Sang rajawali meneruskan dengan bernyanyi, Dunia terpanggang dan tiada yang dapat menyelamatkanku selainmu
Sungguh aneh keinginan apa yang jadikan orang bodoh lakukan
Kutak pernah berangan bertemu orang sepertimu
Dan kutak pernah impikan kehilangan orang sepertimu
Tidak, kutakkan jatuh-hati
Padamu
Lalu sang rajawali berkata, "Sang pemuda bertanya lagi, 'Wahai paman, salahkah jika aku mencintai tanah-airku dan menyayangi negeriku?' Sang orang-tua berkata, 'Duhai anak-muda! Dengarkan ini,
'Pada suatu pagi, di musim dingin yang membekukan, seorang petani berjalan di ladangnya. Di atas tanah, tergeletak seekor ular, kaku dan lumpuh karena kedinginan. Sang petani tahu, betapa sangat berbisanya jenis ular seperti ini, namun ia mengambil dan meletakkannya di dadanya, agar dapat menghangatkannya kembali.
Seketika, sang ular, dapat hidup kembali, dan di saat ia telah memperoleh kebugarannya, karena naluri-alaminya, iapun memagut sang petani yang telah memperlakukannya dengan baik. Pagutan sang ular sangat mematikan, dan sang petani merasa, dikala itulah akhir hidupnya. Di saat ia menarik napas-terakhir, ia berkata kepada orang-orang yang berdiri di sekeliling, 'Belajarlah dari nasibku, jangan pernah mengasihani bajingan!'
Bila kita perhatikan dunia tempat kita tinggal, kita dapat melihat orang-orang yang memikul beban-derita, kejahatan, kelaparan, penyakit, depresi mental, dan banyak masalah sosial lainnya. Inilah akibat dari mengggunakan, menyelewengkan, dan menyalahgunakan, apa yang disebut, naluri-alami. Naluri-naluri alamiah ini, yang dianugerahkankan Allah kepada manusia, agar dapat menjalankan perannya dengan baik dan efektif sebagai Khalifah, disebut Al-Fitrah.
Karena naluri-alami ini, kekuatan dominan dalam tubuh manusia, baik pada lelaki maupun perempuan, menjadi kebutuhan yang mendesak bagi kita semua agar menaati aturan dan prinsip tertentu, yang memungkinkan kita mengendalikan naluri-alami kita daripada membiarkannya mengendalikan kita.
Sebagai manusia, kesuksesan kita di Dunia dan Akhirat, tergantung pada kemampuan mengendalikan diri-sendiri, yaitu naluri-alamiah kita. Demikian pula, yang mengangkat kita sebagai manusia di atas tingkat hewan, dengan mengendalikan naluri ini, dan memanfaatkannya dengan benar dan efektif, sehingga menjadi aset dan bukan kewajiban.
Mereka yang direndahkan ke tingkat makhluk Allah yang paling hina, merupakan orang-orang yang tak dapat mengendalikan-diri. Yang mengikuti keinginan dan hasrat-tercela mereka. Alih-alih tunduk pada hukum Ilahi, mereka menjadikan keinginan-tercela mereka itu, jadi sesembahan.
Karena perasaan dan kecenderungan ini dianugerahkan Allah kepada kepada umat manusia, naluri atau insting ini, bersifat naluriah, dan pada manusia, bersifat intuitif, berdasarkan bisikan atau gerak-hati, sehingga disebut kata-hati, hati-nurani atau gharizah. Karenanya, sifat ini tak memerlukan seseorang menyuruhnya bertindak berdasarkan perasaan dan kecenderungan ini. Misalnya, ia tak membutuhkan orang-lain agar menyuruhnya mencintai orangtua atau anak-anaknya, sebab kecenderungan ini alami, yang diciptakan Allah dalam dirinya.
