Kutipan dan Rujukan:"Semua orang—setiap orang entah siapapun—kepingin dihormati. 'Tul enggak? Bila engkau merenungkannya barang sejenak, engkau akan menyadari bahwa orang ingin diperlakukan dengan sopan, dengan penghargaan, penuh-perhatian, dan penghormatan yang tulus, dimanapun mereka berada, dan dalam keadaan apapun," sang Purnama bergerak maju ke topik lain."Di tempat kerja, orang gemar diperlakukan dengan santun dan dihormati karena keterampilan dan pengalamannya. Mereka ingin pilihan pribadi dan hidup mereka, tak dihakimi, direndahkan, atau dikritik. Mereka mendambakan, diperlakukan secara adil dan jujur oleh bos-bos mereka; dan tatkala berbuat-salah, mereka lebih suka diberitahu tentangnya secara hormat, secara pribadi. Pendek kata, semua orang sangat suka diperlakukan secara beradab.Jadi, pernahkah engkau bertemu atau mendengar seseorang yang sebenarnya ingin diremehkan, diabaikan, direndahkan, micro-managed [diatur secara berlebih-lebihan], dan diperlakukan kasar oleh atasan atau koleganya, di depan umum atau secara pribadi? Pada kenyataannya, tiada seorangpun yang mau diremehkan. Namun, bisa jadi, seperti yang engkau sadari dari pengalamanmu sendiri, perilaku tak beradab, sering terjadi di tempat kerja.Sebenarnya ada dua jenis rasa-hormat [respect] : instan dan developed. Instant respect (atau instant disrespect) ialah reaksi naluriah yang tak disadari, yang biasanya terjadi hanya beberapa milidetik setelah melakukan kontak tatap-muka dengan seseorang yang belum pernah kita temui sebelumnya. Instant respect/disrespect ini, hampir selalu didasarkan pada isyarat-isyarat yang terlihat, semisal jenis-kelamin, ras, etnis, usia/generasi, pakaian (suasana dan cara pemakaiannya), ekspresi wajah, tipe dan ukuran tubuh, gaya-rambut, tindikan-telinga, tato, dan seterusnya. Kita mungkin pula merasakan tingkat energi dan suasana hati seseorang, manakala kita pertama kali bertemu dengannya atau mendengarkan sesuatu yang mengiringi suaranya, seperti aksen atau nada-bicaranya. Beberapa atau semua isyarat ini, kemudian hampir seketika bergabung di otak kita untuk memicu bias positif/negatif yang sebelumnya berkembang dalam diri kita masing-masing, yang kemudian mengarah pada reaksi instant respect/disrespect.Sebagai contoh bagaimana mekanisme bawah sadar ini berfungsi. Cobalah bayangkan, engkau sedang menghadiri acara publik di luar ruangan—seperti pameran jalanan—yang dipenuhi orang-orang yang lalu-lalang, masuk warung-makan, nonton konser, membeli hadiah, dll. Sekarang, bayangkan, engkau berjalan melewati seorang polisi berseragam yang sedang berdiri dengan tenang, tersenyum pada semua orang seraya mengamati keramaian. Kemungkinan besar, kendatipun engkau tak tak mengenalnya secara pribadi, engkau akan langsung bereaksi dengan hormat kepada sang polisi, lantaran menghormati pekerjaannya, seragamnya, kedudukannya dalam masyarakat kita, dan karena saat ini, mereka tampak ramah dan bersedia membantu. Engkau bahkan mungkin melakukan kontak-mata, tersenyum-tulus, mengangguk, dan menyapa 'Apa kabar Pak?' atau sapaan lain yang bersahabat.Nah, coba kita mundurkan waktu selama satu menit dan bayangkan bahwa, di masa yang lewat itu, engkau punya satu atau lebih interaksi negatif dengan makhluk yang namanya, polisi; pertemuan dimana engkau digeledah atau ditangkap secara agresif, atau engkau merasa diperlakukan sangat tidak adil, diremehkan, atau tak dihargai. Bila hal ini, pengalaman pribadimu, kemungkinan besar, engkau bakal langsung bereaksi tak hormat kepada petugas yang berdiri di pameran