Jumat, 23 Juli 2021

Bila Raja Tupai Berhikayat

Hari itu, hari yang cerah dan ceria, seekor unggas berkata kepada yang lain, "Hei! Ingin dengar sesuatu yang menarik tentang Hikayat?" Yang lain menjawab, "Ya tentu saja!" ... "Ide bagus!" ... "Beri, berikanku, sebuah hikayat!" ... "Aku menunggu!" ... "Yo, dengarkan,
Suatu hari, dari semua raja-satwa, diharap berkumpul, dalam Sidang Umum, difasilitasi oleh sebuah organisasi internasional, yang disebut Para Bapak Bapak atau PBB. Organisasi ini, organisasi internasional hewani terbesar dan paling beken sedunia.
Setiap raja-satwa, diperkenankan bersuara, tentang apa saja, pokoknya menginspirasi. Dan satu demi satu, para raja menyampaikan pidatonya. Saat giliran Raja Tupai, Lynx, yang menjabat sebagai Sekjen PBB berkata, "Sekarang, kami mengundang Raja Tapai, tampil di mimbar!" Salah seekor anggota dewan, Kuilu, berbisik, "Yang Mulia, bukan Tapai, melainkan Tu-pai!" Lynx dengan santai berkomentar, "Ya... biar saja, aku tahu!"

Merasa diremehkan, Raja Tupai menolak beranjak dari kursinya, meski petugas majelis telah memberi isyarat. Ia berharap, Pak Sekjen melakukan koreksi, dan juga semoga, sekutu, kolega dan rekan bisnisnya, Panda, mendukungnya. Ia melirik sedikit, tampak Panda sedang sibuk mencatat. Pak Sekjen mengulangi, "Yang merasa diberi kesempatan berpidato, di-per-si-la-kan!" Masih tak bergeming, Raja Tupai menoleh ke arah Panda, kelihatan sibuk dengan sempoa-nya. Sekali lagi, Lynx mengumumkan, "Kalo kagak mau, kagak ape-ape!" Gelagapan, Raja Tupai menengok sang-Panda. Rupanya, ia sedang asyik bermain mahyong.
Dengan alibi, tak ingin kehilangan momen, Raja Tupai mulai berpidato, "Yang Mulia Sekretaris Jenderal! Hadirin sekalian! Semua Raja telah menyampaikan pidatonya, maka, perkenankan kami, menyajikan sebuah hikayat, yang mungkin menginspirasi. Begini Hikayatnya,

Saat senja, Raja pulang ke istana, dari berburu, dan Permaisuri berdiri menyambutnya, dan mereka duduk. Setelah jamuan, Permaisuri mulai membicarakan seorang Pangeran muda yang akan dihukum. Sang pangeran muda, dituduh berbohong, sebab memaklumkan di hadapan publik, bahwa ia sehat wal-afiat. Menurut para-tabib resmi, berdasarkan 'tes-laboratorium,' ia berpotensi tertular penyakit. Akan tetapi, tudingan tersebut, dibantah secara luas oleh beragam kalangan.
Raja berkata, "Hari ini juga, jika ada salah seorang wazirku yang memohonkan ampunan untuknya, akan kupenjara." Permaisuri berkata, "Tidakkah engkau sadari, selama ini, engkau tak mempercayaiku? Dengar, sekarang mereka semua berkomplot, mereka ingin melepaskan pemuda ini dari tanganmu, dan membebaskannya, bahwa setelah itu, saat mereka punya kesempatan, mereka akan menuntaskan makarnya.
Duhai raja, malam ini aku melihat dalam mimpiku, bahwa engkau sedang duduk di atas tahtamu, saat seekor naga berbisa, muncul di hadapanmu; Aku menghitung, berkepala empat-puluh, yang masing-masing berbisa, dan di belakangnya, beringsut sejumlah ular yang tak terhitung jumlahnya. Dan mereka berdatangan hingga sang-naga menyambar Raja dan singgasananya, akan tetapi, sang-naga tak mampu menelannya, dan karenanya, ia memuntahkannya. Tiga kali, yang demikian itu ia lakukan, dan akhirnya, tak berhasil, ia menggabungkan seluruh bisa yang ada di empat-puluh kepalanya, dan saat ia akan menyemburkan racunnya, aku berteriak dari seberang, 'Wahai Raja, sang-naga menyemburkan racun!' Dan akupun terisak sampai aku terbangun oleh ketakutan.” Lantas, Rajapun ikut ketakutan, dan ia berkata, “Bagaimana penafsiran mimpi ini?” Sang-bini menjawab, “Duhai raja, penafsiran mimpi ini jelas; sang-naga, itulah sang-pemuda, dan empat-puluh kepala itu, para wazir-mu, masing-masing berpeluh racun, dan kumpulan ular itu, rakyat jelata yang mengikutinya; sang-naga yang tiga kali berusaha menelanmu, pemuda itu lagi, yang bermaksud jahat terhadapmu, dan tak berhasil karena ia lemah, dan usahanya menyemburmu, racun yang ada di empat puluh kepalanya, itulah empat-puluh wazir yang bersatu, dan keinginannya membunuhmu dengan pertolongan mereka; dan tangisanku itu, perkataanku yang setiap hari mengucapkan, 'Duhai raja, waspadalah! Waspadalah!.' 
Inilah tafsir mimpiku. Duhai Raja, berhati-hatilah terhadapnya, ikuti nasihatku; setiap hari engkau berkata, 'Aku akan membunuhnya;' namun engkau tak kunjung membunuhnya. Kisahku bersamamu, laksana kisah seorang raja dan seorang penenun." Raja berkata, "Sampaikanlah, mari kita dengarkan." Permaisuri berkisah,