Duhai anak-muda! Naluri-alamiah yang ada pada manusia, yakni kata-hati, gerak-hati, hati-nurani, ataupun gharizah, lebih mulia dibanding naluri pada hewan, seperti ular yang telah disebutkan sebelumnya. Kata-hati ini, yang terpatri dalam qalbumu, bertujuan untuk, di atas segalanya, mengenal Allah. Manusia dicipta dengan naluri mengakui tauhid dan lebih memilihnya sebagai cara-hidup dan jalan-kebenaran, dibanding politeisme. Karena kita semua dilahirkan dengan tauhid di dalam diri-kita, maka para penolak iman, yang menyembah sesembahan-palsu, menjadikannya sebagai sekutu Allah, semuanya telah memberontak terhadap sifat-adil yang telah Allah cipta ini.
Duhai anak muda! Salah-satu naluri-alami tersebut, adalah naluri membedakan antara yang baik dan yang buruk. Allah telah menempatkan dalam diri setiap manusia, kata-hati atau hati-nurani, untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang suci dan yang najis. Setiap manusia dikaruniai kata-hati. Jadi, baik orang tersebut, seorang Muslim, Kristiani, Yahudi, agnostik atau bahkan seorang atheis pun, ia akan setuju bahwa perbuatan seperti pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan sebagainya, merupakan perbuatan memalukan yang selayaknya mendapat hukuman. Sedangkan amalan seperti menolong orang yang lemah, memberi makan orang miskin dan menuntun orang-buta, perbuatan mulia yang patut beroleh pahala.
Duhai anak-muda! Insting berikutnya, yaitu naluri menyukai kehormatan, kekuasaan, dan gengsi. Manusia senang mengetahui bahwa ia disanjung banyak orang. Ia menginginkan penghargaan orang lain. Ia ingin dihormati setinggi-langit oleh orang-orang di sekitarnya. Ia akan kesal dan kecewa, jika mengalami penolakan, dihina dan diremehkan orang lain.
Orangtua senang dihormati anak-anaknya, demikian juga, anak-anak ingin dihormati orang tuanya. Suami dan istri, menghormati pernikahan yang dibangun atas dasar saling-cinta, saling-menghormati, dan saling-menghargai. Karenanya, pernikahan tanpa didasari rasa saling-menghormati, tak dapat bertahan. Seorang dosen di sebuah perguruan tinggi, akan memuji mahasiswa yang menghormatinya, walau mungkin mahasiswanya itu, membosankan. Namun, sang dosen takkan menyukai mahasiswa yang tak menunjukkan rasa-hormat dan penghargaan kepadanya, walau mahasiswa itu, cerdas. Hal ini terjadi karena kita dilahirkan dengan naluri-alami, suka dihargai dan disanjung orang lain.
Terkadang, kita tahu bahwa seseorang itu, salah, namun karena selama ini, ia mengormati, menghargai dan menyanjung kita, maka kitapun membelanya. Sesungguhnya, sikap kita yang seperti itu, sangat keliru. Penghargaan dan penghormatan, bahkan sanjungan, akan kita peroleh bila kita berpihak pada kebenaran, bahkan akan datang dari musuh-musuh kita, mungkin juga dari orang yang belum pernah menghargai, menghormati dan menyanjung kita.
Orang hendaknya tak memanjakan gagasan bahwa, karena kedudukannya sebagai orangtua, suami, istri, guru, syekh, perdana-menteri, presiden, dan sebagainya, spontan memberi mereka hak menuntut penghormatan dari orang lain. Rasa-hormat tak bisa dituntut, namun sebaliknya, rasa-hormat itu, imbalan atau perolehan. Karenanya, seorang anak, takkan menghormati orangtuanya yang berselingkuh. Komunitas Muslim, juga takkan menghormati seorang syekh yang mendukung rezim-korup, yang mengancam umat Islam, demi keuntungan duniawi belaka. Bukan pula, seorang pemimpin yang mengaku sebagai seorang Muslim, namun tak memerintah dengan ketaatan pada Allah dan apa yang telah diwahyukan-Nya, melainkan memerangi umat Islam, melabelnya radikal tanpa alasan yang kuat, dan memerintah dengan hukum-hukum buatan manusia bagi keuntungan segelintir-orang.