jalanan tersebut, walaupun engkau belum pernah melihat petugas tersebut sebelumnya. Boleh jadi, engkau takkan bereaksi apa-apa tentang instant respect/disrespect-mu, boro-boro tersenyum, mengangguk, dan menyapa mereka dengan hangat, tak diragukan lagi, engkau bakalan berjalan tanpa melakukan kontak-mata, dan dengan cepat, menjauh dari tatapannya.Mekanisme instant respect/disrespect yang sama, ikut bermain dalam tempat kerja. Misalnya, jika engkau bertemu karyawan baru untuk pertama kalinya dan mereka tampak cocok bagimu, mengenakan pakaian yang engkau anggap pantas, beraroma segar dan bersih, serta bernada-suara yang hangat dan ramah, serta jabat-tangan yang kuat, maka engkau bakal langsung bereaksi menghormatinya. Namun, jika ia berpakaian awut-awutan atau mengenakan apa yang engkau pandang terkesan suara serak, sengau, atau bindeng, dan jabat-tangan yang lemas atau dingin, engkau mungkin akan langsung bereaksi tak hormat. Sekali lagi, secara umum, kebanyakan dari kita, sama sekali tak menyadari mekanisme ini, meskipun ia terus berfungsi di dalam diri kita.Tipe kedua disebut 'developed respect/disrespect.' Jenis rasa-hormat atau tidak hormat ini, berkembang dari waktu ke waktu, ketika kita belajar lebih banyak tentang 'invisible attributes' seseorang seperti bakat, keterampilan, pendidikan, pengalaman, kecenderungan politik, kebangsaan, status perkawinan dan orang tua, agama, dll.Kembali ke contoh tempat kerja: jika engkau bertemu dengan karyawan baru dan langsung bereaksi dengan hormat kepada mereka, dan kemudian engkau mengenal orang tersebut, serta belajar tentang pengalaman, keterampilan, dan pendidikannya, lalu segala hal tersebut, membuatmu terkesan dan/ atau mirip dengan apa yang engkau punyai, dan engkau mendapati orang tersebut secara konsisten menghormati dan profesional kepadamu dan orang lain, lalu engkau temukan pula bahwa ia menghormati komitmen dan melakukan apa yang engkau pandang sebagai 'good job', maka, sangat sangat mungkin bahwa engkau akan mengembangkan 'developed respect' tingkat tinggi terhadap karyawan baru itu.Namun bila yang terjadi, kebalikannya, dan seiring waktu engkau menemukan bahwa sangat sedikit kesamaan di antara dirimu dan dirinya, dan engkau tak terkesan dengan pengalaman, keterampilan, atau pendidikannya, dan ia bagimu, terkesan tak santun dan tak profesional dalam interaksi denganmu dan orang lain, serta tak melakukan apa yang engkau anggap sebagai 'good job,' maka hampir dapat dijamin bahwa engkau akan membangun 'developed disrespect.' terhadap karyawan baru tersebut.Memahami 'developed respect/disrespect,' sangatlah penting sebab mekanisme di dalam diri kita masing-masing yang disebut 'confirmation bias,' membuat sangat sulit bagi kita mengubah pendapat karyawan baru. Confirmation bias terjadi setelah kita mengambil keputusan tentang seseorang, saat kita mendapati diri kita terus-menerus melihat dan menafsirkan segala yang ia ucapkan dan lakukan sebagai konfirmasi atas apa yang telah kita putuskan. Seolah-olah kita mengenakan kacamata-hitam tertentu, setiap kali kita melihat orang itu, dan kita melihat semua yang mereka lakukan semata melalui kacamata hitam itu. Dan kita bahkan tak menyadari bahwa, sebenarnya kita juga memilikinya!Egnkau mungkin pernah mendengar tentang gaya manajemen dan kepemimpinan yang disebut 'Respectful Leadership' dan 'Command and Control Lesdership.'Respectful Leadership sering pula dikenal sebagai 'Servant Leadership,' yang merupakan praktik para pemimpin yang melayani sebagai pelayan atau pengurus organisasinya