Kutipan & Rujukan:"Semalam, aku menyaksikan lima hakim, sedang duduk melingkar. Setiap Hakim, mensyarahkan sesuatu," buka sang Rembulan, "Namun sebelum melanjutkan, perhatikan ucapan ini,Antiquae paginae narrant[Pagina unik menarasikan]Fabulas de antiquis temporibus[Fabel dari zaman kuno]Spei et virtutis, devotionis et amoris[Asa dan darma, dedikasi dan afeksi]Antiquae paginae narrant[Pagina antik menarasikan]Fabulas de antiquis temporibus[Fabel dari zaman kuno]Mea manus moratur super[Tanganku meraba diatasnya]Antiquos versus tamen nihil reddit[Namun, pepetah kuno itu, tiada tanggapan]Sola gutula in lacu temporis[Walau setetes dalam liang waktu]Perveniat litora nostrorum progeniorum *)[Sampai di rantau para pendahulu kita]Hakim pertama, menyuluh, "Ilmu itu, ibarat air. Dan air itu, terbagi menjadi samudera, selat, teluk, perairan, sungai dan danau. Danau terdalam itu, yang paling hening; engkau kan temukan laguh-lagah, di sisi danau yang terdangkal. Dalam visi manusia, danau yang dalam, punya tempat istimewa.Jika engkau mendayung sampan ke titik-sentral danau, di situlah bagian terdalamnya. Dan bila engkau mencoba menggunakan visi artistikmu, dan lepaskan, cobalah terka, apa yang ada dalam perairan jenis itu. Dalam penemuanmu, engkau mungkin menemukan, monster, kota yang hilang, harta karun, putri duyung, alam kematian, dan sebagainya. Di situlah Akal dan Qalbu memainkan perannya, membentuk Daya-pikir Kritis, terakumulasi jadi Hikmah, dan hasilkan berbagai Kebijakan.Kemudian, andai, engkau kembali ke tepian. Apa yang kan engkau temukan di sana? Tentulah, visi artistikmu tak mampu bekerja. Yang engkau temukan hanyalah, eceng gondok, berudu dan katak. Semakin engkau menuju ke birai, engkau kan jumpa, kodok dan bahkan, sampah. Itulah perbandingan kasar sederhana antara kedalaman dan kedangkalan ilmu.Ilmu itu, informasi yang diketahui seseorang. Ilmu juga berguna memahami keyakinan seeorang tentang sebuah subjek, secara potensial, mampu menggunakannya demi tujuan tertentu. Ilmu ditimba dari pembelajaran, pendidikan, sains, daya-pikir, penalaran dan pemikiran logis.Ilmu menjadi Hikmah, bila kita berkemampuan, mengasimilasi dan menerapkan ilmu, guna mengambil keputusan yang tepat. Seperti kata pepatah, 'Ilmu berbicara, namun Hikmah mendengarkan'.Hikmah itu, kemampuan menilai dan memutuskan dengan tepat. Inilah kualitas tanwujud yang diperoleh melalui pengalaman dalam hidup kita. Hikmah menyiratkan lebih dari sekadar mampu memproses informasi dengan cara yang logis. Orang bijak dirahmati dengan pertimbangan yang baik. Hikmah dibangun di atas ilmu, yang bermakna, engkau bisa menjadi bijak dan berilmu, akan tetapi, engkau takkan mampu menjadi bijak tanpa berilmu.Hikmah datangnya dari diri-sendiri, intuisi, pengalaman pribadi. Hikmah mendeskripsikan dan melembutkan kepribadian kita, "Sederhananya, Kepribadian itu, siapa kita, dan merupakan persona dan identitas dari segala yang kita perbuat."Dalam perspektif Islam, Hikmah bermaqam di puncak. Makna muktabarnya, Hikmah sesuai dengan salah satu Nama Terindah Allah, yaitu al-Hakim atau Yang Maha Bijaksana. Inilah atribut yang mencerminkan keparipurnaan dalam esensi Sang Ilahi, yang membawa stempel ciptaan Allah yang indah. Jadi, Hikmah bersandar pada Allah, dan oleh latarbelakang ini, disebut Hikmah Allah. Hikmah Allah itu, Kitab-Nya, Al-Qur'an, dan hikmah Rasul-Nya (ﷺ), Sunnah beliau (ﷺ). Ilmu, dapat membuka pintu menuju Hikmah, tetapi Hikmah berbeda dari ilmu. Sains dan informasi, menyediakan sarana guna pencerahan. Al-Hikmah merupakan salah satu dari tiga ajaran utama Rasulullah (ﷺ), Ilmu Al-Qur'an, al-Hikmah dan at-Tazkiyah (penyucian diri). Setiap kategori, saling