Senin, 22 Januari 2018

Mengapa Kita Disini? (2)

Nuri bertanya, "Mengapa Allah menciptakan umat manusia di bumi? Mengapa Allah menciptakan Dunia?" Murai berkata, "Jawaban atas pertanyaan ini dapat dengan mudah ditemukan dalam al-Quran, di Surah al-Mulk [67]:2, "Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun."
Dan dalam Surah al-Kahfi [18]:7, "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya."
Dengan demikian, tujuan penciptaan manusia di dunia ini adalah ujian terhadap perilaku manusia. Kehidupan dan kematian, kekayaan dan kemiskinan, penyakit dan kesehatan, dicipta untuk menyaring jiwa-jiwa yang baik dari jiwa-jiwa buruk. Perilaku manusia di dunia ini diukur dengan iman. Namun, ujian perilaku bukanlah untuk memberi tahu kepada Allah tentang manusia, karena Dia, Subhanahu Wa Ta'ala, mengetahui segala sesuatu yang perlu diketahui tentang mereka sebelum Dia menciptakannya. Ujian tersebut berfungsi untuk mengkonfirmasi pada Hari Kiamat bahwa orang-orang yang masuk Jahannam layak mendapatkannya, dan orang-orang yang masuk ke Jannah, sampai di sana hanya karena rahmat Allah. Sehubungan dengan manusia dalam kehidupan ini, ujian perilaku menyuguhkan dua tujuan dasar: pertama, pertumbuhan spiritual manusia, dan yang lainnya, pahala atau siksa.

Ujian di dunia ini terutama untuk pengembangan rohani manusia. Sama seperti api yang intens memisahkan emas murni dari bijih kasar yang terikat di alam, ujian memurnikan karakter moral orang-orang beriman. Ujian ini mendorong agar orang-orang beriman memilih kualitas spiritual mereka yang lebih tinggi atas hasrat mereka yang lebih rendah. Meskipun tak setiap ujian dilalui, bahkan dalam kegagalan, orang beriman tumbuh dengan belajar pelajaran spiritual untuk membantunya dalam ujian di masa depan.
Ujian dalam hidup ini, bisa dalam bentuk musibah dan bencana yang berkontribusi pada pertumbuhan spiritual orang mukmin sejati dan menyucikan mereka dari dosa. Sebaliknya, ujian kemalangan hidup, mengingatkan orang-orang yang beriman agar kembali ke jalan yang benar, dan menghukum orang-orang kafir dalam kehidupan saat ini sebelum Hari Kiamat.
Musibah merupakan pondasi dimana kualitas kesabaran spiritual semakin tinggi dikembangkan. Karenanya, tak mengherankan bila mendapati bahwa orang beriman banyak tertimpa tragedi dan kesulitan dalam hidup mereka. Manusia diuji menurut tingkat imannya. Jika imannya kokoh, cobaannya meningkat dalam tingkat yang berat, dan jika imannya lemah, ia akan dicoba sesuai dengan kemampuannya.
Kesabaran sejati adalah produk keimanan penuh pada Allah pada saat bencana. Iman pada Allah adalah aspek penting dari ibadah dan konsekuensi alami dari iman yang nyata. Karena iman kepada Allah berarti menerima bahwa tak ada yang terjadi di alam semesta tanpa seizin-Nya, maka hanya Allah yang pantas diimani sepenuhnya oleh manusia. Sebab, hanya janji Allah-lah yang tak pernah diingkari. Tak peduli betapapun benarnya manusia, ia bisa salah. Manusia akan selalu saling mengecewakan karena selalu berbuat khilaf.

Ujian dan cobaan, yang dengannya Allah menguji manusia, secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing. Allah menjadikan cobaan bagi setiap orang sesuai kemampuan mereka untuk menghasilkan yang terbaik dari mereka. Tak wajar dan tak adil bagi manusia bila diadili di luar kemampuan mereka, dan kemudian dihukum atas kegagalan mereka. Jika Allah benar-benar adil, itu berarti bahwa cobaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini, tak berada di luar kemampuan mereka, untuk meyakinkan manusia.
Selanjutnya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berjanji bahwa keadaan sulit yang dihadapi manusia dalam hidup takkan tanpa selang waktu istirahat. Jika cobaan itu terus-menerus, pasti akan tak tertahankan. Karenanya, setiap masa ujian dan cobaan, selalu diikuti dengan masa kelegaan.
Janji-janji Ilahi atas keadilan dan rahmat Allah, mengisi orang-orang mukmin dengan rasa percaya diri yang diperlukan untuk menghadapi kesulitan hidup dengan sabar. Akibatnya, harapan akan rahmat Allah adalah bagian penting dari iman. Mereka yang beriman kepada Allah, dan dengan sabar berusaha melakukan apa yang benar, berhak mengharapkan rahmat-Nya, karena Dia telah berjanji membantu dan mendukung mereka yang sabar. Tentu saja, Jannah adalah pahala bagi kesabaran berdasarkan iman yang tulus kepada Allah. Kesabaran juga didasarkan pada keyakinan bahwa apapun yang menimpa umat manusia pada dasarnya merupakan konsekuensi dari perbuatan buruk mereka sendiri.

