Senin, 01 Oktober 2018

Saat Kincir Angin Disangka Monster (1)

Kutilang bernalam,

Masalah, ia 'kan
menemukanmu
kemanapun engkau pergi
walau engkau gesit
walau engkau lamban
Mata sang badai
dan isak tangis esok pagi
Engkau 'kan tenteram 'tuk
sesaat
namun engkau mulai lepas kendali
Sang keledai lalu berkata, "Aku tahu, mereka yang merasa diri sebagai manusia, telah membentuk opini buruk tentang keledai, namun aku ingin mengatakan bahwa keledai juga membentuk opini buruk bangsa manusia. Ada kepercayaan umum di antara manusia bahwa keledai tak dapat membaca atau menulis. Akan tetapi, itu tidaklah benar, karena keledai akan sangat mudah melakukannya. Kami dapat membaca jejak aroma di tanah. Dari hembusan angin, kami akan tahu tentang perubahan cuaca yang diharapkan. Namun, mungkin sedikit benar bahwa kami tak menulis kecuali pada beberapa kesempatan yang jarang ada, seperti ketika ada pengakuan, keluhan atau sesuatu yang berbahaya yang ingin kami sampaikan, seperti yang ingin kukatakan kepada kalian, wahai para unggas!" Serentak, para unggas berkata, "Sampaikanlah, wahai keledai!"
Lalu, sang keledai berkata, "Kisah ini dituturkan oleh pujangga negeri Barat. Di sebuah desa, di La Mancha, nama yang, tak perlu kita ingat, hiduplah seorang lelaki, tak lama sejak salah seorang dari mereka, menyimpan tombak di rak tombak, sebuah perisai tua, seekor kuda berburu, dan seekor anjing greyhound untuk berburu kelinci. Usia lelaki ini berbatasan dengan usia lima puluh; ia punya semangat yang tinggi, sederhana, ceking, bagun berpagi-pagi, dan olahragawan yang hebat. Mereka memanggilnya Dong Kihote dari La Mancha. Kalian hendaknya tahu, bahwa lelaki ini, di waktu luangnya, yang sebagian besar sepanjang tahun, selalu membaca buku-buku kesatria dengan semangat dan kerinduan yang sedemikian besar sehingga ia hampir sepenuhnya mengabaikan olahraga berburunya, dan bahkan pengelolaan hartanya; dan dengan demikian, menuruti keinginan dan kegilaannya, menjual ladangnya untuk membeli buku-buku ksatria, dan membawanya pulang sebanyak mungkin. Tapi, dari semua buku-buku itu, tak ada yang disukainya kecuali komposisi Feliciano de Silva yang populer, karena kejernihan gaya dan rasa kebanggaan, yang sulit dipahami, namun laksana butiran mutiara di hadapannya, terutama ketika dalam bacaannya, ia mendatangi istana dan kartel, tempat dimana sering ia temukan petikan-petikan seperti “Alasan dari yang tak beralasan, yang menimpa alasanku, sehingga melemahkan alasanku bahwa dengan alasanku, aku menggumamkan kecantikanmu."

Berpikir bahwa kerusakan yang terjadi diatas dunia ini karena keterlambatannya bertindak, melihat ada sesuatu yang harus diperbaiki, keluhan harus ditebus, ketidakadilan harus diluruskan, penyalahgunaan harus dihapuskan, dan beban harus dihilangkan. Maka, tanpa menyampaikan niatnya kepada siapapun, dan tanpa ada yang melihatnya, suatu pagi, sebelum fajar menyingsing, ia mengenakan baju zirahnya, mengendarai kudanya, Rocinante, dengan topi baja yang tertaut ke atas, mengaitkan pengaitnya, mengambil tombaknya, dan dari pintu pekarangan belakang, ia melangkah maju dengan rasa bangga dan puas melihat betapa mudahnya ia memulai tujuan besarnya.
Sementara itu, Dong Kihote mempekerjakan seorang buruh tani, tetangganya, orang yang jujur, jika memang gelar itu perlu diberikan kepada dirinya yang melarat, namun hanya sedikit kecerdasan dalam otaknya. Singkatnya, begitu Dong Kihote berbicara, dan dengan bujuk-rayu serta janji sedemikian rupa, sehingga badut malang ini memutuskan mengawal dan melayaninya sebagai majikan. Dong Kihote, antara lain, mengatakan padanya bahwa ia hendaknya siap pergi bersamanya dengan senang-hati, karena setiap mungkin saja saat petualangan itu, sebuah pulau dalam sekejap mata akan dapat direbut, dan ia akan menjadi gubernurnya. Karena inilah dan janji-janji semacamnya, Sancho Panza. meninggalkan istri dan anak-anaknya, dan mulailah bertualang bersama sang majikan, tetangganya itu. Dan dengan tegap, Sancho mengendarai keledainya.