dan orang-orang yang bekerja di sana. Istilah Respectful Leadership lebih luas dibanding Servant Leadership, sebab 'being respectful' merupakan sesuatu yang dapat engkau praktikkan setiap saat—di tempat kerja, di rumah, dimana saja—dan sebab menggunakan kata 'servant' bisa dianggap kurang pantas. Respectful Leadership juga menular. Akan nampak bila seorang pemimpin mulai memperlakukan karyawan dengan hormat dan menerima hasil yang baik sebagai balasannya, yang lain mengikuti tren dan mulai meniru perilaku tersebut. Manajer mulai memperlakukan karyawan dengan lebih hormat; karyawan mulai saling-memperlakukan dan pula kepada pelanggan, dengan lebih hormat; dan segera, pergeseran budaya terjadi.'Command and Control' secara kasar dimaknai menjadi 'Do as I tell you, because I’m your boss.' Turunan yang sedikit lebih halus dari 'Command and Control,' ialah praktik menggunakan teknik 'carrot-and-stick' guna mendorong kinerja. Dengan kata lain, 'you’ll be rewarded if you do your job as commanded, and punished if you don’t.'Inilah masalah mendasar dengan gaya manajemen seperti ini: penelitian dan studi selama beberapa dekade, bersama dengan jutaan survei karyawan dan segunung bukti anekdotal dari seluruh dunia, memperjelas bahwa sebagian besar kaum menungso yang berada di pihak penerima pendekatan ini, semata tak menyukainya. Kebanyakan orang, tak suka diperintah, diberitahu persis apa yang harus dilakukan, dan diatur secara mikro oleh bos mereka. Dan mereka merasa pendekatan 'carrot-and-stick' merendahkan dan mengabaikan kemungkinan bahwa mereka bisa jadi benar-benar ingin melakukan pekerjaan dengan baik karena kebanggaan pribadi, atau karena mereka benar-benar peduli melakukan hal yang benar dan menghasilkan sesuatu yang baik—bukan sekadar mereka di 'rewarded and punished.'Singkatnya, gaya manajemen command-and-control/carrot-and-stick menimbulkan ketakutan dan stres di tempat kerja lantaran tak ada penghormatan, menurunkan motivasi, mengintimidasi, dan kerap mempermalukan. Jika mengalaminya berulang-kali, kemungkinan besar, daripada terus bertahan, sebagian besar karyawan pada akhirnya akan memberontak, berhenti, atau pindah. Dalam konteks ini, pepatah lama 'People leave managers, not companies' punya makna kebenaran yang kuat, bukan? Turunan langsung command-and-control/carrot-and-stick juga biasanya dianggap tak beradab oleh mereka yang tunduk padanya. Penelitian menginformasikan kita bahwa manakala dihadapkan pada pilihan antara pekerjaan dengan upah lebih tinggi yang berdaya-guna bagi seorang manajer, yang secara konsisten menggunakan pendekatan carrot-and-stick dan pekerjaan yang sama dengan upah yang lebih rendah di bawah manajer yang mempraktikkan Respectful Leadership, sebagian besar karyawan akan memilih yang terakhir, jika mereka boleh memilih.Ada kebanyakan orang yang benar-benar baik dan memperlakukan kita dengan baik, dan ada pula orang-orang yang misi hidupnya—setidaknya pada saat engkau bertemu dengannya—seolah mempersulit hidupmu.Lantas, apa yang bisa engkau lakukan? Hanya ada dua pilihan. Salah satu pilihannya, turun ke tataran mereka, dan berjongkok di sana, di selokan 'skills' orang yang paling kasar dan paling menjijikkan. Engkau bisa bertarung dengan mereka, berdebat dengan mereka, mengalahkan mereka. Tunjukkan pada mereka dengan siapa mereka berurusan, tunjukkan pada mereka bahwa mereka tak bisa memaksamu. Tentu saja, jika engkau melakukannya, engkau mungkin tetap tak mendapatkan apa yang engkau inginkan. Dan kendatipun engkau melakukannya, engkau mungkin akan