliki harta. Individu punya hak dan kewajiban yang telah ditetapkan. Seseorang berhak beroleh manfaat lahannya, sepanjang ia menggunakannya dengan benar. Islam tak membenarkan adanya orang-orang miskin dan peminta-minta. Sebagai agama yang ideal dan rasional, Islam mengakui kemurnian kepemilikan pribadi.
Islam tak hanya mengenali dan mengakui kepemilikan pribadi, melainkan juga memberikan perlindungannya. Allah berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah saling-memakan harta dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu, kepada para hakim (penguasa), dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu, dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." [QS. Al-Baqarah (2):188]
Kekasih kita (ﷺ) bersabda,
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
"Tiadalah salah seorang darimu, mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat kelak." [Sahih Muslim]
Ayat dan hadits tersebut, memperingatkan manusia, agar tak mendekati dan mengambil harta seseorang dengan cara yang haram. Keduanya juga melarang kepemilikan dengan segala cara, yang mengarah pada kehancuran dan kerugian bagi setiap individu atau masyarakat pada umumnya. Islam menyerukan prinsip izin yang sah atas kepemilikan, dan menjaga syarat-syarat dan batasan-batasan, memastikan kepemilikan tanpa penindasan dan eksploitasi terhadap orang lain. Islam melarang kepemilikan dengan penipuan, kecurangan atau penggelapan, dengan mengambil atau mencuri atau merampas tanpa kompensasi. Ia juga melarang kepemilikan, yang mencederai individu dan masyarakat.

Selain individu, Negara juga boleh memiliki harta dan menerapkan kepemilikan. Negara sebagai penjaga hak individu, dikarunia kekuasaan campur-tangan dan, dalam beberapa hal, mengambil hak individu atas kepemilikan dengan tujuan melindungi kepentingan segenap masyarakat dan individu, yang sangat vital. Adapun tingkat dan luasnya campur tangan negara, maka, kesejahteraan atau manfaat umum secara luas, lebih utama di atas segalanya. Negara yang bertindak sebagai wali masyarakat, diberi kewenangan menerapkan syarat-syarat yang dikenakan pada kepemilikan pribadi, bahkan bisa memaksa, jika warganya tak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan tersebut.”

Dr Swan menyimpulkan, "Duhai saudara-saudariku! Dalam banyak kasus, karena mengabaikan Amanah, berkedok atas nama kepentingan umum, hak individu atas kepemilikannya, dirampas, hanya demi keuntungan segelintir orang. Islam telah mengambil langkah-langkah, memastikan distribusi kekayaan yang tepat dan merata kepada warganya. Islam menyerukan prinsip kepemilikan yang sah dan menjaga syarat-syarat dan batasan-batasan, agar memastikan kepemilikan tanpa penindasan kepada orang lain. Hukum Syariah, sepanjang ada izin yang diberikan, memberikan ratifikasi, untuk melindungi individu dan komunal kepemilikan, sehingga manusia dapat tertuntun dengan benar. Tujuan utamanya, menggalakkan keshalihan, dan mewujudkan Keadilan Sosial bagi segenap rakyat. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson
- Siti Mariam Malinumbay S. Salasal, The Concept of Land Ownership : Islamic Perspective, Buletin Geo Informasi
*) "A Taste of Honey" karya Bobby Scott dan Ric Marlow, versi The Beatles.