Dr Swan menyambung sesinya, "Duhai saudara-saudariku! Orang yang paling berfaedah itu, orang yang membolehkan orang lain, menanamkan kebajikan ke dalam dirinya, atau membantunya, karena bantuan ini, sarana mencapai kebermanfaatan dan keparipurnaan. Sesungguhnya, pemberi dan penerimanya, sama-sama diuntungkan. Orang yang paling berbahaya itu, yang menguasaimu hingga engkau bermaksiat kepada Allah. Orang-orang seperti itu, hanya mengajakmu, mencelakai diri-sendiri dan menghinakan akhlakmu.Mari kita cermati apolog berikut,Suatu hari, seluruh kelompok-satwa Rimba, dari kelompok-satwa Bintang Berekor, hingga kelompok-satwa Lembu Liar, berhimpun. Setiap kelompok, didampingi pimpinan masing-masing. Engkau tahu, bahwa para pemimpin kelompok-satwa ini, satwa yang paling hebat, karena mereka dipilih dengan kualitas tertentu, yang ditetapkan oleh para satwa. Persyaratan menjadi pemimpin kelompok mereka, haruslah memenuhi setidaknya, satwa yang paling brutal, fasih dan berkuasa, atau paling ambisius dan tegas, punya banyak pengikut, yang bekerja untuk mereka, sebagai sarana kekuasaan guna menunaikan rancangan mereka, mengajak membhaktikan-diri bagi Rimba, dengan visi, memperkaya diri-sendiri.Beberapa masalah dibahas dalam pertemuan tersebut, termasuk, masalah kecil, tentang bagaimana menghadapi, apa yang mereka sebut, "Para Penentang." Namun, masalah terpecahkan, dengan memobilisasi para-anggota kelompok, anjing, kucing, dan kodok. Cara ini dianggap paling efektif, karena banyak "penentang" telah bertransmutasi menjadi anjing, kucing, atau kodok.Sebuah masalah besar muncul, bahwa Kodok tertentu, yang memerintah sebagai penguasa feodal di Rimba, dengan sewenang-wenang, mengusulkan agar setiap anggotanya, harus menyerahkan setiap hasil tangkapan mereka, sebagai setoran, demi kepentingan pemeliharaan dan biaya hidupnya, sehingga ia tak perlu bekerja-keras mencari nafkahnya sendiri; dan bahwa, setiap satwa, wajib menyetorkannya dengan sukarela, sesuai kemampuannya, dalam bentuk pajak.Salah satu anggota kelompok Bintang Berekor, yang paling pertama memberikan pendangannya tentang hal rumit ini, dengan mengutarakan, bahwa cara yang paling tepat dan paling adil, dengan mengenakan pajak atas "Kemungkaran," dan bahwa setiap satwa, wajib menyelesaikan dulu, setoran bagi kawan-kawan dekatnya, karena dengan cara ini, akan mencegah keberpihakan yang mementingkan diri sendiri. Namun salah satu anggota kelompok Lembu Liar menyatakan, penerapan Perpajakan Baru ini, tidaklah mudah. Tatanan Anyar dan Kebijakan Fiskal terkini, harus diciptakan. Menanggapi hal ini, semua pihak menanggapinya dengan serius, dan sepakat.Setelah perdebatan panjang dan melelahkan, lahirlah Tatanan Anyar, Cara-hidup, dan Kebijakan Fiskal. Sistem ini, didasarkan pada budaya para-satwa. Mengenai nama, mereka secara acak mencomot dari sebuah buku, karya seorang filsuf, bernama Aristoteles, tanpa memahami maknanya. Setiap pemimpin kelompok-satwa, saking mendengar nama tersebut, terkagum, dan serempak mereka memproklamirkannya sebagai "Ohli Guarkhi."Selanjutnya menuju Tatanan Anyar, lalu diterbitkan apa yang disebut dengan “Delapan Amandemen.” Salah satu anggota kelompok-satwa, diperintahkan membacakannya, dan setiap kali sebuah amandemen dibacakan, Belatuk diminta mengukirnya, di batang pohon-ek besar.Maka, sang-anggota mulai mengucapkan,DELAPAN AMANDEMEN
- Satu, semua satwa, sederajat;
- Dua, barangsiapa yang berjalan-tegak dengan dua-kaki dan bersuara-lantang, musuh;
- Tiga, barangsiapa yang berjalan dengan empat-kaki, atau bersayap, teman;
- Empat, setiap satwa tak boleh berpakaian;
- Lima, barangsiapa yang tidur di ranjang, dianjurkan atau bahkan wajib, merangkap selimut;
- Enam, para-satwa tidak diperkenankan saling-membunuh karakter;
- Tujuh, tidak ada makan-siang dan makan-malam gratis;
- Delapan, ....
