Rabu, 27 Februari 2019

Saat Sang Mentari Terhenti

Sang geluh berkata, "Para komandan pasukan, memimpin pasukannya melawan musuh dan melihat di hadapan mereka kekuatan yang besar. Mereka merasa khawatir dengan banyaknya jumlah musuh dan percaya bahwa kemenangan atau kekalahan itu, bergantung pada jumlah pasukan. Namun, para hamba Allah yang shalih, yakin bahwa seringkali, pasukan dengan jumlah sedikit, mengalahkan yang banyak. Allah berfirman,
قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, 'Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.' Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." - [QS.2:249]
Inilah pasukan Yusya', alaihissalam, yang kedua tangannya menaklukkan Baitul Maqdis atas kehendak Allah. Ia tak khawatir dengan jumlah besar musuh atau dengan strategi untuk menambah jumlah pasukannya. Ia lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas, karena perang dimenangkan bukan dengan jumlah yang besar, melainkan dengan semangat, iman, dan keyakinan yang tinggi. Ia menerima perintah bahwa mereka yang masih menaruh hati pada dunia, hendaknya dipisahkan dari pasukan, karena mereka takkan dapat berperang.

Saat Yusya' berjihad dengan pasukan kecilnya melawan musuh, ia khawatir bahwa pertarungan itu akan berlanjut hingga malam. Ia berharap agar Allah memenangkan mereka sebelum matahari terbenam. Maka, ia berdoa kepada Allah agar matahari dihentikan pergerakannya menuju malam hingga mereka dapat mengalahkan musuh di siang hari. Sungguh, Allah menunda matahari terbenam sampai Dia memberi mereka kemenangan. Ini pertanda baik dari Allah. Keterangan ini kita terima dari Nabi kita tercinta (ﷺ). Diriwayatkan Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهْوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا، وَلاَ أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا، وَلاَ أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهْوَ يَنْتَظِرُ وِلاَدَهَا‏.‏ فَغَزَا فَدَنَا مِنَ الْقَرْيَةِ صَلاَةَ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ، اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا‏.‏ فَحُبِسَتْ، حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَجَمَعَ الْغَنَائِمَ، فَجَاءَتْ ـ يَعْنِي النَّارَ ـ لِتَأْكُلَهَا، فَلَمْ تَطْعَمْهَا، فَقَالَ إِنَّ فِيكُمْ غُلُولاً، فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ‏.‏ فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ‏.‏ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ، فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنَ الذَّهَبِ فَوَضَعُوهَا، فَجَاءَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهَا، ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنَا الْغَنَائِمَ، رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَا لَنَا
"Seorang nabi di antara para nabi, akan melakukan perjalanan menuju peperangan, maka ia berkata kepada para pengikutnya, 'Barangsiapa yang telah menikahi seorang wanita dan ingin menyelesaikannya, dan belum melakukannya, tak boleh mengikutiku; juga tak boleh bagi lelaki yang telah membangun sebuah rumah namun belum menyelesaikan atapnya, juga tak boleh bagi yang memiliki domba atau unta-betina serta yang sedang menunggu kelahiran anak-anak mereka. ' Jadi, sang nabi melaksanakan perjalanannya dan ketika ia mencapai kota itu, pada waktu atau menjelang shalat Ashar, ia berkata kepada sang mentari, "Wahai matahari! Engkau berada di bawah Perintah Allah dan aku di bawah Perintah Allah. Ya Allah! Hentikanlah ia (matahari) agar tak terbenam.' Sang mentari terhentikan sampai Allah memenangkannya. Kemudian ia mengumpulkan barang rampasan perang dan api datang untuk membakarnya, namun tak melahapnya. Ia berkata (kepada pasukannya), "Ada dari kalian yang telah mencuri sesuatu dari barang rampasan ini. Setiap orang dari setiap suku harus berjanji-setia padaku dengan berjabatan tangan denganku.' (Mereka melakukannya dan) ada tangan seseorang menempel pada tangan nabi mereka. Kemudian sang nabi berkata (kepada lelaki itu), "Kalian telah melakukan pencurian rampasan perang, Maka, setiap orang dari sukumu harus berjanji-setia padaku dengan berjabat tangan denganku.' Tangan dua atau tiga orang menempel pada tangan nabi mereka dan ia berkata, "Engkau telah mencuri." Kemudian mereka menyerahkan emas sebesar kepala kerbau dan menaruhnya di sana, dan api datang dan melahap barang rampasan itu." Rasulullah (ﷺ) menambahkan, "Allah mengetahui kelemahan dan ketidakmampuan kita, maka Dia menjadikan barang rampasan itu, halal bagi kita."- [Sahih al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ) menuturkan kisah Nabi Yusya', alaihissalam, dalam Hadis ini. Yusya' bin Nun menggantikan Nabi Musa, alaihissalam, sebagai Nabi. Juga, menurut beberapa hadis, ia adalah orang yang menemani Nabi Musa dalam perjalanannya menuju, dan bertemu dengan, Al-Khidr. Hadits ini mengisahkan salah satu perang jihadnya. Sebelum ia berangkat berjihad, ia menyampaikan kepada umatnya bahwa ada tiga jenis lelaki yang tak boleh bergabung dengan pasukannya. Tipe pertama adalah, orang yang sudah akad-nikah, namun belum melakukan nikahnya. Kedua, orang yang sedang membangun rumahnya, namun belum mengangkat atap hingga saat itu. Ketiga, orang yang membeli unta dan ternak hamil, dan masa melahirkannya, belum datang pada saat itu.
Pertimbangan menolak orang-orang ini adalah bahwa mereka tak dapat diharapkan berkonsentrasi pada peperangan. Hal-hal ini jarang terjadi dalam kehidupan seseorang, dan dalam banyak kasus, hanya sekali. Selain itu, kaum lelaki sangat bergantung pada hal-hal ini - istri, rumah, dan ternak. Inilah kebutuhan dasar saat itu dan bagian dari kehidupan manusia. Jika pikiran seseorag sibuk dengan hal-hal ini, maka ia takkan melakukan kewajiban penting jihad dengan baik. Jihad menyerukan prajurit agar mempertaruhkan nyawanya, namun jika hatinya ada di tempat lain, bagaimana ia akan melakukannya. Itulah sebabnya Nabi Yusya' menolak memasukkan ketiga jenis lelaki ini, ke dalam pasukannya.

