Jumat, 22 Februari 2019

Rencana dan Kebijakan juga Bergantung pada Kehendak Ilahi

Sang semut berkata, "Nabi Sulaiman, alaihissalam, salah seorang dari nabi-nabi besar Allah dan Dia, Subhanahu wa Ta'ala, telah melimpahkan kepadanya nikmat yang banyak. Nikmat ini termasuk: Kenabian, keturunan bangsawan, putra seorang Nabi, kerajaan megah, kedaulatan eksklusif, otoritas atas umat manusia, jin, binatang buas, unggas dan serangga, otoritas atas angin, ilmu tentang bahasa burung. Bahkan, masih banyak lagi berkah dan karunia unik lain yang tak terhitung.
Seiring dengan berkah dan kerajaan yang megah ini, Nabi Sulaiman adalah seorang pejuang di jalan Allah. Berjihad di jalan Allah sangat disukainya. Setiap orang yang mempelajari Al-Qur'an dengan penuh perhatian, akan melihat betapa bersemangatnya Nabi Sulaiman berjihad di jalan Allah. Kecintaan akan jihad inilah yang membuat pikirannya sibuk tentang bagaimana bersyukur kepada Allah dan menambah jumlah para Mujahid. Ia terus-menerus melibatkan diri dalam jihad.

Ia mempersiapkan laskar unggas, pasukan binatang buas dan tentara manusia. Allah berfirman,
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
"Dan untuk Sulaiman, dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka berbaris dengan tertib.." - [QS.27:17]
 Ia menjaga kudanya agar tetap siaga dan bugar. Allah berfirman,
إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ
"(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya (kuda-kuda) yang jinak, (tetapi) sangat cepat larinya." - [QS.38:31]
Nabi Sulaiman adalah seorang Mujahid yang menyibukkan dirinya dalam jihad. Kecintaannya pada jihadlah, yang pada suatu hari mendorongnya bersumpah bahwa ia akan berhubungan intim malam itu juga dengan tujuh puluh istri dan para hamba-sahayanya (menurut riwayat lain, sembilanpuluh atau seratus dari mereka). Ia menegaskan bahwa masing-masing mereka akan mengandung dan melahirkan anak lelaki yang akan tumbuh berjihad di jalan Allah sebagai para pasukan berkuda. Dengan cara ini, sejumlah besar prajurit akan lahir dalam satu malam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda,
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ لأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى سَبْعِينَ امْرَأَةً تَحْمِلُ كُلُّ امْرَأَةٍ فَارِسًا يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ‏.‏ فَلَمْ يَقُلْ، وَلَمْ تَحْمِلْ شَيْئًا إِلاَّ وَاحِدًا سَاقِطًا إِحْدَى شِقَّيْهِ ‏"‏‏.‏ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لَوْ قَالَهَا لَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ‏"‏‏.‏ قَالَ شُعَيْبٌ وَابْنُ أَبِي الزِّنَادِ ‏"‏ تِسْعِينَ ‏"‏‏.‏ وَهْوَ أَصَحُّ‏.‏
"Sulaiman (putra) Dawud berkata, 'Malam ini, aku akan tidur dengan tujuh puluh wanita, yang masing-masing akan mengandung seorang anak, yang akan menjadi seorang ksatria, yang berjuang dijalan Allah.' Sahabatnya berkata, 'In syaa Allah.' Namun Sulaiman tak mengatakannya; oleh karena itu, tak ada dari wanita itu yang hamil kecuali yang melahirkan setengah manusia." Rasulullah (ﷺ) lebih lanjut bersabda, "Jika Nabi (ﷺ) Sulaiman mengatakannya (yaitu 'In syaa Allah'), ia akan memiliki anak yang akan berjihad di jalan Allah." Syuaib dan Ibnu Abi Az-Zinad berkata, "Sembilan-puluh (wanita) lebih tepat (daripada tujuh puluh). - [Sahih Al-Bukhari]
Perlu diingat hal-hal tertentu agar dapat memahami Hadis ini. Hal pertama yang hendaknya kita ketahui adalah bahwa Syariah Nabi Musa, alaihissalam, tak membatasi jumlah istri hingga empat sebagaimana Syariah Nabi Muhammad (ﷺ). Selain itu, Nabi Sulaiman juga memiliki hamba-sahaya karena ia adalah seorang mujahid dan sebagai mujahidin, ia mendapatkannya sebagai hasil tawanan-perang.
Yang kedua, bahwa Nabi Sulaiman bersumpah dengan penuh keyakinan tentang sesuatu di masa depan. Tampaknya, hal ini akan bertentangan dengan maqam seorang Nabi besar bila membuat pernyataan seperti itu, terutama jika hal seperti itu tak ada dalam kekuasaannya. Namun, kita hendaknya mengingat bahwa ada hamba Allah yang sangat dekat dengan-Nya dan Allah memenuhi sumpah mereka karena kedekatan maqam yang dianugerahkan kepada mereka. Dinyatakan dalam sebuah Hadits, bahwa ada hamba Allah yang ucapannya tak ditolak Allah dan Dia memenuhi sumpah mereka. Tentunya, Nabi Sulaiman juga berada di antara hamba Allah yang dekat ini. Karenanya, ucapan dan pernyataannya berdasarkan ini saja. Namun, Allah berkehendak mengajarkan pelajaran sehingga Dia tak memakbulkan ucapan dan sumpah Nabi Sulaiman.

Inilah mukjizat Nabi Sulaiman, peristiwa yang terjadi di zamannya. Ia bisa tidur dengan tujuh puluh (atau sembilan puluh atau seratus) wanita dan mengerjakan ibadah normal dalam satu malam. Tak mungkin bagi manusia biasa membayangkannya, bahkan dalam hal waktu yang tersedia. Narasi ini juga membuktikan bahwa Nabi Sulaiman memiliki kekuatan kejantanan yang luar biasa, karena seorang manusia biasa, tak dapat diharapkan melakukan hubungan seksual bahkan untuk tiga atau empat kali. Sesungguhnya, Allah mengenugerahkan kepada para nabi-Nya, alaihissalam, kekuatan yang sama dengan kekuatan penghuni surga laki-laki, yang akan memiliki tujuh puluh kali kekuatan manusia bumi yang terkuat.
Ketika berbicara tentang hal-ha dimana terkait dengan hubungan yang sangat intim, seseorang hendaknya hanya menyinggungnya atau mengucapkannya secara kiasan, dan menghindari rujukan langsung dan persis. Nabi Sulaiman tak mengatakan bahwa ia akan melakukan hubungan intim malam itu dengan wanita yang lebih baik, melainkan ia mengatakan bahwa ia akan tidur dengan tujuh puluh wanita malam itu. Ia tak menggunakan kata-kata yang vulgar, dan itulah cara yang dianjurkan dan sesuai. Namun, jika poin agama hendak dijelaskan, maka diperbolehkan menggunakan kata-kata yang persis.
Juga, adalah mustahab untuk meniatkan pada saat seseorang melakukan hubungan intim dengan istrinya, bahwa semoga Allah memberi mereka anak-anak yang shalih.
Hadits ini, mengungkapkan pula kepada kita bahwa para malaikat, juga mengingatkan para nabi tentang apa yang hendaknya mereka lakukan. Sama seperti iblis membuat seseorang melupakan banyak hal, para malaikat mengingatkan banyak hal yang terlupakan. Nabi Sulaiman lupa mengatakan "In sya' Allah" (jika Allah mengizinkan) dan malaikat mengingatkannya agar mengatakannya. Akan berbeda halnya jika ia lupa mengatakannya meskipun ada pengingat itu.
Orang yang beriman hendaknya selalu siap melaksanakan jihad seperti yang dipersiapkan Nabi Sulaiman. Ia juga ingin memiliki lebih banyak prajurit dan berencana memiliki lebih banyak putra untuk tujuan itu. Persiapan jihad dapat dilakukan dengan cara apapun.

Nabi Sulaiman lupa melibatkan kebijakannya dan pemenuhan lebijakan itu, tunduk pada kehendak Allah, atau iblis membuatnya lupa. Meskipun malaikat mengingatkannya, ia lupa mengucapkan "In sya' Allah". Hasilnya, meskipun ia melakukan hubungan intim dengan istri dan hamba-sahayanya, tak ada dari mereka yang mengandung kecuali seorang yang melahirkan bayi yang tak sempurna. Allah menampilkan kekuatan dan kemampuan sempurna-Nya baik dengan menciptakan manusia normal dan, terkadang, manusia abnormal atau tak lengkap. Kelahiran anak yang tak normal, merupakan pertanda kekuatan dan kemampuan Allah, namun mungkin juga itu merupakan akibat dari perbuatan keliru yang dilakukan orangtuanya. Kasus Nabi Sulaiman di atas adalah contohnya. Jadi, jika anak yang tak normal dilahirkan oleh siapapun, daripada mengeluh, hendaknya mereka memperbaiki kesalahan-diri.
Setiap kebijakan dan rencana, tergantung pada kehendak Allah dan takdir yang telah ditentukan, dan perlu bagi manusia mempersiapkan sarana dan lembaganya, lalu kemudian menyerahkan hasilnya kepada kehendak Allah; ia hendaknya berkata, "In sya' Allah". Ia tak boleh hanya bergantung pada kemampuan dan kekuatannya, atau mengabaikan kehendak Allah. Kadang terjadi bahwa Allah menyebabkan hamba-hamba-Nya, yang dekat dengan-Nya, bertindak tak sesuai cara yang diridhai, dan ada banyak hikmah di dalamnya, salah satunya adalah bahwa umat diajarkan dengan cara ini.
Karenanya, Allah mengingatkan bahwa tiada yang dapat dilakukan tanpa kehendak-Nya. Tentu saja, kita tak dapat mengatakan bahwa Nabi Sulaiman telah berpaling-jauh dari Allah dan mengandalkan usahanya sendiri. Ia tentu berpikir bahwa Allah menentukan apa yang akan terjadi dan apa yang tidak. Hanya saja, ia lupa mengucapkan "In sya' Allah". Rasulullah (ﷺ) mengatakan bahwa jika ia mengucapkan "In sya' Allah", sumpahnya akan terpenuhi dan ia takkan kecewa.

