Selasa, 09 Januari 2018

Jelas

"Terima kasih saudariku!" ucap Nuri kepada Angsa. "Adalagi? Ada yang mau berbagi?" Elang ragu-ragu, namun akhirnya iapun melangkah maju, "Aku tak punya apa-apa, tapi ambillah sesuatu dari apa yang pernah kudengar." Para unggas serentak berkata, "Jika demikian, sampaikanlah kepada kami!"
Elang berkata, "Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, radhiyallahu 'anhum, yang berkata, aku mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat urusan-urusan yang meragukan (syubhat atau samar-samar) yang tak diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menjauh dari urusan yang meragukan ini, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjebak ke dalam urusan yang meragukan ini, maka akan terjerumus dalam urusan yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar padang rumput yang disakralkan, maka lambat laun ia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki suatu tempat yang sakral, dan tempat sakral Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika ia sehat, maka sehatlah seluruh raga ini, dan jika ia berpenyakit, maka sakitlah seluruh raga ini; ketahuilah bahwa itulah qalbu."

Hadis ini sahih. Dicatat oleh al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, ibn Majah, al-Nasai dan banyak lainnya. Hadits ini meletakkan prinsip-prinsip terpenting Islam. Abu Dawud, rahimahullah, seorang ahli hadis, pernah menyatakan bahwa Islam dibangun di atas empat hadits, inilah salah satunya. Memang, hadis ini mencakup segala kemungkinan tindakan: yang halal, haram dan syubhat atau samar-samar. Ini juga menunjukkan bagaimana melindungi agama dan kehormatan seseorang. Akhirnya, di ujung cerita, inilah kunci untuk mengikuti apa yang halal dan tetap menjauh dari apa yang akan membahayakan seseorang.
Ada banyak sekali perbuatan yang secara jelas diperkenankan dan disetujui oleh Hukum Islam. Dalam beberapa persoalan, secara eksplisit diperbolehkan, sementara dalam kasus lain, sangat jelas termasuk dalam pedoman umum Al-Qur'an dan sunnah. Dengan cara yang sama, ada perbuatan yang sangat jelas dinyatakan halal, perbuatan lain sangat jelas dinyatakan haram. Kejelasan bukti tentang perbuatan tersebut sangat jelas.

Nuri bertanya, "Apa sebenarnya masalah yang meragukan itu?" Elang berkata, "Rasulullah (ﷺ) menunjukkan contoh bagi seluruh umat Islam kapan hendaknya menghindari hal-hal yang meragukan. Misalnya, Adi ibnu Tzaabit, radhiyallahu 'anhu, bertanya, saat ia berburu dan menyuruh anjingnya mengejar mangsa. Setelah menemukan mangsa, ia melihat seekor anjing lain di sana, dan ia tak tahu anjing mana yang benar-benar membunuh mangsanya. Rasulullah (ﷺ) bersabda kepadanya, "Jangan makan [mangsa itu], karena engkau telah menyebutkan nama Allah atas anjingmu, namun engkau tak menyebutkannya bagi anjing lainnya." Hadits ini direkam oleh al-Bukhari dan Muslim. Sekali lagi, Rasulullah (ﷺ) memutuskan masalah ini karena adanya keraguan, dan menyuruh Adi agar tak memakan hasil buruan itu, karena beliau khawatir, binatang buruan itu telah dibunuh oleh anjing lain, dan akan menjadi jenis daging yang tak diperbolehkan dimakan. Contoh ini, menunjukkan bahwa Rasulullah (ﷺ) memutuskan suatu masalah, yang sesuai dengan prinsip menghindari hal-hal yang meragukan. Hal ini, tentu saja, sangat konsisten dengan pernyataan Abdullah ibnu Mas'ud, radhiyallahu 'anhu, yang dicatat oleh an-Nasaai. Dalam pernyataannya, Abdullah berkata, "Sesungguhnya, hal-hal yang halal itu sudah jelas dan hal-hal yang haram itu jelas. Dan diantaranya ada beberapa hal yang meragukan. Karenanya, tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu dengan yang tak membuatmu ragu-ragu."
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan orang menjadi tak yakin akan suatu perbuatan, halal atau haramkah itu. Salah satu alasannya adalah bahwa bukti yang terkait dengan poin tertentu nampaknya bertentangan. Satu hadits, misalnya, mungkin menunjukkan perbuatan yang diperkenankan, sementara yang lain menunjukkan perbuatan yang sama, namun dilarang. Kemungkinannya disebabkan kerancuan dan adanya perbedaan pendapat. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh hadis ini, pandangan yang benar tentang persoalan tertentu adalah satu, dan tak banyak. Sayangnya, banyak orang mungkin belum mengetahui pendapat yang benar.

Secara umum, masalah yang meragukan dapat dibagi menjadi tiga jenis. Jenis pertama, dimana ada sesuatu, yang orang tahu itu dilarang, namun kemudian ia merasa ragu, telah dihapuskah aspek terlarangnya. Contohnya, daging binatang. Ada larangan bagi umat Islam memakan daging kecuali jika telah disembelih dengan cara yang benar. Jika ia tak tahu atau tak punya alasan untuk yakin bahwa hewan itu telah disembelih dengan benar dan oleh orang-orang yang dapat diterima, maka ia seharusnya tak memakannya, karena kemudian tampak menjadi hal-hal yang meragukan, yang harus dihindarinya. Sebenarnya, dalam persoalan ini, orang dapat mengatakan bahwa dilarang memakan daging itu karena aturan aslinya, daging seperti itu dilarang dimakan, kecuali jika ada alasan meyakini hal lain. Jenis kedua, kebalikan dari yang pertama: ada sesuatu yang pasti diperbolehkan bagi seseorang dan kemudian ia merasa ragu tentang apakah sifat yang diijinkannya telah dihapus atau tidak. Dalam kasus seperti ini, orang tersebut hendaknya mempertimbangkan masalah tersebut sampai ia yakin hal itu telah dilarang. Jenis ketiga, dimana orang tersebut merasa ragu tentang sesuatu dan ia tak tahu apakah itu halal atau haram karena keduanya mungkin dan tak ada banyak bukti bagi kedua kesimpulan tersebut. Dalam kasus ini, lebih baik orang tersebut menghindari masalah ini sepenuhnya.
Rasulullah (ﷺ) telah menggambarkan sebuah perumpamaan tentang perbuatan yang dilarang oleh Allah. Adalah kebiasaan orang Arab bahwa kaum terpandang di antara mereka memiliki lahan tertentu hanya bagi ternak mereka merumput, yaitu lahan penggembalaan pribadi. Jika gembala lain membawa domba-dombanya terlalu dekat ke lahan penggembalaan pribadi ini, akan sangat mudah bagi beberapa domba-dombanya untuk melewati batas dan mulai makan dari tanah penggembalaan pribadi itu. Oleh karenanya, para gembala akan selalu membedakan antara dombanya dan lahan tersebut, agar memastikan bahwa ternaknya tidak secara tak sengaja makan dari lahan penggembalaan pribadi. Dalam perumpamaan ini, tanah penggembalaan pribadi Allah mengacu pada perbuatan yang dilarang Allah. Seorang Muslim harus sangat berhati-hati agar tak melangkah mendekati perbuatan ini karena ia mungkin secara tak sengaja turut ambil bagian di dalamnya. Ia harus mengatur jarak antara dirinya dan tindakan terlarang ini. Dengan kata lain, orang tersebut harus menghindari segala hal yang mengarah pada perbuatan terlarang ini, jika tidak, ia mungkin terjebak dalam arus pasang dan tenggelam ke dalam perbuatan yang terlarang.

Perhatikan betapa indahnya Rasulullah (ﷺ) melukiskan keadaan ini. Orang bisa membayangkan punya hewan ternak dan membawanya merumput. Mereka merumput di lahan yang digunakan oleh banyak hewan-ternak lain. Lahannya bisa diinjak-injak dan rumputnya dimakan habis. Kemudian ternak tersebut melihat sebagian lahan yang dekat dengannya sangat hijau karena tak banyak ternak yang diperbolehkan merumput di sana. Betapa menariknya rumput-rumput itu bagi hewan ternak yang melihatnya. Bagaimanakah gembala akan menjaga agar semua ternaknya tak menyimpang ke tanah yang terlihat begitu menggoda? Ia punya dua pilihan. Ia bisa menghindar agar tak mendekati lahan pribadi itu. Dalam hal ini, ia tak perlu takut ternaknya menyimpang ke lahan yang menggoda itu. Kedua, ia bisa terus mengawasi semua ternaknya agar memastikan tak ada yang tersesat. Pilihan mana yang lebih mudah dan lebih produktif? Misalkan ia tak melihat salah satu hewan ternaknya. Atau misalkan ia perlu beristirahat sejenak atau makan sebentar saja. Siapa yang akan mengawasi ternaknya? Rasulullah (ﷺ), dengan cara yang sangat indah dan nengharukan, telah menunjukkan bahwa orang bijak takkan mengambil risiko seperti itu. Ia menyadari bahwa satu-satunya cara keberhasilan yang pasti adalah menjauh dari padang rumput pribadi itu. Bila ia melakukannya, ia akan melindungi agama dan kehormatannya."

Elang kemudian berkata, "Wahai saudara-saudariku, Rasulullah (ﷺ) telah menjelaskan semua masalah yang ada. Namun, ada hal yang sangat jelas dibanding yang lain atau yang cukup jelas dibanding yang lain. Oleh karena itu, sehubungan dengan siapapun, segala tindakan dapat dibagi menjadi tiga kategori: sesuatu yang benar-benar diperbolehkan, sesuatu yang dilarang dan sesuatu yang berada di antara keduanya, yang dengannya seseorang tak dapat menentukan atau mengetahui, diperbolehkankah itu atau dilarang.
Hadits ini menunjukkan bahwa hanya ada satu pendapat yang benar mengenai halal atau haramnya perbuatan tertentu — sebuah tindakan tak dapat menjadi halal dan haram pada saat yang bersamaan. Ada satu dan hanya satu pendapat yang benar. Orang shalih akan menghindari hal yang meragukan. Dengan demikian, agama atau kehormatannya tetap berada di atas dan melampaui segala kecurigaan. Perbuatan yang haram adalah padang rumput pribadi Allah. Setiap orang seyogyanya berusaha sekuat tenaga memastikan bahwa "kawanannya" tetap terjauh dari padang rumput pribadi itu. Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah, tetap menjauh dari padang rumput pribadi tersebut. Wallahu a'lam." "
Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?” (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat." - [QS.18-103-105]

Referensi :
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary On The Forty Hadith Of Al Nawawi Volume 1, Al-Basheer Publications