Senin, 18 Februari 2019

Kekuasaan Manusia

Sang geluh melanjutkan, "Pemerintah didirikan untuk mengatur manusia, sehingga yang kuat tak menindas yang lemah. Dan bila pemerintah itu sendiri yang menindas rakyatnya, maka pemerintah itulah sebuah tirani. Ada atsar yang menyebutkan,"Raja adalah bayang-bayang Allah di muka bumi." Amirul Mukminin, Utsman bin Affan, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Sesungguhnya, Allah akan mencabut suatu kekuasaan, tak sebagaimana Dia mencabut al-Qur’an." Meskipun Dien berhubungan erat dengan spiritualisme, tetap saja, kita menemukan bahwa Kekuasaan duniawi (Khilafah) adalah dukungan besar dan sekutu bagi Dien. Dien adalah jaminan bagi keduniawian serta sarana bagi perbaikan duniawi, sedangkan Kekuasaan duniawi, adalah sarana untuk memperoleh sistem tatakelola yang adil. Allah telah menyebutkan dalam berbagai ayat Al-Quran, tentang siapa yang akan dianugerahkan kerajaan dan kedaulatan, yang menunjukkan bahwa seseorang hendaknya mengingat sepenuhnya bahwa kerajaan dan kedaulatan atas sebuah negeri, penganugerahan dan pencabutannya adalah semata-mata dalam Genggaman Allah. Karenanya, sejarah Kekaisaran Agung dan para tiran terbesar di dunia, merupakan bukti yang memadai.
Allah telah membuat hukum yang pasti bagi penganugerahan dan pencabutan kekuasaan, yang dapat disebut Sunnatullah, bahwa, "Bangsa-bangsa dianugerahkan kekuasaan dan pemerintahan dalam dua cara yaitu, pertama, sebagai warisan Ilahi, dan yang kedua, melalui cara duniawi." Menurut cara pertama, kekuasaan diberikan oleh Allah, saat keyakinan dan amal-perbuatan sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, iman kepada Allah itu, benar dan kokoh, dan dalam perbuatan mereka, individu dan seluruh masyarakatnya, shalih, sebagaimana yang digambarkan sebagai 'Shalihin' dalam Al-Qur'an.

Jika bangsa itu para Shalihin, maka mereka pantas diberi gelar Allah sebagai "Khilafah Ilahiyyah" yakni, di dunia ini mereka adalah khalifah Allah dan penerus sejati para nabi (alaihissalam). Dan janji Allah adalah orang-orang yang dalam iman dan perbuatannya mewarisi para nabi (alaihissalam), juga akan menjadi pewaris Bumi ini, serta Akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
"Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Adz-Dzikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih." - [QS.21:105]
Ridha Allah bersama hamba-hamba-Nya yang shalih, dan jika keshalihan ini tak ditemukan dalam bangsa manapun, maka terlepas dari mereka yang mengaku sebagai orang yang terikat pada Islam, mereka tak bisa menjadi penerima warisan, dan mereka takkan dapat memproklamirkan diri sebagai 'Khilafah Ilahiyyah.' Dan bagi orang-orang seperti itu, takkan memperoleh janji Allah. Jika seorang Muslim berusaha membawa perubahan menjadi lebih baik dalam kehidupannya dan menganut jalan orang-orang shalih, maka Allah memberi mereka kabar baik yang sama seperti yang dijanjikan-Nya.

Ketika Allah berkehendak menunjuk seseorang sebagai utusannya dan memberikannya kualitas-kualitas indah yang istimewa, Dia menyebabkan kemampuan alaminya, bersinar sejak dini. Adalah Sunnatullah bahwa orang yang telah mencapai tahap puncak kehormatannya, jika ia kemudian mengakui nikmat Allah kepadanya dan bersyukur kepada-Nya, Allah akan menambahkan karunia-Nya. Seluruh kehidupan Nabi Dawud, alaihissalam, adalah bukti dan saksi hidupnya.
Dari Wahb bin Munabbih, Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Nabi Dawud, bertubuh pendek, dengan mata biru, rambut sedikit, dan qalbu yang bersih serta orang yang shalih. Ketika Bani Israil menyerahkan kekuasaan kepada Thalut, Allah mengilhami Nabi Syamuel, "Katakan kepada Thalut, suruh ia berpertempur dengan orang Midian dan tak ada yang boleh dibiarkan hidup, bunuh mereka semua, dan Aku akan memberinya kemenangan." Maka, Thalut pun pergi bersama pasukannya ke Midian dan membunuh mereka di sana, kecuali rajanya, ia tangkap; ia juga merampas ternak mereka. Allah mengilhami Syamuel, "Tidakkah kamu bertanya pada Thalut? Aku memberikan perintah-Ku dan ia melanggarnya: ia menawan raja mereka dan mengambil ternak mereka. Temuilah ia, dan katakan padanya bahwa sesungguhnya, Aku akan mencabut kekuasaan-Ku darinya, dan tak mengembalikannya sampai Hari Kiamat. Karena Aku hanya memberi kehormatan kepada kepada ia yang menaati-Ku, dan Aku akan menghinakan, ia yang mendustakan perintah-Ku."

