Kutipan & Rujukan:"Positioning merupakan sebuah konsep pemasaran yang paling kuat," Sang Purnama memunculkan sebuah proposisi. "Positioning dimulai dengan produk. Sepenggal barang dagangan, layanan, perusahaan, institusi, atau bahkan seseorang—boleh jadi, dirimu sendiri. Namun positioning bukanlah apa yang engkau lakukan terhadap suatu produk. Positioning itu, apa yang engkau lakukan terhadap pikiran para calon pelanggan. Maknanya, engkau memposisikan produk dalam benak para prospek. 'Bagaimana engkau membedakan dirimu dalam pikiran para prospekmu' merupakan definisi kekinian tentang Positioning. Maka tidak benar menyebut konsep tersebut sebagai 'pemosisian produk'. Seolah-olah engkau melakukan sesuatu pada produk itu sendiri. Bukan berarti pemosisian tak melibatkan perubahan. Memang sih. Tapi, perubahan dilakukan pada nama, harga dan kemasan, yang sebenarnya bukan merupakan perubahan produk sama sekali. Semua itu, pada dasarnya perubahan dandanan atawa busono, yang dilakukan bertujuan mengamankan posisi yang berharga dalam pikiran calon pelanggan. Positioning merupakan pula pemikiran pertama yang mengatasi masalah agar didengar dalam masyarakat kita yang 'overcommunicated society.'Jika satu kata yang dapat diucapkan guna menandai catatan periklanan dalam dekade terakhir, kata itulah 'positioning'. Ia telah menjadi kata-kunci kalangan periklanan dan pemasaran di seluruh dunia. Positioning telah mengubah cara permainan periklanan yang dimainkan saat ini. Siapapun boleh menggunakan strategi positioning untuk maju melangkah dalam the game of life. Dan harap diperhatikan: Jika engkau tak memahami dan menggunakan prinsip-prinsipnya, para pesaingmu, bakalan melakukannya.Agar tiba pada kesuksesan di masa-kini, engkau seyogyanya menyentuh landasan dengan realita. Dan realita yang benar-benar penting itu, apa yang sudah ada dalam benak para calon pelanggan. Berkreasi, memunculkan sesuatu yang belum ada dalam otak, sedang dalam masa sulit-sulitnya, paling tidak, mustahil. Pendekatan dasar positioning, bukanlah menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, melainkan memanipulasi apa yang telah ada di dalam benak, guna mengikat kembali koneksi yang sudah ada.Saat ini, pasar tak responsif lagi terhadap strategi yang berkhasiat di masa-lalu. Ada terlalu banyak produk, terlalu banyak perusahaan, dan terlalu banyak hiruk-pikuk pasar. Pertanyaan yang paling sering diajukan ialah mengapa; mengapa kita perlu pendekatan baru dalam periklanan dan pemasaran? Jawabannya, bahwa kita telah menjadi overcommunicated society. Dalam overcommunicated society, membicarakan dampak iklanmu sama dengan melebih-lebihkan potensi efektivitas pesanmu. Pandangan egosentris inilah yang tak ada hubungannya dengan realitas pasar. Dalam belantara komunikasi di luar sana, satu-satunya asa guna mendapat skor besar ialah selektif, berkonsentrasi pada target sempit, berlatih segmentasi. Dalam satu kata, 'positioning.' Pikiran, sebagai pertahanan terhadap volume komunikasi saat ini, menyaring dan menolak banyak informasi yang ditawarkan. Secara umum, pikiran semata menerima apa yang sesuai dengan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya. Jutaan dolar telah terbuang sia-sia demi mengubah pikiran dengan iklan. Setelah pikiran terbentuk, hampir tak mungkin mengubahnya. Tentulah tidak dengan kekuatan yang lemah seperti iklan. 