Selasa, 21 September 2021

Panda dan Doraemon

Dengarkan apa yang diucapkan Rembulan kepada sang Pungguk, "Bahaya dan kesulitan apapun, yang menimpa manusia, dalam hal harta atau keselamatan mereka, individu atau masyarakat, itu karena dosa-dosa, dan mengabaikan perintah-perintah Allah, serta aturan-hukum yang ditetapkan-Nya, dan mencari pembenaran di antara manusia, dengan selain hukum-hukum yang ditentukan Allah—Yang menciptakan seluruh makhluk, dan lebih menyayangi mereka, dibanding ibu dan ayah mereka, dan Dialah Yang lebih mengetahui, dibanding diri mereka sendiri, apa yang paling bermanfaat bagi mereka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala, berfirman, menjelaskan dalam Kitab-Nya, agar kita menyadari dan mengambil pelajaran, Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman,
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ
'Dan musibah apapun yang menimpamu, itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).' [QS. Ash-Shuraa (42):30]
Dan Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman,
مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ
'Kebajikan apapun yang kamu peroleh, itu dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri ....' [QS. An-Nisa (4):79]
Kebaikan apapun yang mendatangi kita—berkah atau keselamatan—itu dari Allah, Dialah Yang menyediakannya, awal dan akhirnya, dari karunia-Nya. Dialah Yang menganugerahkan kepada kita dari karunia-Nya, agar kita melaksanakan apa yang dituju, dan Dialah yang memberikan kepada kita, nikmat-Nya, dan menyempurnakannya, untuk kita.
Adapun keburukan apapun yang menimpa kita, baik kelaparan maupun ketakutan, atau apapun yang menyebabkan kerugian, maka, itu karena diri kita sendiri, kitalah yang menganiaya diri kita sendiri dan mendorong diri kita sendiri, pada kehancuran. Saat ini, banyak orang menghubungkan musibah yang menimpanya, baik yang berkaitan dengan harta dan ekonomi, atau keselamatan dan urusan politik, terhadap materi, politik, alasan ekonomi, atau segalah masalah, karena keterbatasan. Tak ayal lagi, hal ini disebabkan oleh, keterbatasan pemahaman dan kelemahan Iman, serta ketidakmampuan merenungkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya (ﷺ).
Namun jika kita berusaha memperbaiki diri, keluarga, tetangga dan orang-orang di sekitar kita, dan setiap orang yang dapat kita perbaiki, jika kita saling mendorong kebaikan dan melarang kejahatan, jika kita membantu mereka yang melakukan ini, dengan hikmah dan kearifan—maka, akan menghasilkan persatuan dan keselarasan. Saatnya perubahan, agar berbagai nikmat tak sirna, agar kita terhindar dari berbagai musibah dan bencana, yang tak kunjung lenyap. Allah berfirman,
ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً اَنْعَمَهَا عَلٰى قَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۙ وَاَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
'Yang demikian itu, karena sesungguhnya, Allah takkan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu, mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.' [QS. Al-Anfal (8):53]
Rembulan, berhenti sejenak, kemudian bercerita, "Malam tadi, aku melihat ke bawah, ke sebuah kota bernama Cheap Dolum. Sinarku, menyoroti sebuah peternakan, dan sebuah pintu terlihat, tetapi terkunci. Jendela kayu yang tertutup, menabir jendela di balik dinding rumah. Namun, melalui jendela, aku menilik ke dalam, dan melihat seekor ayam betina, seekor anjing pemalas, seekor kucing yang terkantuk-kantuk, dan seekor bebek berisik.
Sang ayam, menemukan beberapa benih di tanah dan ia punya ide. 'Aku harus menanam benih-benih ini,' pikirnya. Maka, sang ayam bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang bersedia membantuku menanam benih?' 'Jangan aku!' gonggong anjing pemalas. 'Ogah!' dengkur sang kucing. 'Emmohh!' kwek-kwek bebek yang berisik. 'Kalau begitu, aku saja!' kata sang ayam. Maka, iapun menanam benih sendirian.
Ketika benih telah tumbuh, sang ayam bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang bersedia membantuku memetik gandum?' 'Jangan aku!' gonggong anjing pemalas. 'Ogah!' dengkur sang kucing.. 'Emmohh!' bebek berkwek-kwek berisik, 'Kalau begitu, aku saja!' kata sang ayam, lalu iapun memetik gandum sendirian.
Saat gandum telah di panen, sang ayam bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang bersedia membantuku membawa gandum ke penggilingan agar di olah menjadi tepung?' 'Jangan aku!' gonggong anjing pemalas. 'Ogah!' dengkur sang kucing.. 'Emmohh!' bebek berkwek-kwek, berisik, 'Kalau begitu, aku saja!' kata sang ayam, membawa gandum ke penggilingan sendirian, menggiling gandum menjadi tepung dan membawa karung tepung yang berat kembali ke peternakan.
Sang ayam kemudian bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang bersedia membantuku membuat roti?' 'Jangan aku!' gonggong anjing pemalas. 'Ogah!' dengkur sang kucing.. 'Emmohh!' bebek berkwek-kwek, berisik, 'Kalau begitu, aku saja!' kata sang ayam. Lantas, iapun memanggang roti sendirian.
Akhirnya, setelah rotinya selesai di panggang, panas dan harum, sang ayam yang lelah, bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang bersedia membantuku memakan roti?' 'Aku saja!' anjing pemalas menyalak. 'Engkau tak keberatan, kan?' sang kucing mengeong. 'Mau dong!' sahut sang bebek.
Sang ayam bertanya kepada teman-temannya, 'Siapa yang mau mendengarkan cerita? 'Aku mau!' gonggong sang anjing pemalas. 'Iya deh!' dengkur sang kucing seraya menguap. 'Ya, demi rotinya!' sang bebek berisik, 'Dengarkan!' kata sang ayam memulai ceritanya.
Suatu malam yang cerah, saat sang mentari terbenam di dunia yang meriah, seekor Ayam jantan tua yang arif, terbang bertengger ke sebuah pohon. Sebelum ia menenangkan diri, beristirahat, ia mengepakkan sayapnya tiga kali, dan berkokok dengan keras. Namun tepat ketika ia akan meletakkan kepalanya, di sayapnya, matanya yang bagai manik-manik, menangkap kilatan merah dan sekilas hidung runcing yang panjang, dan tepat di bawahnya, berdiri tuan Rubah.
'Pernahkah engkau mendengar khabar yang luar biasa?' seru sang Rubah dengan riang dan bersemangat. 'Khabar apa?' tanya sang Ayam dengan santai. akan tetapi, dirinya merasa janggal dan berdebar-debar, karena, engkau tahu kan, ia sangat takut pada Rubah. 'Keluargamu dan keluargaku, dan segala satwa lainnya, telah sepakat melupakan perbedaan, serta hidup dalam damai dan persahabatan, mulai sekarang dan untuk selamanya. Bayangkan! Aku benar-benar tak sabar memelukmu! Turunlah sobat, dan mari kita rayakan peristiwa yang menggembirakan ini.'
'Hebat sekali!' kata sang Ayam. 'Maukah engkau mendengar cerita?' sang Ayam menawarkan. 'So pasti!' jawab sang Rubah, dengan gembira, membayangkan makan malamnya telah terhidang.

