Jumat, 17 September 2021

Look Who's Talking!

Rembulan tegak-berdiri, bulat dan terang, di atas awan, bergeser lembut-perlahan. Ketahui apa yang Rembulan sebutkan kepada Pungguk.
"Kuingin engkau tahu, bahwa Kekasih kita (ﷺ) bersabda,
مَنْ أَفْتَى بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ إِثْمُهُ عَلَى مَنْ أَفْتَاهُ وَمَنْ أَشَارَ عَلَى أَخِيهِ بِأَمْرٍ يَعْلَمُ أَنَّ الرُّشْدَ فِي غَيْرِهِ فَقَدْ خانه
“Barangsiapa diberi keputusan hukum secara jahil, maka dosanya ada pada yang memberikannya; dan barangsiapa menasehati saudaranya, mengetahui bahwa petunjuk yang benar terletak pada arah yang lain, maka ia telah menipunya.” [Sunan Abu Dawud; Hasan menurut Al-Albani]
Secara umum, semua orang yang, secara langsung atau tak-langsung, bertanggungjawab memimpin dan mendidik Umat, secara individu—yaitu. semisal istri, anak-anak, kerabat, dll.—atau secara kolektif, Jama'ah mereka—misalnya, Masjid, komunitas, organisasi, dll.—sepantasnya, memperhatikan hadits ini dan implikasinya dengan cermat, lantaran merekalah yang paling mungkin akan terjerat dalam dosa besar kezhaliman dan ketersesatan saudara-saudaranya.
Hal ini sering terjadi, saat para pendidik, atau pemimpin seperti itu, yang mengetahui kebenaran dalam suatu masalah atau urusan tertentu, sebagaimana ditetapkan Al-Qur'an dan Sunnah, dengan sengaja memberikan Fatwa, atau menggalakkan secara langsung atau tak-langsung, pendapat atau pandangan yang keliru, suatu masalah atau isu-isu tertentu. Faktor pendorong pengecohan yang disengaja oleh sesama Muslim, yang menyerahkan kepercayaan mereka kepadanya, agar memimpin dan membimbing mereka dengan benar, salah-satu atau lebih,  lantaran hal-hal berikut ini,
  • Ittiba'ul Hawa, yaitu mengikuti prasangka, preferensi, selera, keinginan, dll. Hawa-nafsu dapat bermakna, kecenderungan batin yang diinginkan; kehendak batin terhadap yang disukai; kecintaan seseorang terhadap sesuatu, hingga menaklukkan qalbunya; hanyut akan sesuatu, lalu menjadi dorongan kuat yang menguasai qalbu, dan akhirnya menetap di dalamnya dengan kokoh, hingga sulit dihilangkan, kecuali dengan kerja keras dalam waktu yang lama.
  • Upaya memperoleh atau mempertahankan posisi jabatan—baik oleh ketenaran maupun duit;
  • Motif politik—keberpihakan, yaitu mendukung pandangan operatif dari suatu organisasi tertentu, demi memukau para pengikutnya, atau demi menarik massa.
Muslihat seperti ini, bisa juga diakibatkan karena keuntungan materi. Misalnya, seseorang meminta nasihat saudaranya sehubungan dengan usaha bisnis tertentu, tetapi saudaranya menyukai ide itu sendiri, dan kemudian Setan mempengaruhinya agar menyimpan konsep bisnis itu bagi dirinya sendiri, sehingga ia menanggapi peminta nasihat tersebut, agar tak turut serta dalam bisnis tersebut, menjelaskan bahwa cuma sedikit atau tiada manfaat di dalamnya. Bisa juga, ia memperdayai saudaranya, karena ia iri padanya, sehingga ia menyembunyikan apa yang ia ketahui.