Saat sang-anggota hendak membaca poin kedelapan, ia bingung, karena, kosong. Ia bertanya kepada salah satu penyelenggara, yang menjawab, "Maaf, kami belum membahasnya, sebab terjadi kendala, bagaimana menyesuaikan Kebijakan Fiskal terakhir yang diusulkan!"Akhirnya, karena para-satwa telah sangat lelah berdiskusi dan berdebat, mereka memutuskan mengundang narasumber. Awalnya, Miss Piggy yang akan dihadirkan, sebagaimana yang pernah dilaksanakan sebelumnya, namun mengingat ia berada di luar Rimba, diputuskan memanggil satu dari para Gajah. Mereka dipandang netral, sebab tak punya kelompok-resmi dan keterwakilan. Juga, cobaan mereka, dikejar-kejar Homo-sapiens guna diambil gadingnya, dipertimbangkan sebagai keunggulan.
Seekor gajah tua yang bijak, melantas, "Duhai Tuan-tuan! Harta terdiri dari empat jenis, ditinjau dari cara memperoleh dan membelanjakannya:Harta yang diperoleh dengan ketaatan kepada Allah dan dikeluarkan di jalan Allah. Inilah sebaik-baik harta;Harta yang diperoleh dengan cara bermaksiat kepada Allah dan dikeluarkan untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Itulah seburuk-buruk harta;Harta yang diperoleh dengan cara menyakiti sesama dan dikeluarkan untuk menyakiti sesama. Ini juga termasuk seburuk-buruk harta;Harta yang diperoleh dengan cara yang mubah, dan dikeluarkan untuk memenuhi syahwat yang mubah pula. Pada yang demikian itu, tiada terdapat pahala maupun dosa.Apa yang telah dikemukakan tadi, sebagai intinya. Masih terdapat tiga jenis harta lain, yang merupakan cabang dari keempat pokok di atas, yakni:Harta yang diperoleh dengan cara yang haq, lalu dikeluarkan untuk hal yang bathil;Harta yang diperoleh dengan cara yang bathil, lalu dikeluarkan untuk sesuatu yang haq, maka pengeluarannya, menjadi kaffarat atau penebusnya.Harta yang diperoleh dengan cara yang syubhat (belum jelas baik dan buruknya), maka kaffaratnya, dengan menginfakkan harta tersebut, demi ketaatan.Cara mendapatkan dan membelanjakan harta, selalu berkaitan dengan pahala dan siksa, juga pujian dan celaan. Seseorang akan ditanya tentang pemasukan dan pengeluarannya; darimana ia memperoleh hartanya, dan kemana ia membelanjakan hartanya.Duhai Tuan-tuan! Karakteristik-pribadi itu, punya keterbatasan, yang jika terlintasi, akan menjadi pelanggaran, dan jika tak memenuhinya, akan menjadi cacat dan aib.Karenanya, Marah, ada batasannya, yaitu keberanian menghadapi, dan tak mau patuh, pada kemungkaran dan kekejian. Inilah keparipurnaannya, namun jika melewati penyekatnya, pemiliknya akan disalahkan, karena melampaui-batas dan berbuat zhalim. Dan jika ia tak dapat memenuhinya, ia akan menjadi pengecut dan menyerah pada keangkaramurkaan.Hasrat, punya batasan, yaitu menggunakan secukupnya bagi kehidupan duniawi dan sesuai kewenangannya. Akan tetapi, jika kurang dari itu, akan menjadi aib dan kesia-siaan, dan jika melebihinya, akan menjadi keserakahan dan syahwat yang tak bermanfaat.Hasad, punya batasan, yaitu berlomba-lomba mencari kesempurnaan dan ingin berbuat lebih banyak amal-shalih dibanding orang lain. Barangsiapa yang melewati batasannya, dalam ketidakadilan dan penindasan, ia akan berharap rahmat orang lain dicabut, dan akan berusaha, menyakiti mereka. Dan jika tak memenuhi apa yang dipersyaratkan, ia akan menjadi impoten dan tak punya cita-cita.Rasulullah (ﷺ) bersabda,لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ، فَهْوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا"Tak boleh ada hasad melainkan pada dua hal: seseorang yang diberi harta oleh Allah lalu dihabiskan dalam jalan kebenaran; dan seseorang yang diberi hikmah (ilmu) oleh Allah, lalu ia menetapkan hukum dengannya dan mengajarkannya." [Al-Bukhari dalam Fathul Bari]Hal ini semacam perlombaan, yang dipikulkan kepada orang yang hasad, agar disukai oleh yang dihasadi, dan bukan termasuk jenis yang tercela, dimana orang yang hasad mengharapkan dicabutnya rahmat orang yang ia hasad terhadapnya.Nafsu, punya batasan, yaitu kelegaan-hati dan pikiran, dari jerih-payah ketaatan, mendapatkan kualitas