"Wahai anak muda, Manusia terjerumus ke dalam kesulitan karena kesalahannya sendiri, namun alih-alih menyadari atau memperbaiki dirinya, malah menyalahkan orang lain atau mencari-cari alasan. Ada kalanya, alasan itu masih dapat diterima, namun sampai batas tertentu, maka semua alasan itu, tak dapat lagi diterima," kata sang negarawan kepada sang musafir muda. Ia melanjutkan, "Ketahuilah bahwa dusta, pengkhianatan dan kecurangan, adalah perbuatan ketidakjujuran, yang akan menghilangkan kepercayaan pada seseorang. Sebenarnya, ketidakjujuran ada tiga jenis: dalam ucapan, perbuatan dan niat, masing-masing saling bergantian : dusta menghianati kepercayaan dan melanggar janji. Ketika kepercayaan hilang, iman menghilang. Orang yang terus berperilaku seperti ini, akan berakhir sebagai seorang munafik dalam keyakinan."Rujukan :
Sang musafir muda bertanya, "Apa makna kemunafikan itu, wahai yang mulia?" Sang negarawan berkata, "Kalimat terbaik adalah Kitabullah dan jalan terbaik adalah jalan Nabi kita tercinta (ﷺ). Dan urusan terburuk adalah pembaruan dalam agama, dan setiap pembaruan agama itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat, dan setiap yang sesat mengarah ke neraka.
Ketika Allah mengutus Nabi-Nya (ﷺ) dan beliau (ﷺ) mendakwahkan misinya, ada yang menolaknya dan ada yang beriman. Dari yang terakhir, ada yang hanya mengenakan pakaian iman itu tanpa benar-benar meyakininya, sehingga mereka menyebabkan kerusakan. Mereka disebut orang munafik. Seorang munafik bermuka-dua dan orang-orang seperti inilah, manusia yang paling buruk. Dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda tentang mereka, "Manusia yang paling buruk di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah orang-orang bermuka-dua, yang muncul pada orang-orang tertentu dengan satu wajah, dan kepada yang lain dengan wajahnya yang lain." - [Sahih al-Bukhari]
Orang munafik adalah orang yang membenci atau tak menyukai Islam, namun mengaku sebagai seorang Muslim. Orang munafik akan bersandar pada apa yang tampak menguntungkan baginya, dan orang-orang ini, yang paling berbahaya bagi manusia. Sejarah umat Islam bersaksi bahwa mereka selalu menderita di tangan orang-orang munafik, dan kisah yang sama terjadi pada hari ini. Jika seorang penguasa munafik, maka umat Islam akan mengalami rintangan dan kemunduran. Rasulullah (ﷺ) selalu memperingatkan kaum Muslim tentang orang munafik. Dari Umar bin al-Khattab, radhiyallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Yang paling kutakutkan bagi umatku adalah setiap orang munafik yang pandai bermain-kata." - [Imam Ahmad]
Kata Munafiq berasal dari kata Nafiqa. Orang munafik, disebut demikian karena ia menyembunyikan kekafiran dan mengungkapkan sisi lain dari keyakinannya. Al-Hasan, rahimahullah, mendefinisikan kemunafikan demikian, "Dikatakan bahwa kemunafikan adalah perbedaan antara yang dirahasiakan dan yang dinyatakan, antara kata dan perbuatan, dan antara masuk dan keluar. Dan dikatakan bahwa dasar kemunafikan dimana ia dibangkitkan adalah kebohongan."
Setiap Muslim hendaknya selalu berhati-hati dan takut akan kemunafikan, dan ia hendaknya menjauhkan diri dari segala hal yang mungkin menumbuhkan kemunafikan. Begitu kemunafikan itu merambah ke dalam qalbu, ia akan terus menyebar dan tumbuh, dan bahkan mungkin menyebabkan peotnya keyakinan dan iman, menuntunnya ke dalam jurang neraka yang paling dalam. Atau, kemunafikan itu mungkin melibatkan dirinya ke dalam dosa besar dan ia mungkin tak bertobat, akibatnya, ia akan masuk neraka, atau, pahala amalnya erkurang karena kemunafikannya. Hari ini, penyakit kemunafikan telah mewabah di kalangan umat Islam."
