Dr Swan mengilustrasikan, "Duhai saudara-saudariku! Menyuplai kebutuhan masyarakat, membantunya memperoleh manfaat dan memastikan kerjasama yang mustahak di antara mereka, butuh kejujuran, amanah, serta tak boleh berbohong, memperdaya, dan segala yang tak diridhai Allah. Allah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ"Wahai orang-orang beriman! Janganlah mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga), janganlah mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (akibatnya)." [QS. Al-'Anfal (8):27]Perhatikan suka-duka pengalaman berikut ini,Di suatu Jumat siang, Nasruddin Hodja sedang berjalan pulang setelah menunaikan Shalat Jumat. Ada sesuatu terlintas dalam benaknya, bahwa, apa sih makna di balik Shalat Jum'at itu? Namun dalam sekejap, ia tahu jawabannya. Ia teringat nasehat sang-ayah, “Duhai anakku! Kekasih kita (ﷺ) sedang berdiri di mimbar, menyampaikan Khotbah Jumat, ketika sebuah kafilah dagang dari Syria, masuk ke Kota Nabi, Madinah. Dikatakan, bahwa kafilah tersebut, milik Dihyah bin Khalifah, sebelum kembali ke Islam, dan ada kendang yang mengiringinya. Kafilah membawa barang dagangan seperti tepung, gandum, minyak dan lain-lain. Sesuai adat setempat, di zamannya, saat kafilah tiba, para wanita muda keluar menyambutnya dengan menabuh kendang, sebagai pemberitahuan agar khalayak segera datang berbelanja, membeli barang dagangan yang dibawa.Para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, bergegas keluar menghampiri, sehingga cuma tersisa dua-belas orang yang bersama beliau (ﷺ), termasuk Abu Bakar dan 'Umar, radhiayallahu 'anhum. Mereka bersicepat ke tempat kafilah tiba, berbelanja perbekalan sebelum gentas. Mereka memastikan, akan kembali tepat-waktu dan bergabung dalam Shalat. Ini bukan ketidaktaatan yang disengaja dari pihak para Sahabat, sebab pada saat itu, masa kemarau dan paceklik, dan merekapun punya ikatan yang sangat-erat dengan Rasulullah(ﷺ), yang, siapapun takkan mampu memahaminya. Sebenarnya, mereka hanya tak sepenuhnya memahami, pentingnya Khotbah Jumat.Akan tetapi, Allah mencela dengan menyampaikan, bahwa, apa yang ada di sisi Allah, lebih baik dibanding permainan, hiburan, musik, tarian, dan perdagangan barang-barang berharga. Oleh sebab itu, mereka sepatutnya, menggantungkan rezeki, semata kepada-Nya. Pada kesempatan ini, ayat berikut diwahyukan,وَاِذَا رَاَوْا تِجَارَةً اَوْ لَهْوًا ۨانْفَضُّوْٓا اِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَاۤىِٕمًاۗ قُلْ مَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِۗ وَاللّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ"Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, 'Apa yang ada di sisi Allah, lebih baik daripada permainan dan perdagangan,' dan Allah, Pemberi rezeki yang terbaik." [QS. Al-Jumu'ah (62):11]Shalat itu, cara terefektif membina kehidupan sosial, ekspresi nyata ketakwaan kepada Allah dalam diri manusia. Inilah alasan mengapa, teramat penting bagi umat Islam, menjalankan Shalat Wajib berjamaah. Shalat Jumat itu, langkah-maju untuk mendapatkannya. Makna di baliknya, memberikan kesempatan kepada lebih banyak umat Islam, menghadiri jamaah yang lebih agung di Masjid, dalam suasana keshalihan religius. Selain Shalatnya, Khutbah Jum'at, juga menjadi bagian integral dari Jemaah Jum'at. Imam menyampaikan khotbah, dan mengajarkan agama Islam. Ia menjelaskan tentang masalah keseharian dalam lentera Islam. Keutamaan Hari Jumat itu, Hari Majelis.Perhatikan gradasi kontak-sosial bagi umat Islam, bila mengikuti tata-krama yang bijak dalam agama Islam:
- Setiap hari, bagi setiap individu, mengingat Allah bagi dirinya sendiri, lima-kali atau lebih, di rumah, tempat-usaha, masjid setempat, atau ruang-terbuka, tergantung pada kondisinya;
- Setiap minggu, pada hari Jumat, ada pertemuan-lokal di Masjid Pusat di setiap wilayah, baik di desa, kota, maupun metropolitan;
- Setiap tahun, pada setiap Hari Raya Ied, ada pertemuan lokal, yang lebih akbar;
- Setidaknya, sekali dalam seumur hidup, jika memungkinkan, seorang Muslim, ikut serta dalam Ibadah Haji, yang termegah dari seluruh pertemuan Islam di dunia ini."