'Jangan bingung dengan fakta, pikiranku telah terbentuk.' Itulah cara hidup bagi kebanyakan orang. Rata-rata manusia, dapat mentolerir jika diberitahu sesuatu yang tak diketahuinya—itulah sebabnya 'berita' merupakan pendekatan periklanan yang efektif. Namun rata-rata manusia, sulit menerima jika ia diingatkan bahwa ia keliru. Mengubah pikiran merupakan jalan menuju bencana periklanan. Kebodohan berusaha mengubah pikiran manusia menjadi salah satu prinsip terpenting dari konsep positioning. Salah satu prinsip inilah yang paling sering dilanggar oleh kalangan pemasaran. Secara harfiah, jutaan dolar terbuang setiap hari oleh perusahaan yang mencoba mengubah pikiran para prospek mereka.Banyak faktor yang mempengaruhi positioning, tapi sekarang, mari kita fokus pada para pemimpin pasar. Sejarah menunjukkan bahwa merek pertama yang masuk ke dalam otak, rata-rata, mendapat dua kali pangsa pasar jangka panjang dibanding merek No. 2 dan dua kali lagi sebanyak merek No. 3, dan keterkaitannya tak mudah diubah. Perusahaan seperti Avis dan SevenUp menemukan posisi alternatif yang pantas menjadi pemimpin pasar, namun kebanyakan perusahaan, tak mau, sukses atau tidak, jadi also-ran [kontestan yang tak menang]. Mereka ingin menjadi pemimpin seperti Hertz atau Coke. Jadi bagaimana engkau bisa memimpin? Sebenarnya, cukup sederhana. Ingat Charles Lindbergh dan Neil Armstrong? Engkau menjadi yang pertama sampai di sana, semata dengan GOOD QUALITY TERBANYAK yang engkau punyai. Cukuplah LEADERSHIP, menjadi strategi pemasaranmu yang paling efektif. Coba perhatikan pertarungan pemasaran intensif yang terjadi antara PepsiCola dan CocaCola. Terlepas dari langkah pemasaran yang sukses selama bertahun-tahun oleh penantang Pepsi, siapa yang memimpin perlombaan para cola? Mengapa tidak, tentu saja CocaCola. Setiap enam botol Coke yang terjual, Pepsi cuma berhasil menjual empat. Dan begitulah seterusnya. Sang pemimpin, menandai kategori demi kategori, mengungguli penjualan merek nomor dua dengan selisih yang lebar. Hertz menjual lebih banyak dari Avis, General Motors menjual lebih banyak dari Ford, Goodyear menjual lebih banyak dari Firestone, McDonald's menjual lebih banyak dari Burger King, General Electric menjual lebih banyak dari Westinghouse. Dan hasilnya: Hertz fine-fine aja; General Motors terhuyung-huyung; Firestone pecah-ban; Westinghouse ambyar. Di luar sana, pertarungan makin sengit. Banyak pakar pemasaran meremehkan keunggulan yang teramat banyak menjadi yang pertama. Terlalu sering mereka mengaitkan kesuksesan, semisal Kodak dan IBM serta Coke, dengan 'ketajaman pemasaran'.Namun ketika sepatu dikenakan oleh kaki yang lain, bilamana sang pemimpin pasar tak menduduki posisi pertama dalam kategori baru, produk baru itu, biasanya menjadi sebuah also-ran. CocaCola terus berusaha. Mereka mencoba jadikan minuman olahraga PowerAde mereka, melawan Gatorade. Siapa yang akan memenangkan pertarungan ini? Pastilah Gatorade. CocaCola merupakan perusahaan raksasa dibandingkan dengan Dr. Pepper. Namun tatkala Coke memperkenalkan produk kompetitifnya, Mr. Pibb, bahkan sumber daya raksasa, Atlanta yang sangat besar, tak sanggup mengurangi penjualan Dr. Pepper. Mr Pibb yang apes berada di urutan kedua. Setiap enam botol Dr. Pepper yang terjual, CocaCola berhasil menjual cuma satu botol Mr. Pibb.IBM jauh lebih besar dibanding Xerox dan punya sumber daya teknologi, tenaga, dan uang, yang luar biasa. Namun apa yang terjadi saat IBM memperkenalkan jajaran mesin fotokopi yang bersaing dengan Xerox? Tidak banyak. Xerox masih punya pangsa pasar mesin fotokopi 10 kali lipat dibanding IBM. Dan konon, Kodak memoles Polaroid ketika raksasa Rochester masuk ke bisnis kamera instan. Jauh dari itu. Bisnis Polaroid justru meningkat, sementara Kodak hanya berhasil mengambil sebagian kecil. Dengan mengorbankan kerugian besar dalam bisnis kamera konvensional Kodak.Hampir semua keuntungan materi didapat dari