Pada sebuah titik dalam perjalanan, mereka melihat tiga puluh empat kincir angin yang ada di sebuah pelataran, dan begitu Dong Kihote melihatnya, ia berkata kepada sang pengawal, "Keberuntungan mengatur hal-hal untuk kita lebih baik dibanding bila kita yang membentuk keinginan kita sendiri, lihatlah di sana kawanku, Sancho Panza, ada tiga puluh atau lebih raksasa mengerikan menampilkan diri, semuanya akan kuhadapi dalam pertempuran dan membunuhnya, dan dengan merampasnya, kita akan mulai mengumpulkan kekayaan kita, karena inilah perang yang benar, dan inilah bakti kita untuk menghapus kebatilan dari muka bumi."
"Raksasa apa?" berkata Sancho Panza. "Lihat disana!" jawab sang majikan, "Yang berlengan panjang, dan ada di antaranya memiliki panjang hampir dua ikatan. "Dengarlah, tuanku, ”kata Sancho; "Apa yang kami lihat di sana bukanlah raksasa, melainkan kincir angin, dan apa yang tampaknya menjadi lengannya adalah bentangan layar yang diputar oleh angin, yang membuatnya bergerak."
“Mudah dilihat, kawanku.” jawab Dong Kihote, “Engkau tak terbiasa dengan petualangan ini; merekalah raksasa; dan jika engkau takut, menjauhlah dari sini dan berdoalah selagi aku menghadapi mereka dalam pertempuran yang sengit dan tak seimbang.”

Setelah itu, ia menghentakkan Rocinante tunggangannya, mengabaikan teriakan Sancho, yang memperingatkan bahwa itu hanyalah kincir angin dan bukanlah raksasa yang pantas diserang. Dong Kihote sangatlah yakin bahwa mereka itu raksasa, ia tak mau mendengar peringatan Sancho, tak menghiraukan apapun, dan begitu telah dekat, apapun mereka, ia berteriak, “Jangan lari, hai pengecut dan makhluk keji, aku, sang ksatria menyerangmu!"
Angin sepoi-sepoi seketika muncul, dan bentangan layar mulai bergerak, melihat itu, Dong Kihote berseru, "Meskipun kalian memperlihatkan lebih banyak senjata dibanding raksasa Briareus, kalian jangan meremehkanku!" Kemudian, dengan tombak yang diarahkan ke musuh dan berlindung dibalik perisainya, Dong Kihote memacu Rocinante dengan kecepatan penuh dan menghantam kincir pertama yang berdiri di hadapannya; namun ketika ia menggerakkan tombaknya ke bentangan layar itu, angin memutarnya dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga mematahkan tombak itu menjadi berkeping-keping, menyapu kuda dan penunggangnya, yang berguling-guling di atas tanah, menyedihkan. Sancho bergegas membantu, dan menemukan Dong Kihote tergeletak tak bergerak, karena terkejut Rocinante jatuh bersamanya.