merasa lebih buruk tentang dirimu sendiri, dan dalam prosesnya membuat musuh seumur hidup, bertemu dengan orang-orang itu di masa-depan, menjadi lebih sulit, menyakitkan, dan bermasalah.Dan kemudian ada pilihan lain: engkau bisa menang! Bila menggunakan kata 'menang', yang kumaksud bukanlah jenis kemenangan yang beroperasi dengan membuat orang lain kalah. Jauh dari itu. Bahkan, justru sebaliknya. Yang kumaksud dengan 'menang' ialah mendapatkan apa yang engkau inginkan dari orang itu, seraya meninggalkan kesan yang baik tentangmu dan situasi yang dihadapi. Dan betapa dahsyatnya perasaan pencapaian itu!Kita semua tahu bahwa 'orang yang dapat mengendalikan emosinya dan menjadikan musuh sebagai kawannya, orang yang terkuat.' Sikap mental positif yang nyata dapat berperan utama dalam kesuksesan seseorang, namun sikap seperti itu, merupakan hasil dari persiapan. Dengan kata lain, sikap mental positif yang sejati, hanya dimungkinkan melalui seseorang yang punya amunisi pendukung. Engkau mengembangkan sikap mental yang positif dengan menjadi ahli dalam apa yang engkau lakukan, dengan memahami kenyataan tentang apa yang diperlukan agar berhasil, dan dengan mempunyai disiplin-diri yang mendasarkan tindakanmu pada kenyataan itu.Siklus kesuksesan terus berlanjut: Semakin siap seseorang, ia akan makin percaya diri, yang diterjemahkan menjadi sikap mental positif alami, yang pada gilirannya, meningkatkan peluang suksesnya. Engkau dapat menetapkan semua tujuan yang engkau kehendaki, akan tetapi, jika engkau tak siap, engkau takkan mencapainya. Persiapan dan sikap mental positif, bekerjasama membantu mencapai tujuanmu. Ada teori yang disebut the Theory of Next, yang menyatakan, 'Kunci mempertahankan sikap mental yang positif ialah dengan menyadari bahwa tiada kesepakatan yang penting-penting amat. Orang dengan sikap mental positif sejati, punya kekuatan untuk mengatakan 'Next!' dan cepat beralih kepada kesepakatan berikutnya dikala ada sesuatu hal yang tak berjalan-mulus.Pernahkah ada saat-saat dikala segala sesuatunya tak berjalan-mulus? Ya ada. Kapan itu? Mari kujelaskan seperti ini,Aku pernah mendengar ungkapan, 'Jangan coba-coba mengajari babi bernyanyi. Itu hanya akan menjadikanmu frustrasi, dan memang, sang babi merasa terganggu!' Demikian pula, engkau dapat mengatakan, 'Jangan pernah berdebat dengan orang-gila.'Bila aku menggunakan kata 'gila', aku tak berbicara tentang seseorang yang punya keadaan medis tertentu di luar kendali mereka. Aku berbicara tentang orang-orang yang berkepribadian tak menyenangkan atau berperilaku tertentu—dan biasanya sangat negatif—tentang sesuatu. Akupun tak berbicara tentang adagium, 'Sing waras ngalah.'Orang-orang ini, yang oleh latarbelakang apapun, takkan mau bekerjasama denganmu, denganku, atau siapapun. Keadaan emosional mereka telah menentukan fakta, dan pikiran mereka, tak dapat dibuka melalui logika atau emosi. Posisi mereka, 'Aku tahu apa yang aku pikirkan—jangan bingungkan aku dengan faktanya!' Mereka mungkin merasa dirugikan oleh seseorang atau sesuatu yang tak ada hubungannya denganmu, dan sekarang mereka membalas sebanyak yang mereka peroleh. Orang-orang seperti itu, sering tak sadar bahwa itulah yang mereka lakukan. Mereka seolah selalu yakin bahwa merekalah orang yang paling pengertian dan berpikiran terbuka di seluruh jagad-raya ini. Tentu saja, tidak—namun baik dirimu maupun diriku, takkan merubah pikiran mereka tentang hal itu."Sang Purnama diam sejenak, lalu melanjutkan, "Dari pohon sonokeling, Hanoman melihat Rahwana memerintahkan para