Sabtu, 31 Desember 2022

Rasa-Syukur

"Flora bilang padaku, 'Bersyukur itu, bukanlah sesuatu yang menimbulkan perdebatan. Pula, ia bukan ilmu roket. Ia sederhana. Segenap manusia sepakat bahwa bersyukur itu, hal yang baik. Bersyukur, sama seperti emosi positif lainnya, telah mengilhami banyak tulisan teologis dan filosofis, '" berkata sang Purnama, usai menyampaikan Basmalah dan Salam.
"'Menurut Al-Ghazali,' kata Flora, 'ada lima sifat baik yang hendaknya kita anut dan rawat dalam diri kita. Yang pertama, taubah (bertaubat); yang kedua, khauf (takut) dan yang ketiga, zuhud (asketisme), yang keempat, sabr (sabar), yang kelima, syukr (bersyukur).
Ibnu Mas'ud, radhiyallahu 'anhu, berkata, 'Iman terdiri dari dua bagian; setengahnya, Kesabaran (sabr) dan setengahnya lagi, Bersyukur (syukr).' Ibnu Qayyim, rahimahullah, menulis bahwa Kesabaran—atau tekun bersabar—itu, wajib, menurut kesepakatan para ulama, dan itulah separuh dari iman, separuh lainnya, Syukr (syukur). Baik Ibnu Qayyim maupun Al-Ghazali sepakat bahwa ilmu itu, tonggak syukur pertama. Tentu saja, bagaimana bisa bersyukur jika tak tahu caranya? Setelah engkau memperoleh ilmunya, engkau dapat melangkah masuk ke dalam ruang kegembiraan, ketakziman dan ketertundukan. Syukur biasanya diikuti oleh pilar kedua, amar [tindakan], misalnya, mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah memberikan bantuannya.

Para Psikolog lebih suka membicarakan emosi dikala membahasakan rasa-syukur. Salah satu perawatan psikologis paling awal dari rasa-syukur sebagai emosi, muncul dalam tulisan William McDougall. McDougall memandang rasa-syukur sebagai emosi sekunder, atau campuran, yang mencakup keterpesonaan, kekaguman, penghormatan, iri-hati, kebencian, rasa-malu, dan kecemburuan. Filsuf Søren Kierkegaard mengemukakan bahwa, dalam rasa-syukur, hubungan seseorang dengan Tuhan dan sesama, melahirkan kesadaran-diri yang membentuk keberadaannya. Pengalaman dan ekspresi rasa-syukur, dengan demikian membentuk identitas. Mengingat bahwa rasa-syukur itu, atribut mendasar manusia dan kunci potensial bagi berkembangnya manusia, kita semestinya berusaha belajar sebanyak mungkin tentang asal-usulnya, bentuk ekspresinya, dan konsekuensinya terhadap fungsi individu dan kolektif.

Era kita adalah era komersial, yang didorong oleh dorongan kepentingan pribadi. Adam Smith memahami hal ini dengan baik ketika ia mencatat dalam The Wealth of Nations bahwa bukan kebajikan atau cinta sesama manusia yang membawakan makanan ke meja kita. Kita menerima roti harian kita dengan menarik minat pembuat roti dan menawarkan sesuatu sebagai imbalan yang dibutuhkan. Dua faktor berada di belakang pembelaan Smith atas kepentingan pribadi terhadap kebajikan. Pertama, ia mempercayai bahwa kepentingan pribadi itu, hasrat yang lebih menenangkan dibanding kebajikan sebab konsekuensi yang tak diinginkan dari kepentingan pribadi dapat dihitung dan diproyeksikan ke masa depan. Kita dapat mengandalkan kepentingan pribadi orang lain lebih mudah daripada kebajikan atau cinta mereka. Kedua, Smith mempercayai bahwa panggilan bagi kepentingan pribadi, juga merupakan panggilan martabat individu. Hanya seorang pengemis yang bergantung pada kebajikan orang lain demi penghidupan sehari-hari, dan itu pun semata terbatas. Berbeda dengan kebajikan, pertukaran kepentingan pribadi, yang didasarkan pada gagasan bahwa individu dapat masuk ke dalam pertukaran pasar dan menegaskan keberadaan mereka sebagai manusia yang bebas dan otonom.
Mengingat peran sentral kepentingan pribadi dalam teori ekonomi Smith tentang masyarakat komersial, menarik untuk menyimpulkan bahwa Smith meyakini—seperti yang tampaknya diyakini pula oleh banyak konterpartnya di abad ke-20 dan abad ke-21—bahwa manusia pada dasarnya, makhluk yang mementingkan diri sendiri, yang tak terlalu peduli pada urusan atau kepentingan orang lain. Namun, setelah membaca Theory of Moral Sentiments-nya, seketika para pembacanya bakal menemukan bahwa semuanya itu, suatu kesalahan fatal. Yang pasti, individu didorong oleh kepentingan pribadi. Tapi, menurut Smith, mereka juga mampu mencintai, menyayangi, mengasihani, berkorban, dendam, dan bersyukur. Smith, filsuf moral, tak begitu peduli dengan teriakan kemenangan kepentingan-pribadi dalam masyarakat komersial ketimbang berdamai dengan keseimbangan yang tepat, yang semestinya ada di antara kepentingan pribadi dan nafsu, serta kebajikan lainnya.
Jauh dari mempercayai bahwa masyarakat komersial dapat berkembang semata atas dasar dorongan kepentingan pribadi, Smith berpendapat bahwa modal moral tertentu, diperlukan jika suatu masyarakat ingin berkembang. Agar kontrak sukses, manusia hendaknya menepati janji. Kepemilikan seyogyanya dihargai agar transaksi pertukaran dapat dilakukan. Para insan hendaknya juga bersedia agar saling menghormati dan bertoleransi, terutama dalam hal-hal yang memecah-belah. Nilai-nilai persahabatan, kekeluargaan, dan cinta-kasih, semestinya dipertahankan dan dijunjung tinggi. Setiap insan seyogyanya rela mengorbankan kebaikan mereka sendiri demi kebaikan semua, terutama pada saat perang dimana keberadaan bangsa itu sendiri, dipertanyakan. Insan yang diperjuangkan dalam teori moral Smith, serta ekonomi politiknya, bukan sekadar 'isolated utility maximizer.' Setiap insan itu, makhluk sosial yang terkait erat dengan orang lain dalam komunitas melalui hasrat dan kasih-sayang. Apa yang diakui Smith sebagai hal yang nyata, banyak ahli teori sosial, politik dan ekonomi sekarang ini, menganggapnya sebagai sebuah kesesatan.
Adam Smith sering diidentikkan dengan ajaran yang disebut kesadaran moral abad kedelapan belas. Menanggapi filsuf rasionalis seperti Thomas Hobbes atau John Locke, filsuf berpemahaman moral seperti Earl of Shaftesbury pertama, Francis Hutcheson, dan David Hume, menolak gagasan bahwa moralitas semata didasarkan pada akal, sebaliknya mereka berargunen bahwa moralitas pada akhirnya berasal dari emosi dan perasaan. Moralitas itu, sesuatu yang dirasakan, dan bukan cuma kesimpulan akal. Tatkala seseorang hendak memahami norma-norma moral, termasuk bersyukur, maka ia hendaknya memahami sentimen moral.
Tak semua filsuf abad kedelapan belas berwawasan atau berkemampuan sama dengan Adam Smith guna menjelaskan keterkaitan antara kepentingan pribadi dan rasa-syukur dalam masyarakat komersial modern. Jean-Jacques Rousseau, yang sezamannya, kritikus besar abad ke-18 terhadap tatanan komersial modern, tampak bingung menjelaskan ciri-ciri positif kepentingan pribadi atau peran yang terus dimainkan oleh rasa-syukur dalam masyarakat modern.

Risalah besar pertama—selama berabad-abad, dan satu-satunya—tentang Bersyukur dalam pemikiran Barat adalah On Benefits, karya filsuf Stoa Romawi, Seneca. Ditujukan kepada seorang kawan, Aebutius Liberalis dari Lyons, karya ini, rada-rada ngalor-ngidul. Namun ia banyak memnculkan kekhawatiran yang bakal menentukan bagaimana para pemikir selanjutnya mengkonseptualisasikan masalah Syukur. Pentingnya memahami tempat bersyukur dalam masyarakat manusia, dinyatakan dengan jelas di paragraf pertama, 'Di antara banyak dan beragam kekeliruan dari mereka yang hidup nekat dan gegabah, hampir tiada yang dapat kusebutkan, Kaum Liberalis yang luar biasa pun, lebih tak beryukur dibanding fakta bahwa kita tak tahu bagaimana memberi atau menerima manfaat. Karenanya, jika mereka didudukkan di tempat yang buruk, mereka tak diakui, dan bila kita mengeluhkan bahwa mereka tak berterimakasih, itu sudah terlambat; sebab mereka menghilang sesaat setelah menerima pemberian. Tak mengherankan bahwa di antara segala sifat buruk kita yang banyak dan besar, tiada yang sangat umum semisal sikap tak tahu bersyukur.'
Mengidentifikasi rasa tak bersyukur sebagai sifat buruk kita yang paling umum, sangat menarik. Mungkin karena itulah sifat buruk yang umum sehingga kita tak memahami kompleksitasnya dengan baik. Di sepanjang risalah, Seneca berupaya memberikan perspektif agar memilah kompleksitas yang mendasari masalah rasa-syukur.

Dalam analisis mereka tentang perasaan syukur, McCullough, Kilpatrick, Emmons, dan Larson mengkonseptualisasikan rasa-syukur punya tiga fungsi yang relevan secara moral, yaitu sebagai barometer moral, motivator moral, dan penguat moral. Perasaan bersyukur kepada Tuhan, memotivasi perilaku yang tepat terhadap orang yang bersyukur, yang bermakna mematuhi perintah-perintah-Nya dan mencintai-Nya.
Gagasan bahwa berterimakasih kepada manusia lain merupakan salah satu jalan mengembangkan rasa-syukur kepada Tuhan, diuraikan panjang lebar oleh Bahya Ibnu Pakuda, penulis Yahudi Spanyol abad ke-10 dari salah satu risalah renungan Yahudi yang paling berpengaruh, Chovot HaLevavot [Kewajiban-kewajiban Qalbu].

