Selasa, 22 Juni 2021

Konserto

Pada hari itu, tak ada sesi bagi para unggas, mereka bebas beristirahat. Maka, setelah melaksanakan kewajibannya, mereka duduk bersama sembari bercengkerama, melepas penat, setelah beberapa hari mengikuti sesi. Seekor unggas bertanya kepada yang lain, "Haramkah menikmati candaan yang baik, dan tertawa?" Yang lain menjawab, "Menikmati lelucon yang baik, dan tertawa, itu sifat alami setiap insan. Islam tak melarangnya; ia tak menganjurkan kita terlalu streng dan khusyuk sepanjang waktu. Ia membolehkan kita, bergurau dan tertawa. Dalam banyak riwayat, Kekasih kita (ﷺ), saking tertawanya, menampakkan gigi-taring beliau (ﷺ), seperti yang diriwayatkan Ummul Mukminin, Aisyah, radhiyallahu 'anha, sebagai berikut,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِي سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ ‏"‏ مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ ‏"‏ ‏.‏ قَالَتْ بَنَاتِي ‏.‏ وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ ‏"‏ مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسْطَهُنَّ ‏"‏ ‏.‏ قَالَتْ فَرَسٌ ‏.‏ قَالَ ‏"‏ وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ ‏"‏ ‏.‏ قَالَتْ جَنَاحَانِ ‏.‏ قَالَ ‏"‏ فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ ‏"‏ ‏.‏ قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ
'Saat pulang dari perang Tabuk atau Khaibar (perawinya agak ragu), Nabi (ﷺ) masuk ke dalam rumah. Seketika angin bertiup, menyingkap tabir penutup rak.
Maka terlihatlah oleh Nabi (ﷺ), mainan boneka milik Aisyah. Nabi (ﷺ) bertanya, 'Apa ini, duhai Aisyah'? Aisyah berkata, 'Mainanku.' Diantara boneka tersebut, Nabi (ﷺ) melihat kuda-mainan, yang bersayap, terbuat dari kain perca, seraya bertanya, 'Yang ini apa?'
Ia, radhiyallahu 'anha, menjawab, 'Kuda.' Nabi (ﷺ) berkata, 'Ini apa?' seraya menunjuk sayapnya. la menjawab, 'Sayap.' Nabi berkata heran, 'Kuda memiliki sayap?' Aisyah menjawab, 'Tak pernahkah engkau mendengar, bahwa Nabi Sulaiman (alaihissalam), punya kuda bersayap?' Mendengar jawaban Aisyah, Nabi (ﷺ) tertawa hingga tampak gigi taring beliau (ﷺ). [Sunan Abu Daud; Shahih oleh Al-Albani]
Yang lain mengingatkan, "Namun, ada batasannya. Kekasih kita (ﷺ) melarang, terlalu banyak bercanda, karena, mematikan qalbu. Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan, bahwa Rasulullah (ﷺ), bersabda,
لاَ تُكْثِرُوا الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
"Jangan terlalu banyak tertawa, karena berlebihan tawa, mematikan qalbu." [Al-Adab Al-Mufrad; Sahih by Al-Albani]
Maka, diperlukan sikap-kebersahajaan, meski bercanda. Penting juga dipahami bahwa, ada saat-saat bercanda dan berseloroh, dan ada momen-momen keseriusan dan ketenangan. Latarbelakang larangan ini, bahwa canda yang berlebihan, menjadikan orang menganggap hidup ini, kurang penting, dan bisa jadi, memandang segala hal, sebagai selorohan. Juga, disebabkan terbiasa dengan kelakar, jadi kerutinan, dan tak bisa diajak masuk ke dalam pembicaraan yang sungguh-sungguh. Biasanya, bagi orang-orang seperti ini, kata-kata nasihat, membosankan, dan tak mampu mengambil manfaatnya, cuma karena dianggap kurang lucu. Inilah yang dimaksud dengan, tertawa berlebihan, membunuh qalbu."