Sang musafir muda bertanya, "Kapankah awal kemunafikan dalam Islam?" Sang negarawan berkata, "Tak ada orang munafik selama kehidupan Rasulullah (ﷺ) di Mekah, melainkan permusuhan terbuka. Dua tahun setelah hijrah Rasulullah (ﷺ) ke Madinah, Perang Badar terjadi, dan Allah memberi kemenangan bagi kaum muslimin. Abdullah bin Ubai bin Salul, seorang yang kuat dan kaya, adalah orang yang berpengaruh di Madinah. Ia kepala suku al-Khazraj dan penguasa kedua suku Awz dan Khazraj selama periode Jahiliyyah. Setiap kali suku-suku yang bertikai ini dalam konflik satu sama lain, Abdullah bin Ubai turut campur tangan mendamaikan mereka. Segala usahanya diarahkan agar diakui sebagai satu-satunya pemimpin kedua suku. Ia telah berhasil mencapai tujuan ini dan persiapan sedang berlangsung untuk penobatannya sebagai raja mereka ketika umat Islam berhijrah ke Madinah, dan banyak orang Madinah memeluk Islam. Akibatnya, Abdullah bin Ubai merasa benci terhadap umat Islam karena ia tak bisa lagi dianggap sebagai pemimpin, karena Islam mengambil-alih pengaruhnya di Madinah. Namun sebagai orang yang licik, ia tak bisa menghadapi Rasulullah (ﷺ) dan menyatakan persaingannya secara terbuka, maka ia memutuskan menghancurkan Islam dari dalam. Oleh karena itu, ia dan para pengikutnya menerima Islam hanya sebagai sebutan, namun dalam qalbu mereka, menolak dan membenci Rasulullah (ﷺ), Muslim dan Islam. Itulah awal kemunafikan dalam Islam."
Sang musafir muda bertanya, "Apa yang menyebabkan kemunafikan tumbuh?" Sang negarawan berkata, "Sejarah mengungkapkan bahwa salah satu dari tiga hal berikut ini menyebabkan kemunafikan tumbuh. Pertama, keserakahan. Ketika Islam bangkit dan menyebar, dan umat Islam berkekuatan sebagai penentu, ada jiwa yang sakit muncul dan menyusup di antara pejabat tinggi untuk melaksanakan rencana busuk mereka. Kedua, kecemburuan. Ada orang yang membenci Muslim dan Islam menyusup ke barisan Muslim, mereka berusaha menyakiti Islam melalui tipu-daya. Mereka berpura-pura memeluk Islam untuk menyelamatkan lahiriah mereka, namun secara bathiniah, tak mempercayai dan sangat mendengki Islam. Secara lahiriah, mereka menyatakan cinta kepada umat Islam dan menunjukkan bahwa mereka memiliki semangat berdakwah. Ketiga, cobaan. Ketika orang-orang beriman menghadapi cobaan melalui penganiayaan di tangan para tiran dan diasingkan sampai mati karena keiamanan mereka, hanya yang tuluslah yang bertahan. Para munafik meminta perlindungan dari orang-orang kafir.
Ada dua jenis kemunafikan. Jenis yang pertama, kemunafikan dalam keyakinan, yang menghargai keyakinan para kafir, menyekutukan Allah, membenci Utusan Allah (ﷺ) dengan menutup-nutupinya dengan berpura-pura beriman dan mencintainya, melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan keimanan, lebih memilih selain Hukum Allah dan mengikuti perintah selain perintah Rasulullah (ﷺ). Orang-orang seperti ini, tak diragukan lagi sebagai orang kafir. Mereka menyembunyikan kekafiran mereka atas motif pribadi untuk memajukan tujuan mereka yang tercela. Alih-alih membela agama, mereka berusaha memadamkan iman kaum Muslimin dan meragukan pikiran mereka tentang Rasulullah (ﷺ). Kadang-kadang, mereka berperang melawan kaum Muslimin karena kebencian dan kecemburuan, namun sebaliknya, mereka menunjukkan cinta yang besar kepada kaum Muslimin bila ada motif atau tujuan tertentu.
