Jumat, 15 Februari 2019

Tongkat Nabi Sulaiman

Aku seekor semut pemakan-kayu. Ada yang menyebutku anai-anai. Orang banyak menyebut bangsa kami semut putih, untuk membedakan kami dari semut biasa. Namun pada kenyataannya, kami bukanlah semut putih. Kami sepakat saja karena banyak orang tahu kami seperti itu. Kami berperingkat sedikit lebih tinggi dari semut biasa. Aku disebut anai-anai. Kami berwarna pucat dan cara hidup kami agak aneh. Kadang-kadang kami menggali tanah dan membangun rumah yang dapat menampung enam ratus ribu anai-anai. Meskipun kami hidup di bawah tanah, kami punya sebuah sistem udara dan kadang-kadang kami membangun terowongan paralel di bawah tanah. Setiap terowongan terletak langsung di bawah yang lain.
Selain itu, kami memasang kerikil pasir dan debu dengan air liur kami sehingga menjadi seperti pembatas semen yang dibuat bangsa manusia karena sangat keras. Raja anai-anai hidupnya panjang, dan ratunya bertanggung jawab untuk bertelur. Selama rentang hidupnya, ratu menelurkan sekitar sepuluh juta telur dan kemudian telur-telur yang menetas ini menjadi tentara dan pekerja, baik jantan maupun betina. Para prajurit anai-anai lebih besar dalam ukuran dibandingkan anai-anai pekerja dan kepalanya besar dan padat.

Ketika kami, para anai-anai, menyerang kota semut lain, para prajurit berada dalam sebuah pasukan yang di depan mereka berdiri komandan. Komandan anai-anai berhidung panjang yang menyerupai paruh dan ketika semut biasa menyerang anai-anai berparuh ini, ia mengeluarkan cairan lengket yang menempel pada leher semut prajurit musuh bagai perekat. Dengan cara ini, kami melumpuhkan musuh dan menang. Kami memakan terutama pada kayu. Perut kami mengandung beberapa jenis bakteri yang membantu kami mencerna kayu dan membuatnya terasa lezat, seperti makanan berselera bangsa manusia.

Anai-anai berhijrah, khusus dimana kami keluar dalam jumlah yang sangat besar, sekali dalam seumur hidup. Kami terbang dalam kawanan besar jantan dan betina, mencari rumah baru. Sebagian besar dari kami menjadi mangsa unggas dan satwa, atau kami mati karena sebab lain. Kemudian jantan dan betina bertahan dalam kelompoknya dan mulai langsung menggali rumah baru setelah mereka menyingkirkan sayapnya karena tak diperlukan lagi. Setelah itu, mereka berkahwin di rumah bawah tanah mereka dan mulai membangun koloni baru. Dengan cara ini, hanya dibutuhkan dua dari kami untuk menghasilkan generasi baru.

Itulah kehidupan sosialku. Tapi, aku ingin memberitahukanmu tentang sesuatu! Saat kami hanyalah anai-anai kecil yang hidup di rumah-rumah kami, kami pernah mendengar banyak cerita yang berbeda tentang hubungan antara jin dan manusia. Terlepas dari ukuran kami yng kecil, kami sadar bahwa hubungan ini benar-benar senjata bagi para jin. Allah 'Azza wa-Jalla telah menaklukkan jin bagi Nabi Sulaiman, ʿalaihissalam, untuk melayaninya. Bangsa jin mampu menyelam jauh ke dalam laut, mereka dapat membangun apapun yang Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, inginkan, seperti istana dan rumah-rumah dalam beberapa hari, mereka bisa membuka jalan hanya dalam beberapa jam.

