Jumat, 31 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (7)

"Jadi, aku telah menjelajahi Bhumi Swatantra ini," imbuh Rembulan, "Dan akhirnya aku tahu, bahwa di sisi lain negeri ini, dahulu kala, sekitar seribu tahun yang lalu, ada legenda tentang Sepuluh Cincin Mistis, yang mana, Sembilan Cincin akan memberikan umur panjang, kecuali keabadian, dan kekuasaan serta kekayaan, kepada pemiliknya, dan Cincin Kesepuluh, dapat mengungkapkan kepada pemakainya, sesuatu yang belum pernah ia saksikan sebelumnya.

Konon, seekor Singa perkasa, kadarullah, menemukan Kesepuluh Cincin Mistis tersebut. Ia menegakkan klannya, menaklukkan Kerajaan Swatantra. Ia naik tahta dan bergelar Prabhu Kusam Mukha, lantaran ia tak pernah tersenyum. Kekuasaan sang Raja, bertambah luas, dan ia memproklamirkan diri sebagai Kaisar. Dimanapun sang Kaisar berada, tangan kanannya, Gadha, sang Rajawali, ksatria yang setia dan patuh kepada sang Kaisar, selalu menyertainya. Dan alih-alih memilih yang cakap, ia cenderung mempercayai para Kasim, merekalah yang sebenarnya merusak tatakrama Kekaisaran. Para Kasim ini, berasal dari empat klan, ular; serigala; rubah; dan tikus. Gadha yang jujur, berusaha menyingkirkan para Kasim ini, namun gagal sebab mereka licik, bahkan lebih kuat.

Suatu malam, di atas peraduannya, sang Kaisar, setelah lama tak mengenakan Cincin Kesepuluh semenjak pertama kali menemukannya, perlahan-lahan memakainya. Sang Kaisar tampak terkejut dan pucat-pasi. Malam itu, ia melihat sesuatu, yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Keesokan harinya, sang Kaisar mengumumkan kepada seluruh satwa, dan menjanjikan hadiah kepada yang putranya, dipandang paling tamvan.
Seekor induk kera, datang bersama yang lain, dan mempersembahkan, dengan segala kelembutan sang induk, seekor kera muda berhidung pesek, tak-berbulu, dan buruk-rupa, sebagai kandidat demi hadiah yang dijanjikan. Gelak-tawa khalayak, memberi hormat padanya, atas persembahan putranya. Ia dengan tegas berkata, 'Aku tak tahu, akankah Kaisar menganugerahkan hadiah kepada putraku, tetapi yang kutahu, bahwa anakku, setidaknya di mataku, ibunya, yang paling kusayang, tertamvan, dan tergagah dari semuanya. Dan kelak, ia bakal menjadi seorang Kaisar.' Sungguh, cinta seorang ibu itu, buta.

Waktu berlalu, para satwa telah melupakan kejadian itu. Dan di tepi sungai, duduk seekor kera, yang pernah dibawa ibunya ke hadapan sang Kaisar, sedang merenung, dan sampailah ia pada kesimpulan, 'Aku harus mengubah waktu! Aku harus mengunjungi negeri seberang, dimana para manusia, di kawasan yang jauh, berkeliaran, guna membawa pulang, peradaban.'
Seketika, ia berangkat, namun alih-alih menembus ruang dan waktu, langkah kakinya, membawanya keluar Rimba, dan sampailah ke sebuah kota. Sang monyet malang, ditangkap, dan dijual kepada seorang Nyonya yang kehilangan suaminya dalam perang. Sang Nyonya memakaikan kostum era abad pertengahan kepada sang monyet, termasuk wig dan rambut keriting putih, sebagaimana yang dikenakan dalam lukisan George Washington.
Hari demi hari, sang monyet menjadi tontonan sirkus, dan menjadi favorit sang Nyonya. Akhirnya, karena bosan dengan keadaannya, sang monyet melompat-lompat, mengacak-acak simpul rambut sang Nyonya dan mematahkan kipasnya. Sang Nyonya menendang sang monyet keluar dari rumahnya, yang berlari, sejauh yang ia mampu, membawanya kembali ke Belantara. Sekawanan monyet, lewat, mengenalinya, dan berkata, 'Dari mana saja kamu? Wow hebat! Lihat pakaianmu!' sembari memegang sylvan berbulu di sekeliling tubuhnya. Ada yang tercengang melihat strut dan jubahnya. Ada yang memuji lengan bajunya, serta periwignya yang rapi. Tak lama kemudian, kisah Monyet Jenaka, menjadi viral.