yang baik dan memanfaatkannya. Ketika berkembang melebihi keadaan normalnya, akan menjadi hasrat yang membara, dan pemiliknya, akan berada pada tingkat hewani. Dan bila kurang dari itu, dan bukannya menjadi pengabdian mencari kesempurnaan dan kebaikan, melainkan jadi kelemahan dan aib.Beristirahat, ada batasan, yaitu merevitalisasi-diri dan daya-persepsi, agar siap menjalankan ibadah, memperoleh sifat-sifat baik, dan mengabdikan diri pada segala kebaikan. Dengan demikian, ia tak menjadi lemah karena kerja-keras dan kelelahan, dan alhasil, menjadikannya layuh. Ketika melampaui batas normalnya, maka sikap apatis, kemalasan, pemborosan dan banyak keinginan, akan hilang dengan cara ini. Dan ketika kurang dari yang dibutuhkan, akan berbahaya bagi kemampuan seseorang, dan sarana yang melemahkannya, dan bahkan dapat menghentikannya.Kedermawanan, ada batasnya, dan terletak di antara dua ekstrem. Jika melampaui batas, ia menjadi boros, dan saat kurang dari batas yang disyaratkan, kan jadi kebakhilan dan kelobaan.Keberanian, ada batasnya, saat terlampaui, akan menjadi kecerobohan, dan ketika kurang dari batas yang diperlukan, akan menjadi banci dan loyo. Batasannya, dengan gagah berperan pada saat-saat yang membutuhkan keberanian, dan menahan-diri pada saat-saat yang memang dibutuhkan menahan-diri.Dengki, ada batasnya, yang bila dilampaui, berpikiran buruk dan tercela terhadap orang yang tak tahu apa-apa, dan bila kurang dari batas yang disyaratkan, akan menjadi pengabaian dan ketidakpedulian terhadap kehormatan seseorang.Kerendahan-hati, ada batasnya, yang bila dilampaui akan menjadi cela dan nista. Dan ketika kurang dari batas yang dipersyaratkan, akan berubah menjadi kecongkakan dan keangkuhan.Kemuliaan, punya batasan, yang bila dilampaui akan menjadi keangkuhan dan sifat-tercemar. Dan bila kurang dari batas yang dipersyaratkan, akan berubah menjadi cela dan nista.Keberimbangan, cara terbaik menghadapi semua masalah. Mengendalikan seluruh emosi dengan seimbang, dengan mengambil jalan-tengah antara dua titik-ekstrem. Kepentingan kehidupan Duniawi dan Akhirat didasarkan atas hal ini, dan tak hanya itu, melainkan standar dimana tubuh dapat bekerja secara efektif.Apabila salah satu elemennya menyimpang dari keberimbangan, dan melampaui batas dari yang seharusnya, atau kurang, kebugarannya akan menurun. Di samping itu, ia meliputi segala perbuatan alamiah, semisal tidur, begadang, makan, minum, persetubuhan, gerak, olah-raga, privasi, pergaulan dan sebagainya. Jika keseimbangan tak tercapai, maka akan menjadi cacat.
Kutipan & Rujukan :Diantara ilmu yang paling mulia dan paling bermanfaat itu, ilmu tentang batasan, terutama batasan hukum; apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Orang yang paling berilmu itu, yang paling mengetahui batas-batas yang ditetapkan, karena ia takkan ragu pada apa yang menjadi miliknya, dan apa yang bukan.Duhai Tuan-tuan! Adapun perpajakan yang hendak diterapkan, mengenakan pajak atas "Kemungkaran," menurut hemat kami, takkan pernah adil, sebab akan menguatkan iktikad-buruk dan penindasan. Cara terbaik, berdasarkan penilaian kami, mengenakan pajak atas "Kemakrufan," dan dipersilahkan pada masing-masing untuk menyerahkan katalog-dirinya, dan bila semakin sedikit yang ragu, maka itulah cara yang akan membuktikan, meningkatnya perbendaharaan, yang paling adil dan beradab.”Para-satwa, ada yang setuju, ada yang tidak-setuju, keduanya berimbang, sedangkan yang abstain, nihil. Oleh karenanya, pembicaraan lebih lanjut, akan diadakan dalam waktu yang tidak terlalu lama."Dr Swan menggenapi dengan, "Duhai saudara-saudariku! Mereka yang Adil dan Beradab itu, mereka yang menjaga batas-batas perilaku, perbuatan dan legitimasi, dalam hal mempelajari dan mengamalkannya. Wallahu a'lam."
- Imam Ibn Qayyim, Al Fawaa'id, Umm Al-Qura
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson
- George Orwell, Animal Farm, Longmans
- Gregory Sharpe, A Short Dissertation Upon That Species of Misgovernment Called an Oligarchy, Creative Media Partners