Kini, Nasruddin menyadari, betapa pentingnya menghadiri Jemaah Jumat, tepat waktu sesuai anjuran Rasulullah (ﷺ), tanpa berkata sepatah-kata pun, mendengarkan Imam Masjid menyampaikan khotbah. Sebelumnya, ia mengira, melaksanakan shalat Jumat saja, sudah mencukupi. Padahal, baik Shalat maupun Khutbah Jumat, satu-kesatuan.Nasruddin lanjut melangkah, dan selagi berjalan menuju rumahnya, ia melewati sebuah taman, dan tanpa sengaja, mendengar perbincangan-ringan seorang ibu kepada putrinya, duduk di bangku, di bawah pohon, "Sayang, tak masalah menimbang-nimbang tentang apa yang akan engkau lakukan, dengan uang yang belum engkau peroleh. Entah uang itu, akan berasal dari pengembalian pajak, warisan, bonus atau kenaikan gaji, atau sumber lain, jangan banyak berkhayal dan mengandalkannya. Jangan berangan-angan membelanjakannya, atau menjanjikan apa yang akan engkau lakukan dengannya, kecuali uang itu benar-benar ada di tanganmu. Saat engkau punya uang, belanjakanlah dengan bijak, terutama demi ketaatan kepada Allah.Dengarkan ini,"Dolly, sang-pemerah-susu, gadis yang baik dan tekun, serta cermat dalam pekerjaannya, majikannya, menghadiahkan seember susu-segar baginya. Dengan ember di kepalanya, ia berjalan ke rumah Pak Dokter, yang berencana mengadakan pesta besar-besaran, dan memesan susu bagi jamuan-makannya.“Dari hasil penjualan susu ini, kukan beroleh banyak dinar,” ujar Dolly, “Dan dengan dinar itu, kukan beli dua-puluh butir telur, yang dieram unggas tetanggaku yang baik-hati. Telur-telur tersebut, kan kuletakkan di bawah dekaman ayam milik nyonya-sepuh, dan jika hanya setengahnya yang menetas dan berkembang sebelum waktu yang cukup tiba, aku bisa menjualnya, dan membeli ayam guinea yang gemuk. Kemudian, aku akan membeli jaket, yang pernah kulirik di toko-desa tempo hari, dan oh iyaaa, topi dan pita. Lalu saat menghadiri perayaan, betapa rancaknya aku! Laksmi, yang sering meremehkan diriku, pastilah ada di sana, dan ia akan meminta dan menawarkan-diri, berteman lagi. Tapi, tak semudah itu; kukan melengos dan mendongak, serta ..." Naah, di sini, Dolly mendongakkan kepalanya, percis seperti yang ada dalam angan-angannya. Jatuhlah ember di atas kepala, dan susunya, berjebai habis di atas tanah! Selamat-jalan buat telur, ayam, jaket, topi, pita, dan semuanya!"Mendengarnya, Nasruddin manggut-manggut, mengingat sesuatu. Bahkan, ia terinsaf oleh khotbah Imam Jumat di masjid tadi,“Wahai saudara-saudaraku, aku mendengar seseorang menyatakan, “... takkan ada kejayaan Islam tanpa terlebih dahulu mencapai keunggulan ekonomi. Selanjutnya, takkan ada keunggulan ekonomi, tanpa mendirikan lembaga keuangan, yang tak dapat beroperasi tanpa mengandalkan Rente atau Riba.”Tanggapan atas pernyataan ini, bahwa 'pernyataan tersebut, keliru.' Tentu saja, umat Islam berkewajiban membangun ekonomi di atas fondasi yang kuat, mengandalkan dan menggunakan sarana yang diperbolehkan Allah. Kekuatan ekonomi, akan membantu umat melakukan apa yang Allah tetapkan, meninggalkan apa yang Dia, Subhanahu wa Ta'ala, larang, dan berwaspada akan makar musuh terhadap mereka.Allah memerintahkan umat Islam, agar saling membantu dalam ketakwaan dan kebenaran, termasuk memenuhi persyaratan kontrak hukum dan melindungi hak-hak bersama dengan cara yang diperbolehkan. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, juga memperingatkan mereka, agar tak saling-melanggar hak dan kepemilikan.Kekuatan, kerjasama, legislasi yang benar dan persiapan yang matang, akan memungkinkan ekonomi Islam berkembang dengan aman, serta, membantu umat Islam meningkatkan kekayaannya, dan memperoleh kebutuhan dan manfaat yang sah, dengan menggunakan metode yang Allah izinkan.Setiap kali umat Islam dengan tulus menjaga Perintah Allah dan menganjurkan agar saling-menjaga Hukum Islam yang benar, maka Allah akan menjadikan mereka, lebih baik, dan akan memberkahi harta dan pekerjaan mereka. Allah juga akan menolong mereka mencapai tujuannya dan selamat dari penjajahan.Sebuah lembaga keuangan, selalu dapat berfungsi tanpa perlu adanya Riba, semisal yang terjadi pada ekonomi Islam di abad-abad