pemimpin. Dengan ketiadan alasan kuat yang bertentangan, konsumen mungkin akan memilih merek yang sama bagi pembelian berikutnya seperti yang mereka pilih untuk pembelian terakhir mereka. Toko lebih cenderung menyimpan merek-merek terkemuka.Apa yang menjadikan pemimpin? Tentulah, para Follower. Para pemimpin tak boleh berusaha menjadikan pesaing mereka keluar dari ring bisnis. Mereka membutuhkannya guna membuat kategori. Polaroid berbuat kesalahan serius dengan menggugat Kodak dan mengusir mereka dari bisnis fotografi instan. Kedua perusahaan kalah. Leadership itu, 'pembeda' terbaikmu. Ia merupakan kolateral bagi brand's success-mu.Apa yang dilakukan Polaroid pada Kodak, merupakan kegagalan sang pemimpin. Perusahaan yang lebih besar dan lebih sukses, biasanya memiliki pilihan pertama dari lulusan perguruan tinggi yang luar biasa. Bahkan, mereka biasanya menarik karyawan yang lebih banyak dan lebih baik. Di hampir setiap langkah, merek terdepan dengan keunggulan. Pada penerbangan pesawat, misalnya, maskapai penerbangan akan sering menyediakan satu merek cola, satu merek ginger ale, satu merek bir, dll. Pada penerbanganmu berikutnya, coba lihat, adakah ketiga merek tersebut bukan Coke, Canada Dry, dan Budweiser. Tiga merek terkemuka cola, ginger ale dan bir.Memang benar bahwa dalam beberapa kategori, dua merek terkemuka bersaing ketat. Apa yang sama benarnya, bahwa kategori-kategori ini, pada dasarnya tidak stabil. Cepat atau lambat, engkau dapat mengharapkan satu merek menduduki tempat teratas dan membuka kemenangan yang pada akhirnya akan mencapai rasio stabil, 5 banding 3 atau 2 banding 1. Konsumen itu, bagaikan ayam-jago. Mereka jauh lebih nyaman dengan urutan kekuasaan yang diketahui dan diterima semua orang. Pemikiran inilah yang kemudian membawa kita pada 'hukum dualitas'. Di setiap kategori, ada dua merek, yang pada akhirnya, akan mendominasi kategori tersebut: Chevrolet dan Ford, Coke dan Pepsi, Budweiser dan Miller, Duracell dan Energizer, Sotheby's dan Christie's, serta Malaikat dan Iblis.Hertz dan Avis; Harvard dan Yale; McDonald's dan Burger King, ketika dua merek saling-berdekatan, kemungkinan besar akan berada di atas angin dan kemudian mendominasi pasar selama bertahun-tahun yang akan datang. Antara tahun 1925 dan 1930, misalnya, Ford dan Chevrolet terseret ke dalam laga head-to-head. Kemudian Chevrolet memimpin pada tahun 1931. Dalam model tahun-tahun berikutnya, termasuk dislokasi yang disebabkan oleh depresi dan perang, Chevrolet takluk hanya sebanyak empat kali.Waktu untuk usaha ekstra diperlukan dikala kondisi meragukan. Manakala tak ada pihak yang memiliki keunggulan tebang-habis. Memenangkan laga demi sales leadership dalam satu tahun, akan sering meraih kemenangan selama beberapa dekade yang akan datang. Dibutuhkan 110 persen dari daya pengenal bagi sebuah jet agar mengeluarkan rodanya dari permukaan tanah. Namun ketika mencapai 30.000 kaki, sang pilot dapat mamacunya kembali hingga 70 persen tenaga dan masih melaju dengan kecepatan 600 mil per jam.Ada ungkapan lama tentang olahraga gulat, 'Loe nggak bakalan kena piting, asalkan posisi loe di atas.' Dan andai Butet ditanya, 'Ito, dimana gorila seberat 800 pon, bobok?' Jawabannya, 'Dimana pun, suka-suka dialah.' Pemimpin dapat melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Dalam jangka-pendek, para pemimpin hampir tak mudah diserang. Momentumlah yang membawanya serta.Bagi General Motors, Procter & Gamble, serta para pemimpin dunia ini, kekhawatiran bukanlah tentang tahun ini atau tahun depan. Kekhawatiran mereka semata JANGKA-PANJANG. Apa yang akan terjadi lima tahun mendatang? Sepuluh tahun ke depan?Para