"Assalamualaikum, bolehkah aku turut bergabung dengan kalian?" burung Jalak menyapa. Nuri berkata, "Silahkan, majulah ke depan, saudaraku!" Jalak lalu berkata, "Aku mendengar percakapan kalian, bolehkah aku turut berbagi apa yang pernah kudengar?" Nuri berkata, "Tentu saja saudaraku, silahkan, sampaikanlah!" Jalak berkata, "Atas kewibawaan Abu Dzar al-Ghifari, radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah (ﷺ), dari antara perkataan yang ia sampaikan dari Rabb-nya, bahwa Dia, Subhanahu wa Ta'ala berkata, "Wahai hamba-hamba-Ku, Aku telah mengharamkan kezhaliman bagi-Ku dan Aku telah melarangnya bagimu. Karena itu, janganlah saling menzhalimi. Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian semua tersesat, kecuali orang-orang yang telah Aku tuntun. Karena itu, mintalah petunjuk dari-Ku dan Aku akan menuntunmu. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua lapar kecuali orang-orang yang telah Ku-berikan makan. Karena itu, mintalah makanan dari-Ku dan Aku akan memberimu makan. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tak berpakaian kecuali orang-orang yang telah Aku beri pakaian. Karena itu, mintalah pakaian dari-Ku dan Aku akan mengenakan pakaian untukmu. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian berdosa pada malam dan siang hari, dan Aku mengampuni segala dosa. Karena itu, mohonlah ampunan-Ku dan Aku akan mengampunimu. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian takkan dapat merugikan-Ku, juga takkan dapat membawa kerugian bagi-Ku, dan kalian takkan dapat memberi manfaat kepada-Ku, juga takkan dapat membawa manfaat untuk-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, jika yang pertama dan yang terakhir darimu, dan manusia dan jin dari kalian sama salehnya dengan orang-orang yang paling saleh di antara kalian, itu takkan menambah apapun bagi kekuasaan-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, jika yang pertama dan yang terakhir darimu, dan manusia dan jin dari kalian, sama durhakanya dengan orang yang paling durhaka diantara siapapun, takkan mengurangi apapun dari kekuasaan-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, jika yang pertama dan yang terakhir darimu, dan manusia dan jin dari kalian, berkumpul di kawasan yang sama, dan meminta pertolongan-Ku, dan jika Aku memberi setiap orang dari mereka apa yang ia minta, itu takkan mengurangi apa yang Ku-miliki kecuali itu sekedar sebuah jarum yang dibenamkan ke dalam lautan. Wahai hamba-hamba-Ku, perbuatanmulah yang akan Ku-perhitungkan. Lalu Aku akan memberikan balasannya. Barang siapa yang banyak menemukan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah. Barang siapa yang menemukan selain itu, janganlah menyalahkan siapapun kecuali dirinya sendiri."
Hadis ini sahih. Dicatat oleh Muslim, al-Bukhari dalam bukunya al-Adab al-Mufrad, Ibnu Khuzaima dalam bukunya at-Tauhid, at-Tabarani dalam al-Dua dan Musnad al-Syamiyin, al-Baihaqi, al-Hakim dan banyak yang lain melalui rantai Said bin Abdul Aziz dari Rabiah ibnu Yazid, dari Abu Idris al-Khaulani, dari Abu Dzar. Juga tercatat, dengan kata-kata yang sedikit berbeda, oleh Muslim, Ahmad, al-Tayalisi dan ibnu Khuzaima dalam at-Tauhid, dari Humaam, dari Qataadah, dari Abu Qilaabah, dari Abu Dzar. Abdul Razzaq juga mencatatnya dari Mamar, dari Ayyub, dari Abu Qilaabah, dari Abu Dzar. At-Tirmidzi, ibnu Maajah, ibnu Abu Syaibah dan yang lainnya mencatatnya dari Syahr ibn Hausyab, dari Abdul Rahman ibnu Ghanam, dari Abu Dzar.
"Hadis ini, hadis qudsi." Burung Flaminggo bertanya, "Sebentar, apa hadis Qudsi itu?" Jalak berkata, "Hadis Qudsi adalah hadits yang disampaikan oleh Rasulullah (ﷺ) dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mullah Ali al-Qaari memberikan definisi yang sangat baik bagi hadis qudsi. Ia menulis, "Itulah yang diriwayatkan dengan para perawi terkemuka dan yang paling dapat diandalkan, semoga berkah dan penghormatan kepada mereka, dari Allah; kadang melalui malaikat Jibril, alahissalam, dan terkadang oleh wahyu, ilham dan mimpi. Allah telah mempercayakan padanya (ﷺ) agar menyampaikannya sesuai dengan kata-kata yang ia (ﷺ) inginkan. Ini berbeda dengan Al-Qur'an, karena wahyu ini hanya melalui malaikat Jibril, dan terbatas pada kata-kata yang secara khusus diwahyukan dari Lauh Mahfuzh."
