Jumat, 03 September 2021

Mucho Mistrust (2)

Hakim keempat melanjutkan, "Kekuasaan cenderung menistakan, dan kekuasaan mutlak, menistakan secara mutlak. Dalam segala bentuk motif kemampuan atau vitalitas, kecakapan bertindak atau mengendalikan, kekuasaan itu, kewenangan dan pemberdayaan. Bila terlalu banyak kekuasaan diberikan, Otoritarianisme sangat mungkin terbentuk. 
 
Perhatikan sketsa berikut,
Dahulu kala, di sebuah Negeri bernama Bumi Panakkara, para satwa dijajah oleh makhluk menyeramkan, seekor anjing rasaksa, berjalan dengan kaki belakangnya, bernama Kludde, semacam Betoro Kolo, yang membuat keseharian para satwa, terus-menerus mengalami gerhana. Pada masa penjajahan Kludde, para satwa dipaksa bekerja keras dalam sistem-kerja atau mata-pencaharian yang ditentukan oleh Kludde, dan dampaknya, melemahkan perekonomian mereka. Kludde menganggap, status para satwa lebih rendah, agar melanggengkan kekuasaannya menduduki Bumi Panakkara.

Masa berganti, Kludde meninggalkan Bumi Panakkara, takluk pada Tengu, gergasi yang mengerikan. Aksi pertama yang dilakukan Tengu demi mendapatkan simpati para satwa, yakni dengan 'Gerakan Tiga T,' Tengu pemimpin para satwa, Tengu pelindung para satwa, dan Tengu cahaya para satwa. Tengu mengklaim bahwa, ia juga keturunan Betoro Kolo, dari garis Kaisar Matahari. Oleh karenanya, seluruh satwa, setiap pagi, harus memberi hormat kepada Kaisar Matahari, dengan membungkuk sembilan puluh derajat ke arah matahari terbit. Kedatangan Tengu, pada awalnya disambut hangat. Apalagi, Tengu menjanjikan kemerdekaan. Namun, semua Betoro Kolo, sama saja, mereka menyebabkan gerhana, dengan berupaya menelan Sang-mentari atau Rembulan.

Suatu malam, para satwa berkumpul di sebuah gudang, menyimak Pradhana tua, seekor kuda, melukiskan mimpinya, tentang dunia dimana semua satwa, hidup bebas dari Tirani. Pradhana tua meninggal segera setelah pertemuan itu, namun para satwa—terinspirasi oleh filosofi Wawasan Kesatwaannya—merencanakan pemberontakan melawan Tengu. Dua babi, Snobol dan Caesar, membuktikan diri sebagai tokoh dan perencana penting, dari usaha berbahaya ini. Saat Tengu panik mendengar berita bahwa Kaisar Matahari telah dikalahkan, terjadilah revolusi, Tengu diusir dari Bumi Panakkara. Prinsip-prinsip yang diprakarsai oleh Pradhana, terukir di pohon ek besar, berbunyi, 'Seluruh satwa, sederajat, dan bebas dari segala jenis tirani. Para satwa tak dibenarkan memakan kucai.'

Awalnya, pemberontakan tersebut, sukses. Para satwa menyelesaikan panen dan bertemu setiap hari Minggu, memperdebatkan kebijakan negeri. Para Babi, oleh kecerdasan-semu mereka, menjadi pengawas negeri. Namun sayang, Caesar, terbukti menjadi pemimpin haus-kekuasaan, nyolong susu sapi dan sejumlah apel, demi kepentingan diri-sendiri dan babi lain. Ia juga meminta jasa Mukastuti, seekor babi dengan kemampuan meyakinkan satwa lain, bahwa para Babi, selalu bermoral dan tepat dalam mengambil keputusan.

Belakangan, Kludde kembali ke Bumi Panakkara dan berusaha merebutnya. Berkat taktik Snobol, para satwa dapat mengalahkan Kludde, yang kemudian dikenal sebagai 'Pertempuran Kandang Sapi'. Snobol mengabdikan dirinya membenahi para satwa dengan cara intelektual, moral, dan fisik. Ia membawa literasi ke negeri Panakkara, sehingga para satwa dapat lebih memahami prinsip-prinsip Pradhana.

Musim dingin tiba, Snobol mulai merancang kincir angin, yang akan menyediakan listrik dan dengan demikian, menyediakan para satwa lebih banyak waktu luang. Akan tetapi, Caesar, dengan keras menentang rencana tersebut, dengan alasan bahwa membangun kincir angin, akan memberi mereka lebih sedikit waktu menghasilkan makanan. Pada hari Minggu, para Babi menawarkan pemungutan suara mengenai kincir angin kepada para satwa, namun Caesar memerintahkan empat anjing-penjaga ganas—yang semestinya mengawal Prinsip Pradhana sebagai falsafah dasar negeri, tapi dalam hal ini, tak menjalankan fungsi mereka—mengusir selama-lamanya, Snobol dari negerinya. Caesar mengumumkan bahwa takkan ada perdebatan lebih lanjut; ia juga mengatakan kepada mereka bahwa kincir angin akan dibangun, dan berbohong bahwa ide tersebut, sebenarnya, gagasannya, yang dicuri oleh Snobol. Caesar menggunakan Snobol sebagai kambing hitam, yang ia salahkan atas segala kenestapaan para satwa.