pemimpin hendaknya menggunakan fleksibilitas jangka-pendeknya guna meyakinkan diri-sendiri akan masa depan jangka-panjang yang stabil. Faktanya, pemimpin pasar, biasanya menggerakkan tangga ke dalam pikiran, dengan mereknya terpaku hanya pada satu anak-janjang. Sesampai di sana, apa yang harus dilakukan dan tak dilakukan para pemimpin?Mari kita mulai dengan apa yang tak boleh dilakukan para pemimpin. Engkau selalu punya prospek baru yang masuk ke pasar, yang tak tahu merek apa yang menjadi pemimpin. Oleh karenanya, para pemimpin seperti Heineken, mungkin harus selalu memasang iklan guna mengkomunikasikan kepemimpinannya. Sayang, Heineken menanggalkan tema 'America's No. 1 imported beer' mereka dan akhirnya, kehilangan kepemimpinannya oleh Corona Extra. Bagaimanapun, Kepemimpinan seyogyanya selalu dikomunikasikan dengan rendah-hati. Selama perusahaan punya posisi tersebut, tiada guna menjalankan iklan yang berseru, 'We're No. 1.'Yang jauh lebih baik, dengan meningkatkan kategori produk di benak para calon pelanggan. Perhatikan iklan IBM, biasanya mengabaikan persaingan dan menjual nilai-nilai komputer. Segala komputer, bukan hanya tipe perusahaannya. Mengapa menayangkan iklan yang mengatakan, 'We're No. 1' bukanlah gagasan yang bagus? Alasannya, psikologis. Entah para prospek tahu bahwa engkau No. 1 dan kepo mengapa engkau merasa begitu tak aman sehingga engkau harus mengucapkannya. Atau, para prospek tak tahu bahwa engkau No. 1. Jika tidak, mengapa tidak? Mungkin engkau telah mendefinisikan kepemimpinanmu, menurut istilahmu sendiri dan bukan menurut istilah para calon pelanggan. Dan cilokonya, itu tak berdaya-guna.Ada dua strategi dasar yang semestinya dipergunakan sekaligus. Keduanya tampak bertentangan. namun sebenarnya, tidak. Pertama, dengan 'rubbing it in.' Mengapa Coke tak terus menggunakan 'The real thing,' di luar jangkauan kita. 'Always Coke' hanyalah angan-angan. Tema saat ini 'CocaCola Enjoy' kekanak-kanakan. Setiap produk yang pertama-tama masuk ke dalam otak, dianggap oleh pelanggan sebagai hal yang nyata. IBM pada komputer mainframe, Heinz pada saus tomat, Goodyear pada ban dan, tentu saja, CocaCola pada cola. Saat engkau dipandang sebagai hal yang nyata, engkau telah pula memposisikan ulang setiap merek lain sebagai tiruan. 'The real thing' mungkin slogan iklan yang terkuat dan teremosional, yang pernah ada, namun CocaCola Company menggunakannya dengan hemat, jarang terjadi. Sayang sekali.'The real thing.' Kampanye iklan CocaCola klasik ini, strategi yang dapat diterapkan bagi pemimpin manapun. Unsur penting dalam mengamankan posisi kepemimpinan itu, masuk ke dalam pikiran terlebih dahulu. Unsur penting dalam mempertahankan posisi itu, dengan memperkuat konsep aslinya. Standar yang dengannya semua orang lain dinilai. Sebaliknya, segala sesuatu yang lain merupakan tiruan dari 'The real thing.' Ia tak sama dengan mengatakan 'We're No. 1'. Merek terhebat bisa menjadi penjual terhebat lantaran harganya lebih rendah, tersedia di lebih banyak outlet, dll. Tapi 'the real thing', ibarat cinta pertama, akan selalu menempati ruang khusus dalam benak calon pelanggan. 