Jumat, 25 Maret 2022

Takhayul Kekinian

"'Saking risaunya kita bila disebut sebagai kaum Puritan, bukannya melangkah maju, melainkan kita berjalan mundur,' kata sang Kodok kepada seorang rekannya, saat keluar dari balik tempurung kelapa-nya, berjemur di tepi kolam," sang Purnama memulai komentarnya, saat ia terbit, usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "Langkah mundur ini, bukanlah sebuah tarikan tali-busur guna melepaskan anak-panah, melainkan langkah mundur yang terus-menerus, hingga seseorang terperosok masuk ke dalam kolam," imbuh sang Kodok. "Sekarang, perkenankan aku menyampaikan padamu tentang, sesuatu yang sedang terjadi, di dalam sebuah Kolam tertentu.

Mengatakan bahwa takhayul itu, salah satu fakta sejarah, sama saja dengan menyatakan sesuatu yang jelas benar. Andai cuma itu, kita mungkin memperlakukan subjek dari sudut pandang filosofis atau historis murni, sebagai salah satu fenomena yang tak dapat dijelaskan dari zaman yang kecerdasannya, jauh lebih rendah dibanding zaman kita, dan lalu, membiarkannya.
Namun bila, pula, kita layak mengakui takhayul sebagai sebuah fakta yang hidup sekarang ini, yang mempengaruhi, jika tak mengendalikan, tindakan keseharian manusia, kita pantas menghadapi masalah yang belum terpecahkan, andaikata tak dapat dipecahkan.

Takhayul, kita tahu, jauh lebih renta dibanding catatan sejarah, dan kita sekarang berdiri di ambang abad keduapuluh-satu; namun sama seperti umat manusia telah melewati ruang waktu yang sangat besar ini, seiring dengan kemajuan, takhayul telah mengikuti laksana pantulan. Bayangannya, belum pudar.
Tiada guna menyangkal kecenderungan sifat manusia yang lemah, demi mengakui takhayul. Ia, pintu terbuka, dimana sebuah ketakjuban menemukan akses yang mudah. Teresap dalam buaian, ia bahkan tak terkubur di dalam pemakaman. 'Usia, tak bisa basi, atau adat, meranggas,' dongeng baheula tentang hantu, raksasa, goblin, dan brownies, yang kini diceritakan oleh ibu-ibu yang sayang kepada anak-anaknya, sama seperti yang diceritakan oleh para ibu, berabad-abad yang lalu.
Seseorang bilang—maaf sekali lagi maaf kata—bahwa perayaan tahunan terbesar, di seluruh dunia, akan tetap ada jika Santa Claus, Kris Kringle, dan St. Nicholas, diambil dari karakter tradisional mereka, namun sepenuhnya fiktif. Bahkan telur Paskah yang tampak tak berdosa, yang terus menikmati popularitas tak terbatas oleh para tua dan muda, berasal dari mitos Arya kuno; sedangkan penggantungan kaus-kaki, pada hari Natal, tak lebih dan tak kurang dari suatu perbuatan takhayul, yang berasal dari mitos lain; atau, dalam bahasa sederhananya, tiada Santa, tiada kaus-kaki.
Benih yang pertama kali tertanam dalam lahan perawan, bakal menghasilkan panen yang melimpah. Drama panggung, opera, puisi, roman, lukisan, dan pahatan, yang berhubungan dengan perintah supernatural, sangat populer, sekarang ini, sama seperti dahulu.

Takhayul, tak mudah didefinisikan. Mengatakan bahwa ia, sebuah sifat yang dipercaya lebih dari yang dibenarkan oleh akal, menjadikan kita, seperti yang pernah terjadi, sama tak berdayanya; sebab bilamana akal-sehat sudah impoten, kita tak punya apapun yang tersisa guna dijadikan sandaran. Sama sekali tiada penyangga untuk menyandarkan pengungkit. Beberapa agama dan filsafat, yang pada mulanya memupuk takhayul, telah lama berbalik melawan semua kekuatan yang mereka miliki. Bahkan sains pun, tak dapat berharap menggulingkan apa yang semata dapat dicapai melalui kesadaran batin para insan, lantaran sains tak banyak berhubungan dengan sisi spiritual manusia. Sesuatu yang tak berwujud itu, masih luput dari genggamannya. Andai seluruh kekuatan gabungan peradaban, sejauh ini, secara nyata, kandas dalam menghapus takhayul, maka peradaban 'kan memburuk.