Sementara itu, sang Kaisar dan tangan-kanannya yang baik, Gadha, sedang berburu di hutan. Yang sejak pagi hingga siang, belum menemukan mangsa, kemudian beristirahat di sebuah gua. Seekor ular, mengintai keduanya, yang sedang membuka perbekalan mereka. Dengan instingnya yang tajam, sang Singa menggeram. Kumandang dari gua, menggeram pula, sangat menyeramkan. Sang Kaisar terkejut, pada awalnya, mengira bahwa itu, singa lain, 'Suara siapa yang menggeram padaku?' Yang Mulia bertanya. Sang kumandang menjawab, 'Padaku!' 'Kamu,' bentak sang Singa, 'Siapa kamu?' Sang kumandang dengan keras berteriak, 'Siapa kamu?' 'Ketahuilah aku singa, dengar dan gemetarlah!' jawab sang Kaisar. Sang kumandang kembali berseru, 'Gemetarlah!'
'Majulah,' sang Singa mulai dongkol, 'Tunjukkan mukamu!' Sang kumandang menjawab, 'Mukamu!' 'Apa? Engkau menganggapku remeh?' Kumandang menjawab dengan keras, 'Remeh!' Mendengar ini, karena merasa jiper ada ancaman terhadap tahtanya, sang Singa menggeram murka, namun gema suaranya menggeram pula. Ia makin gondok, kemarahannya berbuih, tahu bahwa ada saingan tahtanya, yang dengan berani akan merebut mahkotanya.
Gadha, yang mengamati kelakuan sang singa, berkata kepada sang Monarki, seraya tersenyum. 'Duhai engkau yang kujunjung tinggi, dengan rendah-hati aku memberanikan-diri, walau kebenaran, mungkin tak selalu pantas diucapkan, bahwa dedemit yang baginda dengarkan itu, yang sangat menggelisahkan telinga muliamu, bukanlah saingan tahtamu, suara dan kekhawatiran itu, semuanya milikmu.'
Tiba-tiba terdengar suara batu berderak, sang Kaisar, yang mulai tenang, bertanya, 'Gema jugakah itu?' Gadha, menyadari adanya bahaya, menjawab, 'Bukan, Yang Mulia, itu pasti, pengintai!' Bergegas ia berdiri, dan berteriak, 'Engkau yang bersembunyi di sana, keluarlah!' Sang ular yang gusar oleh tantangan sang Rajawali, segera keluar dari persembunyiannya. Melihatnya, sang Kaisar panik, langsung menerkam sang ular, namun meleset, karena reptil merangkak itu, berkelit. Sang ular, balik menyerangnya, dan mempersembahkan sengatan mematikan, lalu berkata kepada Pahlawan Rimba yang sebentar lagi kadaluwarsa itu, 'Matilah kau, tiran yang angkuh! Dan biarlah engkau jadi contoh bahwa tiada daya atau kekuatan yang cukup, yang setiap saat akan mampu menyaring seorang lalim dari kehancuran, bahkan seekor reptilpun, bila dipancing, dapat menjadi penyebab kesirnaannya.' Belum selesai dengan kalimatnya, nyawa sang ular lepas oleh paruh dan cakar-kokoh, Gadha.
Di penghujung napasnya, sang Kaisar menyerahkan sebuah cincin kepada Gadha, 'Simpan ini, dan bawa pulang jenazahku untuk dimakamkan sebagaimana layaknya seorang Kaisar. Setelah itu, pergilah mengasingkan-diri, dan kelak, berikan cincin kesepuluh ini, kepada para pencari keadilan, nantikanlah mereka!' Gadha bertanya, 'Bagaimana dengan sembilan cincin lainnya?' Untuk sementara, jawaban sang Kaisar, kita tunda dulu hingga menjelang akhir cerita ini yaq.