'We invented the product,' sebuah kekuatan motivasi yang kuat di balik mesin fotokopi Xerox; kamera polaroid; dan korek-api Zippo.Strategi lainnya, 'covering all bets.' Terkadang sulit dilakukan. Sayangnya, para pemimpin sering membaca iklan mereka sendiri sehingga mereka akhirnya mengira bahwa mereka tak dapat berbuat salah. Maka, tatkala para pesaing memperkenalkan produk baru atau fitur baru, ia cenderung mengabaikan perkembangannya. Pemimpin hendaklah melakukan yang sebaliknya. Mereka seyogyanya menutup semua taruhan. Ini bermakna, seorang pemimpin hendaknya menelan harga-dirinya dan memungut setiap pengembangan produk baru, segera setelah menunjukkan tanda-tanda menjanjikan. Namun kerapkali, sang pemimpin terbangun kesiangan.Para pemimpin semestinya mengambil risiko seperti yang dilakukan Microsoft dengan perangkat lunak Bob-nya, produk pengguna komputer yang tak canggih. Produknya gagal, akan tetapi, bagaimana jika pesaing mencoba sesuatu yang serupa dan berhasil? Pengalaman mengajarkan kita bahwa sebagian besar pemimpin menderita pengerasan arteri kewirausahaan. Mereka terlalu peduli dengan apa yang mungkin dikatakan media jika produk baru gagal. Namun media paling simpatik manakala engkau mengakui bahwa engkau berbuat keliru. Lihatlah kisah-kisah hebat yang diterima CocaCola ketika mereka mengakui bahwa New Coke itu, sebuah kekeliruan.Saat pesaing memperkenalkan konsep baru yang radikal, reaksi manajemen berdarah merah dapat diprediksi. 'Kita lihat saja.' Namun waktu sangat penting jika gerakan penutup ingin efektif. Engkau ingin menghalangi pesaing dengan bergerak agresif demi menutup produk baru sebelum menjadi mapan di benak calon pelanggan. Kala Datril mencoba serangan harga pada Tylenol, Johnson & Johnson segera menutupi langkah tersebut. Mereka memotong harga Tylenol. Bahkan sebelum BristolMyers memulai iklan harga Datril. Hasilnya, Johnson & Johnson menangkis serangan Datril dan menimbulkan kerugian besar pada entri BristolMyers, yang akhirnya tak menunjukkan apa-apa terhadap usahanya kecuali bikin puyeng nggak karuan. Menghalangi dalam lomba pemasaran, tak jauh bedanya dengan menghalangi lomba perahu layar. Jangan biarkan lawan keluar dari bawah layarmu dan masuk ke perairan terbuka. Engkau tak dapat memprediksi masa-depan. Engkau tak pernah tahu ke arah mana angin akan bertiup. Selama pemimpin mencermati langkah kompetitif, ia akan selalu berada di depan. Tak peduli ke arah mana angin bertiup."Sang Purnama berhenti, lalu meneruskan, "Di pohon sonokelingnya, Hanoman berpikir, haruskah ia melakukan positioning? Haruskah ia mengungkapkan jati-dirinya kepada Sita? Tepatkah waktunya? Cepat atau lambat, ia harus melakukannya. Waktunya sangat terbatas. Ia harus bergegas pulang, menyampaikan kepada Rama bahwa ia telah menemukan Sita. Akan tetapi, penting pula memberitahu Sita bahwa Rama mengutusnya guna menjemputnya. 'Bila aku tak berbicara dengan Sita, kata-kata apa yang dapat kuucapkan sebagai jawaban, andai Rama bertanya padaku, perkataan apa yang diucapkan Sita tentang dirinya?' Hanoman bertanya pada diri-sendiri. 'Jika aku seketika meninggalkan tempat ini, tanpa membawa pesan Sita, dengan matanya yang memerah dan galak, Kakutstha bakal ngeledekku habis-habisan. Sita sangat tersiksa dan perlahan aku akan menghiburnya. Aku bisa ngomong bahasa manusia, seperti Samskrita atau bahkan Korea. Namun bila aku ngomong sembarangan dalam bahasa manusia, Sita akan mengira bahwa aku Rahwana dan bakal ketakutan. Sebaiknya aku bertutur dalam bahasa manusia, dengan kata-kata yang penuh makna.' Lalu, seolah-olah seseorang yang tak kelihatan, memutuskan membantunya, sebuah ide cerdik muncul dalam benak sang wanara. Cabang-cabang pohon sono, tempat Hanoman bertengger, tumbuh dengan baik dari batangnya. Merayap dengan pasti di sepanjang cabang-cabang itu, sang wanara mengendap-endap sejauh yang ia bisa. Para rakshasi yang telah siap membunuh Sita, ketakutan dengan apa yang diucapkan Trijata. Mereka berjalan kembali ke kuil kecil dan memutuskan bertemu Rahwana, menceritakan apa yang telah terjadi.Sita berdiri di bawah pohon asoka, menatap ke seberang lautan dengan pandangan hampa. Ia berdiri