Hadis seperti ini biasanya terbentuk dari salah satu dari berikut ini: pertama, ada yang diawali dengan, "Rasulullah (ﷺ) mengatakan dari antara perkataan yang ia ketahui dari Tuhannya ..."; Kedua, terkadang dimulai dengan, "Allah Yang Maha Kuasa telah berfirman, dari antara perkataan yang berhubungan dengan-Nya, oleh Rasulullah ..."; Ketiga, atau, "Rasulullah (ﷺ) mengatakan bahwa Allah telah berfirman ..."; Keempat, firman Allah dapat disebut sebagai tulisan daripada diucapkan; Kelima, terkadang firman Allah ada di antara atau diperkenalkan dengan pernyataan Rasulullah (ﷺ). Dan akhirnya, referensi yang tak langsung tapi jelas dapat dibuat bagi firman Allah dalam perkataan Rasulullah (ﷺ).
Allah memulai firman-Nya dengan menyeru manusia sebagai "hamba-hamba-Ku". Ini penting karena sejumlah alasan. Pertama, dari sudut pandang manusia, menyoroti hubungan antara yang dipanggil dan pemanggil. Allah adalah Tuhan dan Majikannya. Mereka adalah hamba dan budak-Nya. Mengingatkan pendengar tentang hal ini dipermulaan kalimat, semestinya membuat mereka sangat memperhatikan apa yang akan diucapkan. Ini bukan berasal dari siapapun melainkan berasal dari Majikan dan Tuhan mereka. Kedua, ini juga menunjukkan hubungan antara Allah dan manusia. Dialah Penguasa dan Tuhan semua ciptaan. Dia tak membutuhkan mereka. Mereka sama sekali tak bisa menguntungkan bagi-Nya. Mereka hanyalah hamba-Nya karena Dia menciptakannya, jika Dia menghendaki, Dia dapat menjadikan mereka semua orang beriman atau orang kafir semuanya. Sesungguhnya, jika Dia berkehendak, Dia dapat melakukan apapun terhadap mereka semua. Aspek ini terkait langsung dengan pesan yang diberikan dalam hadits ini. Selanjutnya, seperti yang ditunjukkan Tatay, seruan ini umum bagi seluruh umat manusia. Hal ini tidak untuk waktu atau tempat tertentu. Semua umat manusia adalah hamba Allah. Larangan berbuat zhalim bukanlah sesuatu yang khusus hanya untuk Ummat Nabi Muhammad (ﷺ). Sesungguhnya, itulah sesuatu yang diajarkan kepada seluruh umat manusia dan diteruskan ke dalam semua agama yang murni.
Di banyak tempat dalam Al-Qur'an, Allah menolak bahwa Dia pernah atau hendak melakukan kezhaliman atau ketidakadilan terhadap siapapun. Allah tak pernah dan takkan pernah melakukan kesalahan apapun. Ungkapan, "Aku telah mengharamkan penindasan (zhulm) bagi-Ku," mengungkapkan bahwa zhulm adalah sesuatu yang secara teori adalah mungkin bagi Allah, tetapi bahwa Dia telah melarang bagi Diri-Nya dan telah mengesampingkan kemungkinannya. Namun, jika segala sesuatu dalam ciptaan ini benar-benar milik Allah dan tak ada okekuasaan yang lebih besar dari pada Dia, jenis zhulm apa yang mungkin telah dilakukan Allah? Allah telah mempertidakkan bahwa Dia akan melakukan zhulm dalam hadits ini, dan Dia secara khusus menolak bahwa Dia akan melakukan bentuk zhulm yang tertentu. Masalahnya bukan sekadar peniadaan zhulm. Juga, dan yang lebih penting, menurut ibnu Taimiya, penegasan kebalikannya, keadilan, dari sisi Allah. Bahkan ketika Allah menghukum seseorang, itu semata-mata didasarkan pada apa yang adil, sesuai dengan perbuatan mereka. Bila Dia memberi pahala kepada orang, itu karena anugerah dan rahmat dari Allah. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan ibnu Uthaimin, segala tindakan Allah adalah tindakan keadilan atau anugerah.