“Tuhan, ampuni aku!” kata Sancho, “Tidakkah telah kusampaikan kepada tuanku agar waspada terhadap apa yang akan tuanku lakukan, mereka hanyalah kincir angin? Dan tak ada yang bisa membuat kesalahan itu kecuali orang yang memiliki sesuatu yang sama di kepalanya."
“Diamlah Sancho, kawanku!” jawab Dong Kihote, “Keberuntungan dalam perang dibanding yang lain, cenderung sering beragam; dan lebih jauh lagi, aku berpikir dan sangat yakin, bahwa penyihir Friston, yang disebutkan dalam buku-bukuku, telah mengubah para raksasa ini menjadi kincir angin untuk menggagalkan kemuliaanku dari kemenangan, seperti itulah permusuhan yang ia berikan kepadaku; namun pada akhirnya, kejahatannya takkan berhasil melawan pedangku yang terbaik ini.”
"Tuhan berkehendak," kata Sancho Panza, sambil membantu Dong Kihote bangkit dan membantunya menunggangi Rocinante, yang pundaknya setengah terbuka; dan kemudian, membahas petualangan selanjutnya, mereka mengikuti jalan menuju Puerto Lapice. Dan begitulah kisahnya, meninggalkan sebuah pesan bahwa kita terkadang menganggap kincir angin itu, yang mengairi ladang atau menggiling biji-bijian, bagai sebuah monster yang mengerikan." 
Murai lalu berkata, "Ada tanggapan?" Sentadu berkata, "Wahai saudara-saudariku, bahwa kita terkadang menganggap kincir angin itu, yang mengairi ladang atau menggiling biji-bijian, bagai sebuah monster yang mengerikan, terjadi juga terhadap pandangan tentang Hukum Islam, yang kita kenal sebagai Syari'ah Islam. Apa yang akan kusampaikan kepadamu, wahai saudara-saudariku, bukanlah undangan untuk mengangkat pedang, menggulingkan pemerintahan yang sah, seperti anggapan bahwa Islam itu, disebarkan dengan pedang. Jika mengucapkan kata "Islam", maka dalam benak orang banyak, akan muncul orang Arab di atas untanya, yang keluar dari padang pasir, dengan Al-Qur'an di satu tangannya, dan pedang melengkung di tangan satunya, menawarkan pilihan, menerima Islam atau kehilangan kepalamu. Dan juga, ini bukan undangan untuk bom bunuh diri, karena bunuh diri itu, dilarang dalam Islam, sehingga konsep "bom bunuh diri" pada dasarnya tak dapat diterima dalam Islam. Islam menentang segala bentuk kekerasan tanpa pandang bulu. Al-Quran, dalam Surah Al-Ma'idah, ayat 32, menyatakan, "...bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan semua manusia..." Ada aturan ketat yang mengatur bagaimana perang dapat dilakukan. Nabi kita tercinta (ﷺ) melarang pembunuhan wanita, anak-anak, dan orang tua serta penghancuran Gereja dan sinagoga atau lahan pertanian. Tentu saja, jika wanita, anak-anak atau orang tua itu membawa senjata, mereka memungkinkan dibunuh untuk pembelaan-diri.
Wanita Muslimah yang berhijab, telah dianggap menjadi salah satu simbol penindasan terhadap kaum wanita di kalangan feminis. Sebenarnya, Islam mengatur penutup aurat bagi kaum wanita karena dua alasan utama, yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Allah berfirman dalam Surah al-Ahzab [33]: 59,
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Hijab bertujuan agar wanita Muslim dikenal didalam masyarakat sebagai wanita yang santun dan terhormat. Hijabnya membuat pernyataan bahwa ia tak bersedia dan tak tertarik dengan kepentingan apapun. Hijab memberikan tingkat anonimitas, karena banyak detail fisik wanita itu akan tersembunyi. Namun, tujuannya bukan untuk mencegah kaum lelaki memandangnya. Ketika kaum lelaki memandang seorang biarawati dalam kebiasaannya, tertutup sepenuhnya seperti seorang wanita Muslim dengan hijab penuh, mereka akan menoleh dan menatapnya. Demikian pula, ketika mereka memandang seorang wanita berjalan memakai bikini, mereka juga akan menoleh dan menatapnya. Namun, pandangan yang pertama, berbeda dengan yang kedua. Yang pertama, karena penasaran, setelah melihat sesuatu yang tak biasa, sedangkan yang kedua, disebabkan nafsu dan membangkitkan birahi. Konsekuensi dari yang kedua, pelecehan terhadap kaum wanita pada skala nasional; sementara yang pertama, menumbuhkan rasa hormat.
Gelatik bertanya, "Ada orang yang mempertanyakan pemberlakuan hijab di negara Islam. Pilihan pribadikah itu atau kewajiban hukumkah?" Sentadu berkata, "Adalah tanggung jawab setiap kepala keluarga agar memastikan bahwa para wanita kerabatnya, meninggalkan rumah dalam keadaan berpakaian yang dapat diterima secara hukum. Selanjutnya, negara bertanggung jawab mencegah setiap wanita yang tampil di depan umum dalam keadaan tak berbusana, untuk melindungi martabat dan moralitas publik. Ada syarat yang harus dipenuhi sehingga hijab dapat diterima. Pertama, hendaknya lebar dan longgar agar tak menunjukkan lekukan tubuh wanita; kedua, hendaknya dibuat dari bahan tebal yang tak menyingkap apa yang ada di baliknya; ketiga, hendaknya tak dipenuhi dengan warna dan ornamen, yang dapat membangkitkan syahwat.

Ada dua tren utama yang telah berkembang di negeri Barat selama abad terakhir. Di satu sisi, industri fashion secara sistematis menyibak pakaian kaum wanita. Dari berpakaian lengkap dari ujung rambut kepala hingga ujung kaki pada pergantian abad, ia sekarang tak mengenakan apa-apa saat keadaan memungkinkan. Di sisi lain, ada peningkatan dramatis dalam laporan insiden pemerkosaan. Kedua tren ini saling terkait erat. Wanita di negeri Barat telah menjadi objek seks yang dapat digunakan untuk menjual produk, sehingga meningkatkan tensi-seksual masyarakat. Mobil tak dijual berdasarkan mesin yang kuat atau fitur-fiturnya yang khusus, melainkan mobilnya ditampilkan dengan model berpakaian bikini yang berbaring di atasnya. Demikian pula, pisau cukur baru tak dijual dengan memberikan detail tentang pisau titanium barunya. Sebagai gantinya, seorang lelaki ditampilkan dalam iklan yang dicukur dengan tangan wanita dengan kuku merah panjang melingkari pegangannya. Pesan bawah sadar yang diajarkan: engkau membeli mobil, engkau dapatkan gadisnya. Engkau membeli pisau cukur, engkau dapatkan gadisnya.