Jadi, aku mengikuti sebuah kafilah, yang membawaku ke negeri yang disebut Asinus Terra. Aku melihat dua orang lelaki, sedang memperbincangkan sesuatu. Setelah mengikuti percakapan mereka, kupahami bahwa salah seorang, ingin membeli keledai, dan setuju dengan pemiliknya—lelaki lainnya—bahwa ia ingin mencoba satwa tersebut, sebelum membelinya. 
Ia lalu membawa pulang sang keledai, dan menempatkannya di halaman, yang penuh dengan jerami, bersama keledai lain, dimana sang satwa baru, meninggalkan mereka dan segera bergabung dengan salah satu yang paling malas dan paling banyak makannya. Melihat ini, sang Pembeli memasang tali-kekangnya, dan membawanya pulang ke pemiliknya. 
Pada saat itulah, aku menyaksikan mereka sedang bercakap-cakap. Sang Pemilik menanyakan, bagaimana bisa, dalam waktu yang sangat singkat, sang Pembeli mampu menguji-coba sang-keledai. Sebelum menjawab, sang Pembeli bercerita.
Seekor Singa, berkenan berburu ditemani seekor Keledai. Sepanjang perjalanan, sang Keledai berseru, 'Asinus Terra harga-mati! Asinus Terra harga-mati! Barangsiapa yang tak mengikuti cara keledai, salah semuanya!' Ini membuat sang Singa mengernyitkan kening, sampai mereka melewati sebuah rumah tua. Sang Keledai berkata, 'Rumah itu, sesungguhnya, hadiah untuk Mbahku!' Sang Singa agak terkejut, 'Benarkah? Bukankah itu dipersembahkan bagi Negeri ini?' Sang Keledai menjawab, 'Menurut bisik-bisik di antara spesies Keledai, cuma kamilah pemiliknya!' Sang Singa membatin, 'Sudah jelas milik semua, diaku punyanya, makan tuh punya Mbahmu!'
Akhirnya, setelah mencari buruan, para pemburu tersebut, melihat sejumlah Kambing Liar, berlarian ke dalam gua, dan merekapun menyusun rencana, menyergapnya. Dan, agar sang Keledai lebih berguna, sang Singa memintanya, bersembunyi di balik semak-semak, dan kemudian meringkik sejadi-jadinya, seseram mungkin. 'Dengan siasat ini, engkau akan mengusik para Kambing yang mendengar suaramu, sementara aku berdiri di depan gua, dan menerkam mereka saat ingin kabur,' sang Singa menjelaskan.
Maka terlaksanalah, dan siasat berjalan sesuai. Sang Keledai meringkik seram, dan para satwa yang takut, tak tahu harus berbuat apa, mulai berlari selekas mungkin, sementara sang Singa, yang berada ditempat yang tepat, menerkam dan melahap mereka, sesukanya.
Setelah perutnya kenyang, ia memanggil sang Keledai, dan membolehkannya keluar, seraya menyampaikan, telah cukuplah yang dilakukannya. Setelah itu, satwa bertelinga panjang itu, keluar dari persembunyiannya, dan mendekati sang Singa, bertanya, dengan bangga, bagaimana penampilannya. 'Dahsyat! Engkau melakukannya dengan sangat baik, namun—aku protes nih—andai aku tak paham sifat dan temperamenmu, mungkin, aku pula yang ikut gemetar!' sang Singa dengan enggan berkomentar.
'Awalnya, aku tak mengerti apa yang dimaksud sang Singa,' kata sang Pembeli. 'Namun, setelah sedikit berpikir, aku memahami, bahwa seorang pengecut yang congkak, dapat memaksa orang-orang yang tak mengenalnya; namun, bisa menjadi lelucon bagi mereka, yang mengenal siapa sebenarnya orang itu. Ada banyak orang, yang tampak menyeramkan dan agung, dalam cara mereka mengekspresikan diri, dan jika engkau terbujuk mengikuti kata-katanya, itu karena terkesan oleh sang Singa sejati; namun bila engkau berupaya mengetahui tentang siapa sebenarnya mereka, maka akan terungkaplah, keledai tamak meringkik.'