Ucapan belasungkawa mengalir dari penjuru hutan. Sang singa mati, tak meninggalkan penerus, dan setelah pemakaman, para Kasim, mulai mencari Cincin sang Kaisar. Mereka menemukan sembilan cincin di atas peraduan sang Kaisar. Sang ular, dengan racun muslihatnya yang mematikan, sang serigala dengan keserakahannya, sang rubah dengan kelicikannya, dan sang tikus, dengan hasrat mencurinya, menghambur ke arah cincin-cincin tersebut. Perebutan tak terelakkan, dan pada akhirnya, masing-masing mendapat dua cincin, kecuali sang ular, memperoleh tiga, yang kemudian berkata, 'Akulah pemimpin kalian, sebab aku punya tiga cincin!'
Setelah itu, mereka mendiskusikan siapa yang pantas menjadi Kaisar baru. Dan setelah adu-mulut yang melelahkan, mereka sampai pada pandangan bahwa mereka, tak bisa menjadi yang terpilih. Mereka harus menemukan siapa yang akan menjadi Kaisar, yang dapat mereka kendalikan. Sang tikus menginformasikani, 'Aku tahu, ada!' Yang lain bertanya, "Siapa?" Sang tikus menjawab, 'Ia yang dikenal para satwa sebagai Monyet Jenaka!' Kemudian merekapun mematangkan makar mereka.

Pada dini hari, Komisi yang dibentuk oleh para Kasim, mengumumkan, apa yang disebut Ambang-batas Pemilihan Kaisar, 'Melihat dst dst... Menimbang dst dst... Memutuskan, bahwa syarat dan ketentuan untuk menjadi Kaisar, para kandidat harus menemukan Sembilan Cincin Kaisar.'
Pada hari yang ditentukan, tiada satwa yang maju, lantaran mereka tak dapat menemukan sembilan cincin Kaisar. Pada pertemuan besar para satwa, berpura-pura tak mengenal sang monyet, sang ular memintanya, menari. Dalam hal ini, ia melakukannya dengan sangat baik, dengan seribu mimik dan seringai yang lucu, sehingga para satwa berlompatan dengan antusias. Sang ular bertanya, 'Sudahkah engkau menemukan Sembilan Cincin?' Dengan percaya-diri, sang monyet menjawab, 'Cincin-cincin itu, telah kuserahkan kepadamu, tiga di antaranya!' Sang ular segera menjawab, 'Benar!' sambil menunjukkan tiga cincin. 'Cincin lainnya, telah kualihkan kepada Rubah, Serigala, dan Tikus, masing-masing dua!' Ketiga satwa yang ditunjuk, langsung berseru, 'Cocok!' sembari menunjukkan cincin masing-masing. Setelah itu, ada yang berteriak, 'Ayo kita pilih monyet sebagai Kaisar baru kita!' Di sudut lain, menimpali, 'Ya, ia pantas menjadi Kaisar kita!' Yang lain, tiba-tiba berteriak, 'Ya, pilihlah monyet!' Yang lain lagi, berteriak, 'Hidup monyet, Kaisar baru!' dan di sana-sini, memilihnya sebagai Kaisar baru mereka. Para Senior yang semestinya bijak melihat keadaan, terkagum-kagum pula, bahkan ada yang berkata, 'Meskipun ia bukan singa, tapi aku jatuh cinta padanya!' Akan tetapi, para unggas, tak memilih sang Monyet dan merasa muak dengan para satwa, karena memilih penguasa yang, sangat tak layak.