Contoh lain, tentang Peradilan Pidana Islam. Penerapan hukum pidana Islam sering digambarkan sebagai hukum Draconian Abad Pertengahan. Dalam sistem Islam, hukuman terbagi dalam tiga kategori. Kategori pertama adalah Hudud, kedua adalah Qisas, dan ketiga adalah Ta'zir." Gelatik bertanya, "Apa itu Hudud?" Sentadu berkata, "Hudud adalah hukuman yang ditetapkan oleh Allah dalam teks Al-Qur'an atau Sunnah, penerapannya adalah hak Allah. Hudud adalah hukuman yang ditetapkan secara hukum, diputuskan untuk dilaksanakan, ketika dosa-dosa tertentu telah dilakukan, untuk mencegah agar tak terulang lagi. Asal-usul legalitas hukuman Hudud ini adalah Al-Qur'an, Sunnah, dan konsensus para 'Ulama. Hikmah di balik penahbisan Hudud ini, sebagai sarana pencegahan, pengekangan, dan pembersihan dosa. Hukuman ini ditahbiskan untuk memenuhi, terutama, Hak-hak Allah, dan kemudian untuk kepentingan masyarakat Muslim, Allah telah menetapkan hukuman ini sebagai tanggung jawab pelaku kejahatan, yang disebabkan oleh kelemahan sifat manusia. Dengan demikian, hukuman yang ditetapkan seperti ini adalah demi kepentingan terbaik umat manusia di dunia ini dan juga di akhirat kelak.

Sebagai ilustrasi, urusan negara manapun takkan terselesaikan kecuali dengan pengekangan, penangkalan, dan hukuman yang akan dikenakan pada para pelaku kejahatan. Melalui penerapan hukuman-hukuman ini, orang-orang yang tak patuh dan para pelaku kejahatan, akan terhalangi, sedangkan orang-orang yang patuh dan taat hukum, akan merasa aman, keadilan ditegakkan di atas bumi, dan masyarakat merasa aman dalam hal-hal yang menyangkut jiwa, kehormatan, dan harta-benda mereka. Ini dapat dilihat dalam masyarakat yang menerapkan hukum yang ditentukan oleh Allah, dimana keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan dicapai dengan cara yang tak dapat disangkal oleh siapapun.
Berbeda dengan masyarakat yang membuang hukuman yang ditetapkan Allah itu dengan dalih bahwa hukuman seperti itu, biadab, dan tak sesuai dengan peradaban modern. Dengan demikian, komunitas-komunitas ini, telah merampas keadilan Ilahi, yang dicapai melalui hukuman yang ditetapkan ini, serta sifat-sifat keamanan dan stabilitas yang dipertahankannya. Apapun senjata dan teknologi tinggi yang dimiliki komunitas seperti itu, tak ada manfaatnya bagi mereka sampai mereka menerapkan hukuman yang ditetapkan oleh Allah untuk kepentingan hamba-hamba-Nya. Ini karena masyarakat manusia tak dapat diperintah hanya dengan kekuatan dan teknologi, tetapi mereka harus dikuasai oleh Hukum Allah dan hukuman yang telah ditetapkan oleh-Nya; kekuasaan dan teknologi hanya dapat berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan hukuman ini, asalkan hukuman tersebut digunakan dengan benar.
Bagaimana mungkin orang-orang yang menyimpang itu menggambarkan hukuman yang ditetapkan Allah itu, biadab, sedangkan pada kenyataannya, mereka melukiskan kasih-sayang Ilahi kepada semua manusia? Bagaimana mungkin mereka menganggap ketetapan Ilahi itu, biadab, namun tak menganggap kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan sebagai biadab, padahal mereka, para penjahat itu, menteror masyarakat, menyakiti orang yang tak bersalah, dan mengganggu perdamaian dan stabilitas sosial? Sebenarnya, inilah kebiadaban yang sebenarnya; orang yang menunjukkan belas-kasihan kepada penjahat seperti itu, lebih tidak adil dan lebih biadab daripada penjahat itu sendiri. Jadi, sangat disayangkan saat akal terganggu dan moralitas menghilang, orang melihat apa yang salah menjadi benar dan sebaliknya.