gelisah dengan kepangan rambutnya yang menyeruai, membelah antara insting harapannya dan ketakutan akan kesulitannya. Tiba-tiba, dari langit, terdengar suara lembut memanggilnya. Pelan tapi khidmat, separuh menyapanya dan separuh lagi, merenung, bagi dirinya sendiri. Suara itu mengidungkan hal-hal yang aneh,‘Dulu, ada seorang raja bernama Dasarata. Ia seorang rajarishi, yang kekuatan dan kebenarannya sangat hebat, bersinar. Kekayaan dan keberaniannya melegenda, masyhur di Triloka. Namun yang lebih tersohor ialah tapa-brata sang Dasarata dari Ikswaku, ras Suryadewa. Ia sekuat Indra, baik seperti seorang ayah bagi rakyatnya, mulia dan murah hati.Sita melihat sekelilingnya dengan takjub dan ia tidak melihat siapapun. Namun tembang macapat itu, terus berlanjut, laksana mantra yang mendalam, ‘Empat putra Dasarata yang gagah-perkasa; yang tertua, Rama, dan sang raja menyayanginya melebihi hidupnya. Rama seorang ksatria di antara ksatria. Ia pemanah terhebat di dunia, teror bagi musuh-musuhnya. Seorang pelindung rakyatnya, bijaksana, welas-asih dan tak bernoda dalam darma, itulah Rama dari Ayodhya.’Sita gemetar oleh kegembiraan yang terbangun di dalam dirinya; gelombang harapan membubung lebih tinggi dari sebelumnya. Ia berdiri terpukau, mendengarkan suara menawan yang berceloteh, 'Untuk menjaga kehormatan Dasarata, Rama masuk hutan, meninggalkan kerajaan dan kenyamanan, kekayaan dan kekuasaan. Bersama Sita dan Laksmana, Rama pergi ke Dandakawana. Berbalut kulit-pohon dan kulit-rusa, seperti para pertapa lainnya, sang pangeran darma memasuki wana yang menyeramkan.Nasib membawa Rama ke hutan tempat resi yang sederhana, yang tapa-bratanya memberkahi bumi, diganggu oleh para rakshasa. Setan-setan itu menodai yagna para pertapa; mereka membunuh para muni dan meminum darahnya. Rama membunuh para penjahat. Wana belantara bergema oleh tali-busurnya dan, jauh di sana, Kaisar pendosa gemetar di singgasana kristalnya. Jauh di dalam jiwanya, ia merasakan sebuah cahaya datang ke dunia, bagi pembebasan dari ketakutan yang merajalela.Dari kegelapan yang mengarahkan sang penguasa kebiadaban, saudara-saudaranya menyerang Rama di Pancawati. Namun Rama membunuh mereka semua. Khara yang ia utus, Trisira, Dusana, dan empat belas ribu lainnya, musnah oleh panah-panah bersinar.’Sita berdiri tak bergerak, perkataan lembut mengikatnya seakan pingsan. ‘Tatkala Rahwana mendengar tentang pembantaian anak-buahnya, ia sangat murka. Ia memutuskan Rama harus mati. Namun ketika sang iblis mendengar tentang kehebatan Rama, ia berpikir bahwa kelicikan dan kesedihan, merupakan senjata yang lebih baik ketimbang panah yang dipergunakan untuk melawan sang pangeran Ayodhya. Dengan bantuan seekor rusa jantan emas, yang sama sekali bukan kijang, ia menculik Sita dari Panchawati.’Kini, Sita tercengang mendengar apa yang terjadi selanjutnya. Tentu saja lantaran ia tak tahu apa yang terjadi pada Rama setelah Rahwana menyanderanya. Wajahnya berseri-seri oleh antusiasme; matanya melesat berkeliling dan ke atas ke dahan-dahan yang rimbun. Ia masih tak melihat siapapun. Suara lembut tersebut, melanjutkan dengan kalem, 'Masygul, dan dihibur oleh saudaranya yang setia, Rama mengembara dalam jenggala mencari cintanya. Dan di sebuah gunung di hutan belantara, ia berteman dengan seekor kera besar. Sang kera bernama Sugriwa dan ia berjanji akan menolong Rama menemukan Sita-nya. Sebagai imbalannya, Rama mematikan Subali dan menobatkan Sugriwa di atas takhta Kiskenda, darimana ia memerintah segala kera di muka bumi.Atas perintahnya, para kera Sugriwa menyisir penjuru-penjuru Baratawarsa demi Sita. Tak satu tempatpun mereka menemukannya. Akhirnya, di pantai selatan Baratawarsa, para pasukan wanara dibawah pimpinan pangeran Anggada, yang merasa telah gagal dalam pencarian mereka, hendak melakukan bunuh-diri. Namun kemudian, seekor elang bernama Sempati, yang merupakan saudara Jatayu, menginformasikan lokasi dimana Sita berada. Salah satu dari pasukan kera, melompat menyeberangi lautan menuju Alengka ini, dan ia putrabayu. Kesudahannya, ia menemukan Sita di sebuah asokawana. Akan tetapi, ia tak tahu bagaimana cara mendekatinya, jangan sampai ia membuat Sita ketakutan.’ Suara itu berhenti sebentar, lalu, berkata, ‘Dewi, akulah wanara itu.'Sita menggeligis oleh takjub. Memutar-mutar kepang panjangnya dengan jemarinya, matanya penuh keheranan, penuh ketakutan, ia mengintip ke dahan-dahan pohon sonokeling. Awalnya, ia tak melihat apa-apa. Dengan gugup, ia memperhatikan sekelilingnya: bagaimana seandainya para rakshasi mendengar pula suara lembut itu? Tapi, semuanya tertidur di dalam kuil. Ia lalu mengintip lebih dekat; mengamati setiap ranting pohon yang menyebar. Perlahan, Hanoman memanjat cabang berbentuk garpu yang tak berdaun, dan tersenyum manis padanya.Sita terkesiap saat melihat kera-mungil, berbalut sutra halus, bulunya berwarna merah-bata yang membuka jalan di asokawana. Ketakutan telah menjadi bagian dari hidupnya, dan sang wanara dapat membacanya, terlintas di wajahnya yang sempurna. Agak lama, Sita diam-diam menatapnya. Sang kera sangat mungil dan bikin gemes, matanya ramah dan keemasan; sepertinya tak membahayakan sama sekali. Namun Sita dikuasai oleh kecurigaannya sendiri dan memandangnya sebagai makhluk jahat. Merasa bahwa sang kera itu jahat, ia berpaling sambil menangis. Ia menyebut-nuyebut nama Rama dan Laksmana. 'Aku pasti sedang bermimpi,' kata Sita pada dirinya sendiri. 'Mereka bilang, jika memimpikan monyet, itu pertanda buruk. Aku berharap agar tiada petaka yang menimpa Rama dan Laksmana lantaran apa yang diucapkan monyet ini, seolah sangat mengetahui tentang mereka. Aku mendoakan ayahku, Janaka, baik-baik saja.’Keraguan menguasai dirinya. Ia meremas-remas tangannya, dan berkata pada dirinya sendiri, 'Tapi aku tak tidur; itu pasti kegilaan yang mencengkeramku karena kesengsaraanku. Aku sangat memikirkan Rama sampai-sampai lamunanku, mempermainkanku. Aku mendengar kata-kata harapan ini dalam kesedihanku, meskipun tiada yang mengucapkannya.’Ia berhenti, dan akan memikirkannya di waktu yang lain. Lalu ia berbisik, 'Tapi bagaimana dengan sang monyet? Ia bukanlah isapan jempol keinginanku.’ Ia menutup matanya, dan berbisik dengan suara bergetar, ‘Semoga apa yang dikatakan monyet itu benar! Duhai Rama, saranghaeyo!’Hanoman meluncur ke bawah pohon dan membungkuk, boncel tapi elegan, di hadapan Sita, ia berkata padanya, 'Maafkan Dewi, bolehkah ngomong Korea? Aku kira, ini kan cerita wayang.' Sita menjawab, 'Rah popo, kan ini cerita 'Wayang Mbeling.' Bukankah di luar sana aturan telah dibuat, tapi mereka tetap melanggarnya? Jadi, silakan lanjut!' Hanoman mengangguk, 'Kamsahamnida Dewi!' seraya membungkuk, persis oppa-oppa Korea, lalu ia berkata, 'Dewi, walau sutramu telah kotor namun tetap berkilau seperti cahaya mentari; matamu bak kelopak bunga teratai. Bagiku, engkau tampak cukup sempurna, namun engkau berdiri di sini, begitu sedih, berpegangan pada sebatang pohon. Seperti tetesan air dari teratai, air-mata tumpah dari matamu. Mengapa engkau menangis, Dewi? Apa yang membuatmu sakit, kesedihan apa yang menerormu? Siapakah engkau? Gandharwikah, atau nagakanya? Asuri, yakshi ataukah kinnari? Duhai lelembut, pastilah engkau bukan dari dunia ini. Mungkinkah engkau Rohini yang terpisah dari Bulan, sehingga