Pada hari Pemahkotaan, sang Kaisar Baru, dengan ekor hitam di bokongnya, menggelantung, buritnya yang berbedak, laksana embun beku, dengan bangga menyampaikan pidatonya, 'Aku datang membawa bangsa ini, ke arah yang lebih baik. Timbanglah nilaimu sendiri, pertahankan posisimu, agar berada pada peringkat yang menyamai peringkat ras manusia. Di kota, telah lama kulewati hari-hariku, bercakap dengan manusia, dan mempelajari cara mereka. Aku telah melihat pakaian dan tatakrama mereka. Ubahlah keadaanmu, dan teladanilah aku. Jika engkau ingin mengembangkan kesantunanmu, perbanyaklah berurusan dengan sanjungan. Ungkapkanlah dengan cemoohan dan kebencian, gunakan temanmu sebagai tujuan pribadimu. Jika perlu, banyaklah berdusta, jangan berkata jujur, karena kebenaran itu, pahit. Jangan pakai otak, pakailah dengkul, yang penting, semua sanjungan mengalir. Beranilah merangkul segala bentuk kepura-puraan. Dan engkau akan diuji, maka turutilah perkataanku. Engkau, niscaya akan tumbuh seperti manusia yang beradab.' Para hadirin, segenap berdiri, bertepuk tangan, kagum.  Di belakang panggung, sang rubah berbisik kepada sang ular, 'Hebat kan konsep pidato yang gue bikin!' Sang ular mendesis, 'Iya, isi pidatonya, menunjukkan siapa pembuatnya!'
Komisi mengumumkan bahwa para satwa harus bersumpah-setia kepada Kaisar baru. Seluruh satwapun, melakukannya, kecuali para unggas. Dengan berdiplomasi, mereka berkata bahwa, oleh karena sebagian besar telah bersumpah setia, itu sudah cukup. Lagi pula, mereka ingin terbang bebas, tanpa keterikatan. Semua mengamini. Dan pada hari yang sama, sebagai penghormatan kepada para Senior, mereka dilantik, ada yang menjadi penasihat Kaisar, duta besar, atau posisi lainnya, atau fasilitas untuk mengembangkan bisnisnya, bahkan ada yang memperoleh jatah pembagian lahan. Pada awalnya, para satwa tak menyadari, bahwa semua ini, tentang sesuatu, yang kelak, mereka gambarkan sebagai gestur Jari-hati, sebuah tren yang dipopulerkan oleh Oppa Korea. Jempol dan jari telunjuk disilangkan membentuk sebuah hati: yang tersirat di atasnya, lalu kedua jari itu, berulang kali digosok-gosokkan, seperti gestur 'Bayarlah aku!'

Hari-hari berlalu, para satwa, yang berharap ada perkembangan yang baik pada masa pemerintahan Kaisar baru, malah merasakan banyak kemunduran. Harga barang semakin mahal dan kebutuhan sehari-hari semakin langka, seperti minyak goreng, kedelai, dan gula. Namun, apa yang mereka lihat, sangat berbeda dengan yang tercantum dalam berita resmi. Dan dari hari ke hari, keadaan semakin berat. Namun ganjilnya, sang Kaisar dan para kasimnya, hidup dengan pesta-pora dan kuda-kuda nan mewah. Dan satu demi satu, mereka yang dulu berteriak mendukung sang Kaisar, menjadi pejabat penting. Para senior yang semestinya memberi nasihat, tetap diam, sebab mereka telah merasa nyaman dengan posisinya masing-masing.
Di pasar, ada bakul-cendol berseru, 'Kaisar layak mendapatkan Cendol!' Merasa enek dengan keadaan yang ada, jangankan menanggapi, para pembeli yang lewat, meletakkan batu-bata di hadapannya, satu demi satu, hingga menutupi wajah sang bakul. Pedagang lain, bertanya kepada seorang pembeli, 'Aksi ini, buat apa yaq?' 'Sang pembeli menjawab, 'Cendol itu, warnanya ijo, dan kami tawarkan batu-bata, yang warnanya merah, artinya, alih-alih memberi lima bintang, walau satu bintang pun, 'Oogaah!'