Allah, dalam rahmat-Nya dan oleh hikmat-Nya, telah memutuskan bagi-Nya bahwa Dia takkan melakukan ketidakadilan. Bukanlah hal yang "berdasarkan sifat-sifat-Nya" Dia tak mungkin melakukan ketidakadilan. Dia pasti memiliki kemampuan untuk melakukan banyak bentuk ketidakadilan, namun Dia, tak ada orang lain, yang telah memutuskan bahwa Dia takkan melakukannya. Allah-lah yang telah menetapkan bagi-Nya bertindak dengan cara ini. Dengan memahami fakta ini , seyogyanya menambah cinta orang-orang beriman kepada Allah. Juga, seyogyanya meningkatkan puja dan puji mereka kepada-Nya.
Kata zhulm sering diterjemahkan sebagai "penindasan" dan ini memberi kesan hanya mengacu pada, misalnya, hubungan antara penguasa dan rakyatnya. Namun, meski hal itu jelas sejenis zhulm, bukanlah pemahaman lengkap tentang kata zhulm. Untuk menghindari kesalahpahaman itu, telah diterjemahkan dalam pengertian yang jauh lebih umum sebagai "kezhaliman" daripada "penindasan," sementara penindasan hanyalah salah satu bentuk zhulm. Dalam hadits ini, Allah telah melarang zhulm dalam pengertian umum, termasuk berbagai macam bentuknya.
Lexicon Lane mendefinisikan ظلم (Zhulm) sebagai berikut: "ظلم [Zhalama] ketika dalam kata intransitif, biasanya berarti: dia salah; Atau bertindak salah, tidak adil, merugikan, atau tirani: dan ketika transitif: ia melakukan kesalahan; atau bertindak salah, atau secara tak adil, merugikan, atau secara kejam.
الظلم [azh-Zhulm] menandakan meletakkan sesuatu di tempat yang bukan miliknya; memasukkan ke tempat yang salah; salah meletakkannya; ... dan dengan cara melebihi batas atau kurang, atau dengan menyimpang dari waktu dan tempat yang tepat: atau bertindak sesuai keinginan seseorang dalam membagikan hak milik orang lain; dan pelanggaran batas yang benar.
Ada tiga bentuk utama zhulm yang berbeda. Pertama, zhulm bahwa seseorang berbuat durhaka kepada Allah: jenis zhulm ini terdiri dari banyak tindakan tapi yang paling keji darinya, sebagaimana disebutkan di atas, adalah menyekutukan Allah. Selain itu, segala jenis perbuatan dosa adalah jenis zhulm terhadap diri sendiri. Orang yang berbuat dosa, merugikan dirinya sendiri dan tak berperilaku benar terhadap jiwanya sendiri saat ia mengerjakan dosa. Itulah sebabnya mengapa Allah menjelaskan bahwa melampaui batas apa yang telah Dia tetapkan, adalah zhulm.Kedua, zhulm yang dilakukan seseorang terhadap orang lain: Segala macam bahaya yang dilakukan seseorang terhadap orang lain adalah bentuk zhulm dan dilarang. Seorang Muslim tak boleh membahayakan kehormatan, kekayaan atau kehidupan orang lain.Jenis ketiga dari zhulm adalah bahwa komitmen terhadap makhluk-makhluk lain yang telah diciptakan Allah atau terhadap ciptaan pada umumnya. Misalnya, jika seseorang membunuh seekor binatang hanya untuk olahraga atau kesenangan, ia telah melakukan zhulm. Jika seseorang memutilasi seekor binatang dengan biadab, ia telah melakukan zhulm dan pantas dicela. Al-Bukhari mencatat dari ibnu Umar bahwa Rasulullah (ﷺ) mengutuk orang yang memutilasi binatang.