Ketika mereka bergerak maju dan perang dimulai, pertempuran berlangsung dengan baik hingga menjelang waktu Ashar. Situasinya sangat rumit, di satu sisi, perang berada pada tahap dimana sedikit upaya saja, akan membawa kemenangan, namun sedikit kesalahan perhitungan, bisa berarti kekalahan, dan, di sisi lain, ada Shalat Ashar yang harus dilaksanakan dalam waktu singkat. Yusya' berharap mendapat kemenangan sebelum matahari terbenam. Keadaan menuntutnya bertarung terus-menerus dengan musuh, yang akan mengakibatkan Shalat tak terlaksana. Maka, ia pertama-tama berkata kepada matahari, "Engkau berada di bawah perintah dan kami juga di bawah perintah." (Yaitu, engkau terikat oleh Perintah Allah untuk mengikuti orbit yang ditentukan dan kami terikat oleh perintah-Nya untuk melakukan jihad dan untuk mengerjakan Shalat pada waktu yang ditentukan). Ia kemudian berdoa, "Ya Allah! Jadikanlah matahari berhenti beredar."
Itulah permohonan seorang Nabi. Ia adalah seorang Nabi yang mengerjakan urusan Allah. Tidakkah akan dikabulkan? Orang-orang yang mengamati langit, melihat bahwa matahari berhenti dan Yusya' terus bertarung dengan tekad sampai Allah memberinya kemenangan.
Rampasan perang dikumpulkan seperti kebiasaan mereka. Tak halal bagi orang-orang itu mengambil rampasan bagi diri mereka, melainkan barang-barang ini dipersembahkan dijalan Allah. Mereka mengumpulkan dan menaruhnya di atas gunung. Api akan turun dari langit dan melahap rampasan perang itu hingga menjadi debu, dan dianggap sebagai tanda bahwa persembahan mereka diterima. Jika tak ada api yang turun atau jika api tak melahap rampasan perang itu menjadi debu, maka itu berarti persembahan ditolak.
Ketika Yusya' meletakkan rampasan agar dilahap api, api memang turun, namun tak menyentuhnya. Maka, ia berkata, "Seseorang telah mengkhianati amanah. Akan kuselidiki dengan cara setiap suku mengirim perwakilan kepadaku untuk bersumpah setia." Karenanya, setiap perwakilan berjabat-tangan dengan sang nabi, namun ketika salah seorang dari mereka datang dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, Yusya' mengatakan kepadanya bahwa pengkhianatan itu dilakukan oleh sukunya dan setiap anggota suku harus bersumpah setia secara individu sehingga pelakunya dapat diketahui. Hampir saja jika ketiga orang itu bersumpah-setia, ia menemukan mereka sebagai pelakunya. Mereka mengakui kesalahan dan mengembalikan emas yang setara dengan kepala seekor kerbau. Mereka telah menyembunyikannya. Barang tersebut kemudian diletakkan bersama barang rampasan lainnya, dan apipun melahapnya.
Inilah perintah bagi umat terdahulu. Namun, kemudian, Allah menjadikan barang rampasan itu sah bagi umat Nabi kita tercinta (ﷺ). Mereka diperintahkan agar menyisihkan seperlima dari rampasan untuk Allah dan Rasul-Nya, untuk Baitul Mal. (Orang miskin, fakir, yatim piatu dibantu oleh Baitul Mal, Perbendaharaan Negara.) Sisa rampasan adalah bagian dari ghazi (pejuang yang kembali hidup-hidup) dan ahli waris para syuhada."

