Rabu, 28 Desember 2022

Saat Usiaku 64 (2)

"Flora melanjutkan, 'Terkejut, menyangkal, marah, tawar-menawar, dan menerima—inilah tahap-tahap kesedihan yang teridentifikasi. Sesungguhnya, sangatlah normal merindukan masa muda kita sampai taraf tertentu. Kenali dimana engkau berada dalam prosesnya, dan kemudian perkenankan dirimu sendiri melewati kesedihan dan keluar dari sisi lain dengan penuh-energi, serta siap menghadapi masa depan. Berdukakah engkau atas kehilangan masa mudamu? Kesedihan di usia berapa yang engkau alami? Apa yang dapat engkau lakukan melewatinya? Orang tetap sehat dan hidup lebih lama, dan tahap kehidupan lama tak lagi berlaku.
Gloria Steinem berkata, 'Sebenarnya, penuaan, setelah usia lima puluh itu, periode baru yang menarik; itulah negeri yang lain.' Kita tak pernah memiliki kemungkinan nyata hidup lebih dari seratus tahun, namun itu tak membuatmu tak punya lebih banyak waktu mewujudkan impian-impianmu, membaca semua buku yang telah engkau beli, mencari kawan baru, petualangan baru, memperbaiki hubungan yang kusut, atau bahkan mengatur—sekali dan untuk selamanya—lemari ruang depanmu?

Bersyukur, sangat penting di masa tua. Betty White berkata, 'Bayangan di cerminmu, boleh jadi sedikit mengecewakan, namun bila engkau masih berfungsi dan tak merasakan sakit, bersyukur hendaknya menjadi nama permainannya.' Self-help guru telah memberi kuliah kepada kita tentang beryukur selama bertahun-tahun. Berapa banyak lagi percakapan membosankan yang ingin kita tanggung sebelum kita mengingat nasihatnya? Mereka benar. Bersyukur untuk hal-hal terkecil sekalipun, dapat begitu saja, secara ajaib, mengubah hari yang berat dari kelabu menjadi cerah.

Mungkin engkau telah memasuki suatu masa dalam hidupmu tatkala kekuatan atau kemampuanmu telah berkurang sebagian. Engkau aktif dalam satu pengejaran atau lainnya, sepanjang hidupmu, dan sekarang, engkau tak dapat melanjutkan aktivitas tersebut. Saatnya menemukan tujuan baru, alasan baru demi kehidupan, dan inilah saatnya menemukan peluang baru yang akan membuatmu melebar dan tumbuh. Di mana engkau memulainya? Mulailah dengan sebuah keputusan. Jika memang diharuskan, setiap tahun putuskan bahwa kelak engkau bakal menjadi tua—hari dimana engkau menjalani pemeriksaan fisik dan dokter berkata, 'Ketahuilah, orang seusiamu, semestinya . . .' Sisa 364 hari dalam setahun, ketika engkau tak berada di klinik dokter, gunakan energimu agar berkembang. Ada ide lain. Cobalah kumpulkan semua statistik kesehatanmu (angka kolesterol, dan sebagainya) dan masukkan ke dalam filemu. Engkau pasti tahu statistik yang kubicarakan—angka-angka yang mengingatkanmu bahwa engkau menua. Kunjungi statistikmu setahun sekali atau lebih (kecuali kesehatanmu membutuhkan resep lain) sehingga engkau mengetahuinya, tetapi tak terpaku padanya atau apa artinya. Engkau punya pilihan—engkau dapat memutuskan agar memasukkan makna dan kegembiraan ke dalam hidupmu, atau engkau dapat memutuskan jadi tua. Marie Curie berkata, 'Semakin tua. orang semakin merasa bahwa masa-masa ini haruslah dinikmati; itulah karunia yang berharga, sebanding dengan keberkahannya.' Maka, duduklah dengan tenang dan bawa dirimu ke masa sekarang dengan segala karunianya.