Penaklukan ini terjadi hanya di masa Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, untuk melawan hukum lama yang telah memisahkan jin dari manusia. Penaklukan para jin inilah salah satu mukjizat Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, yang Allah 'Azza wa-Jalla berikan kepadanya. Dan bangsa manusia menyaksikan banyak hal yang tak dapat dijelaskan secara ilmiah apa yang dapat dilakukan para jin, sedangkan manusia tak bisa. Oleh karena itu, iman manusia kepada Allah 'Azza wa-Jalla seharusnya bertambah. Selain itu, kesadaran mereka terhadap kekuatan tak terbatas Allah seharusnya juga bertambah.
Namun apa yang terjadi adalah bahwa khurafat dan angan-angan itu mulai menyebar. Orang-orang mulai percaya pada kemampuan bangsa jin tanpa menghubungkan keajaiban itu untuk Allah 'azza wa-jalla. Orang-orang bodoh itu semakin jauh berkata bahwa para jin mengetahui yang ghaib, semua yang tersembunyi. Bagi seekor anai-anai, aku tak tahu siapa yang menyebarkan selentingan konyol ini. Karena tak ada yang mengetahui tentang hal ghaib kecuali Allah 'azza wa-jalla, bukan bangsa jin, bukan bangsa manusia, bukan para nabi, bukan pun para malaikat.
Aku tahu pasti bahwa bangsa jin tak tahu hal ghaib. Kakek buyutku menjadi satu-satunya saksi dari pembuktian kasus bahwa jin tak tahu hal ghaib. Beri aku kesempatan menyampaikan padamu apa yang terjadi.

Ketika kakek buyutku terbang bersama ribuan bagsaku, ia tiba-tiba jatuh. Salah satu sayapnya terlepas saat ia terbang. Menurutmu, dimana kira-kira ia mendarat? Dalam mihrab Nabi Sulaiman, 'alaissalaam, tempat yang digunakan untuk menyembah Allah 'azza wa-jalla. Begitu ia jatuh, ia menyingkirkan sayap yang lain dan mulai menjelajahi tempat itu. Ia merasa sedikit pusing setelah jatuh, ia bahkan mulai merasa gamang ketika berjalan di sekitar mihrab itu.

Keagungan mihrab itu melampaui kemampuan berpikir yang dapat dipahami oleh seekor anai-anai sepertinya. Lantainya terbuat dari batu pualam yang tertutup permadani; dindingnya terbuat dari hablur murni, tak ada lelangit, dan kursi Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, terbuat dari emas. Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, sedang duduk di kursinya dan menopang dagunya dengan tongkat yang terpegang di tangannya. Tak ada yang berani menerobos masuk ke mihrab saat Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, sedang beribadah.
Kakek buyutku menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar karena ia satu-satunya makhluk yang telah berani memasuki mihrab Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Apa yang akan terjadi jika sang raja mengangkat kepalanya dan melihat kakek buyutku? Ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa ia harus menyapa sang raja agar tak terkejut dengan kehadirannya. Ia berbisik, "Salam sejahtera atas Nabi Sulaiman, raja yang bijak. Tuanku, aku seekor anai-anai yang telah jatuh di sini tanpa sengaja. Aku mohon maaf padamu. Jika engkau menunjukkan pintu keluar, aku akan pergi." Nabi Sulaiman, tak menyahut.

Ia mengeraskan suaranya sedikit lebih tinggi, tetapi Nabi Sulaiman tetap diam. Ia lebih mendekat dengannya dan mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Nabi Sulaiman yang takzim, tampan dan anggun. Matanya terbuka dan menatap ruang tanah di depannya. Sang raja tak berkedip. Kakek buyutku berkata pada dirinya sendiri bahwa Nabi Sulaiman mungkin sedang meresapi ibadahnya dan kakek buyutku pun berdiri terdiam. Waktu yang cukup panjang berlalu dan ia tak bergerak.

