Selasa, 16 November 2021

Kunci Pintu Kelegaan (2)

Sang kusir menyitir, 'Dan juga, Rasulullah (ﷺ) bersabda, '... dan bersama kesempitan ada kelapangan.' Pernyataan ini dinukil dari firman-Nya,
سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا
'... Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.' [QS. At-Talaq (65):7]
Anas bin Malik berkata, 'Rasulullah (ﷺ) sedang duduk di depan sebuah lubang di tanah dan bersabda, 'Jika kesulitan memasuki relung ini, kemudahan akan mengikuti, dan menghapusnya.' Kemudian Allah mewahyukan,
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
'Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya, beserta kesulitan itu ada kemudahan.' [QS. Asy-Syarh (94):5-6]
Ayat-ayat ini diperjelas saat Abu 'Ubaidah dikepung, 'Umar bin al-Khattab menyuratinya, menyampaikan, 'Apapun kesulitan yang dihadapi seseorang, Allah kemudian akan mengirimkan bantuan, sebab satu kesulitan, tak dapat mengalahkan dua kemudahan, dan Dia berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
'Duhai engkau yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu), serta bertakwalah kepada Allah, agar kamu beruntung.' [QS. Ali-'Imran (3):200]
Banyak syair yang tercipta dalam nada ini; salah satunya bertutur,
Sabar itu, kunci pintu kelegaan.
Kemudahan mengikuti setiap kesulitan
Waktu tak berjeda
Sebuah peristiwa, mengikuti yang lain.

Lalu, sang penumpang hendak menegaskan, 'Jadi, Sabarkah itu, sebagai Kunci Pintu Kelegaan?' Sang kusir menjawab, 'Ya, benar! Rasulullah (ﷺ) bersabda, '... dan Kemenangan itu, beriring Kesabaran.' Salah seorang Salaf berkata, 'Kita semua tak menyukai kematian dan rasa sakit dikarenakan cedera, namun kita mencapai derajat yang berbeda, melalui Sabar.' Semua ini, berkaitan dengan perjuangan, tak hanya musuh dari luar, melainkan hal yang sama berlaku terhadap memerangi musuh dari dalam : melawan keegoan-diri dan hawa-nafsu. Sesungguhnya, memeranginya, salah satu bentuk Jihad terbesar. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ
'Al-Mujahid itu, orang yang berjuang melawan dirinya sendiri.' [Jami' at-Tirmidzi; Tirmidzi menyatakannya Hasan Shahih dan disepakati Shahih oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Albani, dan Al-Arna'ut]
Jihad ini pula, membutuhkan Sabar, siapapun, yang dengan gigih berjuang melawan dirinya sendiri, hasratnya, dan setannya, akan menggapai kemenangan. Barangsiapa, di sisi lain, putus-asa dan melepaskan Sabar, akan dikuasai, takluk, dan tertawan. Ia akan diperhamba dan diperalat, disekap oleh setan dan hasratnya. Disebutkan,
Bila seseorang tak menguasai hasratnya
Mereka akan menjadikan yang berbudi-mulia, tercela

Ketahuilah bahwa egomu itu, laksana hewan, jika ia tahu bahwa engkau tegas dan teguh, ia takkan bergeming, namun bila ia tahu bahwa engkau malas dan bimbang, ia akan memanfaatkan dan selalu mendamba hasratnya, serta mengejar hawa-nafsunya.
Oleh karenanya, perkataan beliau (ﷺ), '... dan Kemenangan itu, beriring Kesabaran,' mencakup kesabaran dan ketabahan dalam berjuang melawan musuh eksternal dan internal. Para Salaf memandang kesabaran yang terakhir ini: sabar berjuang melawan diri-sendiri, dan ingin menjadi lebih baik ketimbang sabar dalam menghadapi cobaan.
Maimun bin Mihran berkata, 'Sabar ada dua kategori: kesabaran ketika menghadapi musibah, dan itu baik, dan kesabaran dalam menghindari dosa, dan itu lebih baik.' Sa'id bin Jubair berkata, 'Sabar ada dua jenis: bentuk terbaiknya, sabar dalam menjauhi apa yang diharamkan Allah dan mengerjakan ibadah-ibadah yang diwajibkan-Nya, serta sabar menghadapi musibah.'