Pada usia sekitar lima puluh tahun, kita telah mengumpulkan segudang hikmah yang akan membawa kita melewati sisa hidup kita. Namun sangat sering, emosi yang sulit, menghalangi, dan mengakses hikmah kita yang tersimpan menjadi sebuah tantangan. Kita barangkali kehilangan optimisme hidup oleh serangan depresi situasional. Rasa kehilangan mulai menumpuk seiring bertambahnya usia. Kita ditantang agar menjaga kestabilan emosi kita dan, berjuang demi masa muda kita yang hilang, kita lupa bagaimana mengalah dengan anggun.
Selain proses penuaan yang normal, faktor lain, seperti kesehatan, mempengaruhi kehidupan emosional kita. Kondisi kesehatan akan berpengaruh pada seberapa banyak yang engkau lakukan dalam hidupmu, bagaimana engkau melakukannya, dan bagaimana dirimu berfungsi secara emosional. Jika engkau berfokus dan membangun kekuatan yang engkau miliki, kehidupan emosionalmu takkan terlalu terpengaruh, dan penuaan akan menjadi lebih memuaskan. Aspek emosional dari penuaan itu, sebuah tantangan, namun merupakan peluang pertumbuhan yang sangat besar. Kebahagiaan seiring bertambahnya usia tak semata masalah kesehatan yang baik dan standar hidup yang tinggi. Melainkan pula, tentang perasaan bagaimana mengendalikan lingkunganmu.

Bertambah tua, ada manfaatnya, bahwa kita tumbuh menjadi kurang depresi. Meski begitu, adakah engkau rasakan bahwa engkau telah kehilangan semangat dan selera humormu yang biasa? Berhentikah engkau keluar rumah? Adakah engkau menghindari teman-temanmu? Adakah engkau memelototi TV dengan bosan? Tak berhasilkah cucu-cucumu menghiburmu? Bisa jadi, engkau mengatakan pada diri sendiri bahwa itu hanya suasana hati yang lewat, akan tetapi, mungkin ada alasan lain. Depresi serius itu, kondisi yang menguras tenaga, yang dapat merusak kualitas hidup dan seringkali tak disadari pada lansia.
Depresi klinis lebih dari sekadar kesedihan, melankolis, atau reaksi terhadap kesedihan. Depresi itu, masalah medis, seperti hipertensi atau diabetes, dan kondisi tersebut bukanlah bagian dari penuaan normal. Sebagian besar wanita lanjut usia yang depresi, tak merasa lega karena mereka enggan meminta bantuan atau karena dokter mereka, tak mengenali masalah ini. Dokter sering melewatkan diagnosis karena pasien lansia yang depresi biasanya menemui mereka untuk keluhan fisik.
Depresi ringan biasanya hilang dengan sendirinya. Namun mungkin membutuhkan tindakan aktif untuk membuang kasus yang masih ada. Sebagai langkah awal, tidur yang cukup, makanlah makanan bergizi, dan habiskan lebih banyak waktu dengan teman dan keluarga. Olahraga juga merupakan penangkal yang ampuh. Dalam kasus yang lebih persisten, terapi dapat mengungkap penyebab depresi, membantu membalikkan sikap negatif, dan menemukan cara yang lebih baik menangani masalah. Bagi sebagian orang, obat antidepresan juga dapat membantu.
Beberapa gejala depresi yang memerlukan perawatan adalah: merasa tak berharga, hampa, tak dicintai, putus asa; tak lagi menikmati sesuatu; merasa sangat lelah dan lesu, gugup, gelisah, atau mudah tersinggung; tak dapat berkonsentrasi; sering menangis; tidur lebih atau kurang dari biasanya; mengalami sakit kepala, sakit perut, atau nyeri yang terus-menerus; dan dalam kasus ekstrim, memikirkan kematian, terutama bunuh diri. Jika engkau berpikir akan bunuh diri, beritahu seseorang dan segera cari bantuan.
Umumnya, psikiater percaya kebanyakan depresi adalah biokimia, tapi banyak dari mereka tak menerima hubungan spesifik antara kekurangan hormon dan depresi. Wanita dengan masalah hormonal yang jelas terkadang diobati dengan antidepresan. Dalam kasus ini, komponen hormonal yang mendasari depresi mereka sering salah didiagnosis.
Depresi mendadak pada seseorang yang berusia di atas lima puluh tahun mungkin menandakan stroke-diam. Stroke-diam tak mengakibatkan gejala stroke klasik (sakit kepala parah, pusing, dan kehilangan keterampilan motorik) melainkan seringkali merupakan pendahulu stroke penuh. Ada yang mungkin memiliki tanda-tanda semu seperti gangguan kognitif. Jadi berhati-hatilah dengan yang ini.
Engkau mungkin pula mengalami gejala depresi jika kelenjar tiroidmu (kelenjar endokrin di lehermu) rusak, jadi pastikan engkau meminta dokter agar melakukan pemeriksaan darah secara mendalam. Jika engkau didiagnosis dengan hipotiroidisme (tiroid yang kurang aktif), itu dapat dengan mudah diobati.
Ingat, diagnosis depresi tak mencerminkan kelemahan karakter atau kecacatan pribadi. Memang, depresi atau episode depresi sering terjadi pada lansia yang telah menjalani kehidupan normal dan produktif.