Bersyukur rupanya telah ketinggalan zaman dalam kehidupan modern. Bukan karena orang modern tak tahu bagaimana bersyukur. Pula, tak benar bahwa kita jarang mengungkapkan rasa-syukur atas tindakan kebaikan dan hal-hal baik lainnya yang kita terima. Bagaimanapun, para orangtua masih mengajari anaknya mengatakan 'tolong' dan, terutama, 'terima kasih.' Dan masyarakat Amerika Serikat berhari libur di bulan November, berkumpul bersama keluarga mereka untuk berpesta dan menonton sepak bola, seolah-olah dengan tujuan ucapan 'Thanksgiving.' Namun kapan terakhir kali engkau benar-benar terkesan oleh tindakan syukur yang heroik? Kapan terakhir kali seorang pemimpin bangsa membuat berita dengan mengatakan bahwa kunci kemakmuran dan kebahagiaan masa depan itu, mensyukuri apa yang kita miliki? Berapa banyak buku self-help, pidato inspirasional, atau acara bincang-bincang di televisi, yang mendorong kita ke derajat rasa-syukur yang lebih tinggi dan lebih besar lagi?
Syukur punya begitu sedikit cap dalam kehidupan modern yang bahkan tak memerlukan catatan kaki dalam Book of Virtues yang otoritatif dan populer karya William J. Bennett. Mengutip berbagai tradisi, Bennett menyatukan kisah-kisah moral yang menginspirasi, yang menggambarkan sepuluh cita-cita manusia: disiplin-diri, kasih-sayang, tanggungjawab, persahabatan, kerja, keberanian, ketekunan, kejujuran, kesetiaan, dan iman. Kenapa bukan Syukur? Orang dapat berargumen bahwa rasa-syukur dimasukkan ke dalam satu atau dua dari 10 teratas Bennett (katakanlah, iman?). Atau orang mungkin berpendapat bahwa, meskipun penting, rasa-syukur tak mengilhami kisah-kisah moral yang hebat. Namun sulit mengabaikan dengan mudah alasan ketiga tentang status tingkat kedua rasa-syukur dalam kehidupan modern. Kalimat itu kira-kira seperti ini: Bersyukur itu menyenangkan, namun menyenangkan saja tak cukup. Menyenangkan tak cukup untuk memenuhi tuntutan psikologis dan sosial yang paling mendesak dari kehidupan modern. Menyenangkan takkan memberimu pekerjaan yang baik, penghasilan yang layak, pasangan yang penuh kasih, anak-anak yang bahagia, tempat yang berharga dalam komunitas—belum lagi ketenaran, kekayaan, atau kepuasan pribadi. Sebagai pewaris Pencerahan, modernitas budaya menghargai otonomi, pencapaian, produktivitas yang efisien, inovasi kreatif, rasionalitas yang jernih, serta perluasan dan aktualisasi diri. Dalam nada yang lebih lembut dan lebih interpersonal, kehidupan modern juga menjunjung tinggi cinta romantis, komitmen pernikahan, persahabatan, pengasuhan anak, dan tanggung jawabsipil sebagai cita-cita mulia yang memperkaya kehidupan dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara luas. Meskipun rasa-syukur tak bertentangan dengan salah satu dari pengejaran ini, orang sulit sekali melihat bagaimana hal itu secara eksplisit integral dengan banyak darinya. Tanggapan modern terhadap rasa-syukur bahkan dapat berubah dari dukungan yang ringan namun tak antusias, hingga acapkali ambivalensi. Dalam ekonomi pasar modern, seseorang tak mengharapkan membayar barang dan jasa dengan rasa-syukur. Sungguh menyenangkan jika pelanggan menawarkan token atau bahkan ucapan terima kasih yang tulus kepada penjual di akhir negosiasi mereka, namun pelanggan tetap diharuskan menulis cek untuk alat rumah tangga yang baru dibelinya. Rasa-syukur takkan menghasilkan potongan sepeser pun. Rasa-syukur yang berlebihan dapat dipandang sebagai hal yang tak menyenangkan. Ketika seseorang mengucapkan terima kasih yang berulang-ulang dan berlebihan, penerima manfaat mungkin mulai bertanya-tanya apa yang sebenarnya diinginkan oleh orang yang berterimakasih tersebut.

Terkadang, orang menerima pemberian dan, karena alasan yang kompleks, mereka merespons dengan sikap tak berterimakasih. Tindakan memberi dan menerima, dapat dipenuhi dengan bermacam-macam persepsi, keadaan psikologis, dan emosi yang saling bertentangan. Dinamika memberi dan menerima, hubungan antara sang donor dan sang akseptor, motivasi yang dirasakan masing-masing, dan sejarah sebelumnya dalam situasi yang sama, mempengaruhi sejauh mana rasa-syukur dirasakan, serta cara mengungkapkan rasa-syukur. Adakalanya pemberian membawa kegembiraan, di lain waktu, pemberian itu membawa kebanggaan, dan, andai ada keadaan tertentu, dapat pula membawa iri, benci, keserakahan, dan rasa-cemburu.
Rasa-syukur menuntut agar sang pemberi, tak semata memberi, melainkan pula pemberian itu sesuatu yang ia sukai—seolah 'mutiara yang sangat berharga'. Agar sang penerima berterimakasih, dalam pengertian emosional, ia hendaknya tahu bahwa tindakan memberi, menyebabkan sang pemberi kehilangan sesuatu, melepaskan beberapa kesempatan, berpisah dengan sesuatu yang berharga, atau, paling tidak, mengupayakan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Inilah mengapa besarnya rasa-syukur yang kita rasakan saat menerima pemberian, hampir tak ada hubungannya dengan berapa harga pemberian tersebut. Pengusaha kaya yang meminta asisten atau pembelanja pribadinya agar membelikan hadiah mahal dan kemudian mengirimkannya ke berbagai penerima, takkan menghasilkan rasa-terimakasih yang berarti dari mereka yang ada dalam daftar hadiahnya. Para penerima hanya mengetahui bahwa pemberian itu, tak memerlukan biaya apapun dalam hal upaya dan bahwa kehilangan uang yang terpakai, tak bermakna apa-apa bagi sang pemberi. Boleh jadi, mereka benar-benar merasa lebih berterimakasih kepada asisten yang datang tergopoh-gopoh dan bergaji rendahan, yang memilihkan hadiah, dibanding pemberi yang sebenarnya, penilaian bahwa ikhtiar sang asisten, lebih mahal ketimbang uang dan biaya pengawasan dari sang pemberi yang 'dermawan' tersebut.

Sejauh mana kita merasa bersyukur, selalu bergantung pada penilaian biaya internal dan rahasia ini. Ia intrinsik terhadap emosi, dan sangat logis, bahwa kita tak merasa sangat berterima kasih atas pemberian yang kita terima, yang harganya sedikit atau tidak sama sekali bagi sang pemberi. Namun, ada faktor penting lainnya: tingkat rasa-syukur kita dipengaruhi oleh persepsi kita tentang motif yang mendasari pemberian tersebut. Mengingat kesenangan yang menyertai rasa-syukur, nampak bahwa tak-bersyukur itu, penyangkalan terhadap kesenangan, tindakan anhedonik, yang mungkin dimotivasi oleh dorongan untuk menghukum atau menyakiti diri-sendiri dan orang lain. Keinginan menyakiti diri sendiri dan sang pemberi, melalui rasa tak berterima kasih merupakan hambatan yang signifikan agar merasakan dan mengungkapkan rasa-syukur.
Tapi ada hambatan lain yang kurang kompleks secara psikologis untuk bersyukur. Pertama, bias negatif. Dalam beberapa hal, wajar mengabaikan berkah seseorang, atau bahkan mengeluhkan tentangnya. Hal ini mungkin mengejutkan bagi kebanyakan orang, sebab kebanyakan dari kita, percaya bahwa kita bersyukur atas manfaat yang telah kita terima. Hal ini semestinya tak terduga, mengingat bahwa para psikolog telah mengidentifikasi kecenderungan alami pikiran yang menganggap input sebagai hal yang negatif. 'Bias negatif' ini bermakna bahwa emosi dan pikiran yang masuk, lebih cenderung tak menyenangkan daripada menyenangkan. Selain itu, bias negatif, seolah merupakan fenomena yang sangat nyata dengan dasar neurofisiologis yang kuat.
Berikutnya, ketidakmampuan mengakui ketergantungan. Novel Great Expectations karya Charles Dickens, merupakan kisah abadi dimana rasa-syukur dan rasa tak tahu berterimakasih dituangkan dalam pahatan kasar sebagai elemen sentral dalam keadaan manusia. Dalam sebagian besar novel tersebut, Pip, sang protagonis, menerima begitu saja kebaikan Joe Gargery, saudara iparnya yang telah menjadi teman dan pelindungnya sepanjang hidup. Sedikit rasa-syukur yang mungkin dimiliki Pip, didorong oleh ambisinya yang egois. Terhadap Magwitch, dermawan rahasia Pip, Pip hanya menyambah. Bahkan dalam adegan pembukaan yang mendalam ketika ia mengetahui kebenaran tentang Magwitch, tanggapan awalnya bukanlah berterimakasih tetapi merasa jejap dan kecewa.
Terkait erat dengan ketidakmampuan untuk mengakui ketergantungan, bahwa kita tidak mandiri merupakan konflik internal yang kita alami dalam mengekspresikan emosi positif yang intim. Seperti yang disimpulkan oleh penelitian Sommers, hal tersebut lebih menjadi masalah bagi pria daripada wanita, setidaknya dalam budaya Amerika. Mengingat penekanan umum budaya kita pada penahanan ekspresi emosional, ditambah dengan kecenderungan alami agar mencari ekspresi, tak mengherankan jika individu menjadi ambivalen atas ekspresi emosional.
Hambatan lain adalah pemberian hadiah yang tidak tepat. Hubungan anugerah disebut sebagai salah satu hubungan yang paling sarat moral yang dimiliki manusia. Pertukaran hadiah diatur oleh hukum timbal-balik, dan rasa-syukur mengkalibrasi keinginan untuk melakukan pengembalian yang sesuai. Hadiah punya banyak makna, namun beresiko tinggi terhadap hasil yang tak diinginkan. Hadiah bisa menjadi beban yang tak diinginkan. Hadiah dapat digunakan untuk mengendalikan penerima dan menjamin kesetiaannya. Hadiah yang tak proporsional dengan apa yang pantas bagi hubungan antara pemberi dan penerima, akan menghasilkan kebencian, rasa-bersalah, kemarahan, merasakannya sebagai kewajiban, atau bahkan penghinaan.
Kendala lain adalah kita perlu memilih perbandingan kita dengan bijak. Epicurus menulis, 'Jangan merusak apa yang engkau miliki dengan menginginkan apa yang tak engkau miliki; tetapi ingatlah bahwa apa yang engkau miliki sekarang, merupakan salah satu dari hal-hal yang hanya diharapkan.' Bersyukur itu, kesadaran bahwa kita memiliki semua yang kita butuhkan, untuk saat ini.'"

"Tepat sebelum waktu kami berakhir, Flora mengakhiri perbincangan, 'Syukur membutuhkan waktu untuk merenungkan karunia seseorang. Sebab kehidupan sehari-hari semakin pelik, melelahkan, dan terpecah-pecah, rasa-syukur dapat terpadamkan. Peristiwa, orang, atau situasi yang cenderung membangkitkan rasa-syukur dapat dengan mudah dianggap biasa saja, atau dikesampingkan saat seseorang berjuang menghadapi percekcokan dan perjuangan hidup sehari-hari guna mengatur perasaan negatif yang intens seperti kemarahan, rasa malu, dan dendam.'"

Lalu ia melambai padaku seraya melagukan,

So goodbye yellow brick road
[Selamat tinggal 'yellow brick road']
Where the dogs of society howl
[Dimana 'the dogs of society' melolong]
You can't plant me in your penthouse
[Engkau tak dapat menanamku di penthouse-mu]
I'm going back to my plough
[Kukan balik ke tenggalaku]
Back to the howling old owl in the woods
[Kembali ke pekikan pungguk tua didalam hutan]
Hunting the horny back toad
[Berburu kadal bertanduk]
Oh, I've finally decided my future lies
[Duhai, akhirnya telah kuputuskan letak masa-depanku]
Beyond the yellow brick road *)
[Melampaui 'yellow brick road' itu]

Sebelum pergi, sang Purnama menyimpulkan, "Bersyukur didefinisikan sebagai 'kualitas atau perasaan syukur atau berterimakasih.' Berterimakasihlah kepada mereka yang telah berbuat baik kepadamu; bersyukurlah atas anugerah yang telah engkau peroleh. Inilah sesuatu yang kita ajarkan kepada anak-anak kita di masa mudanya. Syukur itu, dimensi kehidupan yang penting saat kita saling-berinteraksi dalam urusan kita sehari-hari. Mustahil membayangkan dunia dimana para insan tak saling memberi dan menerima syukur secara rutin. Syukur itu, salah satu unit-dasar dibangunnya masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Patience and Gratitude - An abridgement of his original work entitled, “Uddat as-Sabireen wa Dhakirat ash-Shakireen” translated by TheVista, Taha Publishing
- Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, The Forty Principle of the Religion, translation by Nasir Abdussalam, Turath Publishing
- Robert A. Emmons & Michael E. McCullough (ed.), The Psychology of Gratitude, Oxford University Press
- Robert A. Emmons, Ph.D, Thanks! How the New Science of Gratitude Can Make You Happier, Houghton Mifflin
- Ellen Vaughn, Radical Gratitude, Zondervan
- Doğan Göçmen, The Adam Smith Problem - Human Nature and Society in The Theory of Moral Sentiments and The Wealth of Nations, Tauris Academic Studies
*) "Goodbye Yellow Brick Road" karya Elton John. "The yellow brick road" adalah elemen fiksi dalam novel anak-anak tahun 1900 The Wonderful Wizard of Oz karya penulis Amerika L. Frank Baum, berbentuk sebuah jalan yang terbuat dari batu-bata dan di cat berwarna kuning. "The dogs of society" mungkin bermakna para maestro musik yang bernyanyi tanpa nada.

