Jumat, 11 Januari 2019

Kesabaran, Kemenangan dan Syukur (2)

Sang negarawan berkata, "'Abdullah bin 'Amr berkata, 'Rasulullah (ﷺ) keluar kepada kami membawa dua buah kitab. Beliau bertanya, "Tahukah kalian kitab-kitab apa ini? "Kami menjawab, 'Tidak wahai Utusan Allah, kecuali jika engkau memberi tahu kami.' Tentang kitab yang ada di tangan kanannya, beliau bersabda, “Inilah kitab dari Rabb semesta alam yang berisi nama-nama penghuni Surga, nama-nama orangtua dan suku-suku mereka (secara rinci). Ini lengkap sampai orang yang terakhir dan takkan bertambah atau berkurang jumlahnya.' Tentang kitab di tangan kirinya, beliau bersabda, 'Inilah kitab dari Rabb alam semesta yang berisi nama-nama penghuni Neraka, nama-nama orangtua dan suku mereka (secara rinci). Ini lengkap sampai yang terakhir dan takkan bertambah atau berkurang jumlahnya.' Para Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, jika segala urusan telah ditetapkan, mengapa harus beramal?' Beliau menjawab, " Tetaplah istiqamah. Amal terakhir seorang penghuni Surga akan menjadi amal penduduk Surga, tak melihat apa yang telah ia lakukan, dan amal terakhir seorang penghuni Neraka, akan menjadi suatu amal penduduk Neraka, tak melihat apa yang telah ia lakukan.' Kemudian Rasulullah (ﷺ) memberi isyarat dengan tangannya, menjatuhkan kitab-kitab itu, 'Rabb-mu telah memutuskan segala sesuatu tentang para hamba-Nya: satu kelompok amakn masuk Surga dan satu kelompok akan masuk Neraka!' "- [Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasa'i; Hasan oleh Ibnu Hajar dan al-Albani]
Ini tentang sebuah kitab yang telah selesai sejak lama: pena telah diangkat darinya, atau pena yang digunakan untuk menulisnya, telah kering, atau halamannya, telah mengering. Dari ‘Abdullah bin 'Amr, Rasulullah (ﷺ) berkata, “Allah telah mencatat takdir seluruh makhluk, lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” - [Sahih Muslim]
Dari Abul Darda bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Allah telah menetapkan lima hal bagi setiap hamba: umurnya, rezekinya, amalnya, ajalnya, dan sengsara atau bahagiakah ia." - [Imam Ahmad; Sahih oleh Ibnu Hibban]
Jadi, pernyataan 'Pena itu telah mengeringkan (setelah menulis) semua yang akan terjadi,' berfungsi sebagai metonimi (kinayah) yang mengacu pada proses berlakunya takdir dan fakta bahwa semuanya telah dicatat dalam suatu kitab yang menyeluruh. "Pena telah mengering," dan tak lagi menulis takdir dan halamannya telah mengering, setelah mencatat penilaian tentang penciptaan sampai Hari Kiamat. Takkan ada lagi Pena yang akan menuliskan lagi sesuatu yang baru atau mengubah sesuatu yang telah tersuratkan. Oleh karena itu, seluruh ketetapan tersebut telah dicatat di Lauh Mahfuzh dan tak ada lagi yang baru yang akan dicatat. Penetapan takdir tersebut dirunjuk sebagai terangkatnya Pena dan mengeringnya lembaran-lembaran halaman, dengan cara analogi dengan seorang penulis buku, dalam kehidupan ini, menyelesaikan karyanya. Allah berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.." - [QS.57:22]
Adapun pernyataan, “Jika semua ciptaan, secara keseluruhan, telah mencoba dan memaksakan manfaat bagimu melalui sesuatu yang tak Allah tetapkan, mereka takkan mampu melakukannya; dan jika mereka ingin mencelakaimu melalui sesuatu yang tak Allah putuskan, mereka takkan bisa melakukannya.” bermakna bahwa setiap kerugian atau manfaat yang ditemui hamba di dunia ini, telah ditentukan baginya, tak mungkin baginya menghadapi segala sesuatu yang belum ditetapkan baginya, meskipun seluruh ciptaan berusaha sekuat tenaga mewujudkannya. Singkatnya, hanya takdir Allah yang berlaku. Dari ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Seorang hamba takkan beriman sampai ia beriman pada Rakdir - baik dan buruknya: sampai ia tahu bahwa apa yang telah menimpanya, takkan pernah luput darinya, dan apa yang luput darinya, takkan pernah menimpanya. ”- [at-Tirmidzi dan at-Tabarani; Sahih oleh al-Albani]
Ketika seorang hamba menyadari bahwa ia takkan menemukan kebaikan atau keburukan, tak beroleh manfaat atau bahaya, kecuali Allah telah menetapkannya, saat ia menyadari, bahwa jika seluruh ciptaan berusaha sekuat tenaga berusaha menjalankan sesuatu selain dari keputusan-Nya, upaya mereka akan gagal sepenuhnya, ia kemudian akan mengakui bahwa hanya Allah sajalah yang memberikan manfaat dan menyebabkan kerugian, dan bahwa hanya Dia sajalah Yang memberikan dan Yang menahan. Pengakuan ini, akan menuntun seorang hamba menyempurnakan Tauhid kepada Rabb-nya. Ia meminta pertolongan hanya pada-Nya, ia memohon hanya kepada-Nya, dan Dia akan tunduk dan merendahkan diri, hanya di hadapan-Nya. Dan ia menyembah hanya pada-Nya dan taat hanya kepada-Nya.