terkait. Ketiga ajaran fundamental ini, digabungkan, merupakan fondasi yang diperlukan guna membentuk kepribadian seorang Muslim sejati.Puncak ilmu itu, mengenal Allah. Seseorang dikatakan berhasil dalam belajar atau menuntut ilmu, bila ia lebih mengenal Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Ilmu, tentulah akan didapat oleh orang yang mau menuntutnya. Namun Hikmah, dianugerahkan Allah, hanya kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Ilmu dapat dieksplorasi, Hikmah, sesungguhnya merupakan karunia Ilahi. Dalam hal berdakwah—sebuah kewajiban bagi seluruh Muslim dalam berbagai strata—berbeda menurut derajat ilmu, kearifan, metode, pangkat, profesi dan waktu. Salah satu hal yang mencerminkan Hikmah seorang Da'i atau Da'iyah, mendasarkan dakwahnya pada ilmu, karena Hikmah itu, bersumber dari Ilmu.Ada dua syarat keimanan, Aqidah, yang mengakar kuat di dalam qalbu, dan amal, yang terwujud dalam tindakan seseorang. Jika salah satu dari dua komponen penting ini, hilang, iman akan musnah, atau menjadi tak seimbang. Oleh karenanya, hubungan antara kedua elemen ini, sangat penting. Iman itu, bagai pohon yang baik dan kuat, yang berakar kokoh di lahan yang subur, dengan cabang-cabangnya menjulang, menghasilkan buah yang berlimpah, produksi buahnya bagi semua orang atas nikmat Rabb-nya. Jadi, iman ibarat pohon; Aqidah berakar mendalam di qalbu, dan batang, cabang dan buahnya, amal dan tindakan.Tak pelak lagi, jika akarnya dicabut, atau membusuk, atau kering, ia takkan ada lagi. Demikian pula, aqidah, kan tumbas, bila ia dicabut. Ketika batang atau cabang dipotong, atau ada yang ditebas, sang pohon akan melemah, dan bahkan mungkin mati, sebab keberadaan cabang dan daun, sangat penting demi kelangsungan hidup sang pohon. Begitu pula, jika amal diabaikan, sebagian atau seluruhnya, maka iman akan melemah, atau bahkan sirna.Prinsip pertama Aqidah itu, iman kepada Allah. Prinsip Iman dan Amal inilah, yang paling penting, dan merupakan titik fokus Islam dan esensi Al-Qur'an. Tiada berlebihanlah kiranya, jika kita mengatakan bahwa seluruh Al-Qur'an, berbicara tentang keyakinan ini, karena Al-Qur'an mengutarakan langsung tentang Allah, serta Dzat, Nama, Sifat dan Tindakan-Nya. Al-Qur'an menyeru manusia beribadah hanya kepada-Nya, tanpa pasangan atau sekutu, dan meninggalkan penyembahan berhala, semuanya berkaitan dengan pewartaan tentang Allah, menyerukan pemenuhan kewajiban kita kepada-Nya, dan larangan beribadah yang ditujukan kepada makhluk atau benda. Atau, memerintahkan kita agar menaati-Nya, dan melarang kita mendurhakai-Nya, yang merupakan kewajiban iman.Segenap isi Al-Qur'an, berbahasa tentang Iman kepada Allah. Hal inilah yang menjelaskan, mengapa kita menemukan bahwa Allah disebutkan dalam Al-Qur'an, dengan satu atau lain Nama dan Sifat-Nya, 10.062 kali; pada setiap halaman Al-Qur'an, Dia, Subhanahu wa Ta'ala, disebutkan rata-rata sekitar, dua puluh kali. Kita dapat mengatakan bahwa, iman kepada Allah, dalam kaitannya dengan semua prinsip-prinsip lain dan hal-hal kecil dari iman, laksana akar pohon, dalam kaitannya dengan batang dan cabang-cabangnya. Inilah dasar dari semua prinsip lainnya, fondasi agama. Semakin seseorang beriman kepada Allah, semakin ia, tumbuh dalam Islam.Dalam titik pandang ini, kita membutuhkan orang yang beraqidah, bukan orang yang beropini belaka. Kita membutuhkan orang-orang yang dapat mengatasi penyakit dan masalah Umat ini, dan mereka yang cuma banyak beropini, tak dapat melakukannya. Ada perbedaan besar antara beropini, dan mengimani sesuatu. Jika engkau beropini, itu hanya menjadi bagian dari informasi yang engkau simpan; namun bila engkau mengimaninya, itu mengalir dengan