Jumat, 22 Oktober 2021

Great Cry and Little Wool

"Muson telah bertandang dan awan gelap, terkadang, menghalangi pandanganku," Rembulan mengabarkan setelah memulai dengan basmalah dan menyapa dengan salam. "Beberapa hari yang lalu," Rembulan menuturkan, "Aku melongok ke sebuah Negeri, yang disebut Bumi Parwatam. Di sana, memerintah seorang raja, bernama Prabu Kanchil. Tampaknya, di ujana Istana sang Raja, akan ada pertemuan dengan Kasim-kasimnya, para Gagak. Kabarnya, salah satu Kasim Raja, akan menyampaikan pidato. Seluruh satwa diundang, dari Wazir segala urusan hingga margasatwa jelata. Tetamu menantikan pidato sang Kasim, lantaran, konon, ia, wakil dari para margasatwa muda. Dalam benak mereka, tentulah pidatonya akan berisi sebuah konsep perubahan, yang berdasarkan data terkini. Waah, pastilah, dahsyat!

Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, sang Kasim beranjak ke atas panggung dan menyampaikan pidatonya. Sayang, harapan tinggal asa, muatan pidatonya cuma menyanjung sang Raja dan mencemooh lawan politiknya. Selagi sang Kasim sedang menyampaikan pidatonya, mendadak, awan hitam menutupi penglihatanku.

Lama menunggu sang Gegana berlalu, acara telah usai ketika aku dapat memandang lagi. Yang kusaksikan, hanyalah beberapa margasatwa yang lalu-lalang. Kemudian, aku mengalihkan pandanganku ke sebuah kedai kopi. Didalamnya, aku dapat melihat beberapa satwa yang sedang berbincang-bincang sembari minum secangkir kopi atau coklat, guna menghangatkan diri. Mereka sedang membicarakan pidato sang Kasim. Salah satu satwa bertanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang pidato tadi?' Satwa lain menjawab, 'Maukah engkau mendengarkan sebuah cerita?' Sang penanya menjawab, 'Tentu, sampaikanlah!'
'Suatu hari, para penduduk melihat sang Jabal akan melahirkan; asap keluar dari puncaknya, bumi bergetar di kakinya, pohon-pohon bertumbangan, dan bebatuan besar berjatuhan. Mereka yakin, sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Semuanya berkumpul, demi melihat betapa mencekamnya hal ini. Mereka menunggu ... dan menunggu ... namun tiada yang muncul. Tiba-tiba, masih ada gempa bumi susulan, yang lebih akbar, dan celah besar muncul di sisi sang Jabal. Para penduduk bersimpuh dan menanti. Akhirnya, seekor tikus kecil menjulurkan kepala dan bulu-bulu halusnya, keluar dari celah dan berlari ke arah mereka. Akhirnya, sang tikus kecil, mati, diinjak-injak para penduduk.'
''Great cry and little wool,' peribahasa Inggris,' sang satwa menjelaskan. 'Maknanya, dengan proporsi yang tepat, terkandung dalam cerita ini. Dengannya terungkap, banyak orang, sering menjanjikan sesuatu yang berlebihan, namun hasilnya, hampir tak ada apa-apanya. Segala prediksi, yang berupaya keras dengan memakai beragam karangan agar membangunkan harapan umat manusia, dan kemudian, dengan daya-kerja kroco, sungguh mengecewakan, dan akan hilang di dalam ingatan, karena telah terhapus, tercambuk oleh cerita ini.

Bukankah akan mengejutkan, bila ada orang yang tak di favoritkan, yang tak pernah menjanjikan apa-apa, tiba-tiba menempati pucuk pimpinan sebuah negeri, membhaktikan diri dengan Keadilan dan Integritas, tanpa membekap dan menggelapkan harta rakyat, demi tujuan pribadi dan kejahatannya? Namun, sebaliknya, alangkah melankolisnya, betapa mengerikannya, atau lebih tepatnya, sungguh menjengkelkan dan mengusik pemandangan, melihat seseorang yang memanifestokan kebebasan dan kemaslahatan orang banyak, menambah harapan orang-orang padanya, segera saat ia berkuasa, mengerahkan seluruh cara dan kelicikannya, menghancurkan dan memperbudak negaranya? Para pengumbar janji, mengiming-imingi semua orang dengan memperlihatkan kebajikan, dan menyanjung diri-sendiri, mengubah segala sesuatu, yang dengannya, bertentangan dengan kesejahteraan rakyat, mengirap dalam kabut-gelap, dan tersesat dalam prospek yang kelam, suram, serta tak nyaman.'

Yang lain menanggapi, 'Beragam janji, yang diumbar dengan segala pesona yang mengesankan, memberi banyak nazar yang muluk, dan gembar-gembor, demi meningkatkan harapan para insan, lalu, dengan penampilan buruknya, mengecewakan, dan tak dapat diterima, tercambuk oleh cerita ini. Kita semestinya belajar, bahwa kita seharusnya, mencurigai mereka, yang mengumbar janji-janji, dan mewaspadainya dengan mencermati latarbelakang apa yang akan mereka lakukan, dan apakah kepura-puraan mereka, tak dimaksudkan menjadikan kita, sebagai alat, atau tipu daya mereka.'

Yang lain menambahkan, 'Ini juga mengajarkan kita, agar tak bergantung secara implisit pada deklarasi terus-menerus atas nama kebebasan dan kepentingan publik, yang digunakan oleh para politisi culas, sebagai batu loncatan menuju kekuasaan; yang mengangkat setinggi-tingginya harapan masyarakat, dan memperoleh keinginan mereka dengan antusiasme publik, kemudian memermak semuanya, dan dengan curang, menggelapkan harta rakyat demi kepentingan pribadi mereka sendiri, atau demi merusak dan memperbudak negeri mereka sendiri; atau paling-paling cuma meniru perilaku buruk orang-orang yang mereka jiplak dengan hiruk-pikuknya.'

Yang lain menimpali, 'Cerita ini mengisyaratkan, bahwa perkara yang tak pasti dari segala usaha manusia, hendaknya mendorong kita, agar tak menyombongkan diri, dan menjaga agar tak menjanjikan sesuatu yang terlalu besar, karena khawatir akan mempersembahkan hasil yang sangat sedikit. Jika kita beranjak dengan kerendahan-hati, dan melakukan lebih dari yang seharusnya kita lakukan, kita akan menemukan popularitas kita, tumbuh pada diri kita, dan setiap penambahan tak terduga yang kita rencanakan, akan menjadikan kita lebih dan lebih, dalam pandangan dunia yang baik; tetapi jika sebaliknya, kita mengembar-gemborkan rancangan kita, dan keunggulan kecakapan diri-sendiri, akan sering terjadi, bahwa alih-alih membesarkan reputasi kita, melainkan hanya akan meniup terompet yang mempermalukan kita.'

Sang penanya menyimpulkan, 'Jadi, sang Kasim, sungguh telah dikebiri!' Yang lain menjawab, 'Atau, mengebiri dirinya sendiri!'

Semuanya tertawa dan berdendang,
Nyok, kite nonton ondel-ondel, nyook
[Ayo, kita nonton ondel-ondel]
Nyok, kite ngarak ondel-ondel, nyook
[Ayo, kita mengarak ondel-ondel]
Ondel-ondel ade anaknye, booy
[Ondel-ondel, ada anaknya]
Anaknye ngigel ter-iteran, sooy
[Anaknya bergoyang berputar-putar] 
Mak, bapak ondel-ondel ngibing, serrr
[Ibu, Bapak ondel-ondel berjoget]
Ngarak penganten disunatin, serrr
[Mengarak pengantin sunatan]
Goyangnye asik endut-endutan, duut
[Goyangannya asyik, tertahan-tahan]
Nyang ngibing igel-igelan, geel
[Yang berjoget, berjoget sambil memilin tangannya]

Plak gumbang gumplak plak plak
[Suara gendang]
Gendang nyaring ditepak
[Gendangnya nyaring ditepuk]
Nyang ngiringin nandak
[Yang mengiringi bertandak]
Pade surak-surak
[Semuanya bersorak]

Tangan iseng ngejailin
[Tangan iseng, menjaili]
K'pale anak ondel-ondel
[Kepala anak ondel-ondel]
Taroin puntungan
[Letakkan puntungan-rokok]
Rambut kebakaran
[Rambutnya terbakar]

Anak ondel-ondel jejingkrakan, kraak
[Anak ondel-ondel berjingkrak-jingkrak]
Kepalenye nyale bekobaran, buul
[Kepalanya menyala, berkobar]
Nyang ngarak pade kebingungan, nguung
[Yang mengaraknya, semua kebingungan]
Disiramin aer comberan, byuurr
[Disirami air pelimbahan]
Rembulan pamit undur-diri, seraya berkata, "Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons