Hakim Kelima menyambung, "Pengaruh Keadilan terhadap masyarakat, diillustrasikan dalam kisah tentang Amirul Mukminin, 'Umar bin al-Khattab, radhiyallahu 'anhu. Diriwayatkan bahwa suatu ketika, Heraklius mengirim seorang utusan kepada Khalifah 'Umar, guna memantau aktivitas dan keadaannya.Ketika sang-utusan masuk Madinah, ia mencari 'Umar dan bertanya, 'Dimana rajamu?' Mereka menjawab, 'Kami tak punya raja selain Amir yang terhormat. Ia sedang keluar kota Madinah.'Lantas, iapun pergi melacak keberadaan 'Umar, dan menemukannya sedang tidur di atas pasir, menggunakan tongkatnya sebagai bantal. Tongkatnya kecil, yang selalu ia bawa, dan menggunakannya mencegah orang lain bila hendak berbuat kejahatan. Dikala ia melihatnya tidur seperti itu, ia merasakan kerendahan-hati dalam qalbunya, dan bergumam, 'Inilah orang yang menanarkan segala raja, namun lihatlah keadaannya. Duhai 'Umar, selama ini, engkau bersikap Adil, sehingga engkau bisa tidur. Sedangkan raja kami, seorang tiran, maka di sanalah ia terjaga sepanjang malam, dalam kegalauan.'Jika Keadilan mangkir, orang merasa tak puas, dan mungkin bertindak demi mendapatkan hak mereka, terkadang menggunakan kekerasan.Kekasih kita (ﷺ) bersabda,مَنْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ أَوْ يُعِينُ عَلَى ظُلْمٍ لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ“Barangsiapa yang menolong suatu permusuhan dengan kezhaliman; atau menolong atas kezhaliman; maka ia senantiasa dimurkai Allah, sampai Dia mencabutnya.” [Sunan Ibnu Majah; Sahih menurut Al-Albani]Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, Allah melarang kita, dipengaruhi oleh segala bentuk Hasrat, sedemikian rupa sehingga kita menyimpang dari Kebenaran dan Keadilan. Bila itu terjadi, maka, Keadilan, ibarat Kecantikan, hanyalah ada di mata yang melihatnya. Ada yang melihat korban yang tak bersalah. Yang lain, akan melihat, inkarnasi kejahatan, yang memperoleh apa yang pantas.Perhatikan sketsa ini,Dua ekor Kucing, yang baru saja nyolong keju, tak akur berbagi jarahan. Karenanya, agar menyelesaikan perselisihan, mereka sepakat menyerahkan masalah dimaksud, kepada, Nyimut, sang monyet. Arbiter yang diusulkan, dengan sigap menerima jabatan yang disepahami, dan, agar berimbang, meletakkan setiap potongan keju ke dalam masing-masing piringan-timbangan. 'Coba kulihat,' katanya, 'Yak... potongan yang ini, lebih besar dibanding yang lain,' dan seketika, menggigit potongan yang lebih besar, agar menguranginya, lalu ia mengamati kembali keseimbangannya. Piringan yang satu, sekarang lebih berat, yang memberi peluang bagi hakim kita yang cerdas nan cermat, alasan tambahan demi suapan kedua. 'Tahan, tahan,' ucap kedua Kucing yang mulai was-was dengan kejadian itu, 'Berikan saja bagian kami masing-masing dan kami sudah puas.
''Jika kalian puas,' jawab Nyimut, 'Keadilan tidak, penyebab sifat rumit ini, bukan berarti begitu cepat diputuskan,' sembari sang monyet langsung menggigit satu bagian, kemudian ganti yang lain, sampai-sampai para Kucing yang apes, melihat keju jarahan mereka, berangsur-angsur mengurang, dan memohon dengan sangat padanya, agar tak menimbulkan masalah baru, melainkan memberikan saja apa yang tersisa. 'Tak secepat itu, kumohon kawan-kawan,' tukas Nyimut, 'Kami berutang keadilan kepada diri kami sendiri, dan juga kepada kalian. Yang tersisa ini, hak jabatanku.' Kilah sang monyet seraya menjejalkan seluruh sisa keju ke dalam mulutnya, dan dengan puas, menutup sidang.
Kutipan & Rujukan:Dua pelancong, sedang berjalan di tepi pantai yang sedang surut, mereka melihat seekor Tiram, dan keduanya membungkuk pada saat yang sama, berniat mengambilnya. Yang satu mendorong yang lain, dan perselisihan pun terjadi.Pelancong ketiga, datang pada saat itu, dan kedua pelancong, memutuskan, menyerahkan permasalahan tersebut kepadanya, mana di antara keduanya, berhak memiliki Tiram yang dipersengketakan. Selagi kedua pelancong masing-masing sedang asyik memaparkan kisahnya, sang arbiter, dengan perlahan mengeluarkan pisaunya, membuka cangkang, dan melepaskan tiramnya. Sewaktu keduanya telah selesai, dan hendak mendengarkan keputusan sang hakim, dengan sekejap ia menelan Tiram itu, dan menawarkan kepada masing-masing sebilah cangkang. 'Pengadilan,' katanya, 'menghadiahi kalian masing-masing sepotong kerang. Tiramnya, menjadi ongkos persidangan.'Hakim Kelima menyimpulkan, 'Bilamana para orang sakit berkuasa, yang tak bersalah dan yang berintegritas, pasti akan teraniaya; semakin buruk keadaan masyarakat, semakin ceria roman muka mereka, demi menakar tindak kejahatannya. Mempraktikkan kejujuran, di masa-masat suram, cukup menimbulkan kecurigaan; namun bila ada yang berani melaksanakannya—cuma sepuluh banding satu—ia akan dimakzulkan dengan tuduhan kejahatan berat, maupun pidana ringan. Agar dapat menegakkan Keadilan di negara yang bobrok dan korup, dengan secara tak langsung mencela penguasa; dan lebih dapat melindungi kepala orang yang menegakkannya. Saat kekejaman dan kedengkian berpadu dengan kekuasaan, tidaklah mudah menemukan pretensi kezhaliman terhadap orang-orang tak bersalah, dan segala perilaku ketidakadilan.'"Saatnya berangkat, Rembulan harus melanjutkan perjalanan. Sebelum bertolak menjalankan tugasnya, ia mengingatkan, "Duhai Pungguk! Aku telah menyampaikan ucapan Kelima Hakim. Semua itu, nilai-nilai luhur yang diwariskan Para Pendahulumu. Jangan menganggapnya sia-sia, jangan mengubahnya, apalagi mencampakkannya. Jika ada yang mencoba melakukannya, pertahankan sekuat tenagamu. Mereka yang hendak merubahnya, atau membuatnya agar dapat tergantikan, menuduh orang lain makar, namun sesungguhnya, merekalah yang berbuat makar. Mereka yang tidak-adil, takkan mau mendengarkan keterangan yang baik, sebab mereka selalu dapat menemukan, pembenaran ketidakadilan mereka. Wallahu a'lam."Dengan lembut, Rembulan sirna dari haluan, mengarungi samudera ruang angkasa, menuju belahan bumi lain, disertai kata-kata,In navibus factis de chartaque atramento[Dalam bahtera, terbuat dari tinta dan kertas]Ego iterum navigabo ad illa tempora[Kukan berlayar kembali ke masa-masa itu]Hic ego sedeo et somnio de futuris[Di sini, kududuk dan impikan masa-depan]Nonne scribent de me etiam[Akankah mereka menulis pula tentangku?]Ego etiam cupio recreari[Kujua ingin dibugarkan]Et amari diu post mortem meam *)[Dan dirindukan, jauh setelah ketiadaanku]
- Dr. Aisha Utz, Psychology from the Islamic Perspective, IIPH
- Sayyid Qutb, In the Shade of the Qur'an, Vol. III, The Islamic Foundation
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
*) "Secret Library Daquerreo" karya Kate Covington dan Chaeley
[Bagian 1]