Cara lain yang penting untuk mengkategorikan zhulm adalah ke dalam tiga pembagian berikut, seperti yang dilakukan oleh al-Hakimi, pertama, zhulm yang tak dimaafkan oleh Allah (kecuali dengan bertobat), yaitu syirik. Kedua, zhulm yang takkan diabaikan sampai diselesaikan dalam kehidupan ini atau kehidupan berikutnya, dan itulah kesalahan terhadap manusia lain. Kesalahan semacam ini tak dapat dibiarkan tanpa diselesaikan - baik dengan pemberian maaf dari orang yang terzhalimi atau hukuman dalam kehidupan ini atau di Akhirat. Ketiga, zhulm yang Allah dapat mengabaikan atau menghukumnya. Inilah dosa-dosa selain syirik, dimana seseorang melakukannya dan yang hanya mempengaruhi dirinya sendiri.Orang yang melakukan zhulm harus menyadari bahwa Allah mengetahui apa yang sedang ia lakukan. Allah akan meminta pertaggungjawabannya meskipun mungkin saat ini Allah membiarkannya. Salah satu alasan bahwa orang-orang dihancurkan oleh Allah adalah zhulm yang mereka lakukan. Ada juga banyak hadits Nabi (ﷺ) yang mengutuk dan mengecam zhulm. Orang yang melakukan zhulm haruslah sangat takut saat ia menyadari bahwa permohonan orang yang ia zhalimi akan dijawab oleh Allah, walau jika orang yang terzhalimi itu adalah orang yang tak beriman. Di sisi lain, Allah memuji kebalikan dari zhulm, yang merupakan karakteristik keadilan dan integritas."
Flaminggo bertanya, "Bagaimana menjaga diri dari melakukan zhulm?" Jalak berkata, "Di dalam Al-Quran, Allah telah menggambarkan umat manusia sebagai orang yang cenderung banyak melakukan zhulm bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sangat mudah bagi manusia, mengingat sifatnya, melakukan zhulm, dan cenderung sering melakukan zhulm. Ketika seorang Muslim menyadari fakta ini dan ia juga menyadari betapa berbahayanya zhulm terhadap agama dan kesejahteraannya, ia akan mencari cara yang akan membantunya menghindari zhulm sebanyak mungkin.
Sultaan menyebutkan cara berikut yang dapat membantu seseorang mencegah dirinya melakukan zhulm. Pertama, orang tersebut harus mengembangkan taqwa di dalam dirinya sendiri. Taqwa akan membantu orang tersebut menjauh dari zhulm karena zhulm adalah tindakan yang sangat tidak diridhai Allah dan Dia telah melarangnya. Kedua, orang tersebut harus berusaha mengembangkan kerendahan hati di dalam dirinya. Sultaan menyebutkan hal ini karena kerendahan hati adalah kebalikan dari keangkuhan dan kesombongan, yang merupakan dua faktor yang menyebabkan banyak orang melakukan zhulm. Ketiga, orang tersebut harus berusaha membebaskan diri dari perasaan hasad (iri hati) karena hasad juga merupakan penyebab utama dibalik banyak zhulm. Keempat, orang tersebut harus membaca tentang pahala yang besar karena bersikap adil dan benar (kebalikan dari zhulm) dan betapa menyenangkannya itu bagiAllah. Dengan kata lain, ia harus membaca ayat-ayat tersebut di dalam Quran dan hadis, yang akan mendorongnya mengambil karakteristik yang patut dipuji tersebut. Kelima, ia harus kembai kepada Allah dan berdoa memohon petunjuk dan bantuan dalam mensucikan jiwanya dari kejahatan besar ini. Keenam, orang tersebut harus memikirkan dan menganggap serius hasil buruk dari melakukan zhulm. Ia harus menyadari bahwa tak ada kesuksesan atau kemakmuran sejati yang akan datang kepada orang-orang yang zhalimin (orang-orang yang zhalim). Ia harus merenungkan kenyataan bahwa melakukan zhulm dapat menghalangi seseorang mendapat petunjuk Allah. Dalam doa-doanya, saat membaca surah al-Faatiha, ia mungkin meminta Allah petunjuk ke jalan yang lurus, tapi mungkin ia tak diberi tuntunan karena tindakan zhulmnya yang merupakan penghalang bagi tuntunan yang lengkap baginya. Ia juga harus mempertimbangkan hukuman bagi orang-orang yang zalim. Ia harus ingat bahwa hukuman bagi orang-orang yang zalim tak hanya di kehidupan berikutnya tapi, dengan satu atau lain cara, mereka akan menerima hukuman dalam hidup ini."
Jalak lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, inilah salah satu hadits yang sangat penting, adalah suatu kewajiban kita mengingatnya dan merenungkan maknanya, karena memiliki poin penting yang tak terhitung jumlahnya. Hadits ini melarang segala bentuk ketidakadilan dan penindasan, sehingga dengan demikian akan mengarah pada penegakan keadilan, yang merupakan salah satu tujuan utama Hukum Islam, dan mendorong seseorang agar berdoa kepada Allah, memohon bimbingan dan kebutuhan duniawi, karena do'a adalah salah satu bentuk ibadah yang teragung. Hadis ini juga membahas beberapa sifat-sifat Allah, seperti Dia bebas dari kebutuhan akan ciptaan ini.