Rasulullah (ﷺ) bersabda,
وَاعْلَمْ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيرًا وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
'Ketahuilah bahwa ada banyak kebaikan dalam bersabar dengan apa yang engkau tak sukai, kemenangan itu, beriring kesabaran, lega 'kan menyertai derita, dan bersama kesulitan, 'kan jelang kemudahan.' [Musnad Ahmad; Shahih menurut Ahmad Syakir]
Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا ‏.‏ وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
'Mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah ketimbang mukmin yang lemah, dan pada setiap orang, ada kebajikan, (tetapi) harapkanlah apa yang memberi manfaat (di Akhirat) dan pintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan berkecil-hati, dan jika sesuatu (dalam bentuk musibah) datang kepadamu, jangan ucapkan, 'Andai aku tak melakukannya, takkan terjadi begini dan begitu,' tetapi katakanlah, 'Allah memberlakukan apa yang telah Dia takdirkan,' dan (kalimat) 'andai'-mu, membuka (gerbang) bagi Setan. [Sahih Muslim]
Terkandung dalam hadits ini, bahwa sewaktu seseorang, pada awal derita, mengingatkan dirinya akan Takdir, bisikan setan yang menghadirkan was-was, teruk dan getir, 'kan sirna.
Kala seorang hamba menyerahkan segala urusan kepada Allah dan meyakini bahwa tiada yang 'kan terjadi, melainkan atas kehendak Allah, keyakinan ini, menghapus duka dan masygul. Tatkala seorang hamba melihat cara kerja Hikmah dan Rahmat Allah melalui Titah dan Pentahbisan-Nya, dan mengetahui bahwa atas ketetapan-Nya, Dia tak dapat dipertanyakan, maka ia akan mencapai Ridha atas Takdir Allah.
Tiada yang dapat terjadi padanya, kecuali apa yang telah Dia tetapkan. Ini menunjukkan bahwa, terlepas dari apa yang dihadapi, sulit atau mudah, sama baginya, dan siapapun yang berada dalam posisi seperti itu, takkan didiamkan oleh Allah; sesungguhnya, Dia akan mengambil-alih, mendorong kebaikan untuknya.

Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
'Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia mempercepat hukumannya di dunia. Dan jika Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, Dia menyimpan dosa-dosanya, sampai ia tampil di hadapan-Nya, pada Hari Pembalasan.' [Jami' at-Tirmidzi; Hasan oleh Al-Albani]
Ada banyak cara mencapai Ridha dengan Takdir tersebut,
  • Seorang hamba beriman kepada Allah, dan berkeyakinan kokoh bahwa apapun yang Dia tetapkan bagi seorang mukmin, akan baik baginya. Dengan demikian, ia ibarat seorang pasien, yang taat pada pengobatan seorang dokter ahli: sang pasien akan ridha dengan pelayanannya, baik itu menyakitkan maupun tidak, sebab ia percaya penuh bahwa sang dokter, hanya melakukan apa yang akan bermanfaat baginya.
  • Mencari pahala yang dijanjikan Allah agar Ridha. Sang hamba akan gemar merenungkan hal ini, sehingga ia melupakan segala rasa-sakit yang ia alami. Disebutkan bahwa seorang wanita shalihah Salaf, tersandung dan mematahkan sebuah paku, lalu ia tertawa seraya berkata, 'Kenikmatan pahala-Nya, membuatku melupakan pahitnya derita.'
  • Membenamkan diri dalam cinta kepada Dia, Yang mengutus cobaan, senantiasa menyadari keagungan, keindahan, kemegahan dan kesempurnaan-Nya yang tiada batas. Potensi kesadaran tersebut, akan menyebabkan hamba tenggelam di dalamnya, sehingga ia tak lagi merasakan banyak rasa sakit, sama seperti para wanita, yang menyaksikan Yusuf, lupa akan rasa-sakit, teriris tangannya. Inilah maqam yang lebih tinggi dari yang disebutkan sebelumnya.
[Bagian 3]