Jenis yang kedua, kemunafikan dalam perbuatan, tak mengeluarkan seseorang dari Islam, namun membuatnya menyerupai orang munafik. Ia menderita salah satu tanda kemunafikan, misalnya suka berdusta, mengkhianati amanah, melanggar janji, memaki dan mencerca, dan sebagainya. Telah menjadi kesepakatan para ulama, bahwa orang seperti ini, tak keluar dari Islam, tapi jelas merupakan orang berbuat dosa besar dan selalu ada kemungkinan ia menjadi seorang munafik dalam keyakinan.
Sang musafir muda bertanya, "Apa tanda kemunafikan dan perbuatan mereka?" Sang negarawan berkata, "Allah telah mengemukakan perumpamaan bagi orang-orang munafik. Allah berfirman,
Sebuah perumpamaan bagi orang-orang munafik, laksana orang-orang yang menyalakan api untuk memperoleh cahaya dan manfaat - karena mereka adalah orang-orang dalam perjalanan yang tersesat. Ketika api ini telah menyala dan menyinari lingkungan sekitar mereka, mereka dapat melihat jalan yang benar, mereka dapat melihat apa yang akan menguntungkan mereka dan apa yang akan membahayakan mereka; namun kemudian, tiba-tiba, cahayanya padam dan mereka berada dalam kegelapan.مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ"Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tak dapat melihat." - [QS.2:17]
Tiga rute menuju petunjuk, terhalang bagi mereka. Tuli, bisu dan buta, petunjuk datang kepada seorang hamba dari tiga pintu: apa yang ia dengar dengan telinganya; apa yang ia lihat dengan matanya; dan apa yang ia pahami dengan qalbunya; qalbu orang-orang ini tak dapat memahami, mereka tak dapat melihat, dan mereka juga tak dapat mendengar. Pendengaran dan kecerdasan adalah dasar dari ilmu dan melaluinya, orang memperoleh ilmu. Namun mereka tak memperoleh ilmu dari salah satu dari tiga pintu: kecerdasan, pendengaran, dan penglihatan. Mereka telah melihat jalan tuntunan, namun ketika cahayanya mati, mereka tak dapat kembali menuju petunjuk itu.صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَرْجِعُونَ"Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tak dapat kembali." [QS.2:18]
Kemudian setelah mengemukakan perumpamaan cahaya, Allah mengemukakan perumpamaan lain bagi orang-orang munafik, kali ini, air. Allah berfirman,
Ayat ini merujuk pada hujan lebat yang turun dari langit. Disini, petunjuk yang dengannya, Dia menuntun hamba-hamba-Nya, diibaratkan dengan air, karena petunjuk memberi kehidupan kepada qalbu bagai air yang memberikan kehidupan bagi bumi. Bagian yang didapat orang munafik dari petunjuk ini sama dengan orang yang terperangkap dalam badai, namun tak mendapat apa-apa darinya kecuali kegelapan, guntur, dan kilat; tak dapat melihat banyak manfaatnya seperti kehidupan bagi bumi - hewan dan tetumbuhannya - muncul setelah hujan. Kegelapan, guntur, dan kilat dalam badai, bukanlah hal-hal yang diinginkan di dalam dan dari diri mereka sendiri, melainkan hal-hal yang mengarah pada pemenuhan apa yang diinginkan dari badai ini. Orang bebal, cukup dengan hanya melihat efek luar dari badai ini: kegelapan, guntur, kilat, dingin, dan fakta bahwa ia tak dapat bepergian; namun tak memiliki firasat akan manfaat besar yang datang sebagai hasil dari hujan ini. Ini berlaku terhadap setiap orang yang berpikiran