Kamis, 29 Desember 2022

Ketika Kodok Berencana Membuat Jalan

"Flora bilang begini padaku, 'Kodok melompat dengan riang, ia punya rumah baru di atas bukit. 'Rumah baruku yang terbaik,' bual sang kodok. Ia menunggu dan menunggu mobil truk yang membawa barang-barangnya. Waktu terus berjalan, namun ia kurang beruntung, 'Di mana truknya?' ia berpikir. Lalu ia melompat menuruni bukit. Beruntung baginya, 'Itu truknya!' Namun, tak ada jalur truk menuju rumahnya, maka ia harus membawa barang-barangnya ke atas bukit.
'Aku harus membuat jalan,' katanya pada diri-sendiri, 'Aku harus membuat jalan karena badai bakalan datang menjelang akhir tahun. Aku harus membuat jalan sebab stok beras sudah menipis. Aku harus membuat jalan karena tarif KRL orang kaya bakal dilebihkan, kendatipun sulit membedakan antara penumpang kaya dan miskin. Aku harus membuat jalan karena tahun depan, harga-harga bakalan naik lagi,' ucap sang Purnama ketika cahayanya mulai benderang, usai mengucapkan Basmalah dan Salam.

'Pagi ini, aku membaca karya George Orwell,' imbuh sang Kodok, 'Ia menuliskan,' Sebelum burung layang-layang, sebelum bakung, dan tak lama setelah tetesan salju, kodok selalu memberi penghormatan pada datangnya musim semi dengan gayanya sendiri, yaitu muncul dari sebuah lubang di tanah, dimana sebelumnya ia telah mendekam sejak musim gugur, dan merangkak secepat mungkin menuju genangan air terdekat yang sesuai. Sesuatu—semacam getaran di bumi, atau mungkin semata kenaikan suhu beberapa derajat—telah memberitahunya bahwa sudah saatnya bangun: walaupun ada beberapa kodok tidur membangkong sepanjang waktu dan melewatkan satu tahun dari waktu ke waktu, aku telah lebih dari sekali menggalinya, hidup dan tampaknya sehat, di tengah musim panas.
Pada periode ini, setelah puasa yang panjang, kodok berpenampilan sangat spiritual, ibarat seorang Anglo-Katolik yang taat menjelang akhir Prapaskah. Gerakannya tak bertenaga tapi berpamrih, tubuhnya menyusut, dan sebaliknya matanya terlihat membengkak secara tak normal. Hal ini memungkinkan seseorang memperhatikan, apa yang tak mungkin di waktu lain, bahwa seekor katak punya mata yang paling indah dari semua makhluk hidup. Bagaikan emas, atau lebih tepatnya laksana batu semi-mulia berwarna emas yang acapkali terlihat di cincin stempel, dan kalau tak salah, disebut chrysoberyl.

Selama beberapa hari setelah masuk ke dalam air, kodok berkonsentrasi membangun kekuatannya dengan memakan serangga kecil. Saat ini, ia telah membengkak ke ukuran normalnya lagi, dan kemudian, ia mengalami fase keseksian yang intens. Yang ia tahu, setidaknya jika ia kodok jantan, bahwa ia ingin memeluk sesuatu, dan andai engkau memberinya tongkat, atau bahkan jarimu, ia bakalan berpegangan-erat padanya dengan kekuatan yang mengejutkan dan memakan waktu lama untuk mengetahui bahwa itu bukan kodok betina. Seringkali, seseorang menemukan massa tak berbentuk yang terdiri dari sepuluh atau dua puluh kodok berguling-guling di air, satu menempel ke yang lain, tanpa membedakan jenis kelamin. Namun, secara bertahap, mereka memilah diri menjadi pasangan, dengan jantannya duduk di punggung betina. Sekarang, engkau dapat membedakan jantan dari betina, sebab jantan lebih kecil, lebih gelap, dan duduk di atas, dengan lengan melingkari leher sang betina. Setelah satu atau dua hari, bibitnya diletakkan dalam tali panjang yang keluar masuk dari alang-alang dan seketika tak terlihat. Beberapa minggu kemudian, dan air dihidupkan oleh kumpulan kecebong kecil yang dengan cepat tumbuh membesar, menumbuhkan kaki belakang, lalu kaki depan, lalu melepaskan ekornya: dan akhirnya, sekitar pertengahan musim panas, generasi baru kodok, lebih kecil dari seukuran kuku-ibu-jari tetapi lengkap dalam hal-hal tertentu, merangkak keluar dari air guna memulai lagi permainan dengan cara baru.

Aku menyebutkan perkembang-biakan kodok, sebab itulah salah satu fenomena musim semi yang paling menarik bagiku, dan karena kodok, tak seperti skylark dan primrose, tak pernah mendapat banyak dorongan dari para penyair.
Akan tetapi, aku sadar bahwa banyak orang tak menyukai reptil atau amfibi, dan aku tak menyarankan bahwa untuk menikmati musim semi, engkau haruslah tertarik pada kodok. Ada juga crocus, missel-thrush, cuckoo, blackthorn, dll. Intinya, kesenangan musim semi tersedia bagi semua orang, dan tak ada biaya. Bahkan di jalan yang paling kotor pun, datangnya musim semi akan terlihat dengan sendirinya, dengan beberapa tanda atau lainnya, jika semata warna biru cerah di antara cerobong asap atau warna hijau cerah dari sesepuh yang tumbuh di tempat yang rusak. Sungguh luar biasa bagaimana alam-raya ini, terus ada secara tak resmi; seolah-olah, di jantung kota London. Aku telah melihat alap-alap terbang di atas pabrik gas Deptford, dan aku telah mendengar pertunjukan kelas satu oleh burung hitam di Jalan Euston. Pasti ada ratusan ribu, jika bukan jutaan, burung yang hidup dalam radius empat mil, dan sungguh menyenangkan, bahwa tak satu pun dari mereka, membayar sewa setengah penny.
Sedangkan di musim semi, bahkan jalan-jalan sempit dan suram di sekitar Bank of England pun tak terkecuali. Ia merembes ke mana-mana, seperti salah satu gas racun baru yang melewati bermacam filter. Musim semi biasanya disebut sebagai 'keajaiban', dan selama lima atau enam tahun terakhir, kiasan usang ini telah mengambil kesempatan hidup baru. Setelah musim dingin yang harus kita alami akhir-akhir ini; musim semi memang tampak ajaib, sebab secara bertahap semakin sulit dipercaya bahwa itu benar-benar akan terjadi. Setiap Februari sejak 1940, aku menemukan diriku mengira bahwa kali ini, musim dingin bakalan jadi permanen. Tapi Persephone, seperti kodok, selalu bangkit dari kematian pada saat yang hampir bersamaan. Tiba-tiba; menjelang akhir Maret, keajaiban terjadi dan daerah kumuh yang membusuk tempatku tinggal, berganti rupa. Di bawah alun-alun, pohon-pohon jelaga telah berubah menjadi hijau cerah, daun-daun menebal di pohon kastanye, daffodil keluar, bunga-bunga dinding bertunas, tunik polisi terlihat berbayang dengan warna biru yang menyenangkan, penjual ikan menyapa pelanggannya dengan senyuman, dan bahkan burung pipit sangat berbeda warnanya, setelah merasakan udara yang sejuk dan memberanikan diri untuk mandi, yang pertama sejak September lalu.

Jahatkah menikmati musim semi dan perubahan musim lainnya? Singkatnya, tercelakah secara politis, sementara kita semua mengeluh, atau setidaknya harus mengeluh, di bawah belenggu sistem kapitalis, guna menunjukkan bahwa hidup seringkali lebih layak dijalani oleh nyanyian burung hitam, pohon elm kuning di bulan Oktober, atau fenomena alam lain yang tak memerlukan biaya dan tak memiliki apa yang disebut editor surat kabar sayap kiri sebagai a class angle [menyajikan atau memperlakukan (sebagai berita) sedemikian rupa untuk menunjukkan atau menekankan kepentingan kelas atau konflik sosial]? Tak diragukan lagi, banyak orang berpikir demikian. Dari pengalaman kuketahui bahwa referensi yang baik bagi 'Alam' di salah satu artikelku, kemungkinan besar akan membawakanku surat-surat dengan kata-kata yang kasar, dan meskipun kata kunci dalam surat-surat ini biasanya 'sentimental', dua gagasan tampaknya tercampur di dalamnya. Salah satunya, kesenangan apapun dalam proses kehidupan yang sebenarnya mendorong semacam ketenangan politik. Para manusia, demikian pemikiran itu, semestinya tidak puas, dan tugas kita ialah melipatgandakan keinginan kita dan bukan sekadar meningkatkan kesenangan kita atas hal-hal yang sudah kita miliki. Gagasan lain ialah, bahwa inilah zaman mesin dan tak menyukai mesin, atau bahkan ingin membatasi dominasinya, adalah melihat ke belakang, reaksioner, dan sedikit menggelikan. Hal ini sering didukung oleh pernyataan bahwa kecintaan terhadap Alam itu, kelemahan orang-orang urban yang tak tahu seperti apa alam itu sebenarnya. Mereka yang benar-benar harus berurusan dengan lahan, demikian dikatakan, tak menyukai lahan, dan tak menaruh minat sedikitpun pada burung atau bunga, kecuali dari sudut pandang utilitarian yang keras.
Agar mencintai pedesaan, seseorang harus tinggal di kota, hanya sesekali mengoceh akhir pekan di musim yang lebih hangat. Gagasan terakhir ini terbukti keliru. Sastra abad pertengahan, misalnya, termasuk balada populer, penuh dengan antusiasme yang hampir mirip dengan alam Georgia, dan seni masyarakat pertanian seperti pusat Cina dan Jepang selalu diseputaran pohon, burung, bunga, sungai, gunung. Gagasan lain menurutku keliru dengan cara yang lebih halus. Tentu saja, kita harus merasa tak puas, kita seharusnya tak semata mencari cara agar melakukan yang terbaik dari pekerjaan yang buruk, namun jika kita membunuh semua kesenangan dalam proses kehidupan yang sebenarnya, masa depan macam apa yang sedang kita persiapkan bagi diri kita sendiri? Jika seseorang tak dapat menikmati kembalinya musim semi, mengapa ia harus bahagia di Utopia yang hemat tenaga? Apa yang akan dilakukannya dengan waktu luang yang diberikan mesin itu kepadanya? Aku selalu curiga bahwa jika masalah ekonomi dan politik kita benar-benar diselesaikan, hidup akan menjadi lebih sederhana dan bukannya lebih kompleks, dan jenis kesenangan yang didapat seseorang dari menemukan primrose pertama akan lebih besar daripada jenis kesenangan yang didapat darinya, dari makan es-krim hingga irama Wurlitzer. Aku berpikir bahwa dengan mempertahankan kecintaan masa kecil seseorang pada hal-hal seperti pohon, ikan, kupu-kupu dan kembali ke contoh pertamaku—kodok, seseorang membuat masa depan yang damai dan baik menjadi sedikit lebih mungkin, dan dengan mengajarkan doktrin bahwa tiada yang perlu dikagumi kecuali baja dan beton, seseorang hanya membuatnya sedikit lebih yakin bahwa manusia takkan punya jalan keluar bagi kelebihan energinya kecuali dalam kebencian dan pemujaan terhadap pemimpin.

Pokoknya, musim semi telah tiba, termasuk di Londonium, dan mereka tak dapat menghalangimu menikmatinya. Refleksi inilah yang terpuaskan. Berapa kali aku berdiri menyaksikan kodok kawin, atau sepasang kelinci bertinju memperebutkan jagung-muda, dan memikirkan semua orang penting yang akan mencegahku menikmati semua ini jika mereka bisa. Namun untungnya, mereka tak mampu. Selama engkau tak benar-benar sakit, lapar, ketakutan, atau terkurung di penjara atau kamp liburan, musim semi tetaplah musim semi. Bom atom menumpuk di pabrik-pabrik, polisi berkeliaran di kota-kota, dusta mengalir dari pengeras suara, namun sang pertiwi masihlah berputar mengitari sang surya, dan baik sang diktator maupun sang birokrat, yang secara mendalam sangat tak setuju dengan prosesnya, tak mampu mencegahnya.'

