"Di luar sana, orang-orang tertentu mengundang kita, mengerjakan hal-hal tertentu, dengan berkata, 'Ayo berbuat baik!'," lanjut Rembulan." Tapi, jika mereka ditanya, 'Bagaimana caranya?' 'Apa takarannya? 'Adakah panduannya?' Si Nganu bilang, 'Pokoke, koyo ngono!' Si Lae bilang, 'Kau kerjakan sajalah!' Tetangga bilang, 'Kurasa, seperti ini...' Malahan, Pakde bilang, 'Meroket!' Masing-masing punya pandangan berbeda," jelas Rembulan.
Kemudian, Rembulan berkata, “Dalam perspektif Islam, tuntunan dalam hidup kita, Allah telah menyediakannya. Sebagai contoh, perhatikan apolog ini,
'Tiada yang lebih nyaman dibanding mendengar kicau-merdu yang disenandungkan para unggas saat kita berada di alam bebas. Salah satu burung-kicau yang indah dan merdu itu, burung Lark!
Lark Bertanduk (Eremophila alpestris), spesies Lark, dapat ditemukan di Amerika Utara, Asia, dan Eropa. Tubuhnya berwarna coklat dengan bulu-dada berwarna putih dengan bercak hitam. Wajahnya kuning atau putih-pucat dengan garis hitam menjulur dari paruh ke bawah mata, yang terlihat seperti mengenakan topeng hitam. Ciri yang paling khas tentang burung ini, ialah sepasang jumbai hitam di kepalanya, yang tampak bagai tanduk, maka iapun dinamai, Lark Bertanduk.
Lark Bertanduk, menggemaskan, karena ukuran dan penampakannya yang mungil. Tampilannya itu, tak hanya membantu agar terlihat menarik, melainkan juga, menolongnya bersembunyi dari pemangsa, sebab tubuh warna coklatnya, dapat berkamuflase dengan tanah kering.
Lark Bertanduk itu, unggas yang ramah. Mereka hidup berkelompok dan sering berburu bersama kawanannya. Mereka bahkan berkomunikasi dengan kawanan Lark Bertanduk lainnya, dengan menyanyikan irama-irama bernada tinggi.
Menurut legenda kuno, nenek moyang Lark, dicipta sebelum bumi itu sendiri. Tentu, karena cuma kurafat, ini belum terbukti kan? Tapi mungkin, ada pesan moralnya.
Naah, ketika ayahnya mati, sebab, bumi kan belum ada, maka sang Lark tak dapat menemukan tempat pemakaman bagi sang ayah. Ia membiarkannya terbaring tanpa dikebumikan selama lima hari, dan pada hari keenam, tak tahu harus berbuat apa, ia menguburkannya di kepalanya sendiri. Lantaran itulah, ia berjumbai, yang secara populer disebut sebagai makam ayahnya.'
Seperti yang telah kusampaikan sebelumnya, bahwa dalam hal berbuat baik, Islam telah memberikan pedoman, semisal, berbuat-baik kepada orang tua (birr al-walidayn). Islam itu, nikmat terbesar Allah, yang dengannya, Dia telah membedakan umat manusia agar menunaikan kewajibannya dalam segala aspek kultur Islam, terutama tentang orangtua dan para-kerabat. Ada banyak Ayat dan Hadits, dan nasihat yang baik dari para Salaf, bahwa, kewajiban setiap Muslim, menghargai orang tuanya dan mendorong agar menghormatinya. Hal ini tak dapat dicapai, tanpa memahami seluruh aspek Dien Islam, yang mesti didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah.
Allah telah memerintahkan berbuat baik kepada orang tua (birr al-walidayn) dan mempererat tali persaudaraan (silah al-rahm). Kata 'birr' dalam bahasa Arab, digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang bersifat moralitas, kealiman, penghormatan, keshalihan dan kasih-sayang terhadap segala sesuatu. Meskipun merupakan kata komprehensif yang mengandung banyak makna, Allah menjanjikan surga bagi orang yang mengerjakan 'birr.'
Allah berfirman,
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
'Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah menunjukkan Ihsan kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya, sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali, janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'uff' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Duhai Rabbku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil. ' [QS. Al-Isra (17):23-24]
Menunjukkan ihsan terhadap orangtua, bermakna berbuat-baik (birr) dan memuliakan mereka (iqram). Ada Tiga Prinsip dalam Dien Islam, yaitu Islam, Iman dan Ihsan, sedang Ihsan itu, Prinsip Dien yang Tertinggi. Ihsan itu, sebuah kata yang punya jamak makna, dan tak dapat diterjemahkan secara tepat menjadi satu kata. Dalam konteks memperlakukan orangtua, dapat bermakna kebajikan, kasih-sayang, welas-asih, cinta dan mengutamakan apa yang menyenangkan bagi mereka.
Sehubungan dengan kata 'uff'—diterjemahkan sebagai 'ah' dalam beberapa terjemahan Al-Qur'an—dapat dimaknai sebagai sesuatu yang dianggap mengecilkan atau meremehkan.
'...janganlah engkau membentak keduanya' bermakna 'jangan berbicara kasar atau meninggikan suara terhadap mereka.'
'... ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik' bermakna bahwa engkau sepantasnya berbicara dengan lembut dan dengan cara terbaik, yang engkau mampu.
'... rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang' karena kasih-sayang dan kemurahan-hati yang engkau rasakan bagi mereka.
Hak-hak orangtua (haqq al-walidayn) dijelaskan sebagaimana firman Allah,
اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ
'... Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu ....' [QS. Luqman (31):14]
Allah mempersandingkan bersyukur kepada-Nya dengan berterimakasih kepada orang tua.
Jadi, persoalannya tentang menimba ilmu. Bagaimana mungkin kita menegakkan Syariat Allah di muka bumi ini, tanpa ilmu? Madzhab mana yang akan kita bawa? Demi menegakkan Syari'at Allah di muka bumi, kita sangat membutuhkan Ulama dan penuntut ilmu; kita membutuhkan penelitian ilmiah; kita hendaknya tekun; dan kita perlu bekerja-keras dan meningkatkan keimanan kita melalui pelatihan dan pendidikan. Kepada setiap saudara-saudariku yang terhormat, yang berjuang demi mencapai kebaikan dan memerangi kejahatan dan penyimpangan, semoga Allah merahmatimu dalam upayamu, akan tetapi, janganlah lupa membawa Pedang Ilmu. Bagaimana bid'ah dan kurafat yang muncul, dapat ditaklukkan? Wallahi, engkau takkan mampu mengakhirinya tanpa ilmu. Berapa banyak orang yang berdebat dengan penganut keyakinan palsu, cuma untuk bertekuk-lutut lantaran kurangnya ilmu!? Andaipun engkau mampu meyakinkan seseorang bahwa keyakinannya itu, keliru; punyakah engkau ilmu yang mumpuni demi kemudian mengajarinya keyakinan yang benar dan metodologi yang benar?
Dalam mengajar orang lain, tentu saja, tiada yang lebih baik dari Al-Qur'an, Sunnah, dan bimbingan para pendahulu kita yang shalih. Untuk mengajar berdasarkan sumber-sumber ini, membutuhkan ulama, penuntut ilmu, buku-buku yang dapat dipercaya, dan kemampuan membedakan antara yang shahih dan yang maudu'.
Berikut ini, sampel orang atau tipe orang yang mengatakan,
- Seseorang berkata—mungkin di ruang tamu atau pada jamuan makan malam—, 'Kami ingin syariat Allah diterapkan sebagai suatu sistem dan cara hidup,' namun ia tak tahu sama sekali soal keputusan, perintah, atau larangan Allah menyangkut hal-hal yang mendasar—seperti shalat, puasa, cara berpakaian, adab jamuan pernikahan, atau tata-cara pemakaman.