Salah satu kualitas yang memberikan kesuksesan dalam kekuasaan dan kekayaan adalah kesabaran. Allah berfirman,
وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَفْقَه
"... ...Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, karena orang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti." - [QS.8: 65]
Karenanya, sabda Rasulullah (ﷺ), “bahwa kemenangan itu, akan datang dengan kesabaran,” merangkum kesabaran dan ketabahan dalam berjuang melawan musuh eksternal dan internal. Kemenangan melawan musuh "datang dengan kesabaran," di hadapan ujian dan cobaan. Musuh eksternal adalah orang-orang kafir, dan musuh internal adalah diri-sendiri. Sesungguhnya, memerangi kedua hal inilah salah satu bentuk terbesar jihad. Para Salaf akan melihat kesabaran pada yang terakhir: dengan sabar berjuang melawan diri-sendiri dan menginginkan lebih baik daripada kesabaran dalam menghadapi kesulitan. ‘Abdullah bin ‘Amr menjawab seseorang yang bertanya tentang Jihad dengan mengatakan, ‘Mulailah dengan dirimu dan berjuanglah melawannya. Mulailah dengan dirimu dan berusahalah menentangnya! ’
Jadi, Jihad juga membutuhkan kesabaran, siapapun yang gigih berjuang melawan dirinya, keingin dan setan-nya, ia akan mencapai kemenangan. Di sisi lain, siapapun yang putus asa dan menyerah, akan ditaklukkan, dikalahkan, dan terpenjara. Ia akan ditaklukkan dan terhinakan, terpenjara oleh Setan dan keinginannya. Ketahuilah bahwa dirimu itu, ibarat seekor binatang, jika ia tahu bahwa engkau tegas dan teguh, ia takkan goyah, namun jika ia tahu bahwa engkau malas dan tak tegas, ia akan mengambil keuntungan, dan mengejar keinginannya serta memenuhi hasratnya.

Adapun pernyataan "bahwa kelegaan itu, akan datang dengan kesulitan," dibuktikan dengan firman Allah,
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِدُ
"Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji." - [Qs.42: 28]
Artinya adalah bahwa Allah kagum pada kesedihan hamba-hamba-Nya, ketakutan mereka, kekuatiran mereka dan harapan mereka akan rahmat-Nya ketika Dia telah menetapkan bahwa keadaan mereka akan segera berubah, sementara mereka tetap tidak sadar, dan hujan akan turun. Allah telah meriwayatkan banyak kisah yang berhubungan dengan pertolongan yang datang setelah kesusahan dan kesulitan. Dia mewahyukan tentang Nabi Nuh, alaihissalam, dan kaumnya dalam bahtera, yang Dia selamatkan dari "keadaan yang mengerikan" dimana seluruh populasi bumi tenggelam. Dia mewahyukan tentang Nabi Ibrahim, 'alaihis-salam, yang Dia selamatkan dari api yang dinyalakan oleh kaum musyrik dan bagaimana Dia menjadikan api itu "sejuk dan damai baginya." Kelegaan itu datang dengan kesulitan, yang menyerang jiwa. Pada saat seperti itu, kelegaan akan datang dengan cepat. Siapapun yang berada dalam keadaan seperti itu, hendaknya bersabar, mengharapkan pehala, berharap agar segera mendapat bantuan, dan setiap saat, bersangka-baik kepada Majikannya. Dia-lah Yang Maha Penyayang dari segala yang penyayang, bahkan melebihi kedua orangtua seseorang.