Ketika seseorang diamanahi wewenang dan kekuasaan, namun bila ia tak beriman, ia akan menjadi sombong, angkuh, pongah dan zhalim. Adapun orang-orang mukmin, bilamana mereka di amanahkan wewenang dan kekuasaan, mereka bersikap rendah-hati, dan tak bersikap sok-pintar dan tiran, karena mereka tahu, bahwa hanya Allah-lah Al-Qadir, Yang Maha Perkasa, Al-Hakim, Yang Maha Bijaksana, Al-'Alim, Yang Maha Mengetahui segalanya.
Duhai anak-muda! Seiring dengan naluri menyukai kehormatan, kekuasaan dan gengsi, Allah juga mengaruniai kita, naluri ingin-membalas, baik itu memberi ganjaran maupun imbalan, guna melindungi diri dari para penindas. Jika bukan karena naluri ini, ada orang yang akan membinasakan atau melukai orang lain. Mengenai hal ini, Allah berfirman,
فَهَزَمُوْهُمْ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَقَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوْتَ وَاٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهٗ مِمَّا يَشَاۤءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ ذُوْ فَضْلٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ
"Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Dan kalau Allah tak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam." [QS. Al-Baqarah (2):251]
Dalam masyarakat manapun, dimana sistem Qishash atau hukuman-mati diterapkan, sang pembunuh akan berpikir seribu-kali sebelum melakukan kejahatannya. Karena ia tahu, bahwa jika ia membunuh seseorang, sistemlah yang akan mengganjarnya, maka ia menghindari pembunuhan itu, dan iapun menyelamatkan nyawanya, dan juga nyawa saudaranya. Demikianlah Allah berfirman,
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Dan dalam Qishash itu, ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." [QS. Al-Baqarah (2):179]
Kasus kejahatan, seperti pembunuhan, teror dan kekerasan, saat ini makin marak di seluruh penjuru banyak negara, karena hukum qishash diabaikan atau bahkan jika diterapkan, implementasinya dilaksanakan atas orang melarat dengan mengesampingkan orang-orang kaya dan ternama. Karena naluri-alami dalam diri kita ini, ingin membalas setiap kali ada anggota keluarga kita yang dibunuh oleh orang lain, maka Allah memberi kita pilihan Qishash dalam Al-Qur'an. Demikianlah Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَىٰ بِالْأُنْثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu, Qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itulah, suatu keringanan dari Rabb-mu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang amat pedih." [QS. Al-Baqarah (2):178)
Allah telah memberi kita pilihan Qishash, agar dapat memenuhi naluri alami kita. Seluruh ayat Al-Qur'an diwahyukan, bertepatan dengan naluri alami kita. Karena alasan inilah, Islam digelari "Dienul Fitrah" yaitu agama yang sesuai dengan seluruh naluri fitrah manusia.
Di dunia, saat ini, tak ada satu negeripun, yang menganut syariah secara total. Akibatnya, terjadi penindasan, teror, dan ketidakadilan, yang sangat menyeramkan. Orang melihat setiap hari, yang mereka cintai, dibunuh, dan mereka tak berdaya. Bahkan di negara-negara maju yang disebut beradab-pun, ini terjadi. Akibatnya, orang tak punya pilihan selain bertindak sendiri, melakukan balas-dendam terhadap para penjahat yang telah menyerang kerabat dan orang yang mereka cintai. Hal ini mengakibatkan, masyarakat jenuh dengan pembunuhan dan teror. Andai saja masyarakat ini, bijak dan berimbang dengan menerapkan hukum Qishash, mereka takkan diciutkan ke tingkat yang rendah dan mendasar, dimana orang tak lagi merasa aman di rumah sendiri, apalagi aman di jalanan.
Sehubungan dengan praktik buruk dan tak-sebanding dalam menerapkan Syariah hanya terhadap orang melarat dan mengesampingkan orang-orang kaya, istri Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Usama mendekati Rasulullah (ﷺ), memohon ampunan atas nama seorang kaya, wanita, yang telah mencuri. Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Kaum sebelum kalian, binasa karena mereka terbiasa menjatuhkan hukuman terhadap orang miskin dan memaafkan orang kaya. Demi Dia yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya! Jika Fatimah (putri Rasulullah (ﷺ)) berbuat seperti itu (yakni mencuri), akulah yang akan memotong lengannya.'” [Sahih Al-Bukhari]