- Yang lain mengolok-olok Ulama dan buku-buku agama, dengan mengatakan, 'Ini mengalihkan kita dari Jihad dan dari menegakkan Syariah Allah di muka bumi!'
- Setelah mendengar seseorang menyeru agar punya tata-krama yang baik, ada orang yang berkata, 'Itukan cuma masalah kecil!.' Ia mengatakan hal yang sama saat mendengar seseorang memperingatkan tentang bid'ah, hadits palsu, dan meniru-niru orang-orang kafir; dan ia mengatakan hal yang sama ketika ia mendengar seseorang berbicara tentang keutamaan Dzikir dan Selawat.
- Dan ada lagi orang yang, ketika mendengar aturan tertentu Syariah, ia berkata, 'Hal-hal seperti itu mengalihkan perhatian kita dari memerangi ide-ide materialistis yang menyimpang dan kelompok-kelompok yang sesat,' namun jika engkau memintanya menyangkal ide-ide menyimpang yang ia bicarakan, ia takkan mampu memberikan jawaban yang runtut.
- Yang lain berkata, 'Ulama ini, berpandangan pendek dan pandangan mereka terbatas. Sedangkan pandanganku, paripurna dan lengkap.' Dengan cara ini, ia meremehkan orang-orang yang berilmu. Namun apa realitas pendekatan keparipurnaannya? Ilmu apa yang ia punya tentang Aqidah? Pelajaran apa yang bisa ia banggakan tentang Fiqh? Dia sering berbicara tentang politik, namun pengetahuan apa yang dia miliki tentang subjek itu? Ilmu apa yang ia miliki tentang ekonomi? Dan apa yang ia ketahui tentang Akhlak Islami? Walau ia berbicara tentang keparipurnaan, ia sama sekali tak paripurna. Faktanya, engkau takkan jauh dari sasaran bila engkau mengatakan, 'Ia tak punya apa-apa kecuali kata, 'Sempurna.''
- Yang lain berkata, 'Kita tak bisa berbuat apa-apa sampai Khilafah benar-benar ditegakkan.' Jika ada percakapan yang tak menyebutkan tema ini, ia akan mengoceh dan mengoceh, tentang kepicikan orang-orang itu.
- Yang lain bilang, 'Jalan kami, menempuh ilmu dan mengikuti Sunnah, tanpa taklid buta,' namun engkau 'kan segera tahu, bahwa ia sendiri, pengikut taklid buta, seseorang yang bahkan sangat jauh dari mengenal ilmu, sehingga apa yang dimilikinya, hanyalah semboyan. Dengan tanpa ilmu, ia menuduh orang lain bodoh, bid'ah, dan sesat.
- Kemudian, ada yang mulai berperilaku seolah segala penilaian itu tentang janggut, serban dan gamis, dan hal-hal serupa lainnya, yang tak ada hubungannya dengan perbuatan; cukuplah dalam hal-hal seperti itu, ia memiliki niat baik. Dalam pandangannya, berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, berlaku untuk hal-hal lain.
- Ada lagi yang lin mengatakan tentang banyak masalah dalam Syariah, 'Ini kan cuma kulit luar saja.' Namun engkau akan menemukan bahwa, ia bahkan tak menerapkan apa yang ia anggap sebagai 'isu inti' Islam. Ia hanya berpendapat seperti yang ia lakukan demi melepaskan diri dari keharusan menerapkan ajaran Islam tertentu.
Bagi mereka yang mengkritik orang lain yang berusaha semaksimal mungkin menerapkan Dien, seyogyanya bertanya pada dirinya sendiri pertanyaan-pertanyaan ini, 'Apa yang telah kusumbangkan bagi diriku sendiri, bagi keluargaku, dan terhadap Umat? Apa yang telah kukemukakan dalam hal perbuatan baik? Dan apa yang telah kulakukan dalam hal perbuatan buruk?” Abdullah bin Mas'ud, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Takkan masuk surga orang yang punya sifat Kibir walau seberat atom (atau seberat semut kecil) di dalam qalbunya.'
Abdullah bin Mas'ud juga meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
'Tak seorang pun yang memiliki bobot benih kesombongan di hatinya akan masuk surga.'
Seseorang berkata, 'Tetapi orang suka berpakaian dan bersepatu yang bagus.'
Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Sesungguhnya, Allah itu indah dan Dia menyukai keindahan. Kesombongan itu, mengabaikan kebenaran dan memandang rendah orang lain.' [Sahih Muslim]
Dan Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Tiga [hal] menghancurkan, dan tiga [hal] menyelamatkan [seseorang dari kehancuran]. Tiga yang menghancurkan itu, sifat kikir yang dipatuhi, hasrat yang dituruti, dan orang yang sangat mementingkan dirinya sendiri. Tiga yang menyelamatkan [seseorang dari kehancuran] itu, takut kepada Allah, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan; sedang antara faqir dan kaya; berimbang dalam hal marah dan ridha.' [Al-Baihaqi; Hasan menurut al-Albani]
Cobalah amati bagaimana menilai terlalu tinggi diri sendiri itu, penyebab kehancuran, dan bagaimana berimbang dalam hal marah dan ridha, menyelamatkan seseorang [dari kehancuran]. Rasulullah (ﷺ) memperingatkan tentang penyakit umat terdahulu,
سَيُصِيبُ أُمَّتِي دَاءُ الأُمَمِ
'Sesungguhnya, penyakit umat terdahulu, akan menimpa umatku.'
Mereka berkata, 'Ya Rasulullah, apa penyakit umat terdahulu itu?'
Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الأَشَرُ وَالْبَطَرُ وَالتَّدَابُرُ وَالتَّنَافُسُ فِي الدُّنْيَا وَالتَّبَاغُضُ وَالْبُخْلُ حَتَّى يَكُونَ الْبَغْيُّ ثُمَّ يَكُونَ الْهَرْجُ
'Suka foya-foya, bermewah-mewahan, saling membuang-muka, berlomba mengumpulkan harta-benda, saling-dengki, dan kikir, sehingga terjadi penindasan dan kemudian akan ada pertumpahan darah.' [al-Mu’jam al-Ausaṭ; Hasan menurut Al-Albani]
Beliau (ﷺ) memperingatkan kita bahwa umat Islam akan dikuasai oleh kejahatan, jika sombong, dengan bersabda,
إِذَا مَشَتْ أُمَّتِي بِالْمُطَيْطِيَاءِ وَخَدَمَهَا أَبْنَاءُ الْمُلُوكِ أَبْنَاءُ فَارِسَ وَالرُّومِ سُلِّطَ شِرَارُهَا عَلَى خِيَارِهَا
'Ketika umatku berjalan dengan angkuh dan pelayan mereka para putra raja, Persia, dan Romawi, yang terburuk dari mereka, akan diberikan kepemimpinan atas yang terbaik dari mereka.' [Sunan at-Tirmidzi; Shahih menurut Al-Albani]
Akhirnya, kuingin mengingatkan diriku dan saudara-saudariku tentang hadits penting ini,
ابْغُونِي ضُعَفَاءَكُمْ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ
'Carilah aku diantara yang paling lemah di antara kalian. Sesungguhnya, kalian hanya diberi rezeki dan pertolongan karena dukunganmu kepada orang-orang yang lemah.' [Sunan at-Tirmidzi; Sahih menurut At-Tirmidzi]
Dan dengan demikian, kita memohon kepada Allah, agar merahmati kita dengan keadilan dalam segala urusan, dalam pertimbangan kita terhadap kelompok-kelompok dan pesan-pesan mereka, terlepas dari apakah kita marah atau ridha. Dan kita memohon kepada Allah, agar menolong kita melawan hawa nafsu. Sesungguhnya, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”