Kutipan & Rujukan:Angin berdesir dingin, semak dan pepohonan, ladang dan padang-lalang, semua memberitakan, musim hujan telah tiba. Rembulan tampak muram, ia mengungkapkan, "Duhai Pungguk! Sesungguhnya, para Ulama, memiliki mereka yang ada di langit dan di bumi, memohon ampunan baginya, bahkan ikan di kedalaman laut." Pungguk berkata, "Mohon jelaskan padaku!" Rembulan menguraikan, “Bagi orang-orang yang beriman pada umumnya, Allah telah berfirman dalam kitab-Nya tentang para malaikat di langit yang memohon ampunan bagi mereka. Allah berfirman,اَلَّذِيْنَ يَحْمِلُوْنَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهٗ يُسَبِّحُوْنَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُوْنَ بِهٖ وَيَسْتَغْفِرُوْنَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۚ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيْمِ'(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya, bertasbih dengan memuji Rabbnya, dan mereka beriman kepada-Nya, serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), “Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu, meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu, dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala.' [QS. Gafir (40):7]Adapun bagi para Ulama, Abu Umamah meriwayatkan bahwa Kekasih kita (ﷺ) bersabda,فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ'Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah itu, seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya, Allah, para malaikat, para penduduk langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya, dan para ikan, mendoakan pengajar kebaikan pada manusia.'Fudail bin ‘Iyad berkata, 'Seorang ulama yang bekerja mengajar, memiliki status yang tinggi di alam surga.' [Jami` at-Tirmidzi; Sahih menurut At-Tirmidzi]Abu Darda meriwayatkan bahwa Nabi kita tercinta (ﷺ) bersabda,الْعُلَمَاءُ خُلَفَاءُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ'Para ulama itu, penerus para nabi. Sesungguhnya, para nabi tak mewariskan koin emas dan perak, melainkan mereka hanya menjangkitkan ilmu.' [Musnad al-Bazzar; Shalih (baik) menurut Al-Bazzar]Allah dan para malaikat-Nya, mengirimkan berkah kepada orang-orang yang mengingat-Nya, dan ilmu itu, sebaik-baik dzikir. Allah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ وَّسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا هُوَ الَّذِيْ يُصَلِّيْ عَلَيْكُمْ وَمَلٰۤىِٕكَتُهٗ لِيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا'Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkanmu, dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.' [QS. Al-Ahzab (33):41-43]Barangsiapa yang mentaati Allah dan mencintai orang-orang yang mentaati-Nya, maka Allah mencintainya, mensucikannya, memuji-Nya, memerintahkan hamba-hamba-Nya di langit, bumi, dan seluruh makhluk, agar mencintainya dan berdoa untuknya. Inilah permohonan berkah baginya, dan cinta untuknya, ditempatkan dalam qalbu para hamba yang beriman.Mengapa makhluk bumi memohon ampunan kepada para ulama? Karena para ulama memerintahkan manusia, menunjukkan kebaikan kepada segenap makhluk, dan kebaikan kepada satwa yang boleh disembelih atau dibunuh, sehingga manfaatnya bahkan mencapai para marga-satwa, dan lantaran inilah, mereka memohon ampunan baginya.Di saat ilmu muncul di bumi dan di amalkan sebagaimana mestinya, berkah mulai mengalir dan segala jenis rezeki, turun dari langit, sehingga penghuni bumi bisa hidup, termasuk semut dan satwa lainnya, dengan berkahnya. Penduduk langit bergembira atas amal-shalih yang terangkat kepada mereka, dan mereka memohon ampunan bagi orang yang telah menunaikannya.Kebalikannya, manakala seseorang menyembunyikan ilmu dari orang-orang yang diperintahkan Allah agar mengetahuinya. Allah melaknat orang-orang yang menyembunyikan ilmu, demikian pula para malaikat dan penghuni langit dan bumi. Orang yang berusaha memadamkan cahaya Allah di muka bumi, yang mengakibatkan dosa-dosa, penindasan, permusuhan dan pelanggaran, muncul di dalam masyarakat. Sesungguhnya, menyembunyikan ilmu yang bermanfaat itu, penyebab kebodohan dan memunculkan dosa. Menghentikan hujan yang turun, mendatangkan malapetaka dan bahkan menimpa makhluk-makhluk, yang pada akhirnya dibinasakan, karena dosa-dosa anak Adam. Oleh karena itu, makhluk-makhluk mengutuk mereka yang bertanggung jawab atas kerusakan ini, dan kemudaratannya.'Ali, radhiyallahu anhu, berkata kepada Kumail bin Ziyad, radhiyallahu anhu, 'Cinta para ulama itu, bagian tak terpisahkan dari agama.' Dalam kata-bijak masyhur, kita belajar, 'Jadilah seorang Ulama, belajar padanya, mendengarkannya, atau yang mencintainya. Namun janganlah jadi tipe kelima, jika tidak, engkau akan binasa.' Ibnu Abi Khaitsama meriwayatkan bahwa 'Umar bin Abdul Aziz, mengomentari perkataan ini, 'Subhanallah! Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka.'Ini bermakna, sesiapa yang tak termasuk dalam empat kategori terpuji tersebut, masuk ke dalam kategori kelima, yang binasa. Artinya siapapun yang bukan: seorang Ulama; yang belajar; yang mendengarkan atau yang mencintainya, maka ia binasa. Sesungguhnya orang-orang yang membenci orang-orang yang berilmu, menginginkannya hancur, dan cahaya Allah padam di muka bumi. Akibatnya, kerusakan dan dosa mereka, merajalela.Rasulullah (ﷺ) bersabda,مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ'Barangsiapa menempuh suatu jalan demi mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya, jalan menuju surga. Sesungguhnya, para malaikat menangkupkan sayapnya bagi para pencari ilmu. Penghuni langit dan bumi, bahkan ikan di kedalaman air, memohon ampunan kepada para Ulama. Keutamaan seorang alim atas ahli ibadah itu, laksana keutamaan bulan di atas seluruh planet. Para Ulama itu, pewaris para Nabi. Mereka tak meninggalkan Dinar atau Dirham, melainkan mereka meninggalkan ilmu. Siapapun yang mengambilnya, telah diberi bagian yang berlimpah.' [Sunan Abi Dawud; Shahih menurut Muhammad bin Ismail]Ulama itu, laksana Bulan Purnama. Bulan Purnama melambangkan Ulama, selagi bulan, pada puncaknya, keindahan dan kemegahannya, bersinar dengan cahaya yang gemilang. Perumpamaan seorang Ahli Ibadah itu, laksana planet-planet. Perbedaan antara keutamaan Ulama dan Ahli Ibadah, bagai Bulan Purnama di atas planet-planet. Rahasianya—wallahu a'lam—cahaya sebuah planet cukup menjangkau dirinya saja. Sedangkan cahaya bulan purnama, menyinari seluruh penghuni bumi, menyelubungi mereka, sehingga mereka dapat menggunakan cahayanya, dan dituntun menemukan jalannya. Sebaliknya Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Di atas seluruh planet.” Dan beliau (ﷺ) tak mengatakan atas semua bintang, karena planet-planet tak digunakan sebagai petunjuk, maka mereka sama derajatnya dengan Ahli Ibadah yang manfaatnya hanya terbatas pada dirinya saja, adapun bintang-bintang, digunakan sebagai petunjuk. Allah berfirman,وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ النُّجُوْمَ لِتَهْتَدُوْا بِهَا فِيْ ظُلُمٰتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ'Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Kami telah menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.' [QS. Al-An'am (6):97]Bulan menerima cahayanya dari matahari, dengan cara yang sama, para Ulama telah mengambil cahaya mereka dari cahaya Risalah Ilahi. Para Nabi itu, cahaya terang yang bersinar dan bulan yang menyinari bumi. Para ulama, pewaris dan penerusnya, diibaratkan Bulan saat berada dalam kecerahan dan pancarannya yang sempurna.Di antara ciptaan, Manusia dan Jin, ada yang membenci orang-orang Mukmin dan Ulama. Hal ini karena kemaksiatan mereka kepada Allah, yang bermakna mereka menempatkan hawa nafsu, di atas kecintaan kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, sehingga mereka membenci ketaatan kepada Allah dan umat-Nya. Mereka benci siapa saja yang mencintai Allah, menaati-Nya dan mencintai umat-Nya, terutama orang-orang yang menyerukan taat kepada-Nya, dan mengajak manusia dengan seruan yang sama.Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhuma, meriwayatkan bahwa ia ditanya, 'Pernahkah Langit dan Bumi menangisi seseorang?' Ia berkata, 'Ya, bagi setiap manusia, ada dua pintu. Yang pertama, yang naik amalnya, dan yang kedua, yang darinya rezekinya turun, maka keduanya menangisi kematiannya, karena keduanya tertutup saat kematiannya. Demikian pula, Bumi dimana ia menunaikan Shalat dan Dzikir—juga menangis, dan terhadap kaum Fir'aun, tak ada tanda-tanda kebaikan di muka Bumi, dan juga tak ada amal-shalih mereka yang bisa mengarah ke langit. Demikianlah, saat datangnya kematian, Langit maupun Bumi, tak menangis. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah,فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاۤءُ وَالْاَرْضُۗ ࣖ‘Maka Langit dan Bumi tak menangisi mereka ....’ [QS. Ad-Dukhan (44):29]Ketika seorang mukmin meninggal, kehilangan dirasakan pula oleh ciptaan di luar lingkaran keluarga dekat dan teman. Dunia kehilangan seorang penyembah Allah, dan kehampaan yang terjadi, membuat Semesta bersedih. Ayat tersebut, bagian dimana Allah berfirman tentang orang-orang yang murtad, dan fakta bahwa mereka meninggalkan segala pencapaian duniawi, saat beranjak ke dunia berikutnya. Allah berfirman dalam ayat tersebut, bahwa Langit dan Bumi, tak menangisi mereka. Maknanya, ada kalanya, Langit dan Bumi menangisi mereka yang meninggal. Mereka tak menangisi semua orang, melainkan mereka meratapi kematian seorang mukmin yang dicintai Allah.Membunuh seorang Ulama, ibarat membunuh penerus seorang Nabi. Ketika al-Hajjaj—gubernur provinsi Irak pada masa pemerintahan khalifah Umayyah al-Walid I—membunuh Sa'id bin Jubair, masyarakat membutuhkan ilmunya. Tapi al-Hajjaj menghalanginya memberi manfaat bagi masyarakat. Maka, al-Hajjaj diperlihatkan dalam mimpinya, bahwa ia dibunuh oleh setiap orang yang ia bunuh, dan oleh pembunuhan Said bin Jubair saja, al-Hajjaj terbunuh tujuh puluh kali.Yang paling berat hukumannya, orang yang membunuh seorang Nabi, karena, ia berusaha membuat kerusakan di muka bumi. Barangsiapa membunuh seorang Ulama, maka ia telah membunuh seorang penerus Nabi. Ia bagaikan orang yang berusaha membuat kerusakan di bumi, lantaran itu, Allah menempatkan pembunuhan para Nabi dan Ulama yang mengajak pada kebaikan, bersama-sama, sebagaimana Allah berfirman,اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِحَقٍّۖ وَّيَقْتُلُوْنَ الَّذِيْنَ يَأْمُرُوْنَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِۙ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ'Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar) dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, sampaikanlah kepada mereka khabar gembira, yaitu azab yang pedih.' [QS. Ali 'Imran (3):21]Barangsiapa yang membunuh seorang Nabi atau Imam Keadilan, maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh umat manusia, dan barangsiapa yang menguatkan seorang Nabi atau Imam Keadilan, maka seakan ia telah menyelamatkan seluruh umat manusia.Orang yang tak menghargai dan menghormati para Ulama, laksana orang yang tak menghargai suatu barang berharga, yang sangat dibutuhkannya, melebihi segala macam materi duniawi. Hal-hal berharga, tak memiliki nilai, bagi mereka yang tak bisa menghargainya. Buatlah catatan mental pada sketsa berikut,Seekor ayam jantan muda yang gagah, bersama keluarganya, mencari sesuatu sebagai pelipur-lara, kadarullah, menggaruk sebuah Permata. Ia tahu, barang tersebut sangat bagus, karena berkilau dengan pendar yang sangat terang; namun tak tahu apa yang harus dilakukan dengannya, ia mengepakkan sayapnya, menggelengkan kepalanya, dan menyeringai, memaklumatkan, 'Sungguh, engkau ini, sesuatu yang sangat bagus; namun aku tak tahu untuk urusan apa engkau berada di sini. Aku takkan ragu menyatakan, bahwa seleraku bukan dengan cara seperti ini; dan aku lebih menyukai sebutir jelai yang enak dan sedap, ketimbang segala Permata yang sangat besar.'"Lalu Rembulan menggarisbawahi, "Segala sesuatu, punya nilai tertingginya, di saat kita menyadari bahwa tanpanya, kita tak dapat berbuat apa-apa. Para insan yang menimbang dengan baik keinginan nyata mereka, dan mengejarnya sesuai kemampuan, akan selalu lebih memilih hal-hal yang sangat dibutuhkan, dibanding hiasan yang tak perlu atau yang berlebih-lebihan, dan takkan dengan mudah, membiarkan diri mereka, terjerat oleh daya-pikat kegemerlapan dan pertunjukan yang mencolok, yang tak memiliki nilai lain selain kesombongan, kebanggaan, atau kemewahan yang tertanam didalamnya; melainkan menimbang-nimbang dengan baik, menilai segala sesuatu, dalam nilai intrinsiknya. Wallahu a'lam."
- Al-Hafiz Abul-Faraj Ibn Rajab al-Hanbali, Explanation to the Hadith of Abu Darda’ : The Inheritors of the Prophets, Dar as-Sunnah
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons