Selasa, 02 November 2021

Yang Dua Pergi, Yang Satu Tinggal (3)

Sang penguin melanjutkan, 'Duhai engkau, kecintaan pada dunia ini, lebih mematikan dibanding racun, dan kejahatan dunia ini, lebih banyak dibanding jumlah semut. Namun meski begitu, mata ketekunanmu dalam mendapatkannya, lebih tajam dibanding mata burung hud-hud, perut harapanmu lebih dahaga akan kehidupan duniawi ini, dibanding pasir terhadap air, mulut keserakahanmu, saat mulai hidup, lebih rakus dibanding unta. Setiap kali engkau berurusan dengan wacana tentang hal itu, engkau lebih fasih dibanding pembicara kesohor yang fasih, Sahban bin Wail; setiap kali engkau mencermati uang logam palsu, engkau lebih mahir dibanding ahli nasab ternama, Daghfal bin Handzalah. Strategi yang engkau terapkan agar memenuhi keinginanmu, lebih halus dibanding rambut, engkau lebih terorganisir mengelolanya dibanding lebah madu, dan engkau menjalaninya demi harta yang paling berharga, bagaikan semut mengumpulkan partikel terkecil.

Duhai engkau, yang kebodohannya sepantaran dengan ulat sutera, sungguh aku heran padamu! Tak mendapat manfaat sama sekalikah engkau dari berkah intelek dan penalaran?! Ketekunanmu demi kehidupan duniawi ini, setelah menjadi tua, lebih panas dibanding bara! Adakah waktu lagi untuk hidup, duhai engkau, yang lebih dingin dalam mati-rasamu dibanding es! Terlepas dari semua ini, kehidupan duniawi, lebih engkau sukai dibanding dirimu sendiri, meskipun setelah engkau mati, engkau akan menjadi lebih tak bermakna dibanding tanah di bawah kakimu.

Saat engkau terlibat kejahatan, engkau lebih melesat dibanding kuda yang kencang, namun ketika itu tentang amal-shalih, engkau lebih lambat dibanding orang lumpuh. Dosa-dosamu lebih panas dibanding sang Baskara, sedangkan taubatmu, lebih tersembunyi dibanding bintang kecil yang redup, al-Saha. Menunaikan zakat, lebih berat bagimu dibanding gunung Uhud, dan shalat, sama beratnya dengan sebongkah beton yang diletakkan di atas dadamu. Jalan menuju Masjid, dalam skala kemalasanmu, laksana jarak dua farsakh dari jalan yang sangat berliku, Dair Ka'b. Dan meskipun berbicara tentang dunia, dadamu lebih luas dibanding Samudera, namun saat datang waktu ibadah, menjadi lebih sumpek dibanding simpul sembilan puluh, bentuk yang dihasilkan dari lingkaran yang dibuat dengan telunjuk, yang menyentuh bagian bawah ibu jari.

Duhai engkau, yang kezhalimannya lebih kabir dibanding pepatah Umani yang masyhur, yang merujuk pada seorang raja, yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dalam Surah al-Kahfi, kisah Nabi Musa dan hamba Allah yang shalih, yang sering merebut setiap kapal yang bagus, raja itu, al-Jalandi, bahkan rusa di Tanah al-Haram, takkan pernah mempercayaimu. Duhai engkau, yang terobsesi dengan kecintaan pada kehidupan duniawi, melebihi seorang ahli tafsir Kufah—karena ulama Kufah dikenal kecendekiawannya dalam bidang Fiqih—dalam hal mencapainya, dan seorang sufi Basrah—orang-orang Basrah dikenal dengan asketisnya—dalam hal pencarian akhirat. Aku penasaran pada qalbu yang lebih lemah dibanding lalat, namun lebih kaku dibanding cadas. Inilah qalbu yang menemukan syair Laila Majenun; seorang penyair fasih tersohor, yang bercinta platonis dengan Laila, Qais, namun tak mengimpresif, nasihat dari ulama sufi dan salah seorang karakter besar Tabi'in, Al-Hasan bin Abi al-Hasan Yasar al-Basri Abu Sa'id, hamba sahaya Zaid bin Tsabit yang dibebaskan, tak menggoyahkan, dan puisi-puisi genit seorang penyair ternama, Jarir, tak memprovokasi. Andai seseorang dengan qalbu seperti itu, setidaknya punya mimpi harapan hidup panjang, yang ditafsirkan oleh Muhammad bin Sirin, Imam dan Syaikhul Islam, Abu Bakar al-Ansar al-Anas al-Basri, hamba yang dibebaskan dari Anas bin Malik, sahabat dan pembantu Rasulullah (ﷺ), agar membangunkannya demi menjalani kenyataan; karena sesungguhnya, kunci qalbu seperti itu, buatan Romawi, dan dengan demikian, sangat sulit dipatahkan.

Saudara-saudariku, ia yang mengamati keanehan dan perubahan waktu, akan memperhatikan; karena sesungguhnya, apa yang terjadi pada orang lain, menjadi pelajaran bagi kita. Tempat kelahiran anak, berkonotasi dengan realitas kubur. Hembusan angin akhir kehidupan, memecah awan harapan berumur panjang; jika masa muda itu, buah kehidupan, maka usia tua itu, kain-sandang malapetaka. Jika masa muda dapat dibeli, kita 'kan menghabiskan harta yang paling berharga, demi mendapatkannya. Setelah uban muncul, bintang keegoan-diri mulai meredup, dan bila seseorang mengetuk pintu usia empat-puluhan, maka ia sebenarnya meminta izin masuk ke reruntuhan rumah. Dan ia yang mencapai usia enam puluhan, memperagakan penyangkalan-diri, dan ia yang mencapai usia tujuh puluh, akan mulai menerima para utusan dari kematian nan menjelang.

Duhai engkau, yang masa mudanya telah terbungkus dan tersisih, yang kastanya terkoyak, yang kapal layarnya telah buang sauh dekat pantai tujuan, inilah saatnya bagimu, berdiri di atas bukit perpisahan. Yang engkau punya, cuma sedikit waktu lagi untuk dinikmati, sebelum rambut-kelabumu memangkas kalung kehidupan, maka pungutlah manik-manik yang berjatuhan dan tinggalkanlah harapan palsu, sebab inilah saatnya, bekerja-keras guna memperbaiki manik-manik yang jatuh itu. Hidupmu luluh bagai salju yang mencair, dan kemalasan serta ketakpedulianmu, bahkan lebih dingin dibanding es.

Engkau ingin tinggal, namun itu, tiada dalam genggamanmu; karena sesungguhnya, kehendak sang pengendara, mungkin berbeda dari keinginan tunggangannya; sungguh, jika sang penunggang turun, hewannya akan tertidur. Orang yang berakal dan bijak-bestari itu, ia yang mengantisipasi kemungkinan, maka, bagaimana mungkin seseorang mengabaikan apa yang diketahui terjadi dengan pasti! Masa keragu-raguan itu singkat, jadi tak boleh ada kebingungan atau penundaan. Aku penasaran pada seseorang yang hidupnya mungkin dalam risiko kemelaratan, bahkan jika ia pumya harta yang berlebih, bagaimana jadinya, jika lebih jauh lagi, ia, orang awam yang menganggur?! Aku penasaran pada orang yang memberitakan barang-barangnya yang hilang, seandainya ada yang menemukannya, sementara ia sendiri, hilang, dan aku penasaran pada orang yang hemat dalam membelanjakan hartanya karena takut akan pemborosan, meskipun sepanjang hidupnya, ia telah menyia-nyiakannya.

Thallaj, sang penjaja es, satu-satunya sumber pendapatannya,  menjual es, dan suatu hari, seluruh esnya tak terjual, maka ia mulai berteriak sembari menjajakan dagangannya, 'Kasihanilah orang yang modalnya mencair!'
Kepapaanmu dalam hal amal-shalih, itu karena keenggananmu, karena setiap kali orang miskin malas, ia takkan pernah menjadi kaya. Jika engkau pernah membenci kelambanan, engkau takkan menerima penghinaan. Engkau telah menukar shalat malam dengan makanan tambahan, dan engkau telah minum dari secangkir kantuk, karenanya, engkau merindukan kebersamaan dengan orang-orang yang bangun dari tempat tidurnya; mereka berdoa kepada Rabbnya, dalam harap-harap cemas, dan dari apa yang Dia, Subhanahu wa Ta'ala, telah anugerahkan, mereka nafkahkan.
Engkau telah mengisi perutmu dengan makanan, kemudian seolah-olah kreditur tempat tidur, datang menagih hutang tidurnya, maka ia menutup telingamu, sampai engkau tidur-nyenyak, namun tak berakhir seperti para Ashabul Kahfi, yang terlelap. Namun, karena engkau telah mabuk oleh anggur kantuk yang engkau minum, para pengintai, menangkapmu dan menghukummu dengan mencegahmu dari shalat malam. Dan sesudah itu, kisah malam yang engkau habiskan, berakhir dengan fajar, dan engkau termasuk orang-orang yang puas dengan mereka yang tertinggal di belakang, dan qalbu mereka tertutup, sehingga mereka tak memahami.

Wahai engkau, yang waktunya penuh bekerja demi memperoleh kehidupan duniawi, walau hidup ini, sebenarnya memperbudakmu, mengapa engkau kumpulkan apa yang memisahkanmu dari Rabb-mu dan menggabungkan apa yang mencabik-cabikmu?! Celakalah engkau! Engkau fokus membangun istana, padahal kenyataannya, engkau sedang meruntuhkan sebuah negeri! Mintalah nasihat agar engkau dapat mengenali kekurangan-kekurangan dalam hidup ini. 
Penyakit kebobrokan manusia itu, hasrat yang semu, dan pengobatannya ditemukan dalam keteguhan. Ketika suatu penyakit telah mencapai stadium yang sangat lanjut, maka kauterisasi, sebagai tindakan terbaik; engkau tak dapat mencegah bahaya dari tetangga yang jahat, hanya dengan menghindarinya. Uang itu, laksana air; semakin banyak yang engkau punya, semakin engkau 'kan terbenam di dalamnya. Laba-laba cukup dengan sebuah sudut di rumah, guna membangun sarangnya, namun walau lalat yang tekun ingin merampasnya, akan berakhir jadi santapan sang laba-laba. Sementara itu, suara nasihat menceramahimu; meski manusia berusaha mencari rezekinya dalam hidup ini, namun seringkali, rezekilah yang mencari dan sampai di depan pintu pemiliknya yang sah. 
Celakalah engkau, ceraikan harapan palsumu, agar engkau bisa menjadi pewaris hartamu sendiri. Orang yang paling kekurangan itu, orang yang jerih payahnya hanya bermanfaat bagi orang lain tanpa menguntungkan dirinya sendiri. Perbuatan bajik terberat yang dilakukan orang kikir itu, bersedekah, karena dengan bersedekah, sebenarnya ia memerangi dua setan; yang lebih kecil dari keduanya itu, Setan, dan yang lebih besar, hasrat, dan diantara pasukannya, singa ketamakan, anjing keinginan, dan babi kerakusan.
Berapa lama seorang pengemis berdiri di depan gerbangmu, dalam kehinaan, dengan linangan air-mata di pipi, tetapi engkau membentak dengan berkata, 'Semua ucapanmu itu, omong kosong!' Yang memang, kata-kata bermakna lapar, di telinga orang yang perutnya kenyang, akan terdengar seperti omong-kosong! Celakalah engkau, tak tahukah engkau, bahwa sedekah itu, mahar surga!? Maka berhentilah menimbun kantong demi kantong uang, dan jadilah termasuk orang-orang yang, Allah berfirman,
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا
'Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik ....' [QS. Al-Hadid (57):11]
Dan jika engkau bersedekah, berhati-hatilah mengatakan atau melakukan, apa yang dapat menyinggung atau menyakiti penerima sedekahmu; semakin panjang angan-angan hidupmu, semakin banyak kematian di antara fakir-miskin.

Aku penasaran pada mereka yang rakus mengumpulkan harta, hanya untuk direbut darinya dalam sekali hantaman petaka! Duhai engkau, hati yang berduka, gejolak batinmu yang terdalam, tampak jelas bagi yang melihatnya, karena emosi najwa qalbumu, memanifestasikan diri melalui ekspresi wajahmu. Seandainya engkau mendengar kata-kataku dengan qalbumu, engkau 'kan memperhatikan pada saat itu, akan tetapi, kata-kataku, hanya sampai ke telingamu, dan ada perbedaan besar antara keduanya. Contoh yang pertama, Tza'labah, yang dengan iri menjaga hartanya, sedangkan contoh yang terakhir, Abu Bakar, radiyallahu 'anhu, yang meninggalkan seluruh hartanya karena Allah. Sesungguhnya, ada perbedaan antara kikir dan meninggalkan kesenangan duniawi, karena Allah.

Saudara-saudariku, hidup ini bagai pertemuan-perpisahan, maka, bersabarlah atas kesenangannya, karena kelak, ia akan lenyap, dan waspadalah terhadap kejahatannya, karena ia bahkan berhasil memanterai para penyihir Babel.
Ketahuilah bahwa, kebajikan besar terletak pada kesabaran menanggung apa yang tak engkau sukai.
Sesungguhnya, hal-hal yang tak disukai orang dalam hidup ini, sebenarnya terdapat pada cabang-cabang sesuatu yang dicintai, yaitu, hal-hal yang tak disukai, seringkali, yang mendekatkanmu kepada yang engkau cintai. Setiap orang yang merasa aman dari kejahatannya, berakhir dalam ketakutan akan akibatnya.
Engkau telah menghabiskan seluruh hidupmu, mencari kesenangan hidup ini, namun engkau belum mendapatkan darinya, lebih dari apa yang bisa diperoleh tangan Qais dari Laila. Mereka tak pernah menikah atau bertemu, namun cinta mereka tetap hanya diungkapkan dengan kata-kata. Seseorang takkan mencapai apapun darinya, karena Qais tak dapat menikahi orang yang dicintainya.
Ketika engkau berada di majelis, dimana khotbah dan peringatan agama diberikan, engkau terbangun dari mabuk kehidupan duniawi ini, cuma sebentar, namun tak lama kemudian, engkau mulai mendambakan lagi panasnya anggur. Sungguh, tiada kegembiraan melihat kilatan petir, jika engkau berjalan menembus kegelapan. Engkau mengendalikan dirimu kembali dengan kebangkitan, tetapi pada saat engkau meninggalkan pertemuan, sifatmu menjadi bebas lagi, kembali pada keadaan kesenangan duniawi sebelumnya. Sifatmu, mencegahmu mengubah diri sendiri; karena meskipun engkau hadir dalam tubuh, qalbumu sama sekali tiada; meski engkau ingin mendapatkan pahala Akhirat, usahamu hanya terfokus mendapatkan kehidupan duniawi ini.
Kehidupan duniawi ini, lahan yang tak layak untuk menetap; hanya ketika panen telah dituai, barulah dibawa ke tempat penyelesaian akhir.
Aku penasaran pada seseorang yang berdiri di kaki jembatan, begitu lama, sehingga ia lupa nama kota di seberangnya, yang hendak ia tuju. Celakalah engkau, meski kenikmatan dunia ini manis dan menggoda, ketahuilah bahwa, mempertanyakannya, akan menjadi ketat dan sukar. Masa dimana seorang wanita hamil itu, salah satu kesenangan, namun kesulitan sebenarnya, yang menantinya, pada saat melahirkan. Hidup ini, ibarat seorang wanita yang bebas memilih, yang tak puas dengan satu pria; mereka yang mencarinya, akan dicaci-maki.
Kehidupan dunia ini, jembatan yang menuju, lautan malapetaka, maka, sebaiknya engkau serius belajar berenang sebelum melewatinya, karena engkau takkan pernah bisa yakin bahwa engkau takkan tergelincir, atau menghadapi badai yang menerpamu, dari jembatan masuk ke air. Jadi, waspadalah terhadapnya, meski betapa aman, engkaulah yang merasakannya, dan persiapkan kenestapaannya, walau engkau tahu, ada kepuasan dengannya.

Hidup ini, sebuah rumah ujian dan bencana, mirip dengan istana Mesir, dimana Yusuf, alaihissalam, berlari ke pintu dengan ketabahannya, menghindar dari rayuan istri sang majikan, sementara Zalikhah, dikobarkan oleh hasratnya, bergegas menuju pintu, mengejar Yusuf. Pakaian amal, hendaknya dipersembahkan untuk syafaat; oleh karenanya, yang sobek pakaiannya di depan, akan mengungkapkan kesedihannya, sedangkan yang pakaiannya robek di belakang, syafaatnya akan tersimpan hingga pada saat dibutuhkan.
Wahai engkau, yang keinginannya melemparkan dirinya ke dalam perigi cinta dunia, engkau seyogyanya tahu bahwa, kafilah takdir, membawakanmu pesan setiap malam, menawarkan, 'Adakah orang yang memohon sesuatu, agar aku dapat memenuhinya?'
Jadi, pastikan perhatianmu ketika pesan ini, dilemparkan kepadamu, sebagai tali keselamatan, dan berdiri sepanjang malam di kaki orang-orang yang bangun dari tempat tidurnya, merentangkan jari-jari mereka, berdoa kepada Rabbnya, dalam cita dan taqwa, melemparkan tongkat yang ada di tangan kanannya, yang menelan ular jadi-jadian. Apa yang mereka perbuat itu, hanyalah tipuan seorang penyihir, dan penyihir takkan berhasil, dimanapun ia berada.
Agar engkau secepat mungkin keluar dari perigi syahwatmu, janganlah berpegangan pada dinding perigi syahwatmu, karena perigi itu, dibangun dari cetakan-tanah lepas, yang mudah runtuh di atasmu. Setelah engkau menyelamatkan diri, dengan tekadmu untuk kembali kepada Allah, waspadalah terhadap binatang buas di jalan; berjalanlah di bawah cahaya pelita kepastian dan keyakinan, dan ada di belakangmu pos penunjuk arah, yang membelokkanmu dari jalan yang benar menuju jalan keinginan, karena hanya setelah tiba di tempat tujuanmu, di pagi hari, engkau akan dapat menghela nafas-lega.
[Bagian 4]