Serdadu itukah dalam legiun?Berjuang lawan iblisBertarung halau gergasi-emasNamun serbu ArcadiaLalu BuanaBumi-hanguskan lokaYang pernah kusebut griyaKusembunyi dalam nestapaLega di antara geganaDalam nestapaDimana kutak dapat dijumpaSang-garuda-perkasa menyambung dengan bercerita,"Tersebutlah seekor anjing, yang seringkali mengendus diam-diam di belakang setiap orang yang ditemuinya, dan langsung menggigit. Sang-majikan, menggantungkan sebuah giring-giring di lehernya, agar ia dapat mengawasinya, kemanapun ia pergi. Sang anjing semakin bangga dengan genta-kecilnya itu, dan membunyikannya ke seluruh pasar.Seekor anjing-pemburu-tua, menasehatinya, "Mengapa engkau memamerkan dirimu seperti itu? Percayalah, kelinting yang engkau kenakan itu, bukanlah sebagai tanda-jasa bagimu, melainkan tanda-aib, sebagai pengumuman di mahajana, agar manusia, menjaga -jarak denganmu, karena menjadi anjing yang songong."Ketenaran, bukan berarti kemasyhuran."Melanjutkan cerita sang-tabib dan sang-pencari, sang-garuda-perkasa, lalu berkata, "Tapi mengapa harus menjaga-jarak?" tanya sang-pencari. "Duhai manusia!" seru sang-tabib, "Laksana virus, ada empat cara dimana dosa dapat menyerang seseorang; dengan melihat, dengan menginginkan, dengan mengucapkan, dan dengan melangkah. Dikala "social-distancing" diterapkan, engkau hendaknya memakai masker, guna menutup jalan-jalan ini. Saat seseorang terinfeksi, dosa berdampak mengurangi kecerdasan seseorang. Ketika engkau perhatikan dua orang, yang satu taat kepada Allah dan yang lain durhaka kepada Allah, engkau akan melihat bahwa akal orang yang taat kepada Allah, lebih baik, buah-pikirannya lebih masuk akal, dan lebih sering mendekati kebenaran. Oleh sebab itu, engkau akan temukan bahwa Al-Qur'an selalu menyebutkan 'orang-orang yang berakal', antara lain,
Rujukan:يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ"Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tiada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal-sehat."[QS. Al-Baqarah(2):269]"Hikmah" menandakan persepsi dan penilaian yang sehat. Maksud pernyataan ini, menunjukkan bahwa orang yang punya "hikmah," akan mengikuti jalan Allah dibanding jalan setan. Para pengikut Setan percaya bahwa hikmah dan kelihaian yang tinggi, berkaitan dengan menyisihkan pendapatan seseorang, dan terus-menerus mencari pennghasilan yang lebih tinggi. Namun bagi mereka yang dianugerahi dengan persepsi Ilahi, sikap seperti itu, kebodohan belaka. Hikmah sejati itu, terdiri dari penggunaan sumber-daya seseorang secara moderat untuk memenuhi kebutuhannya dan dalam membelanjakan apa yang tersisa sebagai sedekah. Bisa saja, seseorang tak membelanjakan uangnya untuk bersedekah, melangkah mencapai tingkat kemakmuran duniawi yang jauh lebih besar dibanding orang lain. Kehidupan dunia ini, hanyalah sebagian kecil dari total kehidupan manusia yang tak sebatas pada kungkungan duniawi. Orang yang mempertaruhkan kesejahteraan keberadaan abadinya demi kebahagiaan yang sangat sementara di dunia ini, sungguhlah bodoh. Orang yang benar-benar bijaksana itu, memanfaatkan sepenuhnya kepemilikan hidup ini dan menginvestasikan sumber dayanya dalam kemakmuran dalam kehidupan yang takkan pernah henti.Bagaimana mungkin seseorang memiliki kecerdasan sejati jika ia tak menaati Allah di Buana milik Allah ini, mengetahui bahwa Dia mengawasinya? Ia berbuat-dosa, sadar bahwa ia tak dapat menyembunyikan dirinya dari pandangan Allah, mengabaikan fakta bahwa ia mengundang laknat Allah atas dirinya. Ia mengetahui bahwa perbuatan dosanya, menjauhkannya dari Ridha dan Perlindungan Allah. Ia tahu bahwa ia akan ditolak melihat Wajah Allah pada Hari Kiamat, dan akan berada di antara orang-orang yang mendapatkan Murka Allah. Tidaklah sulit bagi orang yang berakal menyadari bahwa, mencapai kesenangan, kebahagiaan, dan kesenangan sejati di Dunia ini dan kelak di Akhirat, butuh keridhaan Rabb-nya, dan tak memperoleh Murka atau Laknat-Nya.Orang yang menyenangkan Allah dengan mematuhi perintah-perintah-Nya, menikmati