sempit; persepsinya tak lebih dalam daripada melihat bentuk luar sesuatu, dan ia tak dapat melihat apa yang ada di baliknya. Inilah keadaan sebagian makhluk ciptaan kecuali beberapa di antaranya. Ketika orang yang berpikiran pendek melihat kesulitan dan kerja keras dalam berjihad, saat ia melihat fakta bahwa ia bisa terluka, dicela oleh orang-orang tertentu, dan membangkitkan permusuhan dari orang lain; ia tak mau berangkat berjihad. Ia tak dapat melihat dengan lebih dalam dan menyadari makna besar, tujuan terpuji, dan pahala besar yang terkandung dalam Jihat itu. Ketika salah seorang dari mereka ingin berhaji dan melihat kesulitan yang ditimbulkan dalam perjalanan, meninggalkan kenyamanan rumah dan kota, dan kesulitan yang harus dihadapi, ia tak dapat melihat lebih jauh dari apa yang ada di akhir perjalanan ini, dan karenanya, goyah dan tak melakukannya.أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ"Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir." - [QS.2:19]
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ"Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." - [QS.2:20]
Inilah keadaan mereka yang tak berwawasan spiritual dan lemah iman: mereka yang menganggap bahwa setiap ancaman, janji, perintah, dan larangan yang dapat ditemukan dalam Al Qur'an, sebagai aturan yang terlalu berat bagi ego mereka, yang hanya menuntut mengikuti hawa-nafsu mereka. Aturan-aturan ini menyapih jiwa dari sifat-sifat dasarnya. Menyapih benar-benar sulit bagi seorang anak; dan semua manusia adalah anak-anak bila dibandingkan dengan intelek mereka, kecuali mereka yang telah menyapih dan mengaturnya, dan dengan demikian, telah memahami kebenaran melalui ilmu dan tindakan. Orang-orang seperti inilah yang dapat melihat apa yang ada di balik awan badai ini; apa yang ada di balik kegelapan, guntur, dan kilat; orang-orang inilah yang menyadari bahwa badai inilah sumber kehidupan bagi keberadaan.
Dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: Saat ia berbicara, ia berbohong; saat ia dipercayakan suatu amanah, ia khianat; dan bila ia berjanji, ia melanggar janjinya." - [Sahih al-Bukhari]
'Abdullah bin' Amr, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) berkata, "Ada empat hal yang barangsiapa memilikinya, maka ia seorang yang munafik, dan sesiapa yang memiliki salah-satu sifatnya, maka ia memiliki sifat kemunafikan, sampai ia meninggalkannya: Sesiapa yang berbohong di saat ia berbicara; ia tak menunaikan setiap kali ia berjanji, ia bersikap kasar saat berdebat, dan setiap kali ia berjanji, ia melanggarnya." - [Jami 'at-Tirmidzi; Sahih]
Rasulullah (ﷺ) bersabda tentang empat hal yang dimiliki seseorang yang munafik. Keempat hal ini bukanlah tanda-tanda kemunafikan dalam keyakinan dan pelaku tak keluar dari Islam, namun inilah tanda-tanda kemunafikan dalam perilaku, dan pelakunya, adalah orang yang berdosa dan tak taat. Namun, orang yang terus berperilaku seperti ini, akan berakhir sebagai seorang munafik dalam keyakinan. Rasulullah (ﷺ) menyebutkan hal ini, karena penting dan umumnya ditemukan pada orang-orang munafik, jika tidak, ada banyak tanda-tanda lain yang dilakukan pada zaman Rasulullah (ﷺ). Di antara perbuatan kemunafikan, bisa disebutkan sebagai berikut,