Syamuel menemui Thalut dan berkata kepadanya, "Apa yang telah engkau lakukan? Mengapa engkau menawan raja mereka? Dan mengapa engkau mengambil ternak mereka?" Thalut menjawab, "Aku menggiring ternak-ternak itu hanya untuk mengorbankan mereka." Syamuel berkata kepadanya, "Allah telah mencabut kekuasaanmu, dan takkan kembali sampai Hari Kiamat."
Kemudian Allah mengilhami Syamuel, "Pergilah ke Ibya, dan perintahkan ia memperlihatkan putra-putranya di hadapanmu. Urapilah anak yang Aku perintahkan, dengan minyak suci agar menjadi raja atas Bani Israil." Dari sana, Syamuel melanjutkan perjalanan sampai ia bertemu Ibsya dan berkata, "Tunjukkan anakmu dihadapanku." Ibsya memanggil putra tertuanya, lelaki tegap dan tampan. Ketika Syamuel memandangnya, ia terkesan padanya dan berkata, "Segala puji bagi Allah! Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya." Namun Allah mengilhaminya, berfirman, "Matamu melihat apa yang tampak, namun Aku melihat apa yang ada di dalam qalbu. Bukan yang ini." Maka Syamuel berkata, "Bukan yang ini. Hadapkan yang lain padaku." Maka iapun melewati enam orang anak, dan terhadap mereka semua, ia berkata, "Bukan yang ini. Bawakan aku yang lain." Akhirnya ia berkata, “Adakah putramu yang lain selain yang ini?” Ibsya menjawab, “Ya, aku punya seorang anak lelaki berambut merah yang menggembalakan kawanan domba.” Syamuel berkata, "Panggillah!" Ketika Dawud, seorang pemuda berambut merah, datang, Syamuel mengurapinya dengan minyak suci dan berkata kepada ayahnya, Ibsya, "Sembunyikan pemuda ini, karena jika Thalut melihatnya, ia akan membunuhnya."

Jalut dan rakyatnya menuju Bani Israil dan mendirikan kemah, sementara Thalut melakukan perjalanan dengan Bani Israil dan juga membuat kemah. Mereka bersiap perang, dan Jalut mengirim pesan kepada Thalut, "Mengapa kaumku dan kaummu harus terbunuh? Hadapilah aku dalam satu pertarungan, atau kirim seseorang kepadaku, siapapun yang engkau inginkan. Jika aku membunuhmu, kekuasaan akan menjadi milikku, sementara jika engkau membunuhku, kekuasaan akan menjadi milikmu." Thalut mengutus seorang pemanggil di antara pasukannya, yang meneriakkan, "Siapa yang mau berduel dengan Jalut?"
Al-Suddi mengatakan bahwa ketika mereka menghadapi pasukan Jalut, pada hari itu, ayah Dawud, bersama dengan tiga belas putranya, berada di antara mereka yang menyeberang. Dawud adalah putra bungsu. Pernah, ia menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Apapun yang kulemparkan dengan ketapelku, akan roboh." Ayahnya berkata, "Bersukacitalah wahai anakku. Allah telah menempatkan rezekimu pada ketapelmu itu." Di waktu lain, ia kembali lagi menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Aku pergi di antara bukit-bukit dan menemukan seekor singa sedang berdekam. Aku menunggaginya, memegang kedua telinganya, dan singa itu tak menghempaskanku." Ayahnya menjawab, "Bersukacitalah wahai putraku! Itulah kebajikan yang Allah berikan kepadamu." Lalu, suatu waktu, ia datang kembali menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Sesungguhnya aku berjalan di atas bukit, memuliakan Allah, dan tiada bukit yang yang tak memuliakan Allah bersamaku." Maka ayahnya berkata, "Bersukacitalah wahai anakku! Itulah kebajikan yang diberikan Allah kepadamu."
Dawud seorang gembala, dan pada hari itu, ayahnya menugaskannya untuk membawa makanan kepadanya dan saudara-saudaranya. Nabi Syamuel membawa tanduk yang berisi minyak dan Tannur dari besi. Ia mengutus mereka kepada Thalut seraya berkata, "Sesungguhnya, pasukanmu yang membunuh Jalut akan mengenakan tanduk ini di kepalanya, dan akan mendidih sampai ia diurapi olehnya. Namun minyak itu takkan mengalir ke wajahnya, hanya akan tetap di kepalanya dalam bentuk mahkota. Ia juga akan mengenakan Tannur ini dan sesuai dengan bentuk tubuhnya."