Yang lain menekankan, "Imbasnya, kebiasaan 'berlebihan' menonton acara komedi dan sitkom, sama sekali tak dapat diaksep. Sulit menemukan orang yang, sepanjang-hari, terbiasa berkelakar, masih memperhatikan ajaran-ajaran agama Islam. Seorang Muslim, hendaknya menyadari bahwa, hidup ini, berharga, dan bahwa, ada beberapa hal yang tak boleh dicandai; ada waktunya berseloroh, dan ada detik-detik masa kebersungguhan."

Yang lain bergabung, "Penting juga dicatat bahwa, lelucon yang menghinakan atau melecehkan kelompok atau individu demografis manapun, sama sekali tak-boleh, seperti halnya, berdusta agar orang lain tertawa, terkecuali jika memang, pemirsanya maklum, bahwa itu fiksi belaka. Tentulah, yang terbaik, gurauan yang didasarkan pada, anekdot kehidupan sehari-hari. Tiada salahnya, mengisahkan kejadian tersebut kepada orang lain, sekadar berbagi-tawa."

Yang lain menyarankan, "Jenis gurauan yang terburuk itu, tentang Allah, Subhanahu wa Ta'ala, dan Rasul-Nya (ﷺ), atau apapun yang berhubungan dengan Islam. Lelucon seperti ini, dapat mengakibatkan seseorang, keluar dari Islam dan dianggap kufur."

Yang lain menunjukkan, “Ada praktik tertentu yang marak di antara umat Islam—seperti mengolok-olok jilbab, janggut, atau poligami; diantaranya—merupakan dosa yang sangat tak dapat diterima dan serupa dengan kekufuran. Yang seperti ini, tanda kemunafikan; seseorang mengaku secara lisan, sebagai seorang Muslim, akan tetapi, dalam bathin, tak menyukai ajaran Islam atau aspek-aspek lainnnya.”

"Dan bagaimana dengan musik?" pinta lainnya. Yang lain mengungkapkan pandangan, "Masalah khusus ini, perlu penjelasan panjang-lebar, sebab, telah menjadi topik yang sering diperdebatkan dalam masyarakat Muslim saat ini. Namun, pentinglah kiranya, tanpa purbasangka, menilik beragam pandangan tentang masalah ini, dan menerima bahwa ada perbedaan pendapat tentang larangan pada penggunaan 'alat-musik.'
Jika ingin aman, maka seyogyanya, mengikuti pendapat terkuat mayoritas Ulama, dan menjauhi musik yang melibatkan alat-musik petik dan tiup. Pada saat yang sama, hendaknya dicamkan, bahwa 'masih terdapat' perbedaan pandangan tentang masalah ini, maka, sungguh sikap yang tak-adil, jika menyebut sesat atau kufur, kepada mereka yang meyakini kebolehan penggunaan alat-musik. Ingatlah, bukankah mereka, saudara-saudari Muslim kita jua?"

Yang lain menyebutkan, "Imam Syaukani juga menyatakan, '... sehingga jelas bahwa, hal ini bukanlah masalah dimana seseorang boleh menyatakan bahwa, pengikut pendapat tertentu, sesat. Sebaliknya, bagaimana mungkin mereka yang mengklaim itu, tak ada keterbedaan pendapat, tentang masalah musik, dirujuki jalan keadilan?!'
Allah Mahatahu pendapat mana yang benar.”

Yang lain mengajukan pertanyaan, agak berbeda, "Apa artinya Konserto?" Yang lain menjawab, "Concerto, jamak concerti atau concerto, sejak sekitar tahun 1750-an, komposisi instrumen-musik, dimana instrumen-solo, dipasangkan dengan Ansambel-Orkestra. Pemain-solo dan ansambel, saling-terkait melalui perselangan, konkurensi, dan kombinasi. "
Yang lain melanjutkan, "Darimana kata Konserto berasal?" Yang lain mengklaim, "Kata Italia concerto, yang bermakna, kesepakatan atau pertemuan, berasal dari kata kerja Latin concertare, yang menunjukkan kompetisi atau pertarungan."
Yang lain ingin tahu, "Apa perbedaan antara Sonata dan Konserto?" Yang lain menginformasikan, "Konserto itu, komposisi musik dalam tiga-babak, sedangkan Sonata, komposisi musik untuk satu atau lebih instrumen-solo. Lebih-jauh, konserto punya tiga-irama, sedangkan Sonata, biasanya, lebih dari tiga-irama."
Lebih lanjut, yang lain menyoal, "Apa konser pertama?" Yang lain menggemakan, "Konser solo yang paling awal dikenali, dari Guiseppe Torelli, nomor 6 dan 12, Op. 6 tahun 1698."

Yang lain memperpanjang, "Siapa yang bermain dalam sebuah Konserto?" Yang lain menunjukkan, "Dalam istilah musik terkini, sebuah Konserto itu, penggalan musik dimana seorang pemain—"solois"—duduk atau tegak di depan panggung, memainkan melodi, sementara Orkestra, mengiringinya. Solois Konserto itu, wirawan atau wirawatinya, pemeran-utamanya, sang-primadona."

Yang lain, tersadar, menukas, "Mengapa engkau mengajukan pertanyaan semacam itu?" Yang pertama bertanya, mengenang, "Ingat ketika, Yang-mulia Nuri, mengundang petinggi para-unggas Kampung Bayan, ke Istananya?" Yang lain mengingat-ingat, "Ya... Ya... walau Yang-mulia menjaga kewibawaannya, terkadang, ia bersantai, bercakap-akrab dengan koleganya, yang rendah-hati."
Yang pertama bertanya, menuturkan, "Nah, pada saat itu, Yang-mulia memilih mengadakan sebuah konserto, diiringi para-unggas kesukaannya. Saat beberapa dari mereka, telah kehabisan suara, dengan riang dan bercanda, Yang-mulia mengajukan ide bagus, bahwa ia hendak mencoba melantunkan sendiri sebuah lagu; dan iapun mulai bernyanyi. Pendek-kata, agar nampak santun, menanggapi alunan—yang teramat-jauh dibawah falsetto atau head-voice—itu, dari para-unggas yang hadir, terngiang kepak-sayap, tanda bertepuk-tangan.

Setelah kepak-sayap berhenti, petinggi pertama, memuji, "Ini benar-benar sangat benar!" Yang kedua, menyanjung, "Kami salut dan memberi-hormat!" Yang ketiga, "Beginilah yang disebut seorang pemimpin!" Yang keempat, tak banyak bicara, "Kami mendukung penuh!" Yang kelima, berkomentar, "Kami sangat menghargai, itulah gunanya gotong-royong!" Keenam, "Yang-mulia pasti pernah belajar dari para-pakar di setiap perguruan-tinggi yang top!"
Yang terakhir, seekor unggas-penjilat, yang dikenal sebagai ahli-sanjungan, dan pemimik-satiris, tampil ke depan, dan dengan blak-blakan berkata, "Sejujurnya, kami telah mendengar penyanyi yang lebih-buruk dibanding Yang-mulia!" Mendengarnya, Yang-mulia Nuri, bermuram-durja, dan para kompi-bersayap yang hadir, membeliak.
'Tapi, yaa...' lanjut sang-penyanjung cerdik, 'Kami telah menikmati, suara Bulbul!' Pidato yang telah dikonsep oleh sang-penyanjung-cerdik, sangat ampuh menggombali Paduka Nuri, dan mengecoh majelis yang membosankan itu, oleh kecakapan artistiknya. Ada derajat sanjungan tingkat-tinggi, yakni dengan seni tertentu, menyampaikan pujian, secara tak-langsung."

'Namun!' Yang pertama bertanya, bergemam, mengomentari, 'Aku tak dapat menemukan didalamnya, sebuah Konserto!' Serempak, yang lain bertanya, "Lalu, apa dong?" Dengan suara datar, ia menjawab, "Itu bukan Konserto, tapi, Ludruk!" seraya geleng-geleng kepala.
Mereka yang mendengar, ada yang terkekekeh, ada yang tergelak, ada juga yang tersungkur di bawah meja. Unggas diseberang meja, menegur, "Hei, jangan berlebihan!"

Wallahu a'lam.
Kutipan & Rujukan :
- Abu Muawiyah Ismail Kamdar, Having Fun with the Halal Way, Entertainment in Islam, IIPH
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson