Selasa, 10 Agustus 2021

Orang Mati, Tak Bisa Berdongeng (1)

"Pertama-tama, aku akan menghadirkan, sebuah ilustrasi tentang Peluang. Bermula saat seorang Pengelana bertemu dengan Patung berbentuk manusia," sebut Rembulan. "Dan terjadilah diskusi, antara sang Pengelana dan sang Patung, ihwal bagaimana sang Patung, sampai di sana.
Sang Pengelana bertanya, "Kisah-kisah orang Yunani kuno, bercampur-aduk, namun, kelam-kabut ini, membuatnya menarik. Katakan pada ana, wahai rajahan, ente patung apa?" Sang Patung meriwayatkan, "Sistem keagamaan orang Yunani itu, perwujudan keindahan. Tiada pemujaan lain, yang pernah ada, yang mengangkat selera seni seperti ini. Sastranya, cerita mitologinya, berhala dan kuilnya, masih merajai, dan sebagian besar, membentuk ide-ide seni dunia. Para peminatnya, punya persepsi keindahan corak melebihi semua orang, dan gandrung merepresentasikannya.

Orang-orang Yunani, sepertinya, berasal dari bagian Barat-Laut Asia Kecil. Mereka disitir, Hellenes. Ritual yang mereka bawa dari Asia, penyembahan "Bapa di Kayangan," yang tak terlihat, yang berdiam di Eter, langit sebagai kuilnya, dan, yang altarnya, tepat di puncak gunung. Orang-orang Hindu menyebut makhluk yang sama sebagai Dyaus-pitar; orang Romawi, Diovis-pater atau Yupiter; orang Yunani, Zeuspater. Khalayak dapat dengan mudah melihat kemiripan antara nama-nama ini, dan bukti yang mereka sajikan, pada fakta bahwa, bangsa-bangsa ini, semuanya berasal dari satu ternak biasa. Sebagaimana ras Yunani purba, terpisahkan menjadi berbagai bagian Yunani dalam bentuk yang berbeda, mulai bermunculan. Ketika para pelaut negeri lain merapat di pantai mereka, yang membawa dewa-dewa mereka sendiri, alhasil, banyak dewa baru, diperkenalkan ke Yunani.

Imajinasi hidup orang-orang Yunani, dan kehidupan luar dari negeri primitif mereka, menghasilkan sejumlah cerita dan legenda tentang para dewa. Ada di antaranya, didasarkan pada kisah-kisah yang akrab dengan nenek moyang mereka, di kampung halaman terdahulu, Asia. Suku-suku tinggal di dusun-dusun yang terpisah. Para penyanyi dan pedagang yang lalu-lalang, membawakan kisah-kisah para dewa dan pahlawan ini, dari dusun ke dusun. Para penyair mencekunya, dan menghiasinya dengan sentuhan glamor yang lebih hidup. Maka segera, sistem kearifan-budaya legendaris, yang kaya dan lewah, dimiliki oleh seluruh rakyat.

Serupa dengan negeri-negeri lain, makhluk yang disebut dewa oleh orang Yunani, semata-mata personifikasi dari kekuatan dan objek alam, serta legenda belaka, tetapi mewakili perputaran semesta dan mekanismenya. Pada gagasan-gagasan primitif ini, diimbuh imajinasi, dan pancaran hangat puisi, menyelubungi keseluruhannya. Maka terbentuklah, agama Yunani yang populer.

Beta ini, Kaerus, personifikasi dari peluang, keberuntungan, dan momen-momen menguntungkan, sama seperti Kairos, sebuah kata Yunani Kuno yang bermakna momen yang tepat, kritis, atau layak. Kairos bersifat kualitatif dan permanen."

Sang Pengelana penasaran, "Lalu, mengapa ente berdiri berjinjit? Katakan, jika penyebabnya bisa ente ungkapkan!"

Sang Patung mengungkapkan, "Beta digambarkan sebagai dewa muda dan indah. Peluang, jelas tak pernah menua, dan, Keindahan, selalu menguntungkan, bersemi pada musimnya sendiri. Beta berjinjit, karena selalu berlari."

"Dan kenapa ente punya sepasang sayap di kaki?" Sang Pengelana pengin tahu lebih banyak, "Beta punya sayap di kaki, sebab terbang bersama sang-bayu. Beta cenderung melambung, jika diabaikan, beta takkan kembali lagi." sang Patung terbuka. "Dan kenapa ente memegang pisau cukur di tangan kanan?" imbuh sang Pengelana. "Beta memegang pisau cukur, atau sisik yang seimbang pada ujung yang tajam—yang menggambarkan momen singkat saat sebuah peristiwa muncul dan menghilang. Sebagai tanda bagi manusia, bahwa beta lebih tajam dibanding ujung tajam apapun." sang Patung menjelaskan.

"Kenapa rambut ente menutupi wajah?" tanya sang Pengelana. "Beta diperlihatkan cuma punya sehelai rambut. Mudah menangkap beta, dengan cara menarik rambut yang cuma sehelai, yang menggantung di wajah beta—merayap di atas alis—saat beta datang."

"Dan kenapa, bagian belakang kepala ente, botak?" selidik sang Pengelana. "Jika terlewatkan, takkan ada yang mampu bisa menangkap beta, sebab bagian belakang kepala beta, botak. Momen aksi hilang dengan rambut beta: peluang yang diabaikan, tak dapat diraih lagi."

"Mengapa artis itu mendandani ente?" sang Pengelana mengusut, "Demi diri ale, wahai orang asing, dan ia mamajangku di beranda, sebagai pelajaran. Sama seperti Hermes yang dianggap sebagai pelindung para maling. Peluang disebut pembuatnya. Beta berpengaruh buruk dalam masalah permalingan, manusia menghabiskan banyak sumber daya dan upaya, menyempurnakan gembok dan kunci, serta kata sandi, dan segala tindakan keamanan, dengan bantuan yang mereka harapkan dapat mengecoh Peluang. Namun, sewaktu mereka mengunci pintu-pintu, mereka mau tak mau membiarkan yang lain terbuka. Dan seperti yang diharapkan, beta melambung terbang secepat biasanya, menghadirkan kejutan kepada semua orang, dan menghasilkan, tak hanya maling, melainkan juga, sepasang-kekasih. Selain itu, beta menghasilkan sejenis manusia, yang dijuluki "oportunis," sebab mereka berkemampuan dengan cepat, merebut apapun keberuntungannya, beta, Kaerus, sang penggoda hebat, muncul, menawarkan kepada mereka.
Di sisi lain, seorang lelaki atau wanita yang suka menghakimi, biasanya mengira bahwa hal-hal seperti "peluang," bukanlah entitas, atau kekuatan, apalagi dewa, melainkan hasil kerajinan manusia. Dan karena sifatnya, dapat diatur atau dikendalikan."

Sang Patung mengabarkan, "Nenek-moyang zaman dahulu, menciptakan rajahan khusus ini, sehingga upaya kita takkan dirusak oleh kemalasan atau keragu-raguan.
Meskipun sering, hal-hal lain terjadi. Dalam sejarah, ada orang-orang shalih yang hidup di masa antara Nabi Adam dan Nuh, alaihimussalam, dan punya pengikut, menjadikannya sebagai teladan. Setelah kematian mereka, teman-teman yang berusaha menyamai mereka, berkata, 'Andai kita membuat patungnya, akan lebih menyenangkan bagi kita, dalam ibadah, dan akan mengingatkan kita pada mereka.' Lalu, mereka membuat patungnya, dan, setelah mereka semua meninggal dan generasi selanjutnya, menggantikan, sesuatu yang jahat mengendap ke dalam benak mereka, yang mengatakan, 'Nenek moyangmu, dulu menyembahnya, dan melalui pemujaan itu, mereka beroleh hujan.' Merekapun menyembahnya! Dengan cara ini, wahai orang asing, keberhati-hatian dan penilain yang cermat, sangat diperlukan, saat ale berurusan dengan patung-patung."
[Bagian 2]