Tak diperbolehkan melaksanakan Hudud pada pelakunya kecuali dua syarat berikut terpenuhi. Syarat pertama, bahwa pelakunya haruslah orang yang bertanggung jawab secara hukum, yaitu, waras dan dewasa, karena Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Ada tiga orang yang tindakannya tak dicatat: anak dibawah umur hingga ia mencapai pubertas, seorang gila sampai pulih kesadarannya, dan orang tidur hingga ia terbangun." Karena tiada perbuatan ibadah yang wajib bagi orang-orang seperti itu, mereka lebih berhak dibebaskan dari hukuman, karena mereka sudah menjadi orang yang tak bertanggung jawab secara hukum, di samping fakta bahwa hukuman tak dapat diterapkan jika terjadi kecurigaan.
Syarat kedua, bahwa pelakunya harus mengetahui larangan atas perbuatan yang telah dilakukannya: jika tidak, Hudud tak dapat diterapkan. Ini karena para Amirul Mukminin, 'Umar Ibnu al-Khattab, 'Utsman bin 'Affan, dan Ali bin Abu Thalib, radhiyallahu' anhum, menyatakan, "Tak ada Hudud yang harus dilaksanakan kecuali pada orang yang mengetahuinya (yaitu menyadari bahwa perbuatannya mengakibatkan hukuman seperti itu)."
Ada enam pelanggaran yang dijatuhi hukuman Hudud, yakni meminum khamr; mencuri; perampokan bersenjata; seks terlarang (homoseksual, pedofilia, bestialitas); berzinah; dan murtad. Dalam konteks pelaksanaan hukumannya, dilakukan dihadapan umum; tak bisa diringankan atau diperberat; dan, setelah dilaporkan kepada hakim, tak dapat diampuni oleh hakim itu sendiri, otoritas politik, bahkanpun sang korban.
Mari kita lihat hukuman Hudud ini satu per satu. Pertama, tentang meminum minuman beralkohol atau minuman keras. Semua minuman keras dilarang, dan meminum minuman keras tak diperbolehkan apapun alasannya; tak boleh untuk kesenangan, sebagai obat, walau untuk memuaskan dahaga, atau karena alasan lain. Adapun larangan meminum minuman keras sebagai sarana pengobatan, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Itu bukanlah obat; melainkan penyakit." Kerugian minuman beralkohol jauh melebihi manfaatnya. Ketika seseorang mempertimbangkan di satu sisi jumlah nyawa yang hilang akibat mengemudi dalam keadaan mabuk, jumlah kejahatan yang kejam dan keji yang dilakukan dalam keadaan mabuk, dan orang yang meninggal akibat kecanduan alkohol, maka akan sedikit sekali manfaatnya. Rasulullah (ﷺ) menyebut minuman keras sebagai akar dari kerusakan. Minuman keras mengurangi kemampuan seseorang untuk menahan diri dan membuat manusia merasa nyaman melakukan kejahatan, sementara mereka akan malu melakukannya di saat sadar. Orang yang pendiam biasanya menjadi lebih ramai dan riuh di bawah pengaruh alkohol.

Ada argumen peminum moderat, bahwa mereka dapat mengendalikannya dan bahwa mereka tak menderita efek buruk dari keracunannya, ini tidaklah relevan dengan larangan yang berlaku. Syari‘ah mempertimbangkan norma dan bukan perkecualian. Kebanyakan orang yang meminum minuman keras, mabuk pada waktu tertentu atau di waktu yang lain. Namun kejahatan atau kerusakan itu, hanya butuh sekali kesempatan saja agar terjadi.
Pelaksanaan hukumam Hudud dilakukan sebanyak delapan puluh cambukan. Hudud menjadi kewajiban atas pengakuan peminum atau setelah kesaksian dua saksi yang adil. Namun, para 'Ulama tak setuju tentang orang yang beraroma alkohol dan itukah yang membuktikan kesalahannya atau tidak. Ada yang berpendapat bahwa Hudud tak dapat diterapkan dalam kasus ini, kecuali bahwa ada kebijakan yang harus ia laksanakan. Yang lain mengatakan bahwa Hudud berlaku bagi orang yang berbau alkohol kecuali ia mengklaim sesuatu yang menimbulkan syak-wasangka.

Kedua, pencurian. Pencuri itu, anggota masyarakat yang rusak; jika dibiarkan, kerusakannya akan menyebar ke seluruh urat-nadi bangsa. Dengan demikian, ia harus dibendung dengan menerapkan hukuman yang setimpal, untuk menghalanginya. Karena itu, diberlakukan memotong tangan sang pencuri; tangan yang tak adil, yang menjamah apa yang tak benar untuknya, tangan yang menghancurkan dan bukannya membangun, melainkan merampas.
Media sering menggambarkannya sebagai "pemancungan" tangan sang pencuri, untuk menggambarkan citra yang paling mengerikan dari penerapan hukum pidana Islam. Tangan kanan diangkat dengan operasi pada pergelangan tangan dan tak diterjang oleh golok, kapak atau gergaji rantai, seperti yang dikhabarkan oleh media. Kaki kiri di pergelangan kaki dihilangkan bila terjadi kedua kalinya, dan bila terjadi lagi ketiga kalinya, ia dapat dihukum mati karena tak dapat diperbaiki lagi. Inilah hukum yang diterapkan secara terbuka untuk tujuan pencegahan.
Hukum amputasi tangan, tak diterapkan dalam keadaan, pertama, selama masa kelaparan. Jika seseorang mencuri makanan karena kelaparan, tangannya takkan diambil. Jika ia mencuri barang-barang karena ada kesempatan di masa bencana alam, maka ia adalah penjahat, yang tangannya harus diamputasi. Kedua, jika seorang pekerja mencuri dari majikan yang telah menahan gajinya. Sebaliknya, sang majikan akan dihukum selama jumlah yang dicuri, tak lebih dari yang terutang. Ketiga, jika barang yang diambil adalah milik umum. Misalnya, permadani atau perlengkapan di masjid, atau kursi dari angkutan umum. Keempat, jika nilai barang itu kurang dari 10 dirham. Kelima, jika barang yang dicuri tak berada di tempat yang semestinya (misalnya, barang itu secara tak sengaja tertinggal di suatu tempat dan dengan demikian menggoda orang untuk mengambilnya).

Ketiga, perampokan bersenjata. Allah berkehendak agar umat Islam berjalan dengan aman di tanah-Nya, untuk menukar manfaat, menambah harta-benda mereka, menjaga hubungan baik dengan kaum-kerabat dan saling membantu dalam kebajikan, kebenaran dan keshalihan, terutama ketika bepergian ke Ka'bah di Mekah untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umrah. Jadi, siapapun yang ingin menghalangi perjalanan seseorang, atau menteror mereka yang dalam perjalanan, Allah telah menetapkan hukuman yang menentukan untuk menghilangkan rintangan dan bahaya seperti itu dari jalan kaum Muslimin.
Hukuman legal yang akan diterima berbeda sesuai dengan kejahatan mereka sebagai berikut: "Barangsiapa yang membunuh dan merebut harta-benda orang lain, akan dibunuh dan disalibkan sampai kejahatannya diketahui semua orang; Barangsiapa yang membunuh tanpa merebut harta-benda, harus dibunuh tanpa disalibkan; Barangsiapa yang merampas harta-benda tanpa melakukan pembunuhan, tangan kanan dan kaki kirinya harus dipotong secara bersamaan, setelah lukanya sembuh, kemudian ia dibebaskan,; Barangsiapa yang mengancam seseorang dalam perjalanan tanpa melakukan pembunuhan atau merampas harta-benda apapun, harus diusir dari negerinya, yang menyebabkan ia tak punya tempat tinggal. Ia seharusnya tak diizinkan tinggal di negara manapun melainkan harus diusir."

Keempat, berzinah, ada dua jenis, perzinahan yang dilakukan oleh orang yang berselingkuh karena mereka telah menikah, dan perzinahan yang dilakukan oleh mereka yang belum menikah. Zinah adalah salah satu kejahatan yang paling menyedihkan, dan kasus-kasus zinah berbeda dalam tingkat imoralitas, kejahatan, dan keburukan. Sebagai ilustrasi, melakukan hubungan seksual dengan wanita yang sudah menikah, melakukan inses, dan melakukan hubungan seksual dengan istri tetangga adalah jenis zina yang paling menyedihkan. Selain itu, zinah adalah dosa besar, karena menghasilkan konsekuensi yang mengerikan seperti kacaunya garis-keturunan dan kekalutan yang mengarah pada pemutusan dan miskomunikasi didalam masyarakat, serta kurangnya saling mendukung dalam kebenaran. Juga menyebabkan kerusakan dan penghancuran dalam segala aspek.
Undang-undang tentang perselingkuhan dan hubungan diluar nikah, murni didasarkan pada moralitas. Inilah bagian dari sistem dimana semua tindakan dan interaksi diukur dengan skala evaluasi moral. Islam berpendapat bahwa perzinahan adalah kejahatan terhadap masyarakat ketika diketahui oleh khalayak ramai. Perzinahan menyerang fondasi komunitas; keluarga. Undang-undang ini pada dasarnya adalah pencegah, karena membutuhkan empat saksi mata agar dapat dilaksanakan. Jika pelaku hubungan seksual ilegal, pria atau wanita, menikah dan secara hukum utama (yaitu jika kasusnya adalah perselingkuhan), ia akan dirajam sampai mati. Hukuman untuk hubungan di luar nikah, 100 cambukan, mungkin tampak cukup mematikan bagi banyak orang. Namun, orang yang melaksakan hukuman itu, tak diperbolehkan mengangkat tangannya di atas bahu. Inilah rasa malu dan jengah bagi keluarga dan reputasi seseorang yang mencegah masyarakat agar tak melanggar hukum. Fakta bahwa hukuman dilaksanakan secara terbuka, dengan jelas menunjukkan bahwa tujuannya adalah untuk melindungi moralitas publik dan menjaganya dari kerusakan. Tujuan hukuman ini, adalah perlindungan terhadap struktur keluarga yang mewakili fondasi masyarakat. Suatu masyarakat dimana perzinahan dibiarkan, adalah masyarakat dimana sebuah keluarga tak memiliki makna sama sekali.