darahmu, dan meresap jauh ke dalam qalbu dan benakmu.Orang yang beraqidah, baki dan pasti; ia tak bimbang dan tak tak berspekulasi. Aqidahnya, benar dan malar, dan akan sungguh konsisten hingga belakang hari. Bukan lagi tunduk pada bukti, dan juga terjauh dari keraguan dan dugaan.Orang yang semata berkesimpulan dan berpendapat, secara emosional, dingin, dan pesimis. Jika apa yang ia pikirkan terbukti benar, ia hanya tersenyum dengan menahan diri, dan bila tak terbukti benar, tak masalah, karena ia telah mengambil tindakan pencegahan agar memperhatikan bahwa, walau ia meyakini pendapatnya benar, bisa jadi, keliru, dan pendapat orang lain, yang ia sangka salah, mungkin benar. Sebaliknya, orang yang beraqidah, hangat dan antusias, dan tak merasa puas, kecuali Aqidahnya terpenuhi.Orang yang hanya berpendapat, dapat dengan mudah berubah pikiran, dan menganut ide-ide baru, sebab ia hanya mengikuti dalil, atau kepentingannya sendiri, saat diterimanya dalam bentuk bukti. Sekadar pendapat, laksana mayat; yang tak bernyawa kecuali bila dihembus dengan nafas Aqidah. Opini belaka, semisal gua yang kelam, yang tetap tak bersinar, selain jika Aqidah menyinari dengan kebinarannya. Sekadar opini, ibarat kolam tergenang tempat nyamuk bertelur. Aqidah, di sisi lain, bagaikan samudera luas, dimana serangga kecil tak diperbolehkan berkembang biak. Semata opini, seperti nebula yang tak berbentuk, sedang Aqidah, bintang yang berpendar terang. Opini belaka, menimbulkan masalah dan rintangan, memperhatikan nafsu lahiriah, berbuah kebingungan dan menumbuhkan keragu-raguan, sedang Aqidah, tak hiraukan bahaya, menyebabkan jabal bergelegar, mengubah jalannya sejarah, menyeka kebingungan dan keragu-raguan, serta melahirkan kekuatan dan kepastian; ia tak memperkenankan apapun, kecuali pemenuhan intensi batin.Seseorang bisa terpelajar, namun belum tentu arif-bijaksana. Perhatikan Apolog berikut, disajikan sebagai buah-pikiran,Seekor Beluk-jampuk, yang secara seremonial, berkhidmat, menetap selama bertahun-tahun di reruntuhan kuil tua, dan sangat sering membaca manuskrip-manuskrip berjamur yang tidak-tidak, peninggalan pustaka ajar-ajar. Ia, yang tertular oleh sifat sombong dan riya' di tempat tersebut, dan mengira, kekeramatan sebagai hikmah, duduk-bersila sepanjang hari dengan setengah-mata tertutup, menganggap dirinya sangat terpelajar.Dan sesuatu terjadi, pada suatu malam saat ia bersila, separuh terkubur dalam pertapaan dan setengah tertidur, seekor Bulbul, yang, kadarullah, bertengger di dekatnya, memulai kicauan merdunya. Sang Beluk-jampuk siuman dari lamunan indahnya, dan dengan suara memekik, menyela kicauan sang Bulbul. "Enyah!" teriaknya. “Hai penyair tambung, jangan mengalihkan perhatianku dengan hingar-bingar yang memudarkan perenungan muliaku ini; dan ketahuilah, pujangga lancut, bahwa keselarasan itu, terisi oleh kebenaran semata, yang diperoleh dengan kajian panjang nan melelahkan, dan bukan dalam nada-nada sendu, itu cuma pantas bagi kenyamanan telinga seorang pelayan, yang sedang kasmaran.”"Hai literalis bongak," Bulbul membidas, “yang kearifannya semata terletak pada gombak, yang menutupi tampang-tak-bermaknamu; irama itu, pelipur alami dan rasional, dan, walau tak sesuai dengan kuping Beluk-jampuk, pernah dinikmati dan dikagumi oleh semua yang punya cita-rasa dan keanggunan sejati.”Rembulan menutup, "Duhai Pungguk! Masih ada ucapan dari empat hakim, dan kan kusampaikan di malam-malam selanjutnya. Insya Allah. Wallahu a'lam!"
- 'Umar S. al-Ashqar, Belief in Allah - In the Light of the Qur'an and Sunnah, IIPH
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
*) "Secret Library Daquerreo" karya Kate Covington and Chaeley