Selasa, 26 Oktober 2021

Yang Dua Pergi, Yang Satu Tinggal (1)

"Kala senja," sapa Rembulan usai mengucapkan salam. "Aku memperhatikan dua penguin, di atas karang, sedang bercakap-cakap. Saat aku mendengarkan, salah satu dari mereka berkata, 'Saudaraku, tahukah engkau bahwa Rasulullah (ﷺ), pernah bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
'Tiga hal mengikuti orang yang sudah meninggal. Yang dua pulang, dan yang satu, tinggal. Keluarganya, hartanya, dan amalannya mengiringinya. Keluarga dan hartanya pulang kembali, tetapi amalan-amalannya, tinggal." [Muttafaqun Alaihi berdasarkan Al-Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat lain, Nabi kita tercinta (ﷺ) bersabda, 'Tiada seorang pun kecuali bahwa ia memiliki tiga pendamping. Pendamping pertama berkata, 'Apapun yang engkau belanjakan itu, untukmu, dan apapun yang engkau sembunyikan, bukan untukmu', dan itulah, harta. Yang kedua berkata, 'Aku bersamamu, namun saat engkau datang ke gerbang Sang Raja (Allah), aku akan pulang dan meninggalkanmu', dan itulah keluarga dan kebangsawanan. Yang ketiga berkata, 'Aku bersamamu kemanapun engkau masuki, dan kemanapun engkau pergi', dan itulah amalan-amalan. Orang itu akan berkata, 'Engkaulah yang paling tak kuanggap dari ketiganya.' [HR Al-Hakim dalam al-Mustadrak-nya. Al-Hakim menyatakannya Sahih dan adz-Dzahabi sepakat dengannya]

Penguin kedua, meminta, 'Sampaikanlah lebih banyak lagi!' Penguin pertama melanjutkan, 'Penjelasan tentang ini, bahwa, atas Bani Adam, punya keluarga yang hidup bersamanya, dan harta yang mendukungnya, maka kedua pendamping ini akan meninggalkannya, dan ia akan meninggalkan mereka. Orang yang berakal itu, orang yang cukup mengambil dari hal-hal ini, guna membantunya mengingat Allah, dan apa yang bermanfaat baginya di Akhirat. Jadi, seseorang mengambil dari hartanya, apa yang membantunya dalam mencapai kehidupan berikutnya, dan menjadikan seorang istri yang shalihah untuk membantunya dalam imannya.
Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarganya, menjauhkan dirinya dari Allah, maka ia akan merugi.

Al-Hakim dalam al-Mustadrak mencatat sebuah hadits, 'Duhai anak Adam, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati. Cintailah siapa yang engkau inginkan, lantaran engkau akan meninggalkannya. Lakukan apa yang engkau inginkan, sebab engkau akan bertemu dengan perbuatan-perbuatanmu. Dan jadilah sesukamu. Dan seperti apa yang engkau lakukan, engkau akan diberi balasan.' [Sahih menurut Al-Hakim dan adz-Dzahabi]
Begitu Bani Adam meninggal dan pergi dari dunia ini, ia takkan mendapat manfaat dari keluarga dan hartanya sama sekali, kecuali doa keluarganya dan mereka yang memohon ampunan baginya; serta harta yang telah ia keluarkan di jalan Allah (dalam bentuk sedekah).
Namun jika ia meninggalkan seorang anggota keluarga yang mendoakannya, atau beberapa sedekah yang telah ia tunaikan, maka ia akan mendapat manfaat darinya. Kekasih kita (ﷺ) bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
'Jika manusia meninggal dunia, terputus amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.' [Sahih Muslim]
Keluarga seseorang, takkan memberi manfaat bagi almarhum setelah kematiannya, kecuali anggota keluarga yang memohon pengampunan bagi almarhum dan berdoa untuknya, tetapi mereka mungkin, dalam kenyatannya, tak melakukannya. Karena terkadang, seseorang yang tak terkait dengan orang yang meninggal, mungkin lebih bermanfaat baginya ketimbang keluarganya sendiri, seperti yang dikatakan orang-orang shalih, 'Dan siapakah sahabat orang yang shalih? Selagi keluargamu sibuk membagi warisanmu, ia duduk sendirian dalam kesedihan, berdoa untukmu saat engkau berada di dalam tanah.'
Sebaliknya, ada keluarga yang menjadi musuh bagi orang yang meninggal, dan beberapa dari mereka mengalihkan perhatiannya dari orang yang meninggal, sibuk mengambil warisan seseorang, sebagaimana yang diungkapkan dalam beberapa baris puisi ini,
Kerabatku melintasi makamku, seolah mereka tak mengenalku!
Dan mereka yang menerima warisanku, membagi hartaku,
Dan mereka bahkan mengingkari hutang-hutangku
Mereka mengambil bagian mereka dan melanjutkan hidup,
Ya Allah, betapa cepatnya mereka melupakanku!
Adapun pendamping kedua dari orang yang meninggal, itulah hartanya. Ia pulang duluan, dan tak masuk kubur. Harta takkan menemani seseorang di dalam kubur, atau masuk bersamanya. Maka, seseorang takkan beroleh manfaat sama sekali dari hartanya, kecuali yang ia keluarkan untuk tujuan yang baik, sebab ia akan menemukannya nanti, dan hartanya akan termasuk di antara amalan yang akan menemaninya di alam kubur. Adapun harta yang ditinggalkan seseorang bagi ahli warisnya, maka pada kenyataannya, harta tersebut tak menjadi miliknya, dan ia hanya sementara memegang harta itu untuk ahli warisnya.

Kekasih kita (ﷺ) bersabda,
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي - قَالَ - وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
'Anak Adam mengklaim, 'Hartaku, kekayaanku.' Dan beliau (ﷺ) bersabda, 'Duhai anak Adam, adakah sesuatu yang menjadi milikmu kecuali apa yang engkau makan, yang engkau gunakan, atau yang engkau kenakan kemudian usang atau engkau sedekahkan dan tunaikan?' [Sahih Muslim]
Jadi, tidaklah seseorang mengambil manfaat dari hartanya, kecuali dari apa yang ia usahakan bagi dirinya sendiri, dan menafkahkannya di jalan Allah. Adapun apa yang ia makan dan kenakan, itu bukan untuknya dan tak melawannya, kecuali ia punya niat yang benar. Dikatakan juga bahwa ia beroleh imbalan atas apa yang ia belanjakan atas makanan dan pakaian dalam segala perkara.
Adapun orang yang menafkahkan uangnya demi dosa, maka hal itu akan menentangnya dan tak bermanfaat baginya. Demikian juga dengan apa yang ia pelihara dan tak memberikan hak Allah tentangnya. Bagi orang ini, perbuatan itu akan datang dalam bentuk ular berbisa yang menakutkan. Ia akan mengejarnya bila ia menghindar darinya, hingga mematuknya. Ia akan berkata, 'Akulah hartamu, akulah hartamu!' Ia akan mengulurkan tangannya dan sang ular akan menggigitnya seperti gigitan kuda.
Jika harta itu emas atau perak, ia akan dibuat menjadi pinggan, kemudian dipanaskan, dan akan di stempelkan padanya, di alis, di dahi, dan di pinggangnya.

Sebuah puisi mengungkapkan,
Janganlah menimbun kecuali taqwa,
karena harta tak dapat ditimbun,
Taatilah perintah Rabb kita,
berada di jalan yang lurus,
dan perhatikan serta pertimbangkan
Maka, barangsiapa yang menyadari hal ini, hendaklah ia mengutamakan hartanya dengan apa yang ia cintai. Karena jika ia menunaikannya, akan menjadi miliknya dan ia akan mendapat manfaat darinya di kehidupan berikutnya.
Jika ia meninggalkan hartanya, akan menjadi milik orang lain, bukan untuknya. Seseorang bisa jadi pelit dalam menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka ia akan melihat harta itu, pada Hari Kiamat, dalam timbangan orang lain yang menafkahkannya sebagai sedekah. Pada saat itu, ia akan bersedih dan sangat menyesal, lantaran harta yang sama, yang memasukkan pewarisnya ke surga, namun sebagai penyebab ia masuk Neraka!
Orang yang berakal itu, orang yang menunaikan harta yang dicintainya, sehingga ia akan menemukannya di kehidupan selanjutnya. Bagi orang yang mencintai sesuatu, menyimpannya dekat dengan dirinya sendiri, dan tak meninggalkannya kepada orang lain sehingga ia akan menyesal ketika penyesalan itu tak bermanfaat baginya.

Salah seorang raja berkata kepada seorang sufi yang mashur, Abu Hazim, 'Mengapa kami tak menyukai kematian?' Ia menjawab, 'Karena engkau memuja kehidupan duniawi ini. Engkau telah menempatkan hartamu, di depan matamu, sehingga engkau tak mau berpisah dengannya. Jika engkau menunaikannya bagi kehidupan berikutnya, engkau akan gembira menemuinya!'

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
'Kamu takkan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh, Allah Maha Mengetahui.' [QS. Ali 'Imran (3):92]
Sebuah puisi mengungkapkan,
Engkau yang telah mengumpulkan harta,
Sudahkah engkau mengumpulkan hari guna membelanjakankannya?
Harta hanya dititipkan kepadamu bagi pewarisnya,
Harta hanyalah milikmu setelah engkau membelanjakannya di jalan Allah

Maka. barang siapa yang menafkahkan hari ini, maka ia akan mendapat manfaat darinya esok hari, dan barangsiapa yang tak menafkahkannya, takkan memperoleh apa-apa, dan ia akan mengalami kerugian yang besar di rumah tempat tinggalnya di Akhirat.

Seorang wanita, tangannya lumpuh, masuk menemui Ummul Mukminin dan istri tercinta Rasulullah (ﷺ), 'A'isyah, radiyallahu 'anha, dan ia berkata, "Duhai Ummul Mukminin, aku pergi tidur kemarin dan tanganku sehat, dan aku terbangun kemudian lumpuh. Aisyah berkata, 'Bagaimana bisa?' Ia berkata, ' Orangtuaku kaya, dan Ayahku selalu membayar zakat, menjamu tamu, dan memberi kepada pengemis, dan ia tak melihat kebaikan kecuali dengan melakukannya. Adapun ibuku, ia pelit, dan tak berbuat baik dengan harta Ayahku. Kemudian Ayah meninggal, dan ibu meninggal hanya dua bulan setelahnya. Lalu, aku melihat Ayah dalam mimpi malam tadi, dan ia mengenakan dua pakaian kuning dan di depannya ada sungai yang mengalir. Aku berkata, 'Ayah, apa ini?' Ia berkata, 'Siapapun yang beramal-shalih dalam hidup ini, akan melihatnya, inilah apa yang telah Allah berikan padaku.'
Aku berkata, 'Apa yang terjadi dengan ibu?' Ia bertanya, 'Ibumu meninggal?' Aku bilang, 'Iya.'
Ayah berkata, 'Ia telah berpaling dariku, maka carilah ia.' Maka aku menoleh ke kiri, dan aku melihat ibu berdiri telanjang, menutupi bagian bawahnya dengan kain dan di tangannya ada sepotong lemak. Ia berseru, 'Kesedihanku, kehausanku!' Saat ia lelah, ia menggosok lemak dengan tangannya dan kemudian menjilatnya, sedangkan di depannya ada sungai yang mengalir. Aku berkata, 'Duhai ibu, mengapa engkau menangis karena kehausan, dan ada sungai yang mengalir di depanmu?' Ia berkata, 'Aku tak boleh meminumnya.' Aku berkata, 'Bolehkah aku memberimu sedikit air?" Ia berkata, "Aku berharap engkau melakukannya." Lantas, aku mengisi tanganku dengan air dan memberinya minum, dan ketika ia menelannya, aku mendengar suara di sebelah kananku, 'Barangsiapa yang telah memberikan wanita ini air, semoga tangannya lumpuh,' dan mereka mengulanginya dua kali. Kemudian aku terbangun dan tanganku lumpuh, dan aku tak dapat berbuat apa-apa dengannya.' Aisyah bertanya, 'Kenalkah engkau pada kain yang ia kenakan?' Aku menjawab, 'Ya, wahai Ummul Mukminin, persis seperti yang kulihat ia pakai, karena aku belum pernah melihat ibuku bersedekah, kecuali suatu hari, Ayahku menyembelih seekor banteng. Kemudian, seorang pengemis datang meminta sedikit, lantas ibu memberinya tulang yang ada sedikit lemak di atasnya. Dan suatu hari, aku melihat seorang pengemis memintanya bersedekah, maka ia memberinya kain perca yang persis seperti itu.’
'A'isyah, radiyallahu 'anha, berkata, 'Allahu Akbar! Allah telah mengatakan yang sebenarnya, dan Rasul (ﷺ) telah menyampaikan pesannya.
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
'Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.' [QS. Az-Zalzalah (99):7-8]
[Diriwayatkan oleh Hafiz Abu Musa al-Madini dengan isnad yang Hasan]

Barangsiapa yang melakukan perjalanan tanpa bekal, ia akan menyesal saat ia membutuhkan bekalnya, namun penyesalan itu, tak sedikit pun bermanfaat baginya, bahkan mungkin ia binasa. Lalu bagaimana dengan orang yang menempuh perjalanan panjang dan sulit menuju Akhirat tanpa bekal apapun?
Sebuah puisi mengungkapkan,
Penyakit di tubuhku bertambah,
dan hidup semakin pendek dan dosaku banyak.
Berapa lama perjalananku,
dan aku tak punya perbekalan!
[Bagian 2]