Ia lebih mendekat lagi pada Nabi Sulaiman dan berkata dengan suara lemah, "Tuanku Raja Sulaiman! Aku lapar. Sekarang inilah waktu makanku, namun tak ada sepotong kayupun di seluruh ruangan ini kecuali tongkat yang engkau jadikan topangan. Apa yang harus kulakukan?" Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, tak menjawab, jadinya kakek buyutku lebih dekat kepadanya dan memulai rayuan baru. Ia menjelaskan bahwa ia lapar dan hanya tongkat yang dijadikan sandaran oleh Nabi Sulaiman, satu-satunya makanannya. Disamping semua itu, kakek buyutku tetap diam.
Malam berlalu dan pagi pun tiba, namun Nabi Sulaiman masih tak beringsut. Kenyataan itu tiba-tiba menyadarkan kakek buyutku bahwa Nabi Sulaiman telah wafat. Bibirnya yang memutih; wajahnya yang memucat lesi, dan keheningan yang ada padanya; hal-hal itulah yang menyatakan padanya bahwa Nabi Sulaiman, 'alahissalaam, telah berpulang. Kakek buyutku berdoa panjang bagi jiwanya yang suci dan kemudian maju menuju tongkat itu. Itulah rezeki yang dilimpahkan oleh Allah 'azza wa-jalla.
Ia mulai memakan togkat itu. Aduhai! Tongkat itu terbuat dari kayu pohon cemara karob. "Tongkat ini mengingatkanku pada kehancuran yang akan menimpa rumah Nabi Sulaiman," pikir kakek buyutku sambil makan. "Wahai Nabi yang murah hati, damai dan sejahtera atas engkau, engkau yang pemurah, masihkah hidup atau telah tiada, jika engkau telah tiada, engkau bahkan memberiku tongkatmu sebagai makananku. Begitu mulianya hati engkau!" ia berkata pada diri sendiri. Ia mulai makan lagi. Butuh berhari-hari memakan seurai kayu itu. Tiba-tiba, tubuh Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, limbung dan jatuh ke tanah. Kakek buyutku tak bermaksud melakukan itu. Begitu Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, terjatuh ke tanah, kakek buyutku merasakan seluruh tubuhnya gemetar.
Para jin yang melewati mihrab, dan ketika mereka melihat tubuh Nabi Sulaiman, 'alahissalam, terbaring di muka bumi, mereka mulai menyebarkan warta. Menteri-menteri Nabi Sulaiman memasuki mihrab dan menemukannya telah berpulang. Para jin berhenti bekerja setelah mengetahui kematian Nabi Sulaiman, karena mereka sadar bahwa mereka sekarang terbebas dari penaklukan Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Butuh beberapa saat bagi orang banyak untuk mengetahui bahwa Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, telah wafat sejak lama, dan atas semua ini, para jin masih bekerja tanpa menyadarinya. Kematian sang nabi yang mulia, hal yang ghaib, dan ternyata, para jin tak tak-menahu tentang hal yang ghaib. Buktinya sangat jelas.
Kakek buyutku, anai-anai kecil, menemukan apa yang ia temukan dan menghapuskan kebohongan para jin bahwa mereka mengetahui tentang yang ghaib. Kakek buyutku menjadi sarana pengungkap kebenaran ketika ia menjatuhkan tongkat itu. Meskipun mulutnya hampir tak terlihat, ia membiarkan tirai itu jatuh pada masa pemerintahan yang luas Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Itulah pemerintahan dimana baik makhluk terbesar maupun terkecil mengambil perannya. Anehnya, makhluk terkecil dan paling bersahaja adalah salah satu yang menjatuhkan tirai-tirai itu di atasnya.
Segala puji bagi Dia, Yang memberi dan mengambil, dan menganugerahkan pemerintahan dan mencabutnya kembali. Segala puji bagi Dia, Yang mentakdimkan dan Yang mentakhirkan segala sesuatu. Segala puji bagi Allah 'Azza wa-Jalla, Yang Maha Mendahulukan dan Yang Maha Mengakhirkan.
أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ
"Maka apakah mereka tak memperhatikan langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka kepingan-kepingan dari langit. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)." - [QS.34:9]
Rujukan :
- Ahmad Bahjat, Animals in The Glorious Qur'an, Islamic e-Books