'Agar lebih jelas,' terang sang Pembeli, 'dengarkan lebih lanjut cerita tentang sang Keledai!'
Lantas, sang Keledai menemukan kostum Singa, yang ditinggalkan di hutan oleh Penari Barongsai. Ia lalu mengenakannya, dan dengan asyik, bersembunyi di balik semak-semak, kemudian tiba-tiba melompat keluar ke arah satwa yang lewat. Semuanya, terbirit-birit saat melihatnya.
Sang Keledai, tergelak, melihat para satwa, tunggang-langgang, seolah-olah ia sendirilah sang Singa, sehingga tak dapat menahan diri, meluapkan kegembiraanya, dengan meringkik sekeras-kerasnya. Seekor Rubah, yang mengambil langkah-seribu bersama satwa lain, berhenti sesaat setelah mendengar ringkikannya, dan segera tersadar, bahwa makhluk seram itu, tak lain hanyalah seekor Keledai. Kemudian ia melaporkan hal ini kepada sang Singa, dan bersama-sama satwa lain, mendekati sang Keledai. Tiba-tiba, angin kencang bertiup, membawa kostum Barongsai menjauh dari sang Keledai, sang Rubah berkata seraya terbahak-bahak, 'Look who's talking! Andai engkau tutup-mulut, mungkin pula akan menakutiku. Tapi, engkau memajang dirimu, dengan ringkikan konyolmu.'
Kedua lelaki tertawa. Sang Pemilik bertanya, 'Omong-omong, engkau belum menjawab pertanyaanku.' Sang Pembeli menanggapi, 'Aku tak membutuhkan uji-coba! Aku tahu bahwa, sang Keledai, akan sama saja dengan sahabat yang dipilihnya.' Mereka tertawa lagi, dan berdendang,
'Tell me why?'
[Emang 'nape?]
'Ain't nothin' but a heartache'
[Kagak laen s'lain 'pale-pusying]
'Tell me why?'
[Emang 'nape?]
'Ain't nothin' but a mistake'
[Kagak laen s'lain k'leru]
'Tell me why?'
[Emang 'nape?]
'I never wanna hear you say,
[Gua kagak mau dengerin lu ngomong,]
'I want it that way!' *)
[Gua pengen kek gitu!]
Rembulan menangkup, "Duhai Pungguk! Mereka yang paling lambat memahami dan paling lemah menangkap, umumnya, agresif dalam beropini, dan paling cepat mengungkapkan kesan kasar mereka. Dalam banyak kesempatan, diam-diam, kita mengagumi, pakaian dan sikap-penting seorang politisi, yang, kadarullah, kita temui di Kedai Kopi, terkesan bagai apa yang dilakukan seorang orator sejati. Kita mengira, sebelum kita mendengarnya berbicara, napasnya menghembuskan keseriusan seorang konselor istimewa, dan tampak luarnya, laksana seorang patriot terkemuka bermartabat, namun, ketika ia mengekspresikan diri, maka ia mengecewakan kita; ia meringkik, dan mengungkapkan kepada seluruh kalangan, siapa dirinya. Oleh sebab semua kepura-puraan itu, salah, dan cenderung memajang dan membuat konyol seseorang, maka semakin dalam ia berpura-pura, semakin kuat cibiran yang diterimanya, dan dengan demikian, semakin besar ketidaknyamanan dalam dirinya.
Seseorang dikenal dari ucapannya, ibarat pohon dari buahnya; dan jika kita ingin mengetahui sifat dan kualitas seseorang, biarkan ia ngomong, dan dirinya sendirilah, yang akan mengungkap jati-dirinya, lebih jelas dibanding, yang dapat ditunjukkan oleh siapapun. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Darussalam Research Section, Guarding the Tongue from the the Book Al-Adhkaar, Darussalam
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
*) "I Want It That Way" karya Andreas Mikael Carlsson & Karl Martin Sandberg