Elang melanjutkan, "Wahai saudara-saudariku, ketahuilah bahwa hadis ini juga menunjukkan pentingnya qalbu, seperti yang Rasulullah (ﷺ) sampaikan, "Di dalam raga ini, ada penggalan kecil daging yang, jika ia sehat, seluruh raga ini akan sehat, dan jika ia berpenyakit, seluruh raga ini juga ikut sakit. Bagian tubuh itulah qalbu." Seseorang harus berusaha membersihkan qalbunya karena inilah kunci sebenarnya agar berperilaku dengan benar dalam kehidupan ini, serta mendapatkan ridha dan surga Allah di kehidupan berikutnya.
Didalam Al-Quran, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menggunakan tiga kata untuk menggambarkan "qalbu" kita: qalb, fu'aad dan sadr. Kita tahu bahwa setiap kata Arab dipilih karena sesuatu alasan, namun ketiga kata ini sebagian besar diterjemahkan sebagai "qalbu." Murai bertanya, "Jadi, apa bedanya?" Elang berkata, "Qalb adalah kata yang umum bagi qalbu atau "hati", berasal dari akar kata yang berarti sesuatu yang berbalik dan berputar-putar. Inilah sifat qalbu yang terus berubah, inilah keadaan normal hati kita. Bila Allah mengacu pada Iman dan penyakit hati, maka kata "qalb" digunakan.
Fu'aad berasal dari kata kerja fa'ada yang berarti terbakar atau nyala api, kata-kata "lahmun fa'id", yang bermakna daging panggang di atas api. Fu'aad digunakan saat qalbu meradang dengan emosi, seperti yang jika diucapkan, "di saat-saat yang panas." Fu'aad digunakan di dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan qalbu saat ia asyik dalam renjana: bahagia, sedih, berahi, kecewa, marah atau kesal. Ketika Allah memperkuat qalbu seseorang dengan rahmat-Nya, ketika orang itu mendapatkan kembali Imannya, kesabaran dan kepercayaan kepada-Nya, fu'aad menjadi qalb.
Sadr bermakna dada, dan ketika Allah mengelakkan suatu sebab atau rahasia, Dia menggunakan sadr karena memberi ilusi secara harfiah dari khazanah di dalam dada: sesuatu yang tersembunyi dan terkotakkan. Setan tak membuat waswas (berbisik) ke quluub kita, ia berbisik di dalam dada manusia. Ada perbedaan, karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menciptakan qalb dalam keadaan suci. Qalbu itu ibarat benteng, sedangkan mata, lidah, telinga, tangan sebagai pintu gerbang masuknya. Setan menunggu di luar benteng ini, menyerang gerbangnya dan berusaha masuk. Karena rahmat Allah, Dia tak memberikan jalan masuk kepada setan ke dalam quluub kita, tapi cenderung kepada suduur kita. Kitalah yang membiarkan pintunya terbuka.
Sama seperti qalbu yang dapat digambarkan dalam keadaan hidup atau mati, juga dapat dianggap sebagai salah satu dari tiga jenis; qalbu yang sehat, qalbu yang mati, dan qalbu yang sakit. Qalbu yang pertama adalah qalbu yang hidup atau Qalbun Salim, berserah-diri kepada Allah, rendah hati, peka dan sadar; Qalbu yang kedua, rapuh dan mati; yang ketiga, mengambang diantara selamat atau hancur. Pada Hari Kiamat, saat orang-orang berada di hadapan Allah, hanyalah orang yang dengan qalbun salimlah yang akan selamat."
Nuri bertanya, "Apa qalbu yang sehat itu?" Elang berkata, "Dalam menentukan qalbu yang sehat, disebutkan bahwa, "Qalbu yang bersih dari hasrat apapun yang menentang apa yang diperintahkan Allah, atau membantah apa yang dilarang-Nya. Ia bebas dari dorongan yang bertentangan dengan kebaikan-Nya. Karenanya, ia terlindung dari penyembahan apapun selain Dia, dan tak mencari pembenaran kepada siapapun selain Utusan-Nya. Bhaktinya secara menyeluruh diperuntukkan bagi Allah, dengan sukarela dan penuh kasih, dengan ketergantungan penuh, yang menghubungkan segala hal dengan-Nya, baik dalam ketakutan, harapan dan pengabdian yang tulus. Bila ada cinta, cintanya ada di jalan Allah, jika ada benci, ia membenci apa yang dibenci oleh-Nya. Bila memberi, ia memberi karena Allah. Jika berpantang, ia berpantang karena Allah. Namun demikian, semua ini takkan cukup bagi keselamatannya sampai ia bebas dari mengikuti, atau mengangangkat sebagai pembimbingnya, selain dari Rasul-Nya (ﷺ).