Kodok menyudahi pembicaraannya, 'Aku harus membuat jalan, karena menurut 'Nyonya Emas'—sebuah klaim yang belakangan ia cabut kembali—rencananya, dua tahun dari sekarang, pemenang pemilihan umum bakalan dari para kodok lagi, tak peduli omongan orang bahwa itu bermain curang. Sekarang, mereka sedang bersenang-senang, main latto-latto.'"

Sang Purnama mengakhiri wacananya, "Sebelum berpisah dengan Flora, ia berkata padaku, 'Esoknya, Kodok makan roti panggang, 'Hari ini pestaku!' Tapi, cuma sang Bandot yang bisa mendaki bukit, 'Terlalu curam, kecuali buatku. Yang ente butuhkan hanyalah jalan, Kodok.'
'Jika aku membutuhkan jalan, maka aku akan membuat jalanan, bila perlu bandara, pelabuhan atau jalan-tol!' kata Kodok. Bandot menanggapi, 'Ente gak bisa membuat semua itu, hasilnya, malu-maluin.'
"Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- George Orwell, Some Thoughts on the Common Toad, Penguin Books

Rabu, 28 Desember 2022

Saat Usiaku 64 (2)

"Flora melanjutkan, 'Terkejut, menyangkal, marah, tawar-menawar, dan menerima—inilah tahap-tahap kesedihan yang teridentifikasi. Sesungguhnya, sangatlah normal merindukan masa muda kita sampai taraf tertentu. Kenali dimana engkau berada dalam prosesnya, dan kemudian perkenankan dirimu sendiri melewati kesedihan dan keluar dari sisi lain dengan penuh-energi, serta siap menghadapi masa depan. Berdukakah engkau atas kehilangan masa mudamu? Kesedihan di usia berapa yang engkau alami? Apa yang dapat engkau lakukan melewatinya? Orang tetap sehat dan hidup lebih lama, dan tahap kehidupan lama tak lagi berlaku.
Gloria Steinem berkata, 'Sebenarnya, penuaan, setelah usia lima puluh itu, periode baru yang menarik; itulah negeri yang lain.' Kita tak pernah memiliki kemungkinan nyata hidup lebih dari seratus tahun, namun itu tak membuatmu tak punya lebih banyak waktu mewujudkan impian-impianmu, membaca semua buku yang telah engkau beli, mencari kawan baru, petualangan baru, memperbaiki hubungan yang kusut, atau bahkan mengatur—sekali dan untuk selamanya—lemari ruang depanmu?

Bersyukur, sangat penting di masa tua. Betty White berkata, 'Bayangan di cerminmu, boleh jadi sedikit mengecewakan, namun bila engkau masih berfungsi dan tak merasakan sakit, bersyukur hendaknya menjadi nama permainannya.' Self-help guru telah memberi kuliah kepada kita tentang beryukur selama bertahun-tahun. Berapa banyak lagi percakapan membosankan yang ingin kita tanggung sebelum kita mengingat nasihatnya? Mereka benar. Bersyukur untuk hal-hal terkecil sekalipun, dapat begitu saja, secara ajaib, mengubah hari yang berat dari kelabu menjadi cerah.

Mungkin engkau telah memasuki suatu masa dalam hidupmu tatkala kekuatan atau kemampuanmu telah berkurang sebagian. Engkau aktif dalam satu pengejaran atau lainnya, sepanjang hidupmu, dan sekarang, engkau tak dapat melanjutkan aktivitas tersebut. Saatnya menemukan tujuan baru, alasan baru demi kehidupan, dan inilah saatnya menemukan peluang baru yang akan membuatmu melebar dan tumbuh. Di mana engkau memulainya? Mulailah dengan sebuah keputusan. Jika memang diharuskan, setiap tahun putuskan bahwa kelak engkau bakal menjadi tua—hari dimana engkau menjalani pemeriksaan fisik dan dokter berkata, 'Ketahuilah, orang seusiamu, semestinya . . .' Sisa 364 hari dalam setahun, ketika engkau tak berada di klinik dokter, gunakan energimu agar berkembang. Ada ide lain. Cobalah kumpulkan semua statistik kesehatanmu (angka kolesterol, dan sebagainya) dan masukkan ke dalam filemu. Engkau pasti tahu statistik yang kubicarakan—angka-angka yang mengingatkanmu bahwa engkau menua. Kunjungi statistikmu setahun sekali atau lebih (kecuali kesehatanmu membutuhkan resep lain) sehingga engkau mengetahuinya, tetapi tak terpaku padanya atau apa artinya. Engkau punya pilihan—engkau dapat memutuskan agar memasukkan makna dan kegembiraan ke dalam hidupmu, atau engkau dapat memutuskan jadi tua. Marie Curie berkata, 'Semakin tua. orang semakin merasa bahwa masa-masa ini haruslah dinikmati; itulah karunia yang berharga, sebanding dengan keberkahannya.' Maka, duduklah dengan tenang dan bawa dirimu ke masa sekarang dengan segala karunianya.

Pada usia sekitar lima puluh tahun, kita telah mengumpulkan segudang hikmah yang akan membawa kita melewati sisa hidup kita. Namun sangat sering, emosi yang sulit, menghalangi, dan mengakses hikmah kita yang tersimpan menjadi sebuah tantangan. Kita barangkali kehilangan optimisme hidup oleh serangan depresi situasional. Rasa kehilangan mulai menumpuk seiring bertambahnya usia. Kita ditantang agar menjaga kestabilan emosi kita dan, berjuang demi masa muda kita yang hilang, kita lupa bagaimana mengalah dengan anggun.
Selain proses penuaan yang normal, faktor lain, seperti kesehatan, mempengaruhi kehidupan emosional kita. Kondisi kesehatan akan berpengaruh pada seberapa banyak yang engkau lakukan dalam hidupmu, bagaimana engkau melakukannya, dan bagaimana dirimu berfungsi secara emosional. Jika engkau berfokus dan membangun kekuatan yang engkau miliki, kehidupan emosionalmu takkan terlalu terpengaruh, dan penuaan akan menjadi lebih memuaskan. Aspek emosional dari penuaan itu, sebuah tantangan, namun merupakan peluang pertumbuhan yang sangat besar. Kebahagiaan seiring bertambahnya usia tak semata masalah kesehatan yang baik dan standar hidup yang tinggi. Melainkan pula, tentang perasaan bagaimana mengendalikan lingkunganmu.

Bertambah tua, ada manfaatnya, bahwa kita tumbuh menjadi kurang depresi. Meski begitu, adakah engkau rasakan bahwa engkau telah kehilangan semangat dan selera humormu yang biasa? Berhentikah engkau keluar rumah? Adakah engkau menghindari teman-temanmu? Adakah engkau memelototi TV dengan bosan? Tak berhasilkah cucu-cucumu menghiburmu? Bisa jadi, engkau mengatakan pada diri sendiri bahwa itu hanya suasana hati yang lewat, akan tetapi, mungkin ada alasan lain. Depresi serius itu, kondisi yang menguras tenaga, yang dapat merusak kualitas hidup dan seringkali tak disadari pada lansia.
Depresi klinis lebih dari sekadar kesedihan, melankolis, atau reaksi terhadap kesedihan. Depresi itu, masalah medis, seperti hipertensi atau diabetes, dan kondisi tersebut bukanlah bagian dari penuaan normal. Sebagian besar wanita lanjut usia yang depresi, tak merasa lega karena mereka enggan meminta bantuan atau karena dokter mereka, tak mengenali masalah ini. Dokter sering melewatkan diagnosis karena pasien lansia yang depresi biasanya menemui mereka untuk keluhan fisik.
Depresi ringan biasanya hilang dengan sendirinya. Namun mungkin membutuhkan tindakan aktif untuk membuang kasus yang masih ada. Sebagai langkah awal, tidur yang cukup, makanlah makanan bergizi, dan habiskan lebih banyak waktu dengan teman dan keluarga. Olahraga juga merupakan penangkal yang ampuh. Dalam kasus yang lebih persisten, terapi dapat mengungkap penyebab depresi, membantu membalikkan sikap negatif, dan menemukan cara yang lebih baik menangani masalah. Bagi sebagian orang, obat antidepresan juga dapat membantu.
Beberapa gejala depresi yang memerlukan perawatan adalah: merasa tak berharga, hampa, tak dicintai, putus asa; tak lagi menikmati sesuatu; merasa sangat lelah dan lesu, gugup, gelisah, atau mudah tersinggung; tak dapat berkonsentrasi; sering menangis; tidur lebih atau kurang dari biasanya; mengalami sakit kepala, sakit perut, atau nyeri yang terus-menerus; dan dalam kasus ekstrim, memikirkan kematian, terutama bunuh diri. Jika engkau berpikir akan bunuh diri, beritahu seseorang dan segera cari bantuan.
Umumnya, psikiater percaya kebanyakan depresi adalah biokimia, tapi banyak dari mereka tak menerima hubungan spesifik antara kekurangan hormon dan depresi. Wanita dengan masalah hormonal yang jelas terkadang diobati dengan antidepresan. Dalam kasus ini, komponen hormonal yang mendasari depresi mereka sering salah didiagnosis.
Depresi mendadak pada seseorang yang berusia di atas lima puluh tahun mungkin menandakan stroke-diam. Stroke-diam tak mengakibatkan gejala stroke klasik (sakit kepala parah, pusing, dan kehilangan keterampilan motorik) melainkan seringkali merupakan pendahulu stroke penuh. Ada yang mungkin memiliki tanda-tanda semu seperti gangguan kognitif. Jadi berhati-hatilah dengan yang ini.
Engkau mungkin pula mengalami gejala depresi jika kelenjar tiroidmu (kelenjar endokrin di lehermu) rusak, jadi pastikan engkau meminta dokter agar melakukan pemeriksaan darah secara mendalam. Jika engkau didiagnosis dengan hipotiroidisme (tiroid yang kurang aktif), itu dapat dengan mudah diobati.
Ingat, diagnosis depresi tak mencerminkan kelemahan karakter atau kecacatan pribadi. Memang, depresi atau episode depresi sering terjadi pada lansia yang telah menjalani kehidupan normal dan produktif.

Kita tak bisa menghindari stres sama sekali. Namun, engkau mungkin memiliki kendali lebih besar atas waktu kejadian yang membuat stres daripada yang engkau pikirkan. Misalnya, jika engkau baru saja kehilangan pasangan, jangan langsung menjual rumahmu. Jika kesehatanmu menurun, jangan panik dan lari ke UGD. Pikirkan semuanya. Tunda respons jika engkau bisa. Tangani satu keadaan pada satu waktu. Temukan dukungan, dapatkan umpan balik, dan secara perlahan-lahan!
Jika penyebab stres yang dapat diprediksi menghampirimu, cobalah untuk tak menghadapinya sekaligus. Ingat, ada manfaat yang sangat besar mengendalikan stresmu seiring bertambahnya usia. Penulis Sandra A. Crowe menyarankan, “Istirahatlah. Tundalah pekerjaanmu atau didelegasikan—batalkan rencana makan malammu agar engkau dapat menikmati malam yang tenang.Perkenankan dirimu agar dapat men-charge ulang. Bermeditasi, tidur siang, atau tutup matamu dan visualisasikan pengalaman yang nyaman dan menyenangkan.' Tubuh kita berkomunikasi langsung dengan emosi kita, dan stres berdampak pada seluruh organ utama.

Jika pandangan emosionalmu tentang hidup optimis, engkau meningkatkan peluangmu untuk hidup lebih lama. Orang yang memandang penuaan sebagai pengalaman positif hidup, rata-rata tujuh setengah tahun lebih lama daripada mereka yang memandangnya secara negatif. Para peneliti di Yale mengatakan bahwa kekuatan optimisme bahkan lebih besar ketimbang menurunkan tensi darah atau menurunkan kolesterol—masing-masing memperpanjang usia sekitar empat tahun.
Engkau tak bisa menyalahkan ketidakbahagiaanmu semata oleh penuaan. Ilmuwan sosial mewawancarai sampel orang yang mewakili semua kelompok umur dan menemukan bahwa tak ada masa hidup yang lebih bahagia atau tak bahagia.
Bagaimana seseorang tetap optimis? Mulailah dengan mengambil tanggungjawab pribadi atas kebahagiaanmu sendiri. Jangan menyalahkan orang lain atau peristiwa eksternal yang membuatmu tak bahagia. Temukan apa yang engkau suka lakukan, dan tentu saja, lakukanlah. Sertakan hal-hal yang engkau nikmati dalam hidupmu setiap hari, bahkan hal-hal terkecilpun. Buatlah daftar peristiwa positif dalam hidupmu, dan rujuklah daftar itu saat engkau sedang down. Habiskan lima menit setiap hari guna memikirkan atau menulis tentang apa yang engkau hargai dalam hidup. Tetap fokus pada hal-hal positif—bahkan hari-hari buruk setidaknya punya titik terang. Apa yang dapat engkau lakukan hari ini, saat ini, agar merasa lebih bahagia dan optimis tentang hidupmu?'"