kebahagiaan sejati dalam hidup, dengan qalbu yang hidup, yang menjalani setiap berkah yang dianugerahkan kepadanya. Namun orang yang tak diridhai Allah, karena terlibat dalam perbuatan dosa, takkan bebas dari kekhawatiran, kecemasan, atau kesengsaraan. Karenanya, orang yang melepaskan kebersamaanya dengan orang-orang yang dikaruniai rahmat Allah; para Nabi, pengikut sejati Rasulullah (ﷺ), para syuhada, dan orang-orang shalih; lalu menukarkannya dengan orang-orang yang mendapat murka dan laknat Allah, tentu punya cacat-akal.Duhai manusia! Ketika terjadi keterputusan hubungan dengan Allah, seluruh penyebab kebaikan, akan musnah, sedangkan penyebab kejahatan, akan muncul. Kehidupan seperti apakah yang dapat dijalani seseorang, jika ia memutuskan hubungan dengan Rabb-nya, yang ia takkan kuasa tanpa-Nya, dan Yang tak tergantikan? Tak ingatkah engkau kisah Al-Qur'an, bahwa Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi, Berkuasa menjaga orang-orang yang dalam keadaan tidur, selama beberapa ratus tahun dan kemudian membangunkan mereka sama dikala mereka berada pada saat akan tidur. Jika engkau renungkan penciptaan indah mentari dan rembulan, serta bumi, engkau takkan pernah meragukan bahwa hal seperti itu, sesuatu yang tak sulit bagi Allah? Tidakkah engkau menyadari bahwa para Ashabul-Kahfi dan Ar-Raqim itu, salah satu dari tanda-tanda keagungan Allah?Allah berfirman tentang Ashabul-Kahf, saat para pemuda itu bercakap-cakap,هٰٓؤُلَاۤءِ قَوۡمُنَا اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِهٖۤ اٰلِهَةً ؕ لَوۡ لَا يَاۡتُوۡنَ عَلَيۡهِمۡ بِسُلۡطٰنٍۢ بَيِّنٍ ؕ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَـرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا"Mereka itu, kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?" [QS. Al-Kahf(18):15]وَاِذِ اعۡتَزَلۡـتُمُوۡهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُوۡنَ اِلَّا اللّٰهَ فَاۡوٗۤا اِلَى الۡـكَهۡفِ يَنۡشُرۡ لَـكُمۡ رَبُّكُمۡ مِّنۡ رَّحۡمَتِهٖ وَيُهَيِّئۡ لَـكُمۡ مِّنۡ اَمۡرِكُمۡ مِّرۡفَقًا"Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Rabb-mu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.” [QS. Al-Kahf(18):16]Dan Allah juga berfirman,نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ نَبَاَهُمۡ بِالۡحَـقِّؕ اِنَّهُمۡ فِتۡيَةٌ اٰمَنُوۡا بِرَبِّهِمۡ وَزِدۡنٰهُمۡ هُدًى"Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu, pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka." [QS. Al-Kahf(18):13]Inilah kisah sejati tentang "orang-orang yang berakal," yang membuat pilihan. Sama seperti engkau mempraktikkan "social-distancing" guna melindungi-diri dari penyakit fisik, mereka melakukannya demi melindungi diri dari penyakit qalbu dan bathin.Duhai manusia! Ada dua aturan penting dalam Islam yang dimaksudkan agar memastikan tubuh fisik yang sehat. Aturan pertama, "Tak ada mudarat" dan aturan kedua, "Bersuci."Allah berfirman,اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓ ۙاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung." [QS. Al-A'Raf(7):157]Dulu, orang mengira bahwa minuman-keras, bermanfaat bagi kesehatan. Faktanya, terlalu banyak minum minuman-keras, menuakan otak, meningkatkan risiko kanker payudara, merusak hati, ginjal dan pankreas, menyebabkan banyak masalah kardiovaskular dan penyakit jantung, menyebabkan sensasi terbakar di dada, mengikis lapisan perut (secara bertahap menginduksi bisul), meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan risiko impotensi - ia "memicu keinginan, tapi menurunkan performa." Selain itu, minuman-keras meningkatkan risiko keguguran dan meningkatkan kemungkinan cacat lahir jika dikonsumsi selama kehamilan, dan wanita yang meminumnya secara rutin, lebih rentan terhadap perubahan suasana hati dan mengidam pramenstruasi.Sebagian orang beranggapan bahwa minum muniman-keras saat cuaca dingin, akan menghangatkan tubuh. Apa yang sebenarnya bekerja dari minuman-keras itu; melebarkan pembuluh darah superfisial yang menyebabkan darah mengalir deras ke arahnya, yang memberikan