Salah satu karakteristik yang harus membedakan orang mukmin sejati dengan yang lain, adalah keadilan mereka, bahkan menghormati orang yang mereka benci. Kebencian mereka pada orang lain, tak membuat mereka menyimpang dari keadilan dengan cara apa pun. Para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, memahami dengan baik bahwa penegakan keadilan adalah salah satu tujuan utama Dien Islam. Ketika ditanya oleh Kaisar Persia apa yang membawa para Muslim ke tanah mereka, dua sahabat yang berbeda menjawab dengan kata yang sama, "Allah telah mengutus kami untuk membawa siapa saja yang berharap dari perbudakan umat manusia kepada penghambaan Allah, dan dari sempitnya dunia ini, hingga kelegaannya, serta dari ketidakadilan cara hidup di dunia ini, hingga keadilan Islam.
Kebalikan dari zhulm adalah 'adl atau adil. 'Adl adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Jadi, intinya adalah, bahwa umat manusia harus menegakkan keadilan atau 'Adl. Namun, keadilan hanya ditegakkan dengan mengikuti apa yang Allah telah firmankan. Kaum politeis mendirikan beberapa praktik mereka sendiri dan melarang banyak hal tanpa kewenangan dari Allah. Allah mewahyukan kepada Rasulullah (ﷺ) untuk menyampaikan kepada mereka bahwa hal-hal seperti itu tak hanya hal-hal yang telah Allah perintahkan untuk dikerjakan.
Keadilan terbesar adalah tauhid dan ketidakadilan terbesar adalah syirik. Allah adalah Satu-satu-Nya Yang memiliki sifat-sifat yang membuat Dia berhak disembah. Allah juga menciptakan setiap manusia dan memberikan banyak karunia. Bagi manusia, beralih ke manusia lain dan menyembah manusia selain Allah, adalah bentuk ketidakadilan terbesar. Allah menganugerahkan kepada mereka karunia dan kemudian mereka menyembah dan berterima kasih kepada manusia. Ini seperti seseorang yang melakukan kebaikan untuk seseorang dan kemudian orang itu pergi dan berterima kasih kepada orang ketiga atas bantuannya. Seperti itu bukan perilaku yang tepat atau adil dengan cara apa pun.
Sumber kebenaran dan kebenaran yang sejati dapat ditemukan dalam apa yang Allah telah firmankan. Sumber terbesar dari kejahatan dan ketidakadilan adalah pengabaian terhadap apa yang telah diwahyukan Allah. Allah menjelaskan orang-orang yang tak mematuhi apa yang telah dinyatakan-Nya sebagai orang-orang yang zalim dan penindas.
Allah lebih mengetahui apa itu kebenaran dan keadilan. Dengan rahmat-Nya, Dia telah mewahyukan Kitab-kitab dan mengutus para Nabi dan Rasul untuk menegakkan keadilan yang benar. Namun, kebodohan manusia benar-benar memalingkan muka mereka dari wahyu Allah atas nama keadilan. Mereka percaya bahwa mereka dapat menegakkan keadilan melalui hukum dan sistem buatan mereka sendiri. Gerakan demokratis, slogan liberal, filosofi sekuler, gerakan pembebasan perempuan dan sebagainya, semuanya mereka klaim, dimaksudkan untuk membawa keadilan. Tetapi mereka tak pernah bisa mewujudkan keadilan. Mereka tak pernah bisa mewujudkan keadilan karena landasan mereka adalah ketidakadilan atau kezhaliman. Landasan mereka adalah mengabaikan Allah sebagai sumber petunjuk dan untuk menggantikan-Nya oleh manusia itu sendiri. Ini menempatkan manusia sebagai tuhan dan tiada kezhaliman yang lebih besar dari itu. Inilah kenyataannya, meskipun mereka mungkin tak menyadarinya, atau mungkin mereka mengkalim untuk menyeru apa yang adil dan baik.
Dan tahukah kalian, saudara dan saudariku, jika keadilan ditegakkan, apa yang mengikutinya?" Murai berkata," Kemakmuran!" Jalak menjawab," Itu benar, saudaraku! Wallahu a'lam."
Referensi :"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu-bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan." - [QS.4:135]
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary On The Forty Hadith Of Al Nawawi Volume 2, Al-Basheer Publications