engkau terluka? Matamu sangat indah, tak pantas meneteskan air-mata.Tapi, aku melihat kakimu bertumpu di tanah; jadi engkau mestilah seorang ingan gongju. Mungkinkah daewang-ui anae? Bukankah istri prabu Ramawijaya? Ne, aku yakin engkaulah Sita. Kala aku melihat kesedihanmu, aku tahu bahwa tiada wanita lain di dunia ini yang berduka sepertimu.’Tangannya masih bertumpu pada dahan asoka, Sita berkata, 'Naneun Ayodhyaui myeoneuliui Dasarathaibnida. Akulah putri Janaka dari Wideha. Naneun Sitalago handa dan aku istri Rama.Hanoman berdiri di hadapan Sita dengan lengan masih terlipat, dan ia melihat linangan air-mata Sita. Tetesan air-mata lega; ia tak meragukannya lagi. Ia berkata, 'Rama mengirim cincin ini untukmu, jadi, engkau bisa mempercayaiku.'Ia melangkah maju dan dengan takzim menyerahkan cincin bertera ke tangan Sita. Air-mata Sita mengalir, menetes ke benda emas yang tergeletak dalam genggamannya. Ia merasa Rama begitu dekat dengannya, seolah ia bisa menyentuhnya.Tangis Sita ditujukan pada Hanoman, 'Maafkan aku bila meragukanmu. Telah lama aku tersandera oleh Rakshasa sehingga imanku melemah. Rama menitipkan cincin ini. Aku tahu betul bahwa ia takkan pernah memberikannya kepada sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang ia percayai sepenuhnya. Duhai Hanoman, kamsahamnida.’Hanoman berduka untuknya. 'Rama akan berada di sini lebih cepat dari yang engkau kira. Tapi jika engkau mau, aku bisa membawamu keluar dari sini, hari ini, di atas punggungku. Aku sanggup membawa Alengka melintasi laut jika aku mau.’Sita memandang sang kera mungil, dan tiba-tiba tawanya menggema di taman itu. 'Betapa manis dan beraninya ucapanmu, Hanoman. Tapi kurasa, engkau agak kecil membawaku keluar dari sini, di atas punggungmu.Hanoman tersenyum kalem. 'Dewi, aku putrabayu.' Dalam sekejap, ia berdiri sejenak di hadapannya dalam wujud yang lain dan ekstraordineri, rambut-emasnya mengibas langit.Sita menghela nafas, 'Duhai Bayuputra, engkau lebih akbar dari yang engkau ucapkan atau kubayangkan. Tak heran bila Rama memilihmu membawakan cincinnya padaku. Tapi aku takut pergi denganmu. Meskipun Rahwana membawaku ke sini melalui langit, aku aerofobia. Jangan-jangan aku terjatuh dari punggungmu? Tidak, kita tak boleh mengambil risiko bahaya seperti itu.Lebih penting lagi, Hanoman yang baik, hatiku bersikeras bahwa Rama harus datang ke Alengka dan membunuh sang Rakshasa. Sampaikan bahwa Ramalah yang seharusnya menyelamatkan diriku. Seberangilah lautan, Hanoman yang baik, dan bawalah Rama kembali ke Alengka. Biarlah ada perang, dharma yudha, sebagai penghormatan, dan biarlah suamiku merebutku kembali. Nasib tak membawaku ke dalam celah, bersembunyi sebagai seorang pengecut. Rama harus datang dan membunuh Rahwana dalam sebuah laga. Maka, kepedihanku pun akan berakhir.’Hanoman membungkuk lagi padanya. Sekali lagi, Sita berkata padanya, 'Sentuhlah kaki Rama untukku. Katakan padanya, waktunya satu bulan datang menyelamatkanku.' Hanoman mendengarkannya dengan sabar, sementara Sita mengulang-ulangnya sendiri, berkali-kali, dengan cemas. Akhirnya, Hanoman berkata, 'Rama akan berada di sini lebih cepat dari yang engkau harapkan.'Saat Sita telah merestuinya, ia bangkit berdiri, dan matanya penuh dengan janji dan air-mata. Ia membungkuk lagi pada Sita, dalam-dalam, dan kemudian meninggalkannya. Sita melambaikan tangan, dengan lembut berkata, 'Hanoman, halsuisseo!' Hanoman menoleh dan mengangguk sambil tersenyum."
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- Ashok K. Banker, Armies of Hanuman, AKB eBooks
- Al Ries & Jack Trout, Positioning: The Battle for Your Mind, McGraw-Hill
[Bagian 12]
[Bagian 10]