yang lalu, terutama pada masa awal Islam. Selama era keemasan itu, ekonomi Islam, dianut secara murni, terbesar dan terkuat, tanpa harus bergantung pada Riba. Allah memberikan kemenangan bagi agama-Nya dan mengibarkan bendera Islam setinggi-tingginya, melalui orang-orang takwa terdahulu ini, menganugerahkan kepada mereka, rezeki yang luas; Sesungguhnya, kekayaan bumi disingkapkan bagi mereka.Sebagai tanggapan, kami nyatakan, bahwa umat Islam mendapat manfaat dari sistem ekonomi Islam selama empat belas abad terakhir, jauh sebelum bank-konvensional beroperasi. Selama jangka waktu yang panjang itu, proyek dan industri yang ada dalam Masyarakat Muslim, tak bergantung pada jenis transaksi yang dilarang. Selanjutnya, kami menyatakan fakta bahwa di zaman modern, orang tak perlu berurusan dengan Riba, guna mempertahankan mata pencaharian mereka.Kita hendaknya mencermati bahwa, segala jenis kealpaan dan ketidakadilan, dihasilkan dari terlibat dalam jenis transaksi yang diharamkan. Hal ini menjadi nyata, sewaktu masyarakat tak memenuhi kewajibannya terhadap anggotanya, contohnya, dapat dipercaya, amanah dan jujur kepada orang lain, dan juga, menghindari segala jenis transaksi yang tak dibolehkan, melibatkan Riba, Gharar, penipuan dan kecurangan."Sesampai di rumah, seorang pemungut cukai telah menanti Nasruddin, menyampaikan bahwa ia belum melunasi tagihan cukai senilai 500 dinar. Ia diminta segera melunasinya. Seperti biasa, Pak Cukai menjelaskan bahwa cukai yang dipungut, akan digunakan membayar utang-negara beserta bunganya, yang dipakai membangun fasilitas umum, seperti jalan-tol, jalan-layang, pelabuhan, dan bandara. Dan Pak Cukai menukas, "Semuanya dibangun demi ...!" Mendadak, Pak Cukai tersedak dan terbatuk-batuk, mungkin bengeknya kambuh. Nasruddin membathin, "Demi siaapa... suaranya kagak jel-las!" Kemudian Pak Cukai menetapkan, "Karena itu, jika engkau tak mau melunasinya hari ini, maka engkau harus dibawa ke Pengadilan!" sembari menyerahkan selembar surat.Pada hari Senin, Nasruddin Hodja pergi ke Pengadilan, dimana telah menuggu Pak Cukai dan Pak Hakim. Pak Cukai menyampaikan kepada Pak Hakim, "Orang ini, tak mau membayar cukai 500 dinar, yang sudah lama tertunda. Kami mohon, Yang Mulia memerintahkannya segera membayar, tanpa menunda lagi."“Aku memang berhutang,” jawab Nasruddin Hodja, “Dan aku berniat membayarnya. Bila perlu, aku akan menjual sapi dan kuda milikku, tapi kan butuh waktu!”"Ia berdusta," seru Pak Cukai. “Ia tak punya sapi atau kuda atau apapun yang berharga. Aku telah memperoleh informasi, bahwa ia bahkan tak punya makanan di rumahnya!” Dengan tenang, Hodja berkata, “Bila ia tahu aku sangat miskin, wahai Bapak Hakim, tanyakan padanya, bagaimana bisa ia mengharapkanku, segera membayarnya?” Sebagai tanggapan, Pak Hakim, yang ini nih, bijak, memberikan penilaian singkatnya, "Kalau begitu, Tuan Cukai, akankah engkau memaksanya membayar cukai, meski ia tak punya apa-apa?" Pak Hakim, lalu menolak kasus tersebut.
Di rumah, Hodja, bertanya kepada istrinya, "Duhai sayang! Pernahkah engkau melintasi jalan-layang atau jalan-tol, atau mengunjungi pelabuhan dan bandara?" Sang istri dengan lembut menjawab, "Duhai Hodja, kita ini, cuma punya seekor keledai, bagaimana mungkin menikmati kemegahan seperti itu? Jangan berkhayal!"Dr Swan mengimbuhkan, "Duhai saudara-saudariku! Dalam hubungan ekonomi yang bercalar-balar, semisal ketidakmampuan membayar utang pada waktunya, semuanya secara etis, tak-berfungsi dalam timbal-balik ekonomi ini: pelanggaran-janji, berdalih, tiada ruang berargumen. Kebutuhan uang demi memenuhi kewajiban membayar utang, mengarah pada pengibulan dan pengalihan. Wallahu a'lam."
Kutipan dan Rujukan :
- Aboo Ibraaheem Majeed Alee Hasan, Etiiquettes of a Muslim on Friday, Message of Islaam- Abdul 'Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz, Warning Against Riba (Usury) Transactions, translated by Jalal Abu Al-Rub, Madinah Publishers and Distributions
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassel, Peter and Galpin
- Minyatur Yayinlari, 202 Jokes of Nasreddin Hodja, Amazon