Kita tak bisa menghindari stres sama sekali. Namun, engkau mungkin memiliki kendali lebih besar atas waktu kejadian yang membuat stres daripada yang engkau pikirkan. Misalnya, jika engkau baru saja kehilangan pasangan, jangan langsung menjual rumahmu. Jika kesehatanmu menurun, jangan panik dan lari ke UGD. Pikirkan semuanya. Tunda respons jika engkau bisa. Tangani satu keadaan pada satu waktu. Temukan dukungan, dapatkan umpan balik, dan secara perlahan-lahan!
Jika penyebab stres yang dapat diprediksi menghampirimu, cobalah untuk tak menghadapinya sekaligus. Ingat, ada manfaat yang sangat besar mengendalikan stresmu seiring bertambahnya usia. Penulis Sandra A. Crowe menyarankan, “Istirahatlah. Tundalah pekerjaanmu atau didelegasikan—batalkan rencana makan malammu agar engkau dapat menikmati malam yang tenang.Perkenankan dirimu agar dapat men-charge ulang. Bermeditasi, tidur siang, atau tutup matamu dan visualisasikan pengalaman yang nyaman dan menyenangkan.' Tubuh kita berkomunikasi langsung dengan emosi kita, dan stres berdampak pada seluruh organ utama.

Jika pandangan emosionalmu tentang hidup optimis, engkau meningkatkan peluangmu untuk hidup lebih lama. Orang yang memandang penuaan sebagai pengalaman positif hidup, rata-rata tujuh setengah tahun lebih lama daripada mereka yang memandangnya secara negatif. Para peneliti di Yale mengatakan bahwa kekuatan optimisme bahkan lebih besar ketimbang menurunkan tensi darah atau menurunkan kolesterol—masing-masing memperpanjang usia sekitar empat tahun.
Engkau tak bisa menyalahkan ketidakbahagiaanmu semata oleh penuaan. Ilmuwan sosial mewawancarai sampel orang yang mewakili semua kelompok umur dan menemukan bahwa tak ada masa hidup yang lebih bahagia atau tak bahagia.
Bagaimana seseorang tetap optimis? Mulailah dengan mengambil tanggungjawab pribadi atas kebahagiaanmu sendiri. Jangan menyalahkan orang lain atau peristiwa eksternal yang membuatmu tak bahagia. Temukan apa yang engkau suka lakukan, dan tentu saja, lakukanlah. Sertakan hal-hal yang engkau nikmati dalam hidupmu setiap hari, bahkan hal-hal terkecilpun. Buatlah daftar peristiwa positif dalam hidupmu, dan rujuklah daftar itu saat engkau sedang down. Habiskan lima menit setiap hari guna memikirkan atau menulis tentang apa yang engkau hargai dalam hidup. Tetap fokus pada hal-hal positif—bahkan hari-hari buruk setidaknya punya titik terang. Apa yang dapat engkau lakukan hari ini, saat ini, agar merasa lebih bahagia dan optimis tentang hidupmu?'"

"Kemudian Flora berkata, 'Dan sebagai penutup, dengarkan ini,

Seorang lelaki berkata, 'Aku mengalami nyeri dada, tapi ahli kardiologku meyakinkan bahwa gak ada yang salah. Lalu, aku bilang padanya bahwa aku merencanakan pelayaran dengan kapal pesiar ke Alaska dan bertanya, punyakah ia saran guna menghindari ketidaknyamanan itu.
'Bersenang-senanglah,' katanya dengan wajah kaku, 'tapi jangan nyebur ke laut.'