“Dulu, ada seorang Raja yang agung. Suatu hari, seorang lelaki datang menghadap dan berkata, 'Rajaku, aku akan menenun serban untukmu, sedemikian rupa, sehingga orang yang dilahirkan karena pernikahan, dapat melihatnya, sedangkan para-bedebah, tak dapat melihatnya.' Raja terkagum dan menitahkan, bahwa sang-penenun, harus menenun serban tersebut; dan sang-penenun berhak menerima tunjangan dari Raja dan boleh menetap.
Suatu hari, sang-penenun melipat sisi ini dan sisi itu, dari sebuah kertas, dan membawanya, kemudian meletakkannya di hadapan Raja, lalu berkata, 'Baginda, aku telah selesai menenun serbannya.' Maka, Raja membuka kertas tersebut, tak melihat apapun; dan para wazir dan bangsawan yang berdiri di sana, melihat ke atas kertas, tak jua menemukan apapun. Lantas Raja membatin, 'Adakah yang engkau lihat? Waduh, nanti aku dikira bedebah;' dan Rajapun bermuram-durja. Dan iapun putar-otak, 'Nah, obatnya seperti ini, bahwa aku akan mengatakan bahwa sorbannya memang ada dan bagus, serta aku mengaguminya, jika tidak, aku akan ditertawakan di hadapan rakyatku.' Dan iapun berkata, 'Wahai tuan penenun, serban yang bagus, akupun sangat menyukainya.' Lantas, sang pemuda penenun berkata, 'Baginda, perintahkanlah dayang-dayang agar paduka dipakaikan sebuah topi, agar aku bisa menggelung serban untuk tuanku.' Para dayang membawakan sebuah topi, dan sang-pemuda penenun meletakkan kertas itu di hadapannya, dan menggerakkan tangannya seolah ia menggelung serban, dan menempatkannya di kepala Raja. Seluruh bangsawan yang berdiri di sana, berkata, 'Duhai raja, sungguh indah, betapa serban yang bahari!' dan mereka mengelu-elukannya. Selanjutnya, Raja bangkit dari singgasana dan, ditemani dua orang wazir, masuk ke sebuah ruangan pribadi dan berkata, 'Wahai para wazir, aku memang bedebah; aku tak nampak serbannya!"

Permaisuri melanjutkan, 'Duhai Raja, yang kumimpikan malam tadi, tiada keraguan, seperti yang telah kutafsirkan. Duhai Raja, bila hidup dan tahta Raja sirna, siapa yang tahu, apa yang akan mereka lakukan guna mencelakaiku?” Dan ia mulai menangis. Saat Raja melihat Permaisuri, sedemikian sedihnya, membuat hatinya luluh, dan ia berkata, “Esok hari, aku sungguh-sungguh akan menolak kata-kata para wazirku yang memohonkan ampunan untuk Pangeran bajingan itu, dan aku memang akan membunuhnya; karena, menurut mimpi yang engkau alami, ini bukan urusan yang ringan." Dan merekapun terlelap."

"Demikianlah," ucap Raja Tupai, "Yang Mulia, hikayat ini, telah menjadi pedoman dan pegangan, para pendongeng, dalam beberapa tahun terakhir. Semoga bisa digarap."

Hadirin bertepuk tangan, riuh. Kuilu, berbisik pada Lynx, "Dahsyat! Hikayat tersebut, identik dengan "Seribu Satu Malam"-nya Syahrazad." Lynx menukas, "Sangat mirip dengan Keiserens nye klæder karya Hans Christian Andersen!" Kuilu menimpali, "Ya, mirip, kecuali kata "para-bedebah!" Lynx berkomentar, "Ya... ya... dan ia termasuk... salah satunya!" seraya ujung jempolnya, di arahkan ke Raja Tupai."
Para unggas terbahak, dan sekaligus, dengan girang, menggamat,
De kalles of de reinbou
So pridi in de skaiy
A olso on de feses
Of pipel gowin baiy
Ai si frens syekin hends
Saiyin haw du yu du?
Deiy riili sayin
Ai-lep-yu

Ai hie bebis kraiy
Ai woch dem grouw
Deiy'l len mac moo
Den al nefeh nou
En a ting to maself
Wad e wandeful weeld *)
"Wallahu a'lam."
Kutipan dan Rujukan:
- EJW Gibb MRAS, The History of Forty Vezirs, written in Turkish by Shaykh Zada, George Redway.
*) "What a Wonderful World" karya Bob Thiele dan George David Weiss.