Faktanya adalah, Allah telah memaafkan manusia bagi sebagian besar kejahatan mereka. Bila Dia mengazab manusia sesuai dengan perbuatan mereka semata, mereka dan semua yang ada di atas bumi ini, akan hancur. Konsekuensinya, baik cobaan maupun ujian yang berat, menguntungkan bagi orang mukmin. Kehidupan orang-orang mukmin sejati seimbang di antara kelakuan manusia yang ekstrim. Mereka tak merasa bahagia dengan keberhasilan hidup sehingga mereka melupakan Allah, dan juga tak merasa tertekan dengan kesulitan dan kegagalan hidup sehingga mereka kehilangan harapan akan rahmat Allah. Sebaliknya, mereka mengingat Tuhan dan Penolong mereka, dan yakin pada keputusan-keputusan-Nya.
Di sisi lain, jika orang-orang mukmin mengalami hidup tanpa masalah, harus dianggap sebagai pertanda bahwa ada sesuatu yang salah. Dalam keadaan seperti itu, orang mukmin sejati harus meluangkan waktu dan merenungkan realitas kehidupannya. Ujiannya tak jelas, dan mereka tak menyadarinya atau mereka telah menyimpang dari jalan yang benar. Allah berfirman kepada orang-orang beriman bahwa kenikmatan nyata yang diambil orang-orang kafir dari kekayaan dan anak-anak mereka, hanyalah awal dari hukuman mereka.
Ini bukan untuk mengatakan bahwa orang-orang mukmin harus merindukan masalah dan malapetaka dalam hidup mereka, karena Allah telah mengajarkan mereka sebuah do'a, dalam Surah al-Baqarah [2]: 286, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami." Sebaliknya, mereka harus bersyukur kepada Allah atas segala lindungan Allah atas cobaan mereka. Namun, pada saat kemudahan itu, mereka harus tetap waspada dan tak melupakan ujian itu, karena kesuksesan dan kebahagiaan sering membutakan manusia terhadap cobaan hidup.

Cobaan terkadang berfungsi sebagai peringatan yang menghukum mereka yang telah tersesat, dan dorongan bagi mereka agar kembali ke jalan yang benar. Ketika manusia menyimpang, mereka jarang mendengarkan saran orang-orang di sekitar mereka. Namun, ketika sebuah bencana menimpa diri mereka atau diri orang-orang yang dekat dan mereka sayangi, itu ibarat sebuah hentakan bagi orang-orang yang masih punya iman, agar menyadari kesalahan mereka.
Mereka yang melanggar batas yang ditetapkan Allah, membuka diri mereka terhadap azab dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang. Azab bisa datang dalam berbagai cara yang berbeda. Melalui Al-Qur'an, Allah menggambarkan banyak bangsa di masa lalu yang menolak tuntunan Ilahi, dan kemudian hancur. Kisah-kisah ini menjadi peringatan bagi ummat manusia, akibat pemberontakan melawan perintah-perintah Allah. 

Akhirnya, tujuan dunia dan isinya diciptakan, relatif terhadap manusia, secara khusus telah ditentukan dalam Al-Quran. Dalam Surah Ibrahim [14]: 32-33, "Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu." Juga di Surah Al-An'am [96]: 96-97, "Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Kami telah menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang mengetahui."
Isi dunia ini dicipta untuk melayani umat manusia. Baik itu produk dari penemuan manusia, seperti kapal, maupun alam itu sendiri, semuanya telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi kepentingan manusia. Namun, pemberian semacam itu bukan tanpa tanggung jawab. Manusia diharuskan mengenali karunia dan rahmat Allah, serta bersyukur dan memuliakan-Nya.
Manusia juga bertanggung jawab mengatur makhluk ciptaan lain sesuai dengan perintah Allah. Inilah tujuan manusia relatif terhadap ciptaan lainnya. Mereka diperintahkan untuk memanfaatkan isi dunia ini sesuai dengan perintah atau aturan Allah. Dalam Sahih Muslim, Abu Sa'id al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, mengutip Rasulullah (ﷺ) yang bersabda, "Dunia ini indah dan hijau, dan Allah telah menjadikanmu penguasanya, untuk melihat bagaimana perbuatanmu." Manusia tak bebas berbuat sesuka hatinya di dunia ini.