Thalut memanggil para Bani Israel dan mencobakan tanduk itu pada mereka, tetapi tak ada yang sesuai dengan yang disampaikan Syamuel. Saat semuanya telah mencoba, Thalut berkata kepada ayah Dawud, “Adakah putramu yang lain, yang belum menyerahkan dirinya kepada kami?” Ia menjawab, “Ya, masih ada anakku Dawud, yang membawakan kami makanan.” Ketika Dawud dalam perjalanan menemui ayahnya, ia melewati tiga batu di jalan, dan mereka berbicara kepadanya, "Bawalah kami, wahai Dawud, dan engkau 'kan membunuh Jalut bersama kami!"
Dawud mengambilnya dan meletakkannya di tas perbekalannya. Thalut berkata, "Aku akan menikahkan putriku dengan siapapun yang membunuh Jalut, dan aku juga akan mengesahkannya dengan kekuasaanku." Saat Dawud tiba, mereka menempatkan tanduk itu di atas kepalanya, dan tanduk itu mendidih sampai ia diurapi olehnya. Dawud lalu mengenakan penutup dada, dan sesuai dengannya, meskipun ia seorang yang pucat dan sakit-sakitan. Siapapun yang mengenakannya, akan longgar, namun ketika Davwud meletakkannya sebagai penutup dadanya, sangat kencang sehingga retak.

Lalu, Dawud keluar menghadapi Jalut. Jalut adalah seorang lelaki kekar dan kuat, namun, ketika ia memandang Dawud, rasa-gentar merasuk ke dalam qalbunya. Maka ia berkata kepada Dawud, "Wahai bocah! Kembalilah! Aku kasihan padamu, jangan sampai aku membunuhmu." Namun Dawud berkata, "Tidak, sebaliknya. Aku ingin membunuhmu." Dawud mengambil bebatuan itu dan meletakkan di ketapelnya. Setiap kali ia mengambil sebutir, ia memberinya nama. Ia berkata, "Yang ini kunamakan untuk ayahku Ibrahim, yang kedua untuk ayahku Ishaq, dan yang ketiga untuk ayahku Israil." Lalu ia memutar-mutar ketapelnya, dan ketiga bebatuan itu menyatu. Dawud melontarkannya, dan batu itu menabrak Jalut di antara kedua matanya, menghunjam kepalanya. Bebatuan itu membunuhnya dan terus membunuh setiap orang yang berada dibelakangnya, terus menembus hingga tiada lagi yang menghalangi. Kemudian Bani Israil mengusir sisa-sisa pasukan Jalut.
Ketika Dawud membunuh Jalut dan pasukannya dikalahkan, orang-orang berkata, "Dawud telah membunuh Jalut dan telah menggulingkan Thalut," dan mereka lebih cenderung kepada Dawud daripada Thalut, sampai tak terdengar lagi pembicaraan tentang Thalut.