Berbohong, inilah akar dari segala kejahatan. Berbohong akan menjerumuskan ke neraka. Berbohong membawa aib. Berbohong itu, memungkiri kesaksian dan merupakan dasar kemunafikan dan kekufuran. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
"Jujurlah, karena kejujuran itu menuntun kepada keshalihan dan keshalihan mengarah pada surga. Dan jika seseorang tak berhenti berbicara jujur dan tergerak oleh kejujuran, hingga ia dicatat Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah dusta, karena dusta mengarah pada kekejian dan kekejian membawa ke neraka. Dan seseorang tak berhenti berbicara dusta dan tergerak olehnya, hingga ia dicatat Allah sebagai pendusta." - [Sahih al-Bukhari dan Muslim]
Dan Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Celakalah dia yang mengatakan banyak hal, berbicara dusta, agar membuat orang tertawa. Celakalah ia! Celakalah ia!." - [Sunan Abu Dawud; Hasan oleh Syaikh al-Albani]
Orang-orang munafik sangat sigap mengambil sumpah palsu untuk melindungi diri mereka sendiri. Sumpah palsu adalah tanda kemunafikan dan juga dosa besar. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "dosa besar adalah, berbuat syirik, membunuh dan bersumpah palsu." [Sahih al-Bukhari]
Jika ada orang yang berbohong untuk mempromosikan dagangannya, maka ia juga berada di bawah lingkup Hadits ini. Kesaksian palsu adalah dosa besar dan kemunafikan, karena itu termasuk dusta. Orang-orang munafik juga menggunakan dalih-palsu. Setiap kata atau perbuatan yang memiliki kebohongan di dalamnya adalah dosa besar. Inilah sebabnya mengapa Allah berfirman bahwa hukuman yang menyakitkan menunggu orang-orang munafik, mereka yang berjualan dengan berbohong dan kebohongan-kebohongan lainnya.
Orang-orang munafik tak memenuhi janji mereka. Allah berfirman tentang janji,
Janji-janji biasanya dikemas dengan sangat baik dan orang beriman akan menuntutnya sebagaimana seorang kreditur menagih uangnya. Orang-orang mukmin adalah mereka yang memenuhi janji-janji mereka. Allah berfirman,وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُول"...dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya." - [QS.17:34]
Orang-orang munafik telah berjanji kepada Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) bahwa mereka takkan lari bila diwajibkan memerangi musuh, mereka tak dapat menepati janji mereka. Mereka berjanji mengeluarkan sedekah jka Allah memberinya kekayaan, namun ia lupa pada janjinya. Jenis orang yang sama, ada pada zaman ini, yang menghabiskan uangnya dalam pesta musik malam, namun hanya membuat janji kosong untuk bersedekah jika Allah memberinya kekayaan.وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ"Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya." - [QS.23:8]
Setia memegang amanah adalah salah satu sifat dari seorang Muslim. Bahkan sebelum beliau berdakwah, Rasulullah (ﷺ) dikenal sebagai al-Amin dan as-Shadiq (dapat dipercaya dan jujur). Allah memerintahkan orang-orang beriman agar setia pada kepercayaan atau amanah yang dibebankan kepada mereka. Allah sering menyebutkan dalam Al Qur'an, bahwa orang beriman setia memegang amanah. Dan tak setia pada kepercayaan atau amanah, adalah tanda utama kemunafikan.