Menurut Al-Qur'an, membunuh binatang untuk olahraga, dilarang, dan berdosa di sisi Allah. Mencabut nyawa binatang yang hidup, tak diperkenankan, kecuali untuk makanan, perlindungan kehidupan manusia, atau untuk pakaian. Membunuh binatang untuk hobi dan kesenangan semata, pada dasarnya sangat buruk. Dan, bahkanpun ketika hidup seorang anak manusia harus diambil karena kejahatannya terhadap masyarakat, atau kehidupan seekor hewan diambil untuk makanan, seharusnya dilakukan tanpa rasa sakit. Merawat hewan diabadikan dalam hukum Ilahi, bahkanpun dalam kasus anjing, yang umumnya tak diperbolehkan berada di dalam rumah seorang Muslim. Menganiaya binatang adalah dosa besar menurut hukum Islam.
Ada keadaan dimana perlu menimbulkan sedikit rasa sakit pada hewan, seperti memecutnya agar mau bergerak dan menandai agar mudah diidentifikasi. Namun, meski dalam situasi seperti ini, Allah memerintahkan agar melindungi mereka. Jabir, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) melarang memukul binatang pada wajah mereka atau mencap mereka di bagian wajah.
Tanggung jawab manusia menjaga dunia ini tak berhenti pada dunia fauna. Dunia flora, juga sangat dihargai dalam hukum Ilahi. Dengan demikian, umat Islam yang terlibat dalam peperangan, dilarang menghancurkan pepohonan, dan bahkan penanaman pohon dianggap sebagai sedekah. Manusia bertanggung jawab menjaga agar seluruh aspek lingkungan dimana mereka diciptakan sebagai tugas suci dari Allah. Karenanya, dibutuhkan perlawanan aktif terhadap polusi dan penghancuran habitat alami secara besar-besaran."

Kemudian Murai berkata, "Wahai saudara-saudariku, tanpa mengetahui tentang tujuan penciptaan, manusia berkeliaran tanpa tujuan dalam kehidupannya, bagaikan kapal laut tanpa kemudi. Oleh karena itu, penting bagi kebugaran mereka sendiri agar mereka tahu mengapa Allah menciptakannya. Pada dasarnya, Allah mencipta untuk memanifestasikan sifat-sifat-Nya. Akibatnya, ciptaan adalah konsekuensi dari keberadaan-Nya sebagai Sang Pencipta, Jannah memanifestasikan rahmat dan kasih-sayang-Nya, Jahannam sebagai keadilan-Nya, kesalahan manusiawi sebagai ampunan-Nya, makhluk hidup dan makhluk yang tak hidup bagi kedermawanan-Nya, dan sebagainya. Penting mengetahui bahwa ciptaan adalah sarana, yang dengannya Allah memanifestasikan sifat-sifat-Nya, bahwa manusia dapat dengan benar mengenal Allah dan menerima keputusan dan takdir-Nya. Namun, sekali lagi, penting bahwa manusia mengetahui tujuan penciptaannya. Wahyu terakhir, Al-Qur'an, mengajarkan bahwa tujuan itu adalah menyembah Allah, karena manusia harus menyembah-Nya guna mencapai kebenaran dan status spiritual yang diperlukan agar mencapai Jannah. Pentingnya ilmu ini agar manusia memahami bahwa ibadah sama pentingnya dengan makan dan bernafas, dan bahwa, hal itu bukanlah kebaikan yang mereka lakukan untuk Allah.
Hakikatnya adalah, hendaknya manusia memahami pentingnya karunia dan cobaan di dunia ini. Tanpa ilmu tentang tujuan di balik penciptaan mereka, manusia cenderung memandang dunia ini sebagai musuh mereka. Namun, Allah menciptakannya terutama untuk keuntungan mereka. Cobaan yang baik dan yang buruk dirancang untuk menghasilkan kualitas spiritual manusia yang lebih tinggi. Namun, manusia tak dapat memperoleh manfaat dari cobaan kecuali jika mereka tawakkal kepada Allah dan bersabar atas apa yang telah Dia tentukan bagi mereka. Mereka yang menolak Allah, cobaan dunia ini menjadi hukuman bagi mereka, dalam kehidupan ini, sebelum hukuman kekal di dunia berikutnya.
Ilmu tentang tujuan dunia, juga membuat orang beriman sadar akan lingkungannya. Umat ​​manusia bertanggungjawab memanfaatkan karunia hidup ini dengan adil. Makhluk bumi dan lautan, alam flora dan atmosfer telah dimasukkan ke dalam tanggungjawabnya. Akibatnya, manusia harus berhati-hati, melestarikan lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya sebagai sarana untuk bersyukur kepada Allah. Dengan kesadaran tujuan yang komprehensif ini, manusia menjadi utuh. Mereka bertransformasi menjadi petunjuk bagi sesama umat manusia, memperlihatkan jalan menuju keshalihan. Wallahu a'lam."
"Aku tak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." - [QS. 51:57-58]"
(Bagian 1)
Referensi :
- Dr. Abu Ameenah Bilal Philips, The Purpose of Creation, IIPH