perasaan hangat sementara. Perasaan ini segera hilang dengan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan sekitar karena sirkulasi darah yang terus-menerus. Selain itu, minuman-keras menyebabkan mati-rasa sementara pada hipotalamus (wilayah otak yang bertanggung jawab memberimu peringatan jika tubuhmu merasa dingin, panas, lapar atau haus). Hal ini menyebabkan orang yang mabuk tak merasakan dingin, dan inilah latarbelakang mengapa engkau sering mendengar ada orang yang mati kedinginan di musim dingin, saat banyak orang minum minuman-keras dan keluar rumah tanpa menyadari bahwa mereka kedinginan.Rasulullah (ﷺ) bersabda,لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ"Tak boleh berbuat dharar, juga tak berbuat dhiraar.” [Sunan Ibnu Majah dan ad-Daraqutni; Hasan oleh Al-Albani]Hadits ini, menyebutkan salah satu prinsip terpenting dalam hukum Islam. Pelajaran atau aturannya, hampir menyentuh setiap aspek fikih. Pernyataan singkat Rasulullah (ﷺ) ini, telah dipahami dalam banyak cara yang berbeda. Sekali lagi, hadits ini, pada dasarnya mengatakan, "Tak ada dharar dan tak ada dhiraar." Salah satu interpretasi hadis ini, bahwa dua kata dharar dan dhiraar, secara sederhana memiliki arti yang sama, "mudarat," dan telah dinyatakan bersama sebagai suatu jenis penekanan. Penafsiran kedua, bahwa dharar berarti tak ada yang disakiti, artinya orang yang disakiti tak diharuskan bersabar dan menanggung kerugiannya, sedangkan dhiraar, berarti tak ada yang boleh mencelakakan orang lain. Penafsiran ketiga, bahwa dharar itu, keadaan dimana seseorang mendapat manfaat dari sesuatu, namun tetangganya dirugikan karenanya. Dhiraar, di sisi lain, referensi dalam hal dimana orang itu sendiri tak menikmati manfaat dari sesuatu, namun sesuatu itu, berbahaya bagi tetangganya. Namun, interpretasi yang kuat, mungkin dapat diterjemahkan sebagai, "Tak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja ataupun disengaja.”Ibn Rajab, rahimahullah, membagi "mudarat" menjadi dua kategori. Kategori pertama, perbuatan yang berakibat hanya merugikan orang lain. Jenis tindakan ini, kejahatan, dan dilarang dalam Islam. Sessungguhnya, tak dapat dibayangkan jika seorang mukmin sejati melakukan perbuatan seperti itu kepada saudara seimannya. Perbuatan ini, menodai akar-persaudaraan dan cinta, yang seyogyanya dipunyai setiap Muslim.Kategori kedua, perbuatan yang membawa beberapa manfaat bagi orang tersebut, tetapi merugikan orang lain. Area yang jauh lebih bermasalah, dimana seseorang melakukan tindakan yang diperbolehkan dan bermanfaat baginya, namun sayangnya, berakibat negatif bagi orang lain. Misalnya, ketika seseorang menggunakan hartanya dengan cara yang diperbolehkan, tetapi saat melakukannya, ia telah merusak harta tetangganya. Tak seorang mukminpun boleh dengan sengaja menyakiti mukmin yang lain. Jika ia melakukannya, walaupun jika perbuatannya itu, dianggap sah di dunia ini, ia dapat dimintai pertanggungjawaban pada Hari Pembalasan.Adapun aturan kedua, selain kesucian qalbu, pikiran dan bathin, kesucian-fisik juga hendaklah diperhatikan.Rasulullah (ﷺ) bersabda,الطهور شطر الإيمان"Bersuci itu, sebagian dari Iman." [Sahih Muslim]Rasulullah (ﷺ) bersabda kepada kaum Anshar,يَا مَعْشَرَ الأَنْصَارِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَثْنَى عَلَيْكُمْ فِي الطُّهُورِ فَمَا طُهُورُكُمْ " . قَالُوا نَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ وَنَغْتَسِلُ مِنَ الْجَنَابَةِ وَنَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ . قَالَ " هُوَ ذَلِكَ فَعَلَيْكُمُوهُ"Wahai kaum Anshar! Allah telah menyanjungmu dengan kebersucianmu. Apa sifat dari kebersucianmu itu?" Mereka berkata, "Kami berwudhu untuk shalat dan kami mandi guna mensucikan diri setelah berhubungan-intim, dan kami bersuci dengan air (setelah buang-air-kecil)." Beliau (ﷺ) bersabda, "Begitulah seharusnya. Maka taatilah!" [Sunan Ibnu Majah; Hasan]Mandi-junub, mandi-besar ritual yang wajib dalam Islam dalam hal keluarnya jauhar pada malam hari, atau cairan yang sesuai