Islam mempertahankan setiap hal yang baik dan menghapus segala hal yang buruk. Tak ada agama yang menyetujui kecurangan. Rasulullah (ﷺ) menetapkan prinsip umum ketika bersabda, "Orang yang berbuat curang, bukan dari kami." - [Sahih Muslim]
Dan setiap kali beliau mengirim pasukan, beliau memerintahkan amir (atau komandan) untuk menahan diri dari berbuat curang. Beliau memerintahkan, terutama takut kepada Allah dan berprasangka baik terhadap Muslim yang menyertainya. Beliau bersabda, "Berjuanglah atas nama Allah, di jalan-Nya. Perangilah orang yang menolak Allah. Dan jangan berkhianat, jangan berbuat curang, jangan mencincang dan jangan membunuh anak-anak." - [Sahih Muslim]
Beliau memerintahkan agar tak mencurangi setiap pasukan yang maju, unit kecil atau kafilah. Jika ada yang berbuat curang setelah menyepakati perjanjian, baik itu dengan Muslim atau orang-orang kafir, dengan komandan atau dengan bawahannya, maka ia sesungguhnya memiliki tanda kemunafikan besar dalam dirinya. Rasulullah (ﷺ) berkata, "Pada hari Kiamat, setiap penipu akan memiliki spanduk di punggungnya dimana ia akan dikenali. Dikatakan bahwa ia adalah penipu si Fulan." [Sahih al-Bukhari]
Sang musafir muda bertanya, "Bagaimana keadaan orang-orang munafik setelah kematian?" Sang negarawan berkata, "Setelah orang munafik dimakamkan, nasibnya tak berbeda dengan orang kafir. Rasulullah (ﷺ) bersabda," ... Kemudian Dia akan bertemu orang ketiga dan mengatakan kepadanya kata-kata yang sama (seperti sebelumnya), dan ia akan menjawab, "Rabb-ku, aku beriman pada-Mu, kitab-kitab-Mu dan Utusan-utusan-Mu. Aku menegakkan Shalat, berpuasa dan menunaikan Zakat." Ia akan mengutarakan segala amal-shalihnya, sebanyak yang ia bisa. Allah akan berfirman. "Di sini (kamu tinggal) kalau begitu," dan Dia akan berfirman, "Sekarang kami bawakan kamu saksi-saksi Kami." Ia akan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang bisa bersaksi melawannya. Maka, mulutnya akan disegel dan akan dikatakan ke pahanya, dagingnya dan tulangnya, "Bicaralah!" Dan mereka akan berbicara tentang perbuatannya. Ini akan terjadi agar keadilan dapat diberikan kepadanya dan Allah akan murka dengan kemunafikan itu."- [Sahih Muslim]
Pada Hari Kiamat, Allah takkan menutupi aib orang-orang munafik, namun akan menutupi aib orang-orang beriman. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Sesungguhnya, Allah Ta'ala, akan mendekatkan orang yang beriman kepada-Nya dan menutupinya dengan hijab-Nya dan menyembunyikannya dan mengingatkan tentang dosa-dosanya. Allah akan bertanya," Ingatkah engkau tentang dosa itu? " Ia akan berkata, "Ya, Rabb-ku," dan Allah akan mengingatkan semua dosanya sehingga ia akan membayangkan pada dirinya sendiri bahwa ia akan hancur. Allah akan berfirman, "Sesungguhnya, Aku menutupinya untukmu di dunia dan hari ini, Aku memaafkannya untukmu. "Kemudian ia akan diberikan kitabnya, di tangan kanannya.
Namun, bagi orang yang tak beriman dan orang munafik, mereka akan dipanggil di hadapan seluruh ciptaan. Allah berfirman,
Kemudian sang negarawan berkata, "Wahai anak muda, kemunafikan adalah penyakit yang mengusir iman dari qalbu seseorang. Terkadang, seseorang tak menyadari bahwa kemunafikan telah bermukim didalam qalbunya, dan ia telah berbuat kemunafikan tanpa sadar. Maka, waspadalah, wahai anak muda! Orang munafik akan menjadi manusia terburuk di Hari Kiamat. Segala alasan takkan lagi diterima dan tak ada keringanan hukuman akan ditunjukkan kepada orang munafik dan juga orang-orang kafir. Wallahu a'lam."وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أُولَئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَى رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الأشْهَادُ هَؤُلاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Rabb mereka, dan para saksi akan berkata, 'Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Rabb mereka.' Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zhalim." - [QS.11:18]
فَالْيَوْمَ لا يُؤْخَذُ مِنْكُمْ فِدْيَةٌ وَلا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مَأْوَاكُمُ النَّارُ هِيَ مَوْلاكُمْ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ"Maka pada hari ini, takkan diterima tebusan dari kamu maupun dari orang-orang kafir. Tempat kamu di neraka. Itulah tempat berlindungmu, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali." - [QS.57:15]
- 'Aaidh Alqarni, The Signs Of The Hypocrites, Darul Ishaat
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Characteristics of the Hypocrites, Daar Us-Sunnah
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Paragons of the Qur'an, Daar Us-Sunnah