Hadits ini menunjukkan bahwa cobaan adalah penyebab rahmat ilahi, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan, "dan bahwa kesulitan itu, akan datang bersama kemudahan." Pada saat kesulitan, seseorang akan mengetahui kemegahan Allah, dan pada saat datangnya kemudahan, seseorang akan mengetahui keindahan Allah. Seseorang berkata, ‘Ketika Dia menganugerahkan rahmat kepadamu, saksikanlah kemurahan-Nya, dan ketika Dia menahan sesuatu darimu, saksikan kekuasaan-Nya yang luar biasa. Dalam setiap keadaan yang Dia rencanakan kepadamu, menyiramimu dengan ketetapan-Nya yang baik.’
“Dan bahwa kesulitan itu, akan datang bersama kemudahan,” yaitu fasilitas. Dalam keadaan yang kaya disebut yasar, mudah dan makmur, karena hal-hal yang difasilitasi di dalamnya. Kebalikan dari yusr, kemudahan, adalah usr, kesulitan. Pernyataan ini muncul dalam Al-Qur'an, yang diulang dua kali, untuk menunjukkan bahwa setiap kesulitan disertai dengan dua kemudahan. Humaid bin Hammad bin Abu al-Khuwar, meriwayatkan bahwa 'A'idz bin Syuraih meriwayatkan kepadanya bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata, 'Rasulullah (ﷺ) sedang duduk di depan sebuah lubang di tanah dan berkata, “Jika kesulitan adalah untuk memasuki liang ini, kemudahan akan mengikutinya dan mengeluarkannya.” Kemudian Allah mewahyukan,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
"Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan." - [QS.94:5]
Akhirnya, Allah menjelaskan dalam Al-Qur'an bahwa orang yang benar-benar menyembah-Nya adalah mereka yang bersyukur kepada-Nya, jadi, mereka yang tak berada di antara orang-orang yang bersyukur, bukanlah di antara orang-orang yang beribadah. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." - [QS.2: 172]
Allah telah mewahyukan bahwa ridha-Nya dapat digapai melalui bersyukur,
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"...Jika kamu bersyukur, Dia meridhai kesyukuranmu itu..." - [QS.39: 7]
Dan Allah menyebutkan bahwa bersyukur adalah tujuan penciptaan,
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." - [QS.16:78]

Kemudian sang negarawan berkata, "Wahai anak muda, 'Jagalah Allah dan Dia akan menjagamu' adalah fondasi sentral dalam memelihara hak-hak Allah Ta'ala, berserah diri pada-Nya, mempersaksikan Tauhid-Nya, dan menampakkan dengan jelas ketidakmampuan bawaan manusia dan betapa Dia sangat kita butuhkan. Ketika dilihat dalam sudut ini, orang dapat dibenarkan bila mengatakan bahwa hadits ini merupakan separuh dari Dien, bahkan, seluruhnya. Ini karena hukum Syar'i yang berurusan dengan Allah atau selain Dia, dan hadits ini berkaitan dengan semua yang terhubung dengan Allah secara eksplisit dan dengan semua yang terhubung dengan yang lain secara implisit. Wallahu a'lam."
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
"Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan." - [QS.3:120]
[Bagian 1]
Rujukan :
- Ibn Rajab al-Hanbali, The Legacy of the Prophet, Daar us-Sunnah
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Patience and Gratitude, Taha