"Kemudian Flora berkata, 'Dan sebagai penutup, dengarkan ini,

Seorang lelaki berkata, 'Aku mengalami nyeri dada, tapi ahli kardiologku meyakinkan bahwa gak ada yang salah. Lalu, aku bilang padanya bahwa aku merencanakan pelayaran dengan kapal pesiar ke Alaska dan bertanya, punyakah ia saran guna menghindari ketidaknyamanan itu.
'Bersenang-senanglah,' katanya dengan wajah kaku, 'tapi jangan nyebur ke laut.'

Seorang wanita berkata, 'Selama hari-hari terakhir kehidupan ibuku, kami mendiskusikan banyak hal. Suatu hari, aku mengangkat topik upacara pemakaman dan peringatannya. 'Oh, sayang,' jawabnya, 'Aku benar-benar tak mempedulikan detailnya.'
Kemudian, ia bangun dari tidur siang dan menggenggam tanganku, jelas ingin berbagi sesuatu denganku. Kala aku mencondongkan tubuh ke depan mendekat padanya, ia berkata setengah memaksa, 'Jangan kuburkan aku pakai baju kotak-kotak.'"

Sang Purnama berkata, "Cahayaku mulai redup, sudah waktunya berpisah dengan Flora, dan aku harus bergerak ke belahan dunia lain. Ia melambaikan tangannya seraya bersenandung,

When I get older, losing my hair
[Ketika aku tua, rambutku rontok]
many years from now,
[bertahun-tahun dari sekarang]
will you still be sending me a Valentine, birthday greetings, bottle of wine?
[masih maukah engkau mengirimkanku kartu Valentine, selamat Ultah, sebotol anggur?]

If I'd been out till quarter to three,
[Jika aku keluar sampai pukul tiga kurang seperempat,]
would you lock the door?
[tak keberatankah engkau mengunci pintunya?]
Will you still need me, will you still feed me,
[Masihkah engkau memerlukanku, masih maukah engkau memberiku makan]
when I'm sixty-four?
[saat usiaku enam-puluh-empat?]
You'll be older too *)
[Engkau bakalan jadi tua juga]

Sebelum pergi, sang Purnama menyimpulkan, "Mampu merasakan kebercukupan di usia tua, atau keadaan sulit lainnya, memperlihatkan bahwa engkau punya kemampuan untuk membuat keadaan yang terbaik bagimu. Itulah sesuatu yang, sayangnya, tak semua orang mampu melakukannya. Engkau sekalian tahu orang-orang yang menggerutu tentang berbagai hal, merekalah orang-orang yang mengeluh tentang setiap rasa-perih dan sakit ketika mereka menua, sedangkan mereka yang punya masalah serius pada usia berapapun, selalu berusaha melakukan yang terbaik.
Kita semua merindukan kehidupan kita sebelumnya, saat kita masih muda, apa yang bisa kita lakukan saat itu dan sekarang tak bisa lagi. Sekarang lebih penting melakukan yang terbaik agar tetap mandiri – baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Dengan cara ini, engkau tetap menjadi diri-sendiri, walaupun dalam keadaan berbeda, dimana ada tantangan baru yang harus dihadapi dan, semoga, sebuah kesuksesan baru.
Obat penawar terbaik menangkal pikiran depresi ialah dengan mendorong setiap orang agar menjalani hidup sepenuhnya, mengambil semua kesempatan dengan cara merasa cukup di usia tua dan akhirnya merasa lebih tenteram. Hal ini bermanfaat bagi keluargamu dan juga dirimu. Dengan cara ini, kita, serta keluarga kita, akan memiliki kenangan akan masa-masa indah dan pencapaian yang sangat memuaskan untuk menghargai dan menopang kita. Konsepsi yang merangsang pikiranmu ini dan secara sadar mencari minat baru, jauh sebelum usia pensiun, mungkin bukan hal baru bagi banyak orang. Pula, boleh jadi, tak berlaku bagi orang lain, namun setidaknya, dapat memberikan beberapa gagasan tentang bagaimana memperkaya kehidupan banyak orang.
Kita semua harus menghadapi masalah-masalah sulit seiring berjalannya kehidupan–seolah-olah sebagian besar dari kita, tak pernah menghadapi masalah-masalah sulit di masa lalu. Di masa depan, masalah takkan menjadi lebih mudah karena dengan peningkatan perawatan medis, generasi berikutnya dapat hidup lebih lama. Semakin kita dapat memperkaya hidup kita dan memperkuat keinginan kita, maka akan semakin baik. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Pamela D. Blair Ph.D, Getting Older Better, Hampton Roads
- Rosemary Sassoon, A Short Guide to Growing Older, The Book Guild Ltd
- Douwe Draaisma, Why Life Speeds Up as You Get Older, Cambridge University Press.
*) "When I'm Sixty-Four" karya John Lennon & Paul McCartney


[Bagian 1]

Selasa, 27 Desember 2022

Saat Usiaku 64 (1)

"Flora bilang padaku, 'Seorang wanita berkata, 'Saat aku masih jadi mahasiswa berusia 20-an, aku cukup akrab dengan rekan belajarku, seorang lelaki berusia 64 tahun, yang telah kembali ke bangku kuliah menyelesaikan gelar sarjananya. Ia mengaku, ia pernah berpikir, andai lebih dari persahabatan, bisa menjadi sebuah kemungkinan. 'Jadi, apa yang membuatmu berubah pikiran?' tanyaku padanya. 'Aku pergi ke dokterku dan bertanya, menurutnya, dapatkah perbedaan usia 40 tahun antara lelaki dan wanita, teratasi. Ia memeriksa catatan kesehatanku dan berkata, 'Tertarikkah engkau pada seseorang yang berusia 104 tahun?'
Flora mengimbuhkan, 'Seorang lelaki berkata, 'Selama lebih dari 40 tahun, kakekku menghabiskan banyak waktu di pekerjaannya, jadi aku sangat kepo tentang caranya mengisi hari-harinya sejak pensiun. 'Bagaimana kehidupan berubah?' tanyaku. Sebagai seorang lelaki yang tak banyak bicara, ia menjawab, 'Yah, aku bangun di pagi hari tanpa melakukan apa-apa, dan aku pergi tidur di malam hari, dengan menyelesaikan setengahnya.'
Lalu Flora berkata, 'Tampaknya, cuma sedikit di antara kita memvisualisasikan seperti apa rasanya bertambah tua, atau apa yang mungkin kita lakukan guna mempersiapkan diri menghadapi waktu dikala berkurangnya aktivitas fisik kita, atau berkurangnya minat kita untuk menyibukkan diri. Barangkali, kita telah memastikan bahwa keuangan kita telah beres dan cukup menyokong kita serta memungkinkan kita berkelana atau melakukan apa yang menurut kita, ingin kita lakukan di masa pensiun. Kita boleh saja memperkecil ukuran rumah kita setelah anak-anak telah memasuki dunia mereka masing-masing, dan para istri telah menemukan cara menggunakan waktu dan energi ekstra yang tampaknya tersedia saat itu, akan tetapi, bukan itu yang kumaksud. Banyakkah di antara kita, duduk sebelum pensiun dan berbicara tentang apa arti perubahan dalam hidup kita? Untuk masalah itu, adakah di antara kita yang menyadari apa yang mungkin terjadi pada usia tua sampai ajal tiba?'" berkata sang Purnama saat ia datang dan seperti biasa, setelah membaca Basmalah dan mengucapkan Salam.

"Flora melanjutkan, 'Banyak orang yang menjalani hidup, masih berpegang pada kesan negatif atau mitos tentang penuaan. Hidup dengan penuh semangat dan kebaikan tak berhenti pada titik tertentu dalam kehidupan seseorang, semata diikuti oleh kekuatan destruktif penuaan. Semakin cepat kita mengubah sikap kita tentang hal ini, semakin cepat pula kita dapat mengeksplorasi umur panjang kita dengan tulus.
Sikap yang mengelilingi kita bahwa usia tua, dalam makna yang paling problematis. dimulai antara lima puluh dan enam puluhan. Mengapa demikian? Mungkin kita masih percaya pada aturan usang bahwa paruh-baya itu, awal dari kemerosotan kita. Kekeliruan ini, didasarkan pada harapan hidup yang sama-sama ketinggalan zaman, yaitu empat puluh tujuh tahun atau lebih, yang merupakan rentang hidup rata-rata pada awal abad ke-20. Meskipun harapan hidup rata-rata telah meningkat secara drastis sejak saat itu, sikap budaya kita, belum.

Orang yang berpikir positif tentang penuaan, cenderung hidup hampir delapan tahun lebih lama dibanding mereka yang berpikir negatif. Faktanya, berpikir positif itu, perpanjangan hidup yang lebih signifikan daripada tensi rendah, rendah kolesterol, berolahraga secara teratur, atau tidak merokok. Semangat, juga membuat penuaan lebih enteng, dan tekad pribadi agar tetap mandiri dapat membantu mengatasi kelemahan fisik. Sebuah studi bacaanku, menunjukkan bahwa sikap optimis berefek terukur dalam mencegah, misalnya, penyakit jantung.
Boleh jadi, kita tak punya kendali atas banyak hal seiring bertambahnya usia, namun yang bisa kita kendalikan ialah, sikap kita terhadap penuaan. Aspek degeneratif dari proses penuaan dapat secara substansial diperlambat oleh kombinasi faktor-faktor yang mencakup perbaikan sikap, meraih peluang guna melayani, melanjutkan stimulasi intelektual, dan menerapkan kebiasaan kesehatan yang baik.

Kita takkan mengalami penuaan seperti ibu dan nenek kita. Kitalah yang mendefinisikan waktu kita. Dengan sedikit usaha, kita bisa bugar, hebat, dan lebih dari lima puluh tahun. Persepsi—dan pengalaman—kita tentang penuaan, telah berubah karena hampir tiada apapun dalam hidup kita yang bakalan terjadi dalam kehidupan seusia kita bahkan dua puluh tahun yang lalu. Sebagian besar, kaum wanita di masa kini, sekarang lebih sehat karena mereka berharap hidup lebih lama, mengevaluasi kembali prioritas mereka, dan sekali lagi mengeksplorasi hasrat mereka.
Kita hidup di zaman yang menakjubkan. Kebanyakan wanita yang mencapai usia seratus tahun, melakukannya dengan kesehatan yang sangat kuat. Faktor Gen, bisa jadi bertanggung jawab atas sekitar 30 persen perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut, namun sebagian besar perubahan itu, hasil dari lingkungan, pola makan, olahraga, pemanfaatan perawatan medis yang tersedia, dan pandangan mental.
Agar menua dengan sukses, kita perlu menyadari mitos yang lebih baru dan lebih tua tentang penuaan yang benar dalam budaya kita saat ini. Berikut beberapa contoh mitos yang kurang tepat: 'Menjadi tua identik dengan hilangnya makna dan tujuan; Jika engkau lebih tua dan mengenang atau jutek tentang masa lalu, engkau menunjukkan tanda-tanda kepikunan; Semakin tua usiamu, semakin cepat waktu berlalu; Setiap orang ingin, dan harus mau, mendengar kebijaksanaan dan pendapat kita hanya karena kita lebih tua; Kreativitas hanya untuk beberapa orang berbakat, dan bakat kita meredup seiring bertambahnya usia.
Setiap hari, kita semakin tua, namun kita perlu memikirkan hal lain selain asuransi perawatan jangka panjang dan bertanya-tanya apa yang dilakukan anak-anak dewasa kita saat kita sendirian di rumah. Luangkan waktu sejenak—sekarang. Mungkin engkau sedang membaca buku di kursi, di kereta, atau di pesawat. Nyamankah? Terasa empuk atau keraskah kursinya? Apa yang engkau lihat di sekelilingmu? Berada di lokasi yang indahkah engkau? Di pantai atau beranda? Perhatikan baik-baik yang kecil, yang indah, yang bermakna. Hiduplah di masa kini—untuk hari ini, selama sepuluh menit, selama satu jam. Apa yang telah engkau abaikan saat ini, karena engkau terlalu mengkhawatirkan masa depan?