Kelima, seks terlarang. Homoseksualitas dan lesbianisme telah dianggap "gaya hidup alternatif," "preferensi pribadi," "variasi alami," dll. di negeri Barat saat ini. Dimana homoseksualitas dianggap sebagai penyakit oleh Asosiasi Psikiater, sekarang dihapus dari daftar dan digantikan oleh homofobia (ketidaksukaan terhadap homoseksual dan homoseksualitas). Akibatnya, Islam dan umat Islam dianggap tidak toleran dan bias, karena perlawanan mereka yang berkelanjutan. Argumen yang mendukung toleransi terhadap homoseksual didasarkan pada asumsi bahwa perilaku homoseksual berbasis biologis dan tak semata dipelajari dari masyarakat.
Islam memerintahkan para orang tua agar memisahkan tempat tidur anak-anak mereka pada usia sepuluh tahun, untuk menghindari pengalaman seksual yang mungkin hasil coba-coba di masa kecil. Pengalaman seperti itu dapat diperkuat oleh pergaulan di sekolah dan melalui pelecehan orang dewasa. Juga perbedaan antara pria dan wanita sangat kuat dalam ajaran Islam. Rasulullah (ﷺ) melaknat lelaki yang meniru kaum wanita dan wanita yang meniru kaum pria. Industri mode Barat, yang dikendalikan oleh kaum homoseksual, berusaha mengaburkan perbedaan antara pria dan wanita agar perilaku mereka lebih dapat diterima. Akibatnya, fashion pria menjadi lebih feminin dalam gaya dan warna dan wanita sekarang mengenakan setelan jas tiga potong, dasi dan topi serta sepatu tradisional pria. Perbedaan ini mungkin relatif dan berbeda dari masyarakat ke masyarakat lainnya.

Islam menganggap homoseksualitas sebagai hasil pilihan. Tak dapat dibayangkan jika Allah menjadikan manusia homoseks, kemudian menyatakannya sebagai kejahatan dan menetapkan hukuman untuknya, baik dalam kehidupan ini dan selanjutnya. Menerima gagasan seperti itu, berarti menerima bahwa Allah tak adil. Kecenderungan ada dalam diri manusia untuk berbagai tindakan alami dan bukan-alami, dari perzinahan hingga pemerkosaan, dan dari necrophilia ke bestiality. Kecenderungan ini dapat berasal dari bisikan jin, pengaruh media, atau bahkan dari bisikan manusia atau kontak langsung. Manusia tak seperti robot, yang hanya melakukan apa yang diprogramkan untuk mereka lakukan. Manusia memilih dan Allah menganggap mereka bertanggung jawab atas pilihan itu. Jika homoseks adalah produk dari takdir genetik, tak adil bagi Allah untuk mengkriminalkannya dan menghukum mereka yang mempraktikkannya. Saat ini, beberapa ilmuwan bahkan mengklaim bahwa pembunuhan itu berasal dari genetik. Menerima itu berarti memaafkan para pembunuh dan mentolerir pembunuhan.
Akibat dari AIDS, telah cukup membuktikan bahwa homoseksualitas itu, jahat, dan berbahaya bagi masyarakat. Penyebaran awal AIDS terkonsentrasi di kalangan komunitas homoseksual. Kemudian menyebar ke komunitas heteroseksual melalui transfusi darah dan penggunaan obat intravena dan apa yang disebut biseksual. Dan terus mengamuk di antara heteroseksual yang bercampur-baur.

Kejahatan homoseksual adalah salah satu kejahatan terbesar, dosa terburuk dan perbuatan paling menjijikkan, dan Allah menghukum mereka yang melakukannya dengan hukuman yang tak sama dengan kaum lain. Ini merupakan indikasi pelanggaran terhadap fitrah, sangat sesat, lemahnya kecerdasan dan kurangnya komitmen agama, serta inilah pertanda malapetaka dan perampasan rahmat Allah. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, meriwayatkan bahwa Ibnu 'Abbas, radhiyallahu' anhu, berkata, 'Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Barangsiapa diantara kalian menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah orang yang melakukannya dan orang yang dilakukan terhadapnya."
Para Sahabat sepakat dengan suara bulat tentang hukuman bagi pelaku kejahatan homoseksual. Abu Bakar as-Siddiq, 'Ali bin Abi Talib, Khalid bin al-Walid,' Abdullah bin al-Zubair, 'Abdullah bin Abbas, Imam Malik, Ishaq bin Rahawaih, Imam Ahmad menurut riwayat yang lebih otentik, dan Imam asy-Syaafi'i, menurut salah satu pendapatnya, berpandangan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual harus lebih berat daripada hukuman zina, dan hukumannya adalah hukuman mati dalam segala kasus, baik orang tersebut sudah menikah maupun belum. Ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, mereka yang melakukan homoseksualitas, harus dibawa ke tempat tertinggi di kota dan dilemparkan dari sana, diikuti dengan rajam, seperti yang dilakukan Allah kepada kaum Luth. Menurut riwayat lain, mereka harus dirajam. Inilah pandangan mayoritas salaf. Mereka berkata, "Karena Allah merajam kaum Luth, dan rajam ditentukan untuk zaani dengan analogi dengan rajam homoseksual. Semuanya dirajam, budak atau bukan-budak, atau salah satunya budak, jika mereka telah mencapai usia puber. Jika salah satu dari mereka belum mencapai usia puber, ia harus dihukum tetapi tak dirajam, dan tiada yang dirajam kecuali orang yang telah mencapai pubertas.