pada wanita, saat hubungan-intim, dan untuk wanita, setelah menstruasi dan pada akhir periode nifas, perdarahan pasca-melahirkan. Selain itu, disunnahkan, ada waktu-waktu yang dianjurkan mandi, seperti mandi pada dua Hari Raya Ied, dan setiap hari Jumat, sebelum shalat berjamaah.Ada latarbelakang fisik yang sangat penting di balik hikmah persyaratan Islam ini. Bakteri dan virus - terutama flu biasa - berkumpul di tangan, di sela-sela jari dan di bawah kuku; kaki dan jari-kaki, juga cepat kotor. Mulut, hidung, dan telinga, juga merupakan tempat berkumpulnya kuman, dan mata sangat rentan iritasi. Berwudhu memastikan bahwa seluruh anggota tubuh ini, dibilas, agar bebas dari kuman yang hinggap di permukaannya, sebelum menunaikan shalat.Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa orang yang cacat akalnya itu, orang yang melepaskan kebersamaanya dengan orang-orang yang telah dikaruniai Allah Rahmat-Nya; para Nabi, pengikut sejati Nabi (ﷺ), para syuhada, dan orang-orang saleh, lalu menukarkannya dengan orang-orang yang mendapat kemurkaan dan kutukan Allah. Para pemuda ini, melakukan yang sebaliknya. Mereka memutuskan hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan hubungan mereka dengan Allah, kemudian menggantinya dengan membangun kembali hubungan dengan Allah. Para pemuda ini, merekalah yang termasuk dalam "orang-orang yang berakal".Jadi, para pemuda yang sangat cepat dewasa ini, telah menyadari lebih dini, bahwa setiap kebaikan dan keburukan yang ada pada manusia, sama-sama menular laksana virus. Mereka sadar, bahwa sahabat yang engkau punyai, dapat menjadikanmu baik, atau malah menghancurkanmu. Hal ini kita ketahui, dari seekor anjing, yang tak dikenal namanya, yang selamanya dimuliakan dalam Al-Qur'an, hanya karena telah menjaga para pemuda itu, saat mereka tertidur di gua, seperti yang ditulis oleh Ibnu Katsir bahwa "inilah manfaat berteman dengan orang baik: anjing itu, dikenang dan dihargai. ."Seorang saja teman yang berkelakuan-buruk, akan dapat menghancurkanmu. Maka, "orang yang berakal" tak mau mengambil risiko dalam hal sahabat yang dimilikinya. Sebagian besar Salaf lebih suka menyendiri daripada bergaul dengan banyak-orang. Rasulullah (ﷺ) memberi contoh saat i'tikaf di akhir Ramadhan. Beliau (ﷺ) akan memencilkan-diri, tak bergaul dengan atau menghiraukan orang-orang. Tak ada waktu bergosip atau bersosialisasi.Ibnu al-Jawzi, rahimahullah, mengidentifikasi setidaknya ada empat jalan, agar i'tikaf dapat mengubahmu menjadi lebih baik, yakni qalbumu, pikiranmu, martabatmu, dan kedisiplinanmu. Namun, i'tikaf hanya akan tepat, jika membawa perubahan yang bermanfaat, yang ditimbulkannya dalam dirimu, karenanya, harus diterapkan dengan hati-hati. Engkau hendaknya mempertimbangkan orang dan keadaannya, perusahaannya dan keadaannya, apa yang ia peroleh darinya, apa yang ia tertolak darinya, bandingkan maslahat dan mudaratnya. Perlu dicamkan, bahwa para "Khalifah," bertanggungjawab atas keselamatan dan kelangsungan-hidup ummat, maka engkau akan temukan, kebenaran dari permasalahan itu.Wallahu a'lam.”Kemudian, sekali-lagi, kucer tampil di atas panggung, dengan kicaunya yang merdu, bersenandung,Kusendiri, di sini, di daratMengambang di atas jagat,Tinggi di atas Buana yang dulu kuingatDan terasing dari dahiatAman dari segala mudaratTerjaga, kutemukan lindungan dari sanggatKusembunyi dalam nestapaLega di antara geganaDalam nestapaDimana kutak dapat dijumpa
- Imam Shams-ud-Din Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim Al Jawziyyah, Spiritual Disease and Its Cure, Edited by Shaikh Zakariya 'Amiraat, Al-Firdous
- Rev. Geo. Fyler Townsend, M.A., Aesop Fables, George Routledge and Sons
- Amira Ayad, Healing the Body and Soul, IIPH
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary on the Forty Hadith of al-Nawawi Volume 2, Al-Basheer Publications
- UAE Council for Fatwa, Fatwa No. 11, 2020, Pertaining to the Rulings of Performing Congregational Rites in Light of the Spread of COVID-19 (Coronavirus Disease)