Setiap minggu, kita punya 168 jam—0.080 menit—untuk bekerja dan bermain, dan engkau menghabiskan sebagian besar waktumu berusaha menyelesaikan terlalu banyak hal—terburu-buru, berlari-larian penuh aksi. Pada pertengahan abad ke-20, para futuris Amerika meramalkan bahwa komputer dan perangkat penghemat tenaga kerja lainnya, akan menghemat waktu dan mengubah Amerika menjadi masyarakat paling santai dalam sejarah. Yang terjadi, justru sebaliknya.
Di era teknologi yang berkembang pesat dan konsumerisme yang berkelanjutan ini, bagaimana bisa engkau membuat kehidupan yang lebih sederhana dan berjalan lambat? Jika engkau sibuk dengan tugas ini ke tugas itu dengan ponsel di tangan, berlomba dari satu aktivitas ke aktivitas berikutnya, bagaimana bisa engkau menikmati duniamu?
Harapan masyarakat bahwa kita seyogyanya mencapai sesuatu sepanjang waktu, disiarkan dengan sangat efisien dan sejak usia dini sehingga kita menginternalisasinya. Kita bergumul dengan suara hati yang menghasut, mengatakan, “Kamu membuang-buang waktu. Bangun dan lakukan sesuatu dengan hidupmu.”
Kita diharapkan—atau kita mengharapkan diri kita sendiri—agar menanggapi kehidupan yang bergerak cepat dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan saat berusia dua puluh tahun. Wajibkah kita mengikuti perkembangan teknologi terkini seperti SMS, Whatsapp, Twitter, Instagram dan Facebook agar tak ketinggalan zaman? Atau punyakah kita hak istimewa berdasarkan usia agar memilih keluar atau selektif dalam mengadopsi gelombang baru teknologi yang bergerak cepat ini?
Cobalah sesekali memperlambat tempo. Mengapa tak menggunakan pena dan kertas untuk surat pribadi kendatipun berkomunikasi melalui email lebih cepat dan nyaman? Mengapa tak memegang buku asli di tanganmu selain alat baca elektronik? Selain menikmati pesanan secara online dan tak harus melawan kerumunan selama liburan, mengapa tak menikmati berjalan-jalan santai melalui gift shop, menyentuh dan mencium pernak-pernik, serta berbagi senyuman dengan kasirnya? Mungkin terasa penting bagi kebugaran kita saat ini, dalam hidup kita, sedikit memperlambat tempo. Luangkan waktu memanjakan-diri dan menemukan langkah baru.

Apa mungkin jadi tua, bisa menyenangkan? Barangkali, harapan negatif kita ada hubungannya dengan pengalaman kita. Seseorang kelihatan berusia lima puluh lima tahun, lalu menyesali proses penuaan setiap kali ada kesempatan. Ia menentukannya semata-mata sebagai penguraian tubuh dan fungsinya. Ia tampak menciptakan lebih banyak ketidaknyamanan bagi dirinya sendiri sepanjang waktu —lebih banyak sakit, lebih banyak rasa sakit, lebih banyak kunjungan ke dokter.
Di sisi lain, ada seseorang di usia delapan puluhnya, berbicara tentang apa yang mengasyikkan, memuaskan, dan menyenangkan dalam hidupnya. Saat sakit, ia tak fokus padanya. Ia bepergian, membaca, tertawa, dan ia memelihara hubungannya dengan teman, anak, dan cucu.
Kita menantikan jadi eksentrik, merasakan sakit dan nyeri, serta semuanya. Tatkala suatu saat kita perlu berjalan dengan tongkat, kita tak menjadikannya tongkat biasa. Akan kita cat dengan warna merah dan putih agar terlihat seperti tongkat permen. Andai harus menggunakan walker, maka akan dilengkapi dengan klakson sepeda. 'Bip, bip—minggir!' Sekira radang sendi di tangan mengganggu kita, kita bakalan memakai sarung tangan bintik-bintik hijau di dalam ruangan di musim dingin. Penuaan bisa menjadi pengalaman yang sangat memvalidasi asalkan kita belajar menertawakan diri-sendiri dan berfokus pada kegembiraan.

Segalanya berubah—tubuh, rumah, keluarga, koneksi spiritual, dan seluruh dunia kita. Kita dapat menggunakan energi kita melawan dan menolak perubahan. Tapi ada sesuatu yang gagah-berani tentang menyerah. Perubahan tak bisa dihindari, dan menolaknya menyebabkan jiwa kita sangat sedih dan sakit. Selagi kita begitu sibuknya menolak, kita berisiko kehilangan potensi kebahagiaan yang luar biasa besar.
Mungkin tiada hari dimana engkau tak menyadari perubahan. Tubuhmu berubah, keluarga dan temanmu berubah, kekuatan dan kecepatan pemrosesan mentalmu berubah, dan prioritasmu berubah. Bagaimana engkau menghadapi perubahan ini? Menyangkalnya? Atau, terima begitu saja?
Bagiku, jika penerimaan bermakna persetujuan, kukatakan tidak, aku tak menyepakati sebagian dari apa yang terjadi seiring bertambahnya usia. Bila penerimaan bermakna aku bakalan mengubah hidupku, maka kukatakan 'ya.' Jika perubahan bermakna kehilangan dan kekecewaan yang menyakitkan, kukatakan 'tidak, aku tak menginginkan semua itu! (Dan punyakah aku sebuah pilihan?) Bila perubahan bermakna pertumbuhan, gerakan maju, dan sikap menyegarkan, aku setuju. Jika penerimaan bermakna aku bakal membiarkan diriku pergi seiring bertambahnya usia, maka kukatakan tidak.
Penulis Frances Weaver memberitahu kita bahwa sikap kita terhadap segala perubahan inilah yang paling penting. Ia menulis, 'Keinginan tulus menjalani kehidupan yang produktif dan menarik di usia berapapun, bergantung pada imajinasi kita sendiri dan penerimaan ide-ide baru.'
Bila engkau merangkul saat-saat perubahan dinamis ini, engkau bakalan merasa lebih adem-ayem. Engkau sedang berpetualang. Katakan ya bagi perasaan tenteram—dan katakan ya untuk berkelana.'"
[Bagian 2]

Senin, 26 Desember 2022

Obrolan Dua Penguin (2)

"'Penguin kaisar melanjutkan, 'Mengunjungi non-Muslim yang sakit dipandang takwa, Allah berfirman, 'Allah tak melarangmu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tak memerangimu dalam urusan agama dan tak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.' [QS. Al-Mumtahana (60):7]
Suatu kali, Rasulullah (ﷺ) mengunjungi seorang anak lelaki Yahudi yang sedang sakit, yang biasa menjadi pelayan beliau, dan beliau bersabda, 'peluklah Islam,' Maka ia memeluk Islam. Pula, Rasulullah (ﷺ) mengunjungi paman beliau, Abu Thalib—yang tak pernah memeluk Islam sampai kematiannya—dalam keadaan sakit.
Turut serta dalam tatacara pemakaman seorang non-Muslim tak dilarang, asalkan tak loyal kepadanya dalam hal yang dilarang. Jika seorang Muslim punya kerabat non-Muslim, dan bila kerabat tersebut tak punya orang lain memandikan kerabatnya yang non-Muslim tersebut, maka diperbolehkan ia memandikannya. Ini termasuk mengikuti prosesi pemakamannya, kecuali dalam hal yang terlarang. Jika mereka tak punya uang untuk menutupi biayanya, maka biaya tersebut hendaknya diambilkan dari perbendaharaan umum umat Islam, sebab umat Islam diperintahkan agar memberinya makan dan pakaian selama hidupnya bila ia tak mampu. Banyak ulama fiqih membolehkan mengikuti pemakaman non-Muslim, sebab dianggap sebagai keshalihan. Diriwayatkan bahwa ibu Al-Harits bin Abu Rabiah meninggal dunia sebagai seorang Kristen dan ia mengikuti pemakamannya ditemani oleh sekelompok sahabat.
Mayoritas ulama membolehkan ziarah ke makam non-muslim, karena tiada larangan langsung, asalkan ziarah ke makam mereka bukanlah bentuk kesetiaan kepada mereka. Menghibur non-Muslim, berbela sungkawa, meluangkan waktu menasihati mereka agar bersabar dan menerima takdir, semua itu tak dilarang dan dihitung sebagai keshalihan yang Allah perintahkan dimiliki umat Islam. Siapapun yang mengatakan kepada seorang non-Muslim sambil menghiburnya dalam bentuk belasungkawa yang tak bertentangan dengan aturan Islam, tak melakukan perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Umat Islam pada masa Rasulullah (ﷺ) pernah mengimpor pakaian dari Yaman, Mesir, dan Syam (Suriah, Libanon, Palestina, Yordania) sebelum penduduk negara-negara tersebut memeluk Islam dan biasa memakainya tanpa mencucinya (sebab mencucinya merupakan aturan dasar guna memastikan kesuciannya). Pakaian yang dibeli umat Islam itu di antaranya dari orang-orang Majusi dan musyrik. Ibnu Taimiyah dan Al-Khattabi menyebutkan bahwa Ibnu Qudamah meriwayatkan, 'Tiada perbedaan pendapat antara ulama tentang keabsahan shalat yang dilakukan dengan memakai pakaian yang ditenun oleh kaum musyrik sebagaimana Rasulullah (ﷺ) dan para sahabat, radhiallahu 'anhum, biasa memakai pakaian itu. ditenun oleh orang-orang musyrik.'
Menggunakan wadah makan/minum non-Muslim diperbolehkan. Hadits Nabi (ﷺ) membuktikan kehalalan menggunakan wadah-wadah non-Muslim, baik Ahli Kitab maupun musyrik. Jabir, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan, 'Ketika kami bersama Rasulullah (ﷺ) dalam pertempuran dan menemukan bejana dan kulit orang musyrik dan menggunakannya, beliau tak keberatan.' [Al-Bukhari dan Muslim]
Dibolehkan pula bagi seorang Muslim menetap di negara non-Muslim. Umat Islam awal bermigrasi ke Abyssinia yang bukan negara Muslim. Beberapa ulama menjelaskan lebih lanjut dengan menyatakan bahwa ada tiga hukum tentang tinggal di negara non-Muslim: pertama, tak boleh bagi mereka yang komitmennya terhadap Islam tidak kuat; kedua, boleh bagi yang komitmennya terhadap Islam cukup kuat; ketiga, wajib bagi yang komitmennya terhadap Islam cukup kuat dan mampu serta mau mengajarkan Islam. Namun bila tak memungkinkan atau sulit beribadah kepada Allah, maka seorang muslim hendaknya berhijrah kemana saja yang ia bisa menjalankan agamanya dan diterima sebagai warga negara atau penduduk. Tak perlu hijrah ke negara Islam bila sulit diterima dan terkadang oleh karena beberapa negara non-Muslim menawarkan lebih banyak kebebasan bagi seorang Muslim guna menjalankan dan mendakwahkan agamanya.
Teramatlah penting bahwa umat Islam berpartisipasi dalam dewan legislatif guna menyadarkan orang lain akan kebutuhan, pendapat dan kepentingan umat Islam. Umat Islam mungkin dapat berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan ajaran Islam bukan karena Islami, melainkan melayani kepentingan umum dengan sebaik-baiknya. Bekerjasama dengan orang lain memecahkan kebekuan, menghilangkan kesalahpahaman, serta mengembangkan pengertian dan hubungan yang bersahabat. Dengan kata lain, umat Islam yang cerdas, dengan melayani pemerintah mayoritas dapat membantu mewujudkan kepentingan umat Islam sekaligus kepentingan mayoritas.