Keenam, murtad. Keberatan terhadap Islam sering diajukan terhadap hukuman mati yang ditentukan bagi orang yang murtad. Islam bukan hanya agama, melainkan sistem kehidupan yang lengkap. Peraturannya tak hanya mengatur perilaku individu, namun juga membentuk hukum dasar dan ketertiban umum di negara Muslim. Kemurtadan mendorong penolakan terhadap hukum dan ketertiban masyarakat. Inilah tindakan pengkhianatan terhadap negara yang akan mendorong pemberontakan di kalangan warga yang lebih lemah.
Seseorang yang secara pribadi meninggalkan keyakinannya dan meninggalkan negara, takkan diburu dan dibunuh. Tak seorang pun yang murtad secara pribadi dan tetap di negara Muslim yang sesuai dengan aturan luar negara akan dilacak dan dieksekusi. Praktek mendirikan pengadilan inkuisisi untuk memeriksa kepercayaan masyarakat bukan bagian dari tradisi hukum Islam. Tiada paksaan untuk bergabung dengan Islam. Siapapun boleh bergabung, namun itu tak boleh dianggap enteng. Hanya mereka yang bersungguh-sungguh, yang boleh bergabung. Hukuman mati mengecilkan hati mereka yang mungkin berpikir untuk bergabung dengan agama ini, dengan tujuan melemahkannya dari dalam. Hukuman atas kemurtadan pertama kali dilembagakan untuk menghentikan perusakan negara. Hukuman mati terutama bagi mereka yang murtad, yang bekerja sama dengan musuh, berperang melawan Negara atau mereka yang mengumpulkan orang-orang melawan Islam dan berperang melawan negara. Peradaban Barat mengeksekusi warganya karena membocorkan rahasia negara; sesuatu yang material. Hukum Islam menetapkan hukuman mati untuk sesuatu yang jauh lebih gawat. Pembangkangan terhadap Allah adalah kejahatan yang jauh lebih besar daripada pemberontakan terhadap rahasia negara."

Gelatik bertanya, "Apa itu Qisas?" Sentadu berkata, "Kategori kedua adalah Qisas. Qisas adalah kategori peradilan pidana dalam yurisprudensi Islam, dimana Hukum Islam memungkinkan pembalasan yang setimpal sebagai hukuman. Prinsip Qisas diterapkan terhadap terdakwa, kepada korban atau ahli waris korban, ketika seorang Muslim dibunuh, menderita cedera tubuh atau menderita kerusakan harta-benda. Dalam kasus pembunuhan, Qisas berarti hak untuk mengambil nyawa si pembunuh, hanya jika pengadilan menyetujui dan setelah hakim membuat keputusan."
"Dan, apa itu Ta'zir?" tanya gelatik. Sentadu berkata, "Ta'zir mengacu pada pelanggaran yang disebutkan dalam Al-Quran atau Hadits, tetapi, baik Quran maupun Hadits, tak menetapkan hukumannya. Dalam kasus-kasus Ta'zir, hukumannya atas dasar kebijakan negara, penguasa, atau qadi, atau pengadilan yang bertindak atas nama penguasa. Hukuman Ta'zir diperuntukkan bagi perbuatan yang dianggap dosa dalam Islam, merusak komunitas Muslim, atau mengancam ketertiban umum, tetapi tak dapat dijatuhi hukuman seperti kejahatan Hudud atau Qisas. Batasan hukum atas pelaksanaan kekuasaan itu, tak ditentukan dalam Al-Quran atau Hadits, dan bervariasi. Kejahatan yang dihukum oleh Ta'zir juga memerlukan bukti, sama seperti yang dibutuhkan dakwaan kejahatan Hudud atau Qisas. Hakim diberikan kelonggaran yang cukup besar dalam memutuskan bentuk hukuman yang sesuai, dan hukuman itu tak harus konsisten terhadap para terdakwa dari waktu ke waktu. Penguasa atau qadi juga memiliki keleluasaan untuk mengampuni pelanggaran Ta'zir."

Gelatik bertanya, "Bagaimana dengan, poligami?"
[Bagian 2]