Sebagian besar tahun berikutnya, dihabiskan membangun kincir angin. Baksar, seekor kuda yang sangat tangguh, membuktikan diri sebagai satwa paling berharga dalam usaha ini. Bertentangan dengan prinsip Wawasan Kesatwaan, Caesar menyewa konsultan hukum dan mulai berdagang dengan para satwa jiran, dan menyebutnya, 'Kebijakan Caesarisme.'
Syahwat Caesar demi kekuasaan, membubung ke titik dimana ia menjadi Totalitarian, memaksa 'pengakuan' satwa yang tak-bersalah, dan memerintahkan para anjing membunuh mereka di hadapan para satwa. Ia dan para Babi, pindah ke Istana peninggalan Kludde dan mulai tidur di atas ranjang.

Para satwa menerima lebih sedikit makanan, sementara para Babi, bertambah gemuk. Setelah kincir angin selesai dibangun, Caesar menjual setumpuk kayu ke Panta; sang beruang putih, petani jiran, yang membayarnya dengan uang kertas palsu. Panta memperkenalkan diri sebagai keturunan Kaisar Langit, dan telah memperoleh Kitab Suci dari Raja Kera, Sun Wukong. Sebenarnya, naskah yang didapatnya itu, naskah-naskah Marx dan Engel. Sebaliknya, Caesar memperkenalkan diri sebagai keturunan Zhu Bajie atau Tie Pat Kai, rekan Wukong. Gayung bersambut, mereka kemudian mengadakan perjanjian kerjasama, dalam segala bidang, terutama mencari 'sabuk' Sun Wukong, yang konon tenggelam di Laut Cina Selatan. 'Persahabatan' ini, cuma dimaksudkan sebagai fasad yang digunakan masing-masing, guna menipu yang lain, dengan lebih baik.

Saking banyaknya Prinsip Wawasan Kesatwaan yang dilanggar para Babi, kata-kata Prinsip tersebut, di amandemen. Misalnya, setelah para Babi mabuk pada suatu malam, Prinsip, 'Para satwa tak dibenarkan memakan kucai,' diubah menjadi, 'Para satwa tak dibenarkan memakan kucai secara berlebihan.' Sepanjang periode kekuasaan Caesar, tak cuma para satwa yang menderita jiwa dan raga nan lara, melainkan juga, Undang-undang, jika dianggap tak mendukung keinginan Caesar, seketika diubah.

Pada saat badai menggulingkan kincir angin yang setengah jadi, Caesar, seperti yang telah diduga, menyalahkan Snobol dan memerintahkan para satwa, kembali mulai membangunnya. Baksar menawarkan kekuatannya demi membantu membangun kincir angin baru, namun saat ia pingsan, kelelahan, Caesar menjual kuda yang berbhakti ini, kepada seorang pengecut. Mukastuti mengelus-elus para satwa yang marah, bahwa Baksar sebenarnya dibawa ke dokter hewan dan meninggal dengan tenang di rumah sakit—sebuah dongeng yang dipercayai para satwa.

Tahun-tahun berlalu, Caesar memperluas batas-batas negeri menjadi bagian dari negeri sang beruang putih, Panta. Kehidupan seluruh satwa—kecuali para Babi—sangat berat. Akhirnya, para Babi, mulai berjalan dengan kaki belakang mereka, tak lebih seperti Kludde dan Tengu, mengambil banyak sifat dari mantan penjajah mereka. Prinsip-prinsip Wawasan Kesatwaan, direduksi menjadi satu Omnibus Law, 'Seluruh satwa, sederajat, kecuali ada yang lebih tinggi derajatnya dibanding yang lain.'

Suatu malam, Panta sedang berbagi minuman dengan para Babi di Istana Kludde. Caesar mengubah nama negeri Panakkara menjadi 'Negeri Menor,' dan ribut-ribut dengan Panta selama permainan kartu, dimana keduanya mencoba memainkan kartu As Sekop.
Saat satwa lain menyaksikan adegan ini dari luar jendela, mereka tak bisa menandai apapun melainkan para Babi itu, tak lain selain para Kroni, dan dengan lirih dan perih, mereka cuma bisa bersenandung,
Once I had a love and it was divine
Soon found out, I was losing my mind
It seemed like the real thing, but I was so blind
Mucho mistrust, love's gone behind *)
Berhenti sejenak, kemudian Hakim Keempat berkata, "Sketsanya belum rampung, dan engkau sekalian, dipersilahkan, memutuskan sketsa yang lebih baik, terutama bagi mereka yang berkenan menyimak dan mendengarkan. Wallahu a'lam."
Kutipan dan Rujukan:
- Abul Hassan Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sultaniyyah, translated by Asadullah Yate Phd, Ta-Ha Publishers Ltd
- George Orwell, Animal Farm, Longmans
*) "Heart of Glass" karya Chris Stein dan Deborah Harry
[Bagian 1]