Seorang hamba dengan qalbu yang sehat harus mempersembahkannya di akhir perjalanannya dan tak mendasarkan tindakan dan ucapannya terhadap orang lain kecuali Rasulullah (ﷺ). Ia takkan memberikan pengabdian pada keyakinan lain, atau perkataan atau perbuatan lain selain perintah Allah dan Rasul-Nya (ﷺ)."
Nuri bertanya, "Apa qalbu yang mati itu?" Elang berkata, "Ini kebalikan dari qalbu yang sehat, ia tak mengenal Tuhannya dan tak menyembah-Nya sebagaimana yang Dia perintahkan, dengan cara yang Dia kehendaki, dan dengan yang Dia ridhai. Ia melekat pada hawa nafsu dan keinginannya, walau jika itu cenderung menimbulkan ketidaksenangan dan kemurkaan Allah. Ia memuja hal-hal selain Allah, dan cinta dan kebenciannya, serta memberi dan tak memberi, muncul bersama hasratnya, yang sangat penting baginya, dan lebih diutamakan daripada ridha Allah. Keinginannya adalah imamnya, nafsu-birunya adalah pembimbingnya, kebodohannya adalah pemimpinnya, kekuarangajarannya adalah prawarsanya, perhatiannya tenggelam ke dalam tujuan duniawi. Ia mabuk dengan khayalan dan kenikmatan yang cepat berlalu. Dari kejauhan, ia dipanggil ke jalan Allah dan Akhirat, namun ia tak menanggapinya, dan sebaliknya, ia mengikuti tipu muslihat licik dan cerdik dari setan. Kehidupan duniawi inilah yang membuatnya geram dan senang, dan hawa nafsu menjadikannya tuli dan buta terhadap apapun kecuali kejahatan.
Berteman dan menemani pemilik qalbu seperti ini, adalah cara mengundang penyakit: tinggal bersamanya ibarat meminum racun, dan berteman dengannya berarti kehancuran total."
Murai bertanya, "Lalu, bagaimana dengan qalbu yang sakit?" Elang berkata, "Inilah qalbu yang masih hidup, namun berpenyakit. Suatu saat ia sehat, di saat yang lain ia sakit, dan mengikuti salah satu dari dua hal yang berhasil mendominasinya. Ia beriman kepada-Nya, ketulusan terhadap-Nya, dan bergantung kepada-Nya, dan inilah yang memberinya kehidupan, namun juga, ia punya hasrat akan nafsu dan kesenangan, dan lebih menyukainya, dan berusaha merasakannya. Qalbu semacam ini penuh dengan pengidolaan diri, yang dapat menyebabkan kehancurannya sendiri, ia mendengarkan dua pemanggil: yang memanggilnya ke jalan Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) serta akhirat, dan yang lain memanggilnya untuk kesenangan sesaat di dunia ini. Ia menjawab salah satu dari keduanya, yang berpengaruh paling besar pada saat itu.
Ada tanda-tanda yang dapat dilihat seseorang di dalam dirinya agar dapat menentukan bersih dan sehatkah qalbunya. Banyak dari tanda-tanda ini menunjukkan bahwa qalbu yang bersih dan sehat tak condong ke dunia ini, tapi justru melekat pada Allah dan Akhirat.
Tanda-tanda ini telah dibahas oleh Ibnu Qayyim dan meliputi: pertama, orang tersebut menganggap dirinya sebagai milik dunia berikutnya dan bukan dunia sekarang ini. Ia orang asing di dunia ini dan tak sabar pulang ke tempat tinggalnya di Akhirat; kedua, orang tersebut akan terus marah kepada dirinya sendiri setiap saat ia melakukan dosa sampai ia akhirnya, dan sepenuhnya, bertobat kepada Allah; ketiga, jika dalam kesehariannnya, orang tersebut melewatkan tilawah Al-Quran dan zikirnya, ia merasa gusar dan tak bahagia, bila dibandingkan dengan kehilangan kekayaannya; keempat, orang tersebut menemukan kesenangan dalam menyembah Allah yang jauh lebih besar daripada kesenangan yang ia temukan dalam makan atau minum; kelima, saat orang tersebut memulai sholatnya, kekhawatiran dan keperihatinannya akan dunia ini meninggalkannya; keenam, satu-satunya kekhawatiran dan keprihatinannya hanyalah menyangkut Allah dan bertindak demi kepentingan Allah; ketujuh, ia berhati-hati dalam membuang-buang waktu, dan lebih pelit dalam hal membuang-buang waktunya daripada orang yang serakah berkenaan dengan kekayaannya. Waktu adalah salah satu elemen kunci yang setiap orang harus gunakan untuk menyembah Allah. Sayangnya, seringkali Allah menganugerahkan seseorang dengan waktu luang yang banyak, namun mereka tak tahu bagaimana cara menggunakannya, jadi mereka pun menyia-nyiakannya; Akhirnya, orang tersebut lebih memperhatikan kebenaran perbuatannya dibandingkan dengan amal-perbuatan itu sendiri.