rakshasi, lalu pergi. Ia masuk ke dalam istananya lagi. Para rakshasi, yang bertampang serem, bergegas mendekati Sita. Mereka, yang tak berperasaan dan dikuasai amarah, mendekati Sita. Mereka berbicara kepada Waidehi dengan kata-kata yang sangat kasar. ‘Rahwana yang berjiwa besar itu, keturunan Pulastya yang agung. Hai Sita! Engkau telah menunjukkan rasa tidak hormat yang besar.'Setelah itu, rakshasi bernama Ekajata mengucapkan kata-kata ini kepada Sita, menyebutnya orang yang pinggangnya bisa digenggam di tangan. Pinggangnya cukup ramping ditangkupkan oleh kedua tangan. Tapi pinggang yang ramping bukanlah tanda kecantikan di antara para rakshasa. Matanya merah tembaga dalam kemarahan, 'Di antara enam Prajapati, Prajapati keempat, putra yang lahir melalui kekuatan mental Brahma. Ia masyhur sebagai Pulastya. Melalui kekuatan mentalnya, maharshi Pulastya yang energik berputra. Namanya Wisrawa dan ia laksana Prajapati yang bersinar. Hai yang bermata besar! Putranya itu, Rahwana, yang membuat musuh-musuhnya berteriak. Engkau harus menjadi istri penguasa rakshasa. Hai orang yang indah anggota tubuhnya! Mengapa engkau tak menghargai kata-kata yang telah kuucapkan?’ Mendengar ini, seorang rakshasi bernama Harijata mengucapkan kata-kata ini. Matanya laksana mata-kucing dan ia melebarkan matanya lantaran marah. ‘Delapan Wasu, sebelas Rudra, dua belas Aditya dan dua Ashwin dan raja mereka, telah dikalahkan olehnya. Engkau harus menjadi istri sang penguasa rakshasa. Ia bertabur oleh keberanian. Ia pemberani. Ia tak pernah mundur dari medan laga. Ia kuat dan berani. Mengapa engkau tak mau jadi istrinya? Raja yang sangat kuat akan menyerahkan istrinya, yang paling dihormatinya. Mengabaikan semua yang sangat beruntung itu, Rahwana akan menjamumu. Di dalam istananya yang megah, penuh dengan beragam jenis permata, ada seribu wanita. Meninggalkan mereka semua, Rahwana akan meladenimu. Dalam pertarungan, ia telah melucuti senjata para dewa, ular, gandharwa dan danawa. Orang yang telah mengalahkan mereka dalam pertempuran telah datang ke hadapanmu. Rahwana yang berjiwa besar memiliki semua kekayaan. Hai engkau yang jahat! Mengapa engkau tak mau menjadi istri tuan rakshasa itu? Matahari tak membakarnya. Angin takut padanya dan tak bertiup. Hai yang bermata panjang! Mengapa engkau tak mau menyertainya? Pepohonan menyirami bunga lantaran takur padanya. Hai engkau yang beralis sempurna! Gunung dan awan menghasilkan air yang diinginkannya. Hai engkau yang indah! Ia raja dari segala raja di kerajaan nairitta. Mengapa pikiranmu tak mau berubah jadi istri Rahwana? Hai ratu! Hai yang cantik! Ini enar dan aku telah mengucapkan kata-kata yang bermanfaat bagimu. Hai yang memiliki senyum indah! Terimalah. Jika tidak, engkau takkan ada lagi.’Para rakshasi, dengan wajah cacat, mendekati Sita. Dengan kasar, para wanita itu menyapanya dengan kata-kata yang tak menyenangkan dan kasar. 'Hai Sita! Istana Rahwana sangat menyenangkan bagi semua makhluk. Ia penuh dengan sofa mahal. Mengapa engkau tak menunjukkan rasa hormat untuk tinggal di sana? Engkau manusia dan engkau seharusnya tak menunjukkan rasa-hormat yang besar menjadi istri manusia. Hilangkan bayanganmu terhadap Rama. Jika tidak, engkau bakalan kelar.'Sita, yang matanya laksana teratai, mendengar kata-kata para rakshasi. Matanya berlinang air mata, ia mengucapkan kata-kata ini. 