Seekor Babi, sedang mencari satu set mainan kereta api, maka, ia pergi ke pasar dan menemukan dua penjual, Panda dan Doraemon. Doraemon menawarkan satu set mainan seharga 60 dolar. 'Pokoknya, lengkap!' Doraemon menawarkan. 'Dan jika engkau menginginkannya, kukan beri ongkir gratis,' tambah Doraemon. 'Tapi, itu terlalu mahal!' jawab sang Babi. Kemudian, ia melihat lapak Panda, ada satu set kereta mainan dan di atasnya, tertulis, 'Obral 20 dolar.' 'Naah, ini yang kucari!' kata sang Babi. Ia bergegas menuju Panda, namun Doraemon menghentikannya dan berkata, 'Kawan, perhatikan, sebelum engkau membeli mainan itu, maukah engkau mendengar sebuah cerita?' Sang Babi berhenti, 'Baiklah!' Doraemon lalu bercerita,
Seekor Serigala yang, karena seringnya mengunjungi kawanan domba di sekitarannya, mulai dikenali oleh mereka, menyangka bahwa, akan lebih efektif, dalam rangka melaksanakan penyergapannya, menyaru dalam wujud lain. Demi tujuan ini, ia menyamar sebagai seorang gembala; dan berjalan memegang tongkat dengan kaki depannya, sehingga ia tampak membungkuk, kemudian dengan perlahan mendekati para korbannya. Kadarullah, sang Gembala dan anjingnya, sama-sama berbaring di atas rumput, tertidur lelap; pastilah ia akan berhasil menuntaskan proyeknya, andai ia tak ceroboh menirukan suara sang Gembala. Suara menyeramkan, membangunkan sang Gembala dan anjingnya, dan sang Serigala, jatuh dan tertimpa oleh kostum penyamarannya, merasa tak mungkin melawan atau melarikan diri, menyerahkan nyawanya sebagai mangsa tak berdaya bagi anjing sang Gembala.
'Cuma itu?' jawab sang Babi dengan sinis, 'Aku tak paham! Sekarang, biarkan aku membeli mainan kesukaanku,' sembari menghampiri Panda dan langsung memberikan 20 dollar. Namun, ketika ia akan mengambil seluruh set mainan, Panda menyela, 'Maaf Bung, harga 20 dolar, hanya keretanya, tak termasuk baterai, rel, dan kelemgkapan lainnya! Jika engkau ingin membawa satu set lengkap, engkau harus membayar lebih!' Sang Babi bingung, tapi apa sih, beli kereta saja, tanpa baterai dan asesorisnya, percuma. 'Jadi berapa yang harus kubayarkan?' tanya sang Babi, mengira bahwa biaya tambahannya, tak banyak. 'Karena engkau telah membayar 20 dolar, cukup menambah, 80 dolar.' Sang Babi terkesima, ternyata, ia harus merogoh kantongnya lebih dalam, namun, apa dikata. Setelah membayar dan membawa set mainan, saat hendak berjalan, Panda mengingatkan, 'Ingat Bung, tak ada garansi, tak ada penukaran dan tak ada uang kembali!' Sang Babi mengangguk, dan baru saja hendak melangkah, tiba-tiba, rel kereta mainannya, patah. 
Dan pada saat itu, sang babi tersentak, sadar bahwa duit 80 dolar, yang telah ia belikan mainan itu, uang titipan para kerabat. Aa' pesen bola-basket, Teteh pesen gincu, Pakdhe pesen blangkon, dan Budhe pesen Kebaya. 
Di kejauhan, Doraemon bernyanyi,
I'd rather be a hammer than a nail
Yes, I would
If I only could
I surely would