Kemudian sang geluh berkata, "Keberangkatan Yusya' menuju medan perang Jihad, menegaskan bahwa jihad dan pertempuran ditetapkan juga bagi umat terdahulu. Jadi, tak hanya bagi umat Rasulullah (ﷺ) saja. Ini membuktikan bahwa Jihad dihalalkan oleh Allah dan disukai oleh-Nya. Dia telah menetapkannya dalam syari'at-syari'at sebelumnya. Bahkan, Jihad adalah nama lain untuk kedaulatan Allah, Rabb semesta, dan untuk menegakkan Firman-Nya. Berkah yang diberikan Allah kepada para pejuang (secara harfiah, para mujahidin) dan kaum Muslim, tak dapat dibayangkan tanpa Jihad, karena alasan inilah Bani Isra'il dihukum oleh-Nya ketika mereka menolak melaksanakan jihad saat Nabi Musa memerintahkan mereka melawan Amaliqah di Suriah. Allah berfirman,
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا هُنَا قَاعِدُونَ
"Mereka berkata, 'Wahai Musa! Sampai kapanpun kami takkan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja'." - [QS.5:24]
Hukuman Allah pun mengikuti. Allah berfirman,
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
"(Allah) berfirman, '(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu'.” - [QS.5:26]
Demikianlah, mereka melakukan perjalanan sepanjang hari dan di malam hari, mereka membayangkan bahwa mereka telah mencapai tujuan mereka. Namun ketika mereka bangun di pagi hari, mereka menemukan diri mereka di tempat yang sama dari tempat mereka mulai. Oleh karena itu, dataran dimana mereka bergerak berputar-putar disebut dataran tiyah. Kata ini dari kata 'tih' yang berarti 'menyimpang', 'labirin', 'yang membingungkan', 'belantara'. Mereka juga terperangkap dalam belantara kekalutan dan khawatiran akan hukuman karena telah meninggalkan kewajiban jihad.

Al-Qur'an sering berbicara tentang jihad para nabi sebelumnya. Jihad mereka dalam arti harfiah berarti peperangan. Misalnya, kita diberitahu,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tak patah semangat dan tak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." - [QS.3:146]
Jihad adalah pembeda orang beriman dan kehormatannya. Bagi para pengikut Islam, Allah telah menempatkan di dalamnya pengakuan, perlindungan, berkah, dan banyak kebaikan. Setiap kali umat Islam melaksanakan kewajiban ini, Allah memberi mereka kehormatan dan keunggulan. Namun, setiap kali mereka mengabaikannya, bangsa-bangsa lain mengalahkan mereka dan musuh-musuh mereka tak takut sama sekali. Terlepas dari kekayaan, harta dan kemewahan, kehidupan yang penuh dosa dan sejumlah besar mereka dipermalukan dan dikalahkan. Ini lah ketetapan Allah bagi mereka dan inilah yang diungkapkan sejarah bagi kita.