'Kalian semua telah berkumpul dan mengucapkan kata-kata yang dikutuk oleh dunia. Dalam benakmu, mengapa kata-kata ini tak dianggap sebagai dosa? Seorang wanita manusia tak boleh menjadi istri seorang rakshasa. Jika engkau mau, engkau semua boleh melahapku. Tapi aku takkan menuruti kata-katamu. Rama mungkin tertekan dan ia mungkin telah dipisahkan dari kerajaannya. Tapi ia suami dan pembimbingku.’Mendengar kata-kata Sita, para rakshasi bermata-gelap saking marahnya. Didesak oleh Rahwana, mereka mengancamnya dengan kata-kata kasar. Hanoman terdiam, bersembunyi di pohon sonokelingnya. Sang wanara mendengar para rakshasi mengintimidasi Sita. Saat ia gemetar, mereka dengan gusar mengelilinginya dari segala penjuru. Mereka menjilat-jilat bibir merahnya, dengan cara yang menakutkan dan memamerkan taring panjangnya. Dengan memberangsang, mereka dengan cepat meraih kapak-perang dan berkata, 'Orang ini, tak pantas menjadi istri Rahwana, penguasa para rakshasa.' Si manis bermata-bola di teror dengan cara yang traumatis oleh para rakshasi. Sambil meneteskan air-mata, ia mendekat ke pohon sonokeling. Di sekitar pohon sono, Sita dikelilingi oleh para rakshasi. Sang mata-indah bola-pingpong terduduk dan dirundung nestapa. Ia lemas dan wajahnya kuyu. Warna pakaian yang dikenakannya telah memudar. Dari segala penjuru, para rakshasi mengerikan itu, mengintimidasinya.Ada rakshasi bernama Winata dan mukanya sangat angker. Gigi dan perutnya menonjol. Menampakkan wajah sangarnya, ia berkata, 'Hai Sita! Engkau telah menunjukkan kasih yang mendalam kepada suamimu. Alangkah beruntungnya engkau! Dalam segala hal, namun segala sesuatu yang berlebihan, bakal menimbulkan kesulitan. Hai engkau yang beruntung! Aku kagum denganmu. Engkau telah mengikuti norma-norma yang dibuat oleh manusia. Hai Maitili! Namun, aku mengucapkan kata-kata kepadamu, yang bersifat pengobatan. Bertindaklah sewajarnya. Sajikan Rahwana sebagai suamimu. Ia penguasa semua rakshasa. Ia berani dan gagah. Ia bagaikan Wisaya, pemimpin para wasu. Ia telah sempurna dan siap melepaskan. Ia berbicara dengan ramah kepada semua orang. Rama itu, manusia yang menyedihkan. Tinggalkan dan mohonlah perlindungan pada Rahwana. Hai Waidehi! Engkau bakalan punya balsam surgawi di sekujur tubuhmy. Engkau akan berhias dengan ornamen surgawi. Mulai hari ini, jadilah nyonya seluruh dunia. Wahai ratu! Wahai yang cantik! Jadilah Swaha terhadap Agni, atau Indrani terhadap Indra. Hai Waidehi! Rama itu, payah dan sudah tua. Apa yang bisa engkau kerjakan bersamanya? Jika engkau tak bertindak sesuai dengan kata-kataku ini, saat ini juga, kita semua bakal menyantapmu.’Ada pula rakshasi yang namanya Wikata. Buah-dadanya menjuntai. Ia mengaum, mengacungkan tinjunya dan dengan berang berbicara kepada Sita. 'Hai yang berpikiran buruk! Engkau telah mengucapkan banyak kata yang tak menyenangkan. Hai Maitili! Hanya karena kelembutan dan rasa kasihan kamilah terhadapmu, kami bisa menoleransinya. Namun engkau tak mau menuruti kata-kata kami yang sangat berfaedah, yang sesuai di zaman ini. Engkau telah dibawa ke pantai lautan ini, yang sangat sulit dijangkau. Hai Maitili! Engkau telah memasuki bagian dalam Rahwana yang mencekan. Engkau terpenjara di istana Rahwana dan kami melindungimu dengan sangat baik. Bahkan Purandara sendiri, takkan bisa menyelamatkanmu. Hai Maitili! Turutilah kata-kataku. Sudah cukup banyak air-mata yang keluar. Singkirkan kesia-siaan duka-lara ini. Berbaktilah pada kasih-sayang dan suka-cita. Tinggalkan kesengsaraan yang tak henti-hentinya ini. Hai Sita! Seperti yang engkau inginkan, berolahtubuhlah dengan gembira bersama raja rakshasa. Engkau tahu bahwa masa-muda wanita takkan bertahan lama. Sampai selesai, nikmati kebahagiaannya. Bersama raja para rakshasa, jelajahi taman, gunung, dan rerumputan yang indah. Tujuh ribu wanita akan tetap di bawah kendalimu. Hadirkan Rahwana sebagai suamimu. Ia penguasa semua rakshasa. Hai Maitili! Jika engkau tak menuruti kata-kata yang telah kuucapkan, Akan kucabut hatimu dan menggeramusnya.’Ada rakshasi bernama Candodari dan berawajah brutal. Ia memutar-mutar tombak raksasa dan mengucapkan kata-kata ini. 