Membantu non-Muslim ketika tertindas diperbolehkan, sebab Islam tak mencegah seorang Muslim memberikan bantuan kepada yang tertindas saat diminta atau ada kesepakatan semacamnya. Terkadang Islam mendorong upaya bersama agar meringankan keluhan. Bahkan Islam menolak penindasan meskipun penindasnya itu seorang Muslim.
Meminta bantuan non-Muslim boleh dalam bentuk kerjasama, yang didorong asalkan manfaat dari kerjasama ini lebih besar daripada risikonya, atau jika tidak, kerjasama tersebut merupakan suatu keharusan.
Bertukar-hadiah dan ucapan bahagia dengan non-muslim diperbolehkan, karena Allah mendasarkan kehidupan sosial antara semua orang pada persaudaraan umat manusia, dan tak membatasi transaksi, cinta, dan pujian pada persaudaraan dalam agama semata. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman, 'Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakanmu dari seorang lelaki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.' [QS. Al-Hujurat (49):13]
Sayyid Qutb mengomentari ayat ini, 'Yang memberi isyarat kepadamu dengan perkataan 'Wahai manusia' adalah Yang Menciptakanmu, Dia memberitahumu tentang alasan engkau diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Alasan ini bukan agar bertengkar dan saling-bermusuhan, melainkan agar engkau saling mengenal dan hidup damai bersama. Perbedaan bahasa, warna kulit, sifat, budi-pekerti, bakat dan tendensi, tak boleh menimbulkan konflik dan pertengkaran [karena perbedaan tersebut]. Engkau seyogyanya bekerjasama guna memenuhi peranmu di bumi dan bersama-sama memenuhi kebutuhanmu.'
Sewaktu Salman Al-Farisy pertama kali datang ke Madinah, ia belum menjadi seorang Muslim. Ia tahu bahwa Rasulullah (ﷺ) bermartabat dan tak mau menerima sedekah. Ia menemui Rasulullah (ﷺ) dan berkata, 'Aku menghormati martabatmu dan aku mempersembahkan hadiah untukmu, bukan sedekah.' Rasulullah (ﷺ) mengulurkan tangannya dan makan, begitu pula para sahabat. Al-Hafizh Al-'Iraki mengomentari hal ini, dengan mengatakan, 'Hadis ini menunjukkan keabsahan menerima hadiah dari seorang musyrik, sebab pada waktu itu, Salman belum memeluk Islam.'

Nah sekarang, bagaimana sebaiknya seorang Muslim mengekspresikan ketidaksetujuan atau ketidaksepakatannya dengan non-Muslim? Inilah salah satu keajaiban akbar Allah dalam penciptaan bahwa manusia berbeda dalam agama, ras, dan bahasa. Allah berfirman, 'Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.' [QS. Ar-Rum (30):22]
Dan Allah berfirman tentang akidah dan hukum mereka yang berbeda, 'Jika Rabbmu menghendaki, tentu Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka senantiasa berselisih (dalam urusan agama), kecuali orang yang dirahmati oleh Rabbmu. Menurut (kehendak-Nya) itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Rabbmu telah tetap, 'Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam (dengan pendurhaka) dari kalangan jin dan manusia semuanya.'' [QS, Hud (11):118-119]
Dan Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman, 'Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan.' [QS. Al-Maidah (5):48]
Allah menginformasikan kepada kita bahwa Dialah Yang akan menghakimi antara manusia pada Hari Kiamat dimana mereka dulu berselisih, maka Dia tak membiarkan kita dengan sia-sia, saling membunuh oleh perbedaan ini, terutama karena perbedaan ini dalam prinsip, akidah, dan agama.
'Jadi,' pinguin kaisar mengakhiri obrolan mereka, 'Sejarah Islam, sejak awal negaranya berdiri hingga zaman kita saat ini, mendukung fakta bahwa Islam itu satu-satunya agama yang mengakui orang lain dan hak-hak mereka. Sepanjang sejarah, tak ditemukan satu kasuspun dimana umat Islam memaksa orang lain meninggalkan agama mereka dan masuk Islam. Sebaliknya, bagi siapapun yang memeluk Islam, iman dan keyakinannya, hendaknya tulus dan seyogyanya didukung oleh kemauannya sendiri berkomitmen pada syariat Islam. Sebaliknya, siapapun dapat melihat apa yang diderita umat Islam saat ini dan bagaimana mereka diperlakukan, hal yang mengingkari semua agama dan/atau keyakinan.'
Lalu ia melihat sekeliling dan berkata, 'Sudah petang, yuk pulang, bro!' Dan kedua pinguin itu berjalan bersama dengan gayanya yang khas sambil bersenandung,

Mau pergi, silakan, mau datang, silakan
Asal jangan main belakang
Mau cuek, silakan, nggak cuek, silakan
Asal jangan kau permainkan
Aku mah santuy, santai aja, cuy
Kau nggak perlu repot gombalin aku, cuy
Aku mah santuy, santai aja, cuy
Kau nggak perlu repot ngurusin aku, cuy *)

Sebelum berpisah dengan Flora, ia berkata kepadaku, 'Islam mengajarkan pemeluknya agar menerima orang lain dan memperlakukan mereka dengan sangat baik, tanpa melihat agama apa yang mereka anut, atau Muslim atau non-Muslimkah mereka. Kita berharap bahwa baik Muslim maupun non-Muslim, dapat mengambil manfaat dari mengetahui pandangan-pandangan yang benar mengenai banyak miskonsepsi tentang Islam dan mendapatkan jawaban atas banyak pertanyaan yang mungkin mereka miliki. Kita berharap dapat hidup berdampingan secara damai dan membangun hubungan sosial antara Muslim dan non-Muslim. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Ibn Katheer, The Islamic View of Jesus (Peace be upon him), translated by Tamir Abu As-Su'ood Muhammad, Dar Al-Manarah
- Dr. Bilal Philips, The True Message of Jesus Christ, Dar Al Fatah
- Dar Abdul Rahman, Jesus and Christianity in the Perspective of Islam, Ministry of Islamic Affairs, Endowments, Da'wah and Guidance Kingdom of Saudi Arabia
- Salim Al-Bahnasawy, Non-Muslims in the Shari'ah of Islam, translated by Bayan Translation Services, Dar An-Nashr Liljami'at
- Dr. Saeed Ismaeel Sieny, Muslim and non-Muslim Relation, Darul Fajr
*) "Santai Aja Cuy" karya Vic Ilir7

Minggu, 25 Desember 2022

Obrolan Dua Penguin (1)

"Flora memberitahuku, 'Penguin tak bisa terbang, tapi bisa berjalan. Penguin tak bisa terbang, tapi bisa melompat. Penguin tak bisa terbang, tapi bisa berenang. Penguin tak bisa terbang, tapi bisa berdiri-tegak. Pinguin tak bisa terbang, tapi punya bulu. Pinguin tak bisa terbang, tapi kuat. Pinguin tak bisa terbang, tapi mereka hidup di banyak tempat di dunia. Terdapat 17 ragam penguin. Yang terkecil namanya Penguin Peri. Yang terbesar namanya Penguin Kaisar. Ketika para induk penguin kaisar kehilangan anaknya, mereka terkadang mencoba 'mencuri ' anak dari induk lain, namun biasanya tak berhasil, sebab para betina di sekitarnya, membela induk yang mempertahankan anaknya. Pada beberapa spesies, seperti penguin kaisar dan raja, anak-anak penguin berkumpul dalam kelompok besar yang disebut crèches dan menunjukkan perilaku kelompok, seperti singa dan bebek cuddy. Pinguin tak bisa terbang, tapi selalu bersama-sama jalan membungkuk. Penguin tak bisa terbang, tapi mereka selalu melindungi anak-anaknya,'" ucap sang Purnama saat ia tiba, setelah mengucapkan Basmalah dan Salam.
"Flora lalu berkata, 'Dan suatu kali, dua penguin sedang ngobrol di atas batu, di sebuah pantai. 'Bang, napaseh umat Islam kagak boleh ngucapin Selamat Natal?' bertanya seekor penguin peri. Seekor pinguin kaisar berkata, 'Sebab aqidah mereka melarangnya. Namun, walaupun gak ngucapin Selamat Natal kepada para tetangga mereka, itu bukan berarti mereka membencimu atau bakalan ngebom gereja. Dalam perspektif Islam, kebencian dan pembunuhan serta pengrusakan rumah ibadah, sangat tidak dibenarkan. Setiap umat beragama punya keyakinannya sendiri, demikian pula umat Islam.
Islam tak meninggalkan aspek kehidupan manusia tanpa menetapkan pedoman yang diperlukan. Untuk setiap aspek, Islam menetapkan aturan dasar, yang selaras dengan aturan dasar dari aspek lain, guna menunjukkan pada akhirnya, bahwa hanya ada satu pencipta dan satu pembuat undang-undang yang sempurna. Aturan dasar biasanya berfungsi sebagai poros dimana aturan sekunder dan pengecualian, berputar. Tak terkecuali hubungan antara Muslim dan non-Muslim.
Sementara umat Kristiani menganggap Yesus sebagai anak Tuhan atau Tuhan, dalam perspektif Islam, Yesus adalah Nabi Allah yang misinya mengkonfirmasi Taurat yang diturunkan sebelumnya, menyerukan monoteisme dan membawa berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad (ﷺ) setelah dirinya. Perbedaan kepribadian Yesus inilah yang membuat para pengikut kedua agama ini, terpisah.
Jadi, umat Islam menjunjung tinggi semua Nabi Allah, alaihimassalam, dan menempatkan mereka pada pijakan yang sama. Seorang Muslim percaya pada Yesus sebagaimana ia percaya pada Nabi Muhammad (ﷺ). Selain itu, seorang Muslim yang tak yakin pada salah seorang Nabi Allah dianggap kafir, menurut Al-Qur'an dan Sunnah. Bahkan upaya mendakwa atau menuduh Yesus melakukan dosa, dianggap sebagai kekufuran, sebab umat Islam meyakini bahwa semua Nabi Allah itu, sempurna dan tak berbuat dosa.