Ketika Bani Israil berkumpul di sekitar Dawud, Allah mewahyukan Zabur kepadanya. Allah mewahyukan Zabur kepada Dawud yang merupakan antologi kata-kata dimana Allah dipuji dan dimuliakan, dan dimana manusia mengakui kerendahan-diri dan penghambaannya kepada Allah. Dalam ayat-ayat Zabur ini, ada juga nasihat dan hikmah yang berharga. Namun seperti yang mereka lakukan terhadap Taurat dan Injil, Bani Israil juga mengubah kata-kata Zabur, secara sadar.
Dawud sering menyelesaikan pembacaan penuh Zabur dalam waktu yang singkat, ia memulainya ke saat awal mengikatkan pelana ke kudanya dan menyelesaikan pembacaannya begitu ia selesai mengikat pelana itu. Ia juga memiliki kemampuan untuk mengucapkan kata-kata begitu cepat, sehingga jika orang lain membutuhkan berjam-jam untuk membaca dan mengucapkannya, ia dapat melakukannya dalam waktu yang lebih cepat dibanding orang biasa.
Pada kenyataannya, Allah telah memberikan kehormatan dan peringkat istimewa bagi semua Nabi dan memberikan banyak bantuan pada semua Nabi dan Rasul-Nya. Namun dalam pemberian kualitas khusus ini, Dia telah membuat berbagai peringkat bagi mereka, satu di atas yang lain. Inilah peringkat dimana ada yang lebih unggul dari yang lain. Allah juga mengajari Dawud cara membuat baju besi, melunakkan besi itu untuknya. Qatadah berkata, “Dawud adalah orang pertama yang membuat baju perang dari besi yang sebelumnya hanya dari logam yang tipis.” Ibnu Syandzab berkata, “Saat itu, Dawud setiap harinya membuat baju perang yang ia jual dengan harga enam ribu dirham.” Diriwayatkan oleh Al-Miqdam, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده, وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده
"Tiada yang memakan makanan yang lebih baik daripada yang diperoleh dari hasil kerja tangannya sendiri. Nabiyullah Dawud, selalu makan dari hasil kerja kasarnya." - [Shahih Al-Bukhari]
Allah juga memerintahkan gunung-gunung dan burung-burung agar menyanyikan puji-pujian bersamanya ketika ia bernyanyi. Allah berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
"Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,” dan Kami telah melunakkan besi untuknya." - [QS.34:10]
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." - [QS.34:11]
Allah tak memberikan kepada ciptaan-Nya suara sebagus suara yang diberikan kepada Dawud. Saat Dawud membaca Zabur, binatang buas akan menatapnya dengan gembira, sampai mereka berbaris, mendengarkan dengan penuh perhatian saat mendengarkan suaranya. Para jin menciptakan seruling, kecapi, dan simbal dengan menggunakan suaranya sebagai model. Dawud sangat rajin, tanpa henti beribadah, dan banyak menangis. Allah berfirman,
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ
"Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya (Dawud) pada waktu petang dan pagi." - [QS.38:18]
وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ
"dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah)." - [QS.38:19]
Nabi Dawud dan putranya, Nabi Sulaiman, alahimussalam, diberikan dari sisi Allah satu lagi karunia istimewa, keduanya diberi ilmu tentang ucapan burung.
Tasbih para binatang, burung-burung dan gunung-gunung, tak terdengar dan diucapkan dengan cara mereka sedniri, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dan bentuk-bentuknya, serta setiap atom di dalamnya, bersaksi tentang keberadaan Sang Pencipta. Allah berfirman,
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya, bertasbih kepada Allah. Dan tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun." - [QS.17:44]
Dalam hal ini, dua hal menjadi jelas, pertama, segala sesuatu di Alam Semesta ini, bertasbih kepada Allah dan, kedua, manusia dan Jin, tak dapat memahami Tasbih mereka. Ini berarti bahwa sebenarnya, bagian-bagian Semesta sibuk menyanyikan puji-pujian kepada Allah. Tapi Tasbih ini tak terasakan oleh manusia. Namun terkadang Tasbih semacam itu, dijadikan terlihat dan terdengar oleh para nabi (alaihissalam) sebagai tanda mukjizat bagi mereka. Inilah salah satu keistimewaan Nabi Dawud, alaihissalam.
Qatadah mengatakan bahwa Dawud diberikan kekuatan dalam ibadah dan pemahaman dalam berserah-diri (Islam). Ada atsar Abdullah bin Abbas, radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Dawud, demi pembagian pekerjaan, membaginya menjadi empat hari, satu hari hanya untuk Ibadah, satu hari untuk menghakimi kasus-kasus dalam perselisihan, satu hari untuk dirinya sendiri dan satu hari untuk berdakwah dan memberi bimbingan bagi Bani Israil. Nabi Dawud akan begadang di malam hari dan berpuasa separuh waktu, empat ribu orang menjaganya setiap siang dan malam. Diriwayatkan dari 'Amr bin Aus bahwa ia mendengar Abdullah bin Amr bin Al-'As berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ‏
'Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud. Ia sering berpuasa di satu hari dan tak berpuasa pada hari berikutnya. Dan shalat yang paling dicintai Allah, adalah shalat Nabi Dawud. Ia sering tidur setengah malam, menghabiskan sepertiga malam dalam shalat dan tidur seperenamnya.'"- [Sunan an-Nasa'i; Shahih]
Namun, di antara hari-hari itu, yang paling penting diberikan pada hari yang disisihkan hanya untuk beribadah kepada Allah. Pada kenyataannya, tak ada hari-hari dalam kehidupnya yang benar-benar tanpa Ibadah, namun ada satu hari, secara khusus ditetapkan untuk beribadah. Pada hari itu, tak ada pekerjaan lain yang disentuh. Nabi Dawud biasa menutup pintu di sekelilingnya ketika ia memuliakan Allah dan mensucikan nama-Nya, sehingga tak ada gangguan. Dengan kata lain, hanya ada satu hari dimana akan sangat sulit menghubunginya, karena ia benar-benar terpisah dari Bani Israil, ketika pada hari-hari lain selalu ada kesempatan untuk bertemu dengannya dalam kasus-kasus keadaan yang tak terduga.
Meskipun menyediakan hari khusus untuk Ibadah, dengan sendirinya itu merupakan suatu tindakan terpuji, sedemikian rupa sehingga seseorang tak memiliki kontak sama sekali dengan manusia lain, namun itukah sesuatu yang akan bertentangan dengan tujuan dan objek menjadi "seorang nabi" atau menjadi "seorang Khalifah di bumi." Selain itu, Allah tak menciptakan Dawud untuk menjadi pertapa yang dikucilkan, namun sebaliknya, menjadikannya seorang nabi dan menganugerahkannya kekhalifahan dan mengutusnya menjadi pemimpin dan pembimbing bagi umat-Nya. Tujuannya sebagai pembawa petunjuk bagi umatnya dan sebagai pelayan ibadah.
Karenanya, Allah berkehendak mengujinya dengan mengutus dua malaikat, dalam rupa manusia, yang meminta izin masuk ke mihrabnya. Namun mereka menemukan bahwa hari itu adalah waktu ibadahnya, dan para penjaga mencegah mereka masuk. Maka keduanya memanjat dinding mihrabnya agar dapat menemuinya. Ia tak mengetahui kedatangan mereka ketika ia sedang shalat, namun tiba-tiba mereka berdua duduk di hadapannya. Allah berfirman,
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
"Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara." - [QS.38:20]
وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ
"Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?" - [QS.38:21]
إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُدَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ
"ketika mereka masuk menemui Dawud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, 'Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zhalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus'." - [QS.38:22]
إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ
"Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, 'Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan ia mengalahkan aku dalam perdebatan'.” - [QS.38:23]
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
"Ia (Dawud) berkata, “Sungguh, ia telah berbuat zhalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zhalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka ia memohon ampunan kepada Rabb-nya lalu menyungkur sujud dan bertobat." - [QS.38:24]
فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ
"Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik." - [QS.38:25]
Pada tahap ini, Al-Qur'an mengabaikan penilaian keputusan, karena tampak logis bagi siapapun yang memiliki kemampuan berpikir, bahwa keputusan Dawud itu benar, dan hanya menekankan dan menyoroti bagian kisah yang berhubungan dengan petunjuk, yaitu berbuat zhalim terhadap orang lain dengan paksa karena punya kekuasaan. Namun, setelah memberikan keputusan, Dawud segera sadar bahwa Allah telah mengujinya. Ia segera paham dan bertobat dengan tulus, bersujud kepada Allah dan memohon ampunan. Allah menerima permohonannya dan memberinya nasihat ini,
يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
"(Allah berfirman), 'Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa-nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan'.” - [QS.38:26]
Lalu, sang geluh berkata, "Wahai saudara-saudariku, tak ada keraguan sama sekali bahwa menyembah, memuliakan dan memuja Allah, adalah tujuan utama dalam kehidupan setiap Muslim. Namun, bagi mereka yang telah Allah pilih untuk membimbing umat manusia atau untuk melayani umat manusia, lebih baik untuk tetap sibuk dengan memberikan tugas yang telah mereka pilih, daripada sibuk dengan mengasingkan diri menjauh dari umat manusia, menghabiskan seluruh hidup mereka dalam ibadah, atau sibuk menghabiskan waktu mempertahankan kekuasaan mereka, kemudian pada akhirnya meninggalkan tugas mereka itu. Wallahu a'lam."
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." - [QS.24:55]
Rujukan :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex