Selasa, 30 November 2021

Setiap dari Kita, Pemimpin (3)

Rembulan lalu berkata, "Kekuasaan itu, satu-kesatuan sumber-daya beragam-sisi, yang melibatkan kemampuan mempengaruhi atau mengendalikan orang lain. Kewenangan, dapat dicirikan sebagai hak menggunakan kekuasaan atau mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin, punya Kekuasaan dan Kewenangan. Keduanya berguna mempengaruhi para pengikut atau rakyat. Pemimpin yang baik, mampu mengelola Kekuasaan sesuai dengan Kewenangannya, secara tepat.

Dalam perspektif Islam, pemimpin hendaknya menunaikan Mandat atau Amanah kepada yang berhak dan menegakkan hukum dengan adil. Membuahkan Amanah dan Keadilan itu, merupakan tugas terberat para pemimpin, dan dengannya, rakyat dapat diatur secara proporsional dan profesional. Oleh sebab itu, rakyat hendaknya memilih pemimpin dengan hati-hati dan sungguh-sungguh, karena pemimpin, seyogyanya menjaga agama dan bukan mempermainkannya. Para pemimpin dalam Islam, didorong mempelajari dan memahami konsep ajaran Islam, sehingga mereka tetap mengutamakan kepentingan Islam.
Kekuasaan Tertinggi itu, milik Allah Subhanahu wa Ta'ala, sedang kekuasaan pemimpin, bersifat sementara, yang akan berakhir setelah jangka waktu tertentu. Kekuasaan dalam Islam, bertujuan membawa Kemakmuran bagi masyarakat dan melindunginya dari mara-bahaya.
Sebagai contoh, ditunjukkan oleh Khalifah Islam ke-dua; Umar bin Khattab, radhiyallahu 'anhu. Walau ia berkuasa di beberapa benua, tetapi ia selalu menjaga setiap individu, dan memastikan bahwa individu tersebut, tetap mendapatkan makanan yang cukup atau tempat tinggal yang layak. Kekuasaan tersebut menjadikan Umar bin Khattab lebih membumi dan rendah-hati. Semakin besar kekuasaan yang ia miliki, semakin rendah ia menempatkan dirinya di depan orang lain atau rakyatnya. Semua orang tahu betapa kuat, tangguh dan betapa bagas dirinya, namun ia akan menggunakan keunggulan ini, demi melawan para penentang Islam dan bukan bagi rakyatnya. Ia tak pernah menyalahgunakan kekuasaannya hanya karena urusan pribadi atau keluarga. Peran-serta Umar bin Khattab ini, diakui oleh Nabi kita (ﷺ) tercinta, terutama tentang bagaimana ia menggunakan kekuasaannya sesuai dengan ajaran Islam, yang kemudian kekasih kita (ﷺ) menyampaikan kepada para Sahabat bahwa 'Andaikan ada Nabi yang datang setelahku, Umar bin Khattab-lah orangnya.'

Banyak peneliti kepemimpinan menekankan pada atribut tertentu. Atribut tersebut dapat dipergunakan membedakan pemimpin yang efektif dan tidak-efektif. Oleh sebab itu, beberapa peneliti, fokus pada hubungan sosial dan sejarah, serta didasarkan pada fenomena relasional dan persepsi sebagai konteks penting dalam konsep kepemimpinan. Lantaran itulah, umat Islam kerap menyebut 'Khilafah' sebagai konsep Kepemimpinan. Namun entah mengapa, banyak orang yang seakan fobia saat mendengarnya.
Kewenangan Rasulullah (ﷺ) dan empat Khalifah, mencakup banyak aspek, tak hanya sebagai pemimpin yang membawahi administrasi pemerintahan, melainkan juga, mencakup urusan agama, pendidikan, keuangan, ilmu pengetahuan, pertanian, air-minum, dan ekonomi. Kewenangan mereka dilegitimasi dan diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta'la dan para penganutnya, maknanya, mereka bertanggung jawab di Dunia dan Akhirat. Kewenangan berkaitan dengan Amanah yang merupakan unsur penting dalam konsep kepemimpinan Islam.
Nabi kita tercinta (ﷺ), manusia yang mengagumkan: pemimpin spiritual, hakim, reformis politik, gubernur, orator dan arbiter. Hadits itu, menangkap perjuangan, kemenangan, kecerdasan dan peri-kemanusiaan beliau (ﷺ), dan karismanya (ﷺ) bersinar melalui catatan-catatan Hadits. Umat Islam memandang Rasulullah (ﷺ) sebagai panutan sempurna seorang manusia, dan pemimpin terbesar dari segala pemimpin, sebagaimana dibuktikan oleh semangat dan ketakjuban yang tulus, yang dengannya para pengikut di seluruh dunia mengutip perkataan dan keteladanan beliau (ﷺ).
Khalifah pertama, Abu Bakar As-Siddiq, radhiyallahu 'anhu, selalu memegang Amanah. Meski ia hanya memimpin umat Islam selama 2 tahun (632–634 H), namun ia meninggalkan warisan dalam menjalankan Amanah penyebaran ajaran Islam dalam keadaan pahit-getir setelah wafatnya Nabi kita tercinta (ﷺ). Abu Bakar-lah pendamping dan penasihat Rasulullah (ﷺ), yang menghabiskan hidupnya di saat-saat susah dan senang. Ia menerima dan menyimpan Amanah sebagaimana mestinya, sampai diserahkan kepada Umar bin Khattab. Inilah rujukan yang baik bagi para pemimpin Muslim dalam hal pendekatan, keputusan dan tindakan mereka, yang disebut referensi otoritas.

Seorang peneliti mengungkapkan pentingnya sifat dan kualitas pemimpin dalam pemikiran Islam. Ia menguraikan berdasarkan sejarah masa lalu di negara Islam, bahwa para pemimpin Muslim memiliki ciri khas sebagai berikut:
 
Kemampuan berpikir atau bertindak secara rasional; Tak mengangkat yang tak setia sebagai wakil; Bebas dari kebencian dan iri-hati; Tak mendengarkan pengghibah dan pemfitnah; Berilmu (Ma'rifah); Dermawan; Fleksibel; Cerdik; Stabil secara mental; Bijak (mencapai Hikmah); Menepati janji; Sabar dan tabah; Punya tekad dan keberanian; Memaafkan; Jujur; Bersyukur; Mengendalikan hasrat; Penjaga; Mampu menyimpan rahasia; Diplomatis; Bertindak-tegas; Rendah-hati; Mampu mengendalikn emosinya; Mengandalkan bukti; Memproses dan menindaklanjuti pekerjaan; Menerima dan bersedia memberikan saran; Penuh perhatian; Organizer yang baik; Menghargai dan mengakui yang berprestasi; Terhormat dalam penampilan; Memulai dari yang mungkin; Gigih (Iqdam); Mampu melihat maslahat dibalik mudharat; Merubah yang minus menjadi plus; Fasih (Fasah); Adil (Al-'Adalah) dan welas-asih; Unggul dalam berkomunikasi; Rendah-hati; Ramah dan lemah-lembut; Keyakinan (Yaqin); Gradualisme bukan radikalisme; Moralitas dan Ketakwaan (jujur ​​dan amanah); Kesejajaran atau Kesetaraan (al-Musawah); Pengorbanan diri (Tadhiyah); Bermusyawarah dan mengajak persatuan; Beriman; Berdaulat (Al-Siyadah); Usaha seumur hidup; Pragmatis dalam hal-hal yang kontroversial; Bebas (al-Hurriyah); Komitmen dan pengorbanan; Syukur dan doa; Amar ma'ruf dan nahi munkar; Cenderung berteman ketimbang bermusuhan; Mendorong kekuatan perdamaian; Tak menjadi pemikir yang dikotomis. 
Sementara itu, dalam konteks komersial, ada dua kategori sifat dan kualitas yang sepantasnya dipunyai seorang pemimpin yang berdisiplin moral. Dorongan moral tersebut sbb,
  • Kesabaran
  • Rasa tanggungjawab
  • Tak mementingkan diri sendiri
  • Mampu mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik
  • Lemah-lembut dan ramah dalam percakapan
  • Bajik
  • Memaafkan
  • Kooperatif
Namun, atribut-atribut yang terkait dengan moral ini, hendaknya disertai dengan atribut-atribut yang berkaitan dengan Penghindaran-moral, yakni,
  • Dusta
  • Amarah
  • Arogan atau Jemawa
  • Berprasangka
  • Mengintai
  • Hasad atau Dengki
Sebagian besar kualitas dan sifat yamg telah disebutkan, digunakan membantu para pemimpin dalam mencapai tujuan mereka. Kualitas pemimpin dalam pemikiran Islam, bertujuan membina organisasi yang sehat dan menghasilkan pengikut atau rakyat yang bersatu dan beriman. Kualitas yang diidentifikasi tampaknya menjadi ciri kepemimpinan yang penting, meskipun tak semua pemimpin menunjukkan kualitas ini secara bersamaan. Faktanya, sejarah negara-negara Muslim berturut-turut telah mengadopsi kualitas-kualitas esensial seperti kasih-sayang, kebaikan-hati dan keadilan."

Kemudian Rembulan menyimpulkan, "Duhai Pungguk! Seluruh kualitas pemimpin dalam Islam, didedikasikan melayani pengikut atau rakyat, dan inilah ibadah demi mencapai keridhaan Allah. Sesungguhnya, para pemimpin itu, mencerminkan kualitas masyarakatnya. Salah satu pemicu yang mungkin dapat menciptakan kualitas di antara para pemimpin, yaitu dengan berilmu. Seorang pemimpin yang memenuhi syarat melalui pendidikan, akan berkualitas, yang pantas memimpin para pengikutnya. Mereka mampu mempelajari keadaan dan menangani banyak masalah dengan tenang, terutama saat mereka selalu melihat bahwa semua masalah, berada di bawah tanggungjawab mereka, yang kelak di Akhirat, akan Allah minta pertanggungjawabannya."
[Bagian 4]