Seorang wanita berkata, 'Selama hari-hari terakhir kehidupan ibuku, kami mendiskusikan banyak hal. Suatu hari, aku mengangkat topik upacara pemakaman dan peringatannya. 'Oh, sayang,' jawabnya, 'Aku benar-benar tak mempedulikan detailnya.'
Kemudian, ia bangun dari tidur siang dan menggenggam tanganku, jelas ingin berbagi sesuatu denganku. Kala aku mencondongkan tubuh ke depan mendekat padanya, ia berkata setengah memaksa, 'Jangan kuburkan aku pakai baju kotak-kotak.'"

Sang Purnama berkata, "Cahayaku mulai redup, sudah waktunya berpisah dengan Flora, dan aku harus bergerak ke belahan dunia lain. Ia melambaikan tangannya seraya bersenandung,

When I get older, losing my hair
[Ketika aku tua, rambutku rontok]
many years from now,
[bertahun-tahun dari sekarang]
will you still be sending me a Valentine, birthday greetings, bottle of wine?
[masih maukah engkau mengirimkanku kartu Valentine, selamat Ultah, sebotol anggur?]

If I'd been out till quarter to three,
[Jika aku keluar sampai pukul tiga kurang seperempat,]
would you lock the door?
[tak keberatankah engkau mengunci pintunya?]
Will you still need me, will you still feed me,
[Masihkah engkau memerlukanku, masih maukah engkau memberiku makan]
when I'm sixty-four?
[saat usiaku enam-puluh-empat?]
You'll be older too *)
[Engkau bakalan jadi tua juga]

Sebelum pergi, sang Purnama menyimpulkan, "Mampu merasakan kebercukupan di usia tua, atau keadaan sulit lainnya, memperlihatkan bahwa engkau punya kemampuan untuk membuat keadaan yang terbaik bagimu. Itulah sesuatu yang, sayangnya, tak semua orang mampu melakukannya. Engkau sekalian tahu orang-orang yang menggerutu tentang berbagai hal, merekalah orang-orang yang mengeluh tentang setiap rasa-perih dan sakit ketika mereka menua, sedangkan mereka yang punya masalah serius pada usia berapapun, selalu berusaha melakukan yang terbaik.
Kita semua merindukan kehidupan kita sebelumnya, saat kita masih muda, apa yang bisa kita lakukan saat itu dan sekarang tak bisa lagi. Sekarang lebih penting melakukan yang terbaik agar tetap mandiri – baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Dengan cara ini, engkau tetap menjadi diri-sendiri, walaupun dalam keadaan berbeda, dimana ada tantangan baru yang harus dihadapi dan, semoga, sebuah kesuksesan baru.
Obat penawar terbaik menangkal pikiran depresi ialah dengan mendorong setiap orang agar menjalani hidup sepenuhnya, mengambil semua kesempatan dengan cara merasa cukup di usia tua dan akhirnya merasa lebih tenteram. Hal ini bermanfaat bagi keluargamu dan juga dirimu. Dengan cara ini, kita, serta keluarga kita, akan memiliki kenangan akan masa-masa indah dan pencapaian yang sangat memuaskan untuk menghargai dan menopang kita. Konsepsi yang merangsang pikiranmu ini dan secara sadar mencari minat baru, jauh sebelum usia pensiun, mungkin bukan hal baru bagi banyak orang. Pula, boleh jadi, tak berlaku bagi orang lain, namun setidaknya, dapat memberikan beberapa gagasan tentang bagaimana memperkaya kehidupan banyak orang.
Kita semua harus menghadapi masalah-masalah sulit seiring berjalannya kehidupan–seolah-olah sebagian besar dari kita, tak pernah menghadapi masalah-masalah sulit di masa lalu. Di masa depan, masalah takkan menjadi lebih mudah karena dengan peningkatan perawatan medis, generasi berikutnya dapat hidup lebih lama. Semakin kita dapat memperkaya hidup kita dan memperkuat keinginan kita, maka akan semakin baik. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Pamela D. Blair Ph.D, Getting Older Better, Hampton Roads
- Rosemary Sassoon, A Short Guide to Growing Older, The Book Guild Ltd
- Douwe Draaisma, Why Life Speeds Up as You Get Older, Cambridge University Press.
*) "When I'm Sixty-Four" karya John Lennon & Paul McCartney


[Bagian 1]