Kita juga belajar dari hadits ini bahwa ketika suatu pemilihan dilakukan untuk suatu tugas penting, orang-orang yang terpilih harus mampu dalam segala hal untuk tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Mereka harus berkonsentrasi penuh pada tugas yang diberikan kepada mereka. Jihad, khususnya, tak mungkin tanpa dedikasi yang sepenuh hati. Oleh karena itu, Yusya 'bin Nun telah melarang orang-orang tertentu berpartisipasi dalam jihad selama masih ada perhatian lain dalam pikirannya, sehingga tak dapat diharapkan memberikan perhatian sepenuhnya pada jihad.
Hadits ini juga memberitahu kita bahwa seorang komandan pasukan, hendaknya menjaga agar dirinya memperhatikan aspek psikologis para pejuang dan temperamen mereka. Penting baginya menerapkan cara-cara yang akan mendorong pasukannya agar tetap kuat di medan tempur dan bertarung dengan konsentrasi. Inilah yang dilakukan Yusya'. Ia tak memasukkan ke dalam pasukannya orang-orang yang bertanggung jawab, namun disibukkan dengan masalah keluarga dan material di tengah-tengah intensitas perang dan dengan demikian memiliki pengaruh buruk pada moral seluruh pasukan.

Adalah bagian dari berkah jihad bahwa Allah menunjukkan Kekuatan-Nya yang tak dapat dibayangkan dimana Dia membantu para Utusan-Nya mencapai tujuan mereka. Kita telah melihat bahwa Dia menjawab permohonan Yusya' dan menunda gerakan matahari agar memperpanjang waktu siang hari. Ini, tanpa diragukan lagi, mukjizat Yusya' dan berkah besar jihad. Dengan demikian, para pasukan dengan mudah memperoleh kemenangan pada siang hari. Demikian pula, merupakan mukjizat di tangan Nabi Yusya' dan berkah jihad bahwa orang-orang yang telah menyalahgunakan rampasan perang, mudah ditelusuri, ketika Allah mengungkapkan kepadanya bahwa mereka berasal dari suku yang bersalaman dengannya.
Umat terdahulu tak diizinkan menggunakan rampasan meskipun mereka mengalami kerasnya jihad. Bagi umat Islam, rahmat Allah yang sangat besar ketika Dia mengizinkan umat Islam menggunakan rampasan perang. Rampasan perang itu, halal dan baik. Allah berfirman,
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." - [QS.8:69]
Dan akhirnya, berbuat curang dan menyalahgunakan adalah kejahatan terburuk dan Allah bahkan menahan pahala dari upaya besar seperti jihad jika ada yang berbuat-curang atau tak amanah. Keadaan ini akan sangat tampak ketika ada rampasan perang, dan kecurangan, sampai kapanpun, dianggap melanggar hukum. Penyalahgunaan dan berbuat-curang merupakan hal yang terburuk dalam perang karena ada bagian dalam barang rampasan untuk setiap prajurit, pewaris syuhada dan Perbendaharaan Negara, dan karenanya, berbuat-curang sama dengan menipu setiap individu dalam sebuah bangsa. Hal yang sama berlaku terhadap aset negara dan penyalahgunaan dalam transaksi negara, yang juga merupakan kejahatan besar dan dosa. Oleh karenanya, orang-orang yang menyalahgunakan Aset dan Keuangan negara, termasuk dalam kategori ini, berbuat-curang dan tak amanah. Wallahu a'lam."
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tak menyukai orang-orang yang melampaui batas." - [QS.2:190]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at
- Shaykh ul-Islaam Ahmad ibn Taymiyyah, The Religious and Moral Doctrine of Jihaad, Maktabah Al Ansaar