Kita mungkin pula, merujuk pada upaya beberapa cendekiawan terpelajar, yang menafsirkan takhayul modern dengan bantuan mitologi komparatif. Sangat menarik, jika tak sepenuhnya meyakinkan, teori telah dibangun pada baris ini. Pula, yang mengandung pelajaran, fakta bahwa beberapa cerita kanak-kanak yang sangat akrab di telinga kita, dapat ditelusuri ke dalam cerita tradisoinal rakyat yang lebih tua. Bahkan kisah zaman antik yang jauh, diklaim sebagai kisah kanak-kanak 'Jack and Jill' yang masyhur; sementara yang sangat mirip dengan kisah 'Little Red Riding Hood' ditemukan keasliannya, dalam cerita rakyat, manusia serigala yang tumbuh besar di Jerman; lalu kisah 'Jonah's Gourd,' dari negeri Timur, yang sampai pada kita, mungkin cerita asli 'Jack and the Beanstalk,' yang ada di Barat.
Tetapi, fakta tentang bertahannya semua takhayul kolot ini, sejauh ini, di antaranya kembali, sehingga seluruh jejaknya, kemudian hilang, tentu saja sebagai bahan pemikiran, sebab mereka tampaknya menikmati popularitas yang sama besarnya, seperti yang sebelumnya.
Takhayul, dengan demikian, terbukti sebaya dengan sejarah manusia, pertanyaan yang secara alami muncul, bukan bagaimana ia mungkin berasal dari Abad Kegelapan, melainkan bagaimana ia mempertahankan cengkeramannya dengan begitu kuat, selama berabad-abad berikutnya, hingga zaman kita.
Kebanyakan orang, kendatipun orang barbar, percaya pada keadaan masa depan, pada prinsip kebaikan dan kejahatan, dan penghargaan dan ganjaran. Maka tak perlu ada argumen, menjelaskan kerinduan yang tak terpuaskan demi mengorek masa depan, dan menemukan misteri yang tersembunyi. Gagasan yang sama, yang meresahkan pikiran generasi-generasi sebelumnya, juga tak dapat dikatakan secara jujur, telah menghilang sebelum kearifan yang dibanggakan dari zaman utilitarian ini. Laksana buah terlarang, ia dapat dikatakan sebagai subjek kecemasan terbesar bagi umat manusia yang lemah.

Lalu, dengan jimat inikah, kita berusaha menembus kegaiban dunia di luar kita? 'Diri manusia itu, apa adanya, cuma sedikit lebih rendah dibanding para malaikat,' yang merasa, dikaruniai dengan kekuatan supranatural, memanggil citra-batin sesuka hati, baik yang hidup maupun yang mati, membangun istana udara, dan mengaturnya sesuai dengan fantasinya, sebagaimana di Cathay maupun di Spanyol, berdiri di samping seorang kawan yang telah tiada, di puncak Mont Blanc, sesaat di antara salju, selanjutnya melayang-layang melewati taman-taman di Italia yang cerah—jika demikian, ia mampu menteleport dirinya ke alam negeri yang mempesona, semata dengan menggunakan kedipan imajinasinya—sesuatu yang mampu melayaninya dengan lebih baik, sebagai media komunikasi dengan sang anonim, dan apa yang akan menghalanginya berusaha memahami misteri terdalamnya? Napoleon sungguh berkata bahwa, imajinasi, mengatur alam semesta. Setiap orang telah merajah citranya sendiri tentang surga dan neraka sebagaimana Dante atau Milton, atau misteri ilahi sebenar Leonardo atau Murillo. Tentunya, imajinasi tak bisa melangkah lebih jauh.

Dari status takhayul zaman now, yang paling dapat dikatakan dengan jujur, bahwa beberapa bentuk terburuknya hampir atau telah punah, ada yang tampak semakin berkurang, sementara yang mewakili, mungkin, ekstrem terluas—yang paling kekanak-kanakan dan paling vital, semisal, sebagaimana gosip hambar di kedai-kopi di satu sisi, dan gerak-hati yang menentukan, di sisi lain, sebagaimana biasanya, cukup aktif. Makhluk tak beradab, seharusnya, sekarang, menjadi satu-satunya yang masih memegang kepercayaan pada takhayul, meskipun masih ada, makhluk terkini, yang meyakininya.

Semua kepercayaan takhayul ini, dengan sungguh-sungguh diwariskan oleh para ayah kepada anak-anaknya, di bawah sanksi yang berat, bersama dengan semua akumulasi tradisi leluhur langsung mereka sendiri. Dan dalam beberapa bentuk atau sejenisnya, baik menyaru di bawah samaran atau angan-angan konyol, takhayul terus berlanjut sejak saat itu, hingga saat ini.
Salah satu hasil pengamatan di bidang penelitian ini, bahwa kaum wanita, jika tak pada sifatnya, lebih percaya takhayul ketimbang kaum lelaki, memegang tradisi lama ini, jauh lebih kuat dibanding kaum maskulin. Di pedalaman, wanitalah yang siap bergaduh denganmu, jika, pada saat lengah, engkau dengan gagah-berani meragukan potensi berbagai gejalanya. Di perkotaan, masih kaum kenya yang memberi suaminya, sarana pesona atau yang semacamnya, agar dikenakan pada rantai arlojinya, sebagai perlindungan terhadap penyakit, ketidakstabilan, keterlambatan, atau kejadian hidup lainnya, yang tak terhitung, agar meyakininya, seperti yang ia lakukan, kurang lebih secara implisit, dianggap mujarab. Dalam segala yang berhubungan dengan pernikahan, pula, para puan biasanya sangat berhati-hati dalam bagaimana mereka mengabaikan dikta-dikta yang diterima tentang masalah yang mengkhawatirkan kebahagiaan masa-depan mereka, sebagaimana yang bakal mungkin, muncul."

Song Kodok, diam, lalu mengambil dan meminum jus lemonnya, kemudian berdendang,
Des yeux qui font baisser les miens
[Mata yang menatap mataku]
Un rire qui se perd sur sa bouche
[Tawa yang lepas dari bibirnya]
Voila le portrait sans retouches
[Lihatlah potretnya, tanpa retusan]
De l'homme auquel j'appartiens!
[Dari lelaki yang jadi milikku!]

Quand il me prend dans ses bras
[Saat ia 'bawaku dalam pelukannya]
Il me parle l'a tout bas
[Ia 'bicara lembut padaku]
Je vois la vie en rose *)
[Kulihat, 'hidup dalam rona mawar']
Tiba-tiba, "En kat!" sang sutradara tampil memberi arahan. "Mantap Boss! Adegan ini, akan kita aplod ke Twipper, Yountube, Instakilo, Faceduck, Toktok dan beberapa media sosial lain. Semoga viral, memperoleh banyak follower, dan Addendum Ketiga yang kita ajukan, tidak tekor."
"Sip!" sang kodok mengangkat jempolnya. "Selanjutnya, Tek Tuu!" kata sang sutradara, "Kameraaa ... Eksiooong!" dan kamerapun digerakkan ke atas, ke bawah, ke kanan dan ke kiri.

Rembulan lalu berkata, "Pawang-hujan, peramal-nasib, seni-ramal tapak-tangan, astrologi, telepati, hipnotisme, dan bahkan menentukan hari tertentu guna pengambilan keputusan atau pelantikan, terus berkembang, baik sebagai sarana mencari nafkah, maupun pengalihan yang disengaja ataupun tak di sengaja, meninggalkan jejaknya pada kesadaran batin, yang sama di antara satu kasus, dengan kasus lainnya.
Begitu banyak yang tak dapat disangkal, ia tegak dihadapan setiap penguji kebenaran yang melihat fakta-fakta ini, dengan mata tak berkedip. Kedunguan kita, tak berani memohon. Perintah akal-sehat, takkan memperkenankan kita, mengabaikan apa yang tak kita pahami dengan tertawa, mengangkat bahu, atau mencibir. 'Mencaci-maki itu, bukanlah sebuah jawaban.'
Mari kita, setidaknya, jujur tentang hal ini. Sesungguhnya, di dalam Takhayul ada pelajaran moral, namun ada pula, Pelajaran Moral sejati tanpa takhayul. Karenanya, Allah memerintahkan kepada mareka yang mau berpikir, agar mengerahkan nalarnya, mencermati gejala, dan menemukan benang-merah di antara keduanya, supaya Aqidah tak terlanggar, dan menjauhkan mereka dari ketergelinciran, bukan hanya ke dalam kolam, melainkan juga, ke dalam jurang Jahannam yang paling dalam. Diam, mungkin Emas, namun, tak membuat orang, bertobat. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Samuel Adams Drake, The Myths and Fables of To-day, Lee and Shepard
*) "La Vie en Rose" karya Edith Piaf