Away, I'd rather sail away
Like a swan that's here and gone
A man gets tied up to the ground
He gives the world
Its saddest sound
Its saddest sound *)
Ayam jantan menutup cerita dengan menjawab, 'Mengenai khabar tersebut, tentu saja, aku senang.' Akan tetapi, tampak ia berbicara tanpa ekspresi, dan berjinjit, seakan melihat sesuatu di kejauhan. 'Apa yang engkau lihat?' tanya sang Rubah, was-was. 'Wah, terlihat seperti ada sepasang Anjing yang menuju kemari. Mereka pasti telah mendengar khabar baik dan ...—tetapi sang Rubah tak mau mendengarkan lebih banyak. Ia segera berlari. 'Tunggu,' teriak sang Ayam. 'Mengapa lari? Bukankah para Anjing itu, jadi temanmu sekarang!'
'Iya,' jawab sang Rubah. "Tapi, mungkin mereka belum mendengar khabar itu. Dan juga, ada tugas penting untukku, yang hampir kulupakan.' Sang Ayam jantan, tersenyum saat ia membenamkan kepalanya, ke dalam bulu sayapnya, dan tidur, sebab ia telah berhasil mengecoh musuh, yang sangat licik.
Kemudian, ayam betina melanjutkan. 'Adapun rotinya, kalian semua tak mau membantuku sama sekali, mohon maaf, aku membuat cukup untuk satu satwa. Jadi, sekarang, engkau sekalian, takkan makan roti!' seraya memakan roti, sendirian."

Rembulan mengakhiri dengan, "Umumnya, orang-orang yang berniat buruk, merancang muslihat dan memaksa orang lain, dengan tujuan mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Mereka memperdaya orang-orang yang lemah, untuk dijadikan korban penipuan mereka. Itulah yang terjadi pada sang Babi, tetapi Ayam betina dan Ayam jantan, tak bisa dibodohi. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill Effects of Sins, Translated by Aboo Talhah Daawood ibn Ronald Burbank, Al-Hidaayah
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
*) "El Cóndor Pasa (If I Could)" karya Paul Simon & Daniel Alomia Robles