Al-Qur'an juga mengajarkan kepada kita agar mengucapkan "In sya' Allah" sebelum membentuk niat melakukan sesuatu dimasa depan, menjadikannya tunduk pada kehendak Allah. Allah menunjukkan kepada kita etika yang benar ketika memutuskan hendak melakukan sesuatu di masa depan; yang harus selalu merujuk pada kehendak Allah, Yang mengetahui yang gaib, Yang mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang belum, dan apa yang tak terjadi, serta bagaimana jadinya jika itu terjadi. Husyaim meriwayatkan dari Al-A'mash dari Mujahid bahwa ada seseorang yang bersumpah, Ibnu 'Abbas mengatakan "Ia boleh mengucapkan' In sya' Allah' bahkan jika itu sudah setahun kemudian." Arti dari pandangan Ibnu 'Abbas, bahwa seseorang dapat mengucapkan "In sya' Allah", bahkan jika itu setahun kemudian, adalah bahwa jika ia lupa mengucapkannya saat ia mengucapkan sumpah atau ketika ia berbicara, dan ia mengingatnya nanti, bahkan setahun kemudian, adalah Sunnah bahwa ia harus mengatakannya, sehingga ia akan tetap mengikuti Sunnah dengan mengatakan "In sya' Allah", bahkanpun jika sumpahnya itu telah terpenuhi atau dibatalkan. Ini juga merupakan pandangan Ibnu Jarir, namun ia menyatakan bahwa ucapan ini bukanlah untuk melanggar sumpah atau berarti bahwa seseorang tak lagi berkewajiban menebus atau melaksanakan sumpahnya. Menurut Ibnu Katsir, apa yang dikatakan Ibn Jarir benar, dan lebih tepat untuk memahami kata-kata Ibnu Abbas dengan cara ini. Wallahu a'lam.
Oleh karenanya, sangat penting mengucapkan "In sya' Allah" dan setiap Muslim hendaknya mematuhinya. Kita tak diharuskan menganggap kata-kata ini sebagai kebiasaan, namun hendaknya mengulanginya dengan implikasi penuh dalam pikiran kita. Qalbu juga hendaknya berpaling ke arah Pelaku Sejati dengan lidah, dan Dialah Allah."

Lalu sang semut berkata, "Wahai saudara-saudariku, manusia umumnya memperhatikan cara dan langkah-langkah yang tersedia baginya. Seringkali, pada kekuatan inilah, ia membuat pernyataan yang terlalu tinggi, namun ia tak menyadari fakta bahwa cara-cara ini hanya akan membangun benteng-benteng pasir, jika Kehendak Ilahi tak sesuai dengannya. Para nabi, alaihimassalam, tahu akan hal ini. Mereka menganggap bahwa segala perbuatan dan keunggulan mereka sebagai anugerah Ilahi, dan menganggap bahwa segala tindakan dan kebijakan mereka, bergantung pada Kehendak Ilahi. Dien juga mengajarkan kita agar menganggap bahwa tindakan kita tergantung pada kehendak Allah dan mengekspresikan keyakinan ini melalui pernyataan singkat, "In sya' Allah" (jika Allah mengizinkan). Hanya tiga kata, namun lengkap dalam makna. Tanpa pertolongan Allah, segala sarana dan prasarana kita tak ada artinya, bagai 'debu beterbangan'!
Jika ada yang bersumpah tentang sesuatu di masa depan dan mengatakan "In sya' Allah", maka ia takkan melakukan sumpah palsu seperti yang dibuktikan dari perkataan Rasulullah (ﷺ). Apapun niat yang kita bentuk dan tekad yang kita buat untuk melakukan sesuatu di masa depan, kita hendaknya memenuhi syarat niat kita dan pernyataan kita dengan "In sya' Allah". Ini karena niat dan tekad manusia takkan nyata bila berhadapan dengan Kekuatan Sempurna Allah. Wallahu a'lam."
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا
"Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukannya besok,”" - [QS.18:23]
إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
"kecuali (dengan mengatakan), 'In sya' Allah.' Dan ingatlah kepada Rabb-mu apabila engkau lupa dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Rabb-ku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini'." - [QS.18:24]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at.
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VI, Darussalam.