Kecintaan umat Islam kepada Yesus dan Maryam, alaihimassalam, tak mengenal batas, dan perasaan mereka terhadapnya begitu dalam. Yesus mengundang manusia agar mengikuti 'jalannya'. Jalan para nabi itu, satu-satunya jalan menuju Allah, karenanya, Allah-lah Yang menentukannya dan tujuan para nabi itu, menyampaikan petunjuk Allah kepada umat manusia. Tanpa para nabi, para manusia takkan tahu bagaimana menyembah Allah. Oleh sebab itu, semua nabi menyampaikan kepada para pengikut mereka tentang cara menyembah Allah. Sebaliknya, menambahkan apapun pada agama yang dibawa oleh para nabi, tak dapat dibenarkan.
Para nabi juga secara praktis menunjukkan kepada para pengikutnya bagaimana seseorang harus hidup dengan hukum. Karena itu, mereka pun mengajak orang-orang yang beriman kepada mereka agar mengikuti jalan mereka sebagai jalan yang benar untuk mendekatkan diri kepada Allah. Prinsip ini diabadikan dalam Injil menurut Yohanes 14:6. 
Ada beberapa contoh ajaran yang diikuti dan diajarkan Yesus, sebagian besar ajaran ini dihidupkan kembali dalam pesan terakhir Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad (ﷺ) dan tetap menjadi bagian mendasar dari praktik keagamaan umat Islam hingga saat ini.
Yesus disunat. Menurut Perjanjian Lama, tradisi ini dimulai dengan Nabi Ibrahim, yang dirinya bukanlah seorang Yahudi atau seorang Kristiani. Yesus mengikuti hukum Musa dan ia tak makan daging babi. Yesus tak pula makan apapun yang mengandung darah, juga tak makan darah. Telah tercatat bahwa Allah telah memerintahkan Nabi Musa dalam Taurat, Ulangan 12:16 dan dalam Imamat 19:26. Yesus dan para pengikut awalnya mempraktekkan metode penyembelihan yang tepat dengan menyebut nama Allah dan memotong urat leher hewan saat mereka hidup agar memungkinkan jantung memompa darah keluar.
Yesus mengabdikan dirinya kepada Allah dan karenanya, menjauhkan diri dari minuman beralkohol sesuai dengan perintah yang tercatat dalam Bilangan 6:1-4. Sebelum melakukan shalat resmi, Yesus biasa membasuh anggota tubuhnya sesuai dengan ajaran Taurat. Nabi Musa dan Harun tercatat melakukan hal yang sama dalam Keluaran 40:30-1. Yesus digambarkan dalam Injil, bersujud saat berdoa. Dalam Matius 26:39, penulisnya menggambarkan sebuah peristiwa yang terjadi ketika Yesus pergi bersama murid-muridnya ke Getsemani.
Para wanita di sekitar Yesus, bercadar menurut praktek para wanita di sekitar para nabi sebelumnya. Pakaian mereka longgar dan menutupi seluruh tubuh mereka, dan mereka mengenakan selendang yang menutupi rambut mereka, dalam Kejadian 24:64-5. Yesus menyapa para pengikutnya dengan mengatakan 'Salam bagimu.' Dalam pasal 20:19, penulis Injil yang tak disebutkan namanya menurut Yohanes menulis hal berikut tentang Yesus setelah penyalibannya, 'Yesus berkata kepada mereka lagi, 'Damai sejahtera bagi kamu. Sebagaimana Bapa mengutus aku, demikian pula aku mengutus kamu.' Salam ini menurut para nabi, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Misalnya, dalam 1 Samuel 25:6, Nabi Daud menginstruksikan utusan yang ia kirim ke Nabal, 'Dan demikianlah kamu harus memberi hormat kepadanya, 'Damai sejahtera bagimu, dan damai sejahtera bagi rumahmu, dan damai sejahtera bagi semua yang kamu miliki.' Setiap kali umat Islam saling-bertemu, mereka menggunakan salam ini.
Yesus menegaskan lembaga amal wajib, yang dikenal sebagai 'perpuluhan,' yang diminta dari panen tahunan agar dikembalikan kepada Allah dalam perayaan. Dalam Ulangan 14:22, 'Haruslah engkau benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi tahun.' Dalam Al-Qur'an surah ke-6, al-An'aam, ayat 141, Allah mengingatkan orang-orang beriman agar bersedekah pada saat panen, 'Dialah yang menumbuhkan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.'
Menurut Injil, Yesus berpuasa selama empat puluh hari. Matius 4:2, 'Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.' Hal ini sesuai dengan praktek para nabi sebelumnya. Nabi Musa juga tercatat dalam Keluaran 34:28, berpuasa, 'Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan Tuhan, empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman.'
Dalam Al Qur'an, Surat al-Baqarah (2): 183, orang-orang beriman diperintahkan agar menjalankan puasa secara rutin, 'Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'
Dengan menjunjung tinggi Hukum, Yesus juga menentang pemberian atau pengambilan riba' karena teks Taurat dengan tegas melarang riba'. Tercatat dalam Ulangan 23:19 bahwa, 'Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan.' Namun, dalam ayat berikutnya, orang-orang Yahudi membolehkan meminjamkan uang kepada non-Yahudi, 'Dari orang asing, boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga--supaya Tuhan, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.' [Ulangan 23:20].
Riba' juga dilarang keras dalam Al-Qur'an Surat al-Baqarah (2):278, 'Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.' Agar memenuhi persyaratan Ilahi ini, umat Islam mengembangkan sistem perbankan alternatif, umumnya dikenal sebagai 'Perbankan Islam atau Perbankan Syariah', yang bebas riba'. 
Tak ada catatan bahwa Yesus menentang poligami. Jika ia melakukannya, itu berarti ia mengutuk praktik para nabi sebelumnya. Ada sejumlah contoh pernikahan poligami di antara para nabi yang tercatat dalam Taurat. Nabi Ibrahim punya dua istri, menurut Kejadian 16:13, 'Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, --yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan--lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya.' Demikian pula Nabi Daud, menurut buku pertama Samuel 27:3, 'Daud dan semua orangnya menetap pada Akhis di Gat, masing-masing dengan rumah tangganya; Daud dengan kedua orang isterinya, yakni Ahinoam, perempuan Yizreel, dan Abigail, bekas isteri Nabal, perempuan Karmel.' Dalam 1 Raja-raja 11:3, Salomo [Nabi Sulaiman, alaihissalam] dikatakan, '...mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik;...' Putra Salomo, Rehabeam, punya pula sejumlah istri, menurut 2 Tawarikh 11:21, 'Rehabeam mencintai Maakha, anak Absalom itu, lebih dari pada semua isteri dan gundiknya--ia mengambil delapan belas isteri dan enam puluh gundik dan memperanakkan dua puluh delapan anak laki-laki dan enam puluh anak perempuan.'

Namun, umat Islam meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala jauh dari memiliki anak atau pasangan dalam keilahian-Nya, dan karena itu mereka menolak keyakinan apapun yang meninggikan Yesus melebihi apa yang Allah kehendaki.
Yesus atau 'Isa, alaihissalam, putra Maryam—selain disebutkan dalam Al-Qur'an, juga terdapat bukti-bukti sejarah, sehingga umat Islam lebih memilih nama Maryam daripada Maria—adalah hamba dan utusan Allah. Jadi, dalam perspektif Islam, Yesus semata seorang hamba Allah yang Dia ciptakan dan jadikan dalam rahim seperti yang Dia lakukan pada makhluk lain; Dia menciptakannya tanpa ayah, sama seperti Adam terlahir tanpa ayah atau ibu. Sebaliknya Allah cukup berfirman, 'jadilah' maka jadilah ia. Allah juga menjelaskan kelahiran ibunda Yesus, Maryam dan bagaimana ia mengandungnya, sebuah kisah yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah Maryam.

Allah telah memilih Nabi Adam, alaihissalam, Dia Sendiri Yang menciptakannya, menghembuskannya dari ruh-Nya, memerintahkan para malaikat-Nya bersujud di hadapannya, mengajarinya nama-nama segala sesuatu, membuatnya berdiam di surga, dan kemudian menurunkannya ke bumi. oleh alasan tertentu yang tiada yang tahu kecuali Allah. Dia juga memilih Nabi Nuh, alaihissalam, dan menjadikannya Rasul pertama [ada perbedaan makna 'Rasul' dalam perspektif Islam dibanding umat Kristiani. Dalam perspektif Islam, Rasul adalah utusan Allah yang mengajarkan agama atau wahyu baru pada masyarakat umum. Nabi tak diperingatkan menyampaikan wahyu yang diterima pada umat. Sedangkan rasul menerima wahyu untuk diri sendiri dan menyampaikan pada kaumnya] yang diutus untuk umat manusia. Dia mengutusnya dikala manusia menyembah berhala dan menggangap banyak sekutu dengan Allah dalam keilahian-Nya. Karena Nabi Nuh kian lama berusaha menyeru umatnya siang dan malam, secara terbuka dan diam-diam, namun seruannya hanya membuat mereka semakin menyebalkan, ia berdoa kepada Allah agar Dia mengadzab mereka. Akibatnya, Allah menenggelamkan mereka, kecuali para pengikut Nabi Nuh. Demikian pula, Allah memilih keluarga Nabi Ibrahim, alaihissalam, yang darinya Bani Ismail dan yang paling dihormati dan nabi penutup, Muhammad (ﷺ). Terlebih lagi, Allah, memilih keluarga 'Imran, ayah Maryam, ibunda Yesus, alaihissalam. Tiada perbedaan pendapat atas fakta bahwa Maryam itu, keturunan Nabi Daud, alaihissalam. Ayahnya Imran, pemimpin doa di antara orang Israel pada masanya. Ibundanya, Hannah putri Faqud, seorang shalihah. Zakharia, menurut mayoritas ulama, Nabi pada masanya. Ia merupakan suami Asiyaa', saudara perempuan Maryam. Beberapa ulama lain berpendapat bahwa Zakharia itu, suami dari bibi pihak ibu Asiyaa', wallahu a'lam.
Istri Imran, ibunda Maryam, berkata, 'Aku menamainya Maryam.' Maryam bermakna 'getir.' Lalu, ia berkata, 'Dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari gangguan setan yang terkutuk.' Ini berarti ia berlindung kepada Allah dari kejahatan Setan dan memohon perlindungan Allah untuk putranya, Yesus. Allah kemudian menjawab seruannya. Ibunya membungkusnya dengan pakaian saat lahir dan pergi ke masjid (Al-Aqsa) dan menyerahkannya kepada para jamaah. Kemungkinan besar ia memberikannya kepada mereka setelah masa penyapihan. Menjadi putri Imam mereka, mereka bersaing siapa di antara mereka yang akan dihormati menjadi walinya. Mereka menarik undian, dan diputuskanlah Zakharia. Ia Nabi pada masa itu. Kemudian Maryam dibesarkan di bawah naungan Zakharia.
Maryam, diperintahkan oleh Allah memperbanyak ibadah, shalat, rukuk, dan sujud kepada-Nya agar ia memenuhi syarat, dan agar ia bersyukur kepada Allah. Ia telah terpilih di atas wanita dari segala bangsa. Para mufassir Al-Qur’an berbeda pendapat mengenai jangka waktu kehamilan Maryam. Mayoritas menyatakan bahwa Maryam mengandung anaknya selama sembilan bulan penuh seperti yang semua wanita, karena jika ada cerita yang berbeda, itu akan disebutkan. Ada pula yang menyebutkan bahwa begitu ia mengandung bayinya, ia melahirkannya.
Tersiar kabar di kalangan Yahudi bahwa Maryam hamil. Tiada orang yang menderita seperti yang dialami oleh orang-orang di rumah Zakharia. Beberapa orang kafir menuduhnya berzinah dengan Yosef Al-Nagaar, seorang lelaki shalih dari kerabatnya yang biasa bergabung dengannya di masjid untuk beribadah kepada Allah. Demikianlah, Maryam mengasingkan diri, menarik diri dari orang-orang, dan menyepi ke tempat yang jauh.
Melahirkan, Maryam mencari batang pohon kurma guna menopang di tempat ia bersandar. Tiada makanan yang lebih baik bagi wanita yang mengalami perdarahan nifas ketimbang kurma kering dan kurma segar. Di mana keberadaan tempat ini, tak disepakati para Mufassir dengan suara bulat, akan tetapi, diterima secara umum bahwa itu di Bethlehem, delapan mil jauhnya dari Yerusalem. Dan jelas Maryam melahirkan bukan pada musim dingin, melainkan dimana kurma sedang berbuah ranum.

Landasan risalah Yesus ialah tunduk pada kehendak Allah, karena itulah landasan agama yang Allah tetapkan bagi manusia sejak di awal zaman. Dalam bahasa Arab, tunduk pada kehendak Allah diungkapkan dengan kata 'Islam'. Dalam Injil menurut Matius 7:22, Yesus dikutip mengatakan, 'Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu...'' Dalam pernyataan ini, Yesus menekankan pada 'kehendak Bapa,' penyerahan kehendak manusia pada kehendak Allah. Dalam Yohanes 5:30, diriwayatkan bahwa Yesus juga berkata, 'Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri; aku menghakimi sesuai dengan apa yang aku dengar, dan penghakimanku adil, sebab aku tidak menuruti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku.'
Karena agama Yesus, dan semua nabi sebelumnya, agama penyerahan diri kepada Tuhan, yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai Islam, pengikut sejatinya seyogyanya disebut berserah diri kepada Tuhan, yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai Muslim. Konsekuensinya, umat Islam menolak disebut para Mohammedan, karena pengikut Kristus disebut Kristiani dan pengikut Buddha disebut Buddhis. Umat Kristiani menyembah Kristus dan Budhis menyembah sang Buddha. Istilah Mohammedans menyiratkan bahwa umat Islam menyembah Muhammad, padahal sesungguhnya tidak demikian. Dalam Al-Qur'an, Allah memilih nama Muslim bagi semua orang yang benar-benar mengikuti para nabi. Sebutan Muslim dalam bahasa Arab bermakna 'orang yang tunduk pada kehendak Tuhan.'

Penguin Kaisar diam sejenak, lalu berkata, 'Jadi, jika umat Islam tak mengucapkan Selamat Natal, itu bukan berarti perang dan melakukan pengeboman, serta bukan pula berarti tiada cara lagi bagi Kemanusiaan yang lebih baik. Dalam Islam, hubungan sosial dengan para tetangga, sesama warga negara dan lain-lain dari kalangan non-Muslim, tak dilarang, ada beberapa hubungan sosial yang boleh dilakukan oleh umat Islam dengan sesama non-Muslim. Umat Islam diwajibkan agar mengingat bahwa Allah memerintahkan mereka, menunjukkan kebajikan kepada seluruh makhluk.'"