'Mata orang ini, gelisah bagaikan mata-rusa. Karena ketakutannya, dadanya bergentar. Saat melihatnya, diculik oleh Rahwana, seleraku muncul. Aku akan memakan hati, limpa, jantung dan uratnya, isi perut dan kepalanya.’Rakshasi lain bernama Pragaasa menanggapi. 'Mari kita penggal leher orang yang keji ini. Mengapa menunda? Mari kita beritahu raja bahwa wanita ini telah mati. Tak ada keraguan bahwa ia akan menyuruh kita meyantapnya.’Tanggapan rakshasi bernama Ajamukhi, seperti ini. 'Mari kita bunuh, mutilasi jadi potongan-potongan yang sama dan kita bagi di antara kita. Kita akan membaginya di antara kita sendiri. Aku tak suka pertengkaran. Biarlah minuman dibawa dengan cepat disertai beragam karangan bunga.’Mendengarnya, seorang rakshasi bernama Surpanakha asal njeplak. 'Aku suka apa yang dikatakan Ajamukhi. Arak menghancurkan segala kesedihan. Biar cepat dibawa. Setelah kita mencicipi daging manusia, kita akan menari di hadapan Nikumbala.’Sita merasakan histeria akibat cara para rakshasi yang sangat menyeramkan. Ia menanggalkan ketabahannya, lalu terisak. Para rakshasi yang kejam, mengucapkan banyak kata-kata kasar dan mengerikan. Putri Janaka tersedu-sedu. Ia sangat ketakutan dan suaranya serak oleh air-matanya. Berseru, Waidehi dengan lantang berkata kepada para rakshasi, 'Seorang wanita tak boleh menjadi istri rakshasa. Aku takkan mematuhi ucapanmu. Jika engkau semua menginginkannya, kalian boleh memakanku.’ Sita berada di tengah kerumunan para rakshasi. Ia telah diintimidasi oleh Rahwana. Dirundung nestapa, ia tak dapat menemukan kedamaian. Ia gemetar dan sepertinya tenggelam ke dalam raganya sendiri. Ia laksana rusa betina di dalam belantara, terpisah dari kawanannya dan tertindas oleh para serigala. Lantaran merasakan derita yang mendalam, ia berpegangan pada cabang yang sedang mekar. Berduka dan kepalanya terasa remuk.Melihat ini, Trijata membentak mereka, 'Makanlah dirimu sendiri. Jangan memakan Sita!' Para rakshasi majenun pun merasa gusar. Mereka pergi ke Rahwana guna melapor tentang hal ini.Mengabaikan mereka, Trijata malah bernyanyi,Kalau cinta sudah dibuangJangan harap keadilan akan datangKesedihan hanya tontonanBagi mereka yang diperkuda jabatan *)Hanoman sang pemberani, mendengar kebenaran tentang segalanya—Sita, Trijata, dan intimidasi para rakshasi yang menciutlkan-hati. Ia memandang sang ratu, dalam benak sang wanara, muncul beragam fikrah. Ia menggarisbawahi aturan dasar Kesuksesan, 'Sukses tergantung pada dukungan orang lain. Satu-satunya rintangan antara engkau dan apa yang hendak engkau peroleh, ialah dukungan orang lain.' Dukungan dalam konteks ini, bermakna, punya banyak orang, yang berpihak di sisimu."
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- Robert Ringer, To Be or Not Tobe Intimidated? That is the Question, MJF Books
- Robert Ringer, Winning Through Intimidation, International Kindle White Paper
- Gregg Ward, The Respectful Leader: Seven Ways to Influence Without Intimidation, Wiley
- Bob Burg, The Art of Persuasion: Winning Without Intimidation, Tremendous Life Books
*) "Bongkar" karya Sawung Jabo & Iwan Fals
[Bagian 11]
[Bagian 9]