Pada saat bersamaan, ada banyak tanda bahwa qalbu seseorang tak bersih atau sakit. Penting untuk memperhatikan tanda-tanda ini dan menyembuhkan qalbu. Banyak orang yang peduli dengan kesehatan fisik jantung mereka. Jika tekanan darah mereka naik, mereka segera mencari pertolongan. Namun, aspek yang lebih penting bukan kesehatan jantungnya, tapi kesehatan spiritual qalbu. Ini bukan berarti bahwa seseorang mengabaikan kesehatan fisik jantungnya. Namun, hal itu berarti bahwa jika seseorang hanya menjaga kesehatan fisik jantungnya, ia mengabaikan faktor yang lebih penting, faktor yang lebih penting bagi kesehatannya dalam kehidupan ini dan akhirat.
Ibnu Qayyim juga membahas tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ada penyakit di dalam qalbu. Tanda-tanda ini termasuk yang berikut: pertama, orang tersebut tak merasa sakit atau pedih saat melakukan maksiat dan dosa; Kedua, individu tersebut menemukan kesenangan dalam perbuatan ketidaktaatan kepada Allah dan merasa tenang setelah melakukannya; ketiga, orang tersebut memperhatikan hal-hal yang kurang penting dan tak peduli dengan hal yang lebih penting. Jelas, jika qalbu didengarkan, ia akan menjaga kepentingan terbaik seseorang. Bila qalbu tak peduli dengan hal-hal yang penting, ini jelas pertanda bahwa bukan hanya sakit, tapi mungkin, qalbu itu telah mati; keempat, orang tersebut tak menyukai kebenaran, dan sulit menerimanya atau menyodorkannya; kelima, orang tersebut tak merasa nyaman berada di antara orang-orang shalih, tetapi menemukan banyak hiburan dan kedamaian sementara di antara orang-orang jahat dan orang-orang berdosa; keenam, orang tersebut rentan terkena dampak kesalahpahaman dan keraguan. Ia tertarik pada diskusi, debat dan argumen yang mengelilingi kesalahpahaman daripada membaca Al-Quran dan amalan lainnya. Aspek ini benar-benar bisa dilihat saat ini di kalangan umat Islam. Saat ini, seorang Muslim bisa menghabiskan berjam-jam diskusi, misalnya, benarkah jilbab bagian dari Islam atau betulkah riba dilarang, dan sebagainya. Mereka yang menyukai jenis diskusi ini dan yang terpengaruh olehnya, seyogyanya sadar bahwa ini bisa menjadi pertanda penyakit di qalbu mereka; ketujuh, orang tersebut mungkin tak terpengaruh oleh segala jenis peringatan apapun. Ada orang, misalnya, bisa mendengarkan khutbah demi khutbah di setiap shalat Jumat - bahkan khutbah yang sangat bagus sekalipun-dan tak ada pengaruhnya terhadap mereka. Ini pertanda lain bahwa qalbu itu sakit atau benar-benar telah mati."
Elang lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, setiap muslim harus memastikan bahwa qalbunya bersih dan sehat. Qalbu adalah kunci dari segala perbuatan dan tingkah laku seseorang. Jika qalbu ini bersih dan sehat, perbuatan orang itu akan suci dan sehat, jika qalbu sakit, maka akan tercermin dalam perbuatannya. Rasa hati yang berlebihan, seperti malas dan lemah, rasa sedih yang berlarut-larut, egois dan keras kepala, berpikiran negatif, gelisah, dan sejenisnya, bersumber dari qalbu yang sakit, yang menyebabkan raga ini merasakan sakitnya. Karenanya, wahai saudara-saudariku, tetap menjauh dari hal-hal yang haram dan meragukan adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi qalbu dari penyakit atau benar-benar mati. Wallahu a'lam."
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” - [QS.20:124]
Referensi :
- Ahmad Farid, The Purification of the Soul, Compiled from the works of Ibn Rajab, al-Hanbali, Ibn al-Qayyim al-Jawziyya, and Abu Hamid al-Ghazali, Al-Firdous Ltd, London
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary On The Forty Hadith Of Al Nawawi Volume 1, Al-Basheer Publications