Sebenarnya, para satwalah yang memperhatikan bahwa ada kesumbangan dalam pemilihan. Sebelum acara Pemahkotaan, mereka menyiapkan sedikit daging sebagai jebakan, dan salah satu anggota mereka, bergegas menemui calon Kaisar, mengatakan kepadanya, ia telah menemukan harta-karun, yang tak ia sentuh lantaran itu hak yang mulia Monyet. Sang monyet serakah, mengikuti sang unggas, lalu masuk perangkap. Saat melihat daging, segera digenggamnya dengan erat, hanya untuk mendapati dirinya, terjerat di dalam jeratan. Para unggas berdiri dan terbahak, 'Engkau berpura-pura jadi Kaisar kami, tetapi dirimu sendiri, tak sanggup engkau jaga! Pemimpin sejati, akan membuktikan dirinya, dengan kualitasnya.' Sejak saat itu, para unggas menyebutnya 'Prabhu Chari Mukha', dan kemudian para unggas tahu bahwa sang Kaisar, punya hobi mengoleksi boneka barbie, dan mereka menjulukinya, 'Prabhu Muchi Khari.'
Selain itu, para unggas bertanya-tanya tentang cincin Kaisar, kok cuma sembilan, bukan sepuluh? Akhirnya, dengan susah-payah, mereka mencari Gadha, yang mengasingkan-diri, di sebuah gunung. Awalnya, Gadha tak mau bertemu dengan mereka, namun ketika salah satu dari mereka, kadarullah, berkata, 'Kami ingin mencari Keadilan!' Maka, Gadha berbalik dan menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi.
Ia menunjukkan pula, Cincin Kesepuluh, dan membiarkan setiap tamunya, mengenakannya. Setelah segenap yang hadir, menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka lihat, Gadha berkata, 'Sebelum kematiannya, sang Kaisar menyerahkan cincin ini kepadaku dan menceritakan tentang Sembilan Cincin itu, 'Sembilan cincin itu, ecek-ecek. Cincin itu, bohong-bohongan, aku membuatkannya di pinggir jalan, cincin logam bersepuh emas, dan tak punya kekuatan apapun. Semua cerita tentang kebertuahannya, karanganku dewek. Aku menceritakannya kepada para Kasim dan mereka menyebarkan dusta.'

Kemudian Gadha berkata, 'Apa yang engkau s'kalian lihat dan alami, bagai cerita dalam senandung mabok orang Irlandia, the Drunken Scotsman. Dengarkan,
Well a Scotsman clad in kilt, left a bar one evening fair
[Nah, seorang Skotlandia, yang mengenakan Kilt,*) meninggalkan bar, di malam nan indah] 
And one could tell, by how he walked, that he'd drunk more than his share
[Dan orang pun tahu, dari caranya berjalan, ia minum melebihi jatahnya]
He stumbled round, until he could no longer keep his feet
[Ia terhuyung, hingga tak kuat menahan tungkainya]
Then he stumbled off into the grass, to sleep beside the street
[Lalu tersandung ke rumput, terlelap di tepi jalan]

About that time, two young and lovely girls just happened by
[Tepat waktu itu, dua gadis muda nan cantik, kebetulan lewat]
And one says to the other, with a twinkle in her eye
[Dan yang satu berkata kepada yang lain, dengan binar di matanya]
'See yon sleeping Scotsman so strong and handsome built,
[Lihat, orang Skotlandia yang tidur itu, kuat nan tamvan]
I wonder if it's true what they don't wear beneath the kilt!'
[Aku pengen tahu, benarkah, mereka tak mengenakan apa-apa di balik kiltnya!]

They crept up on that sleeping Scotsman, quiet as could be
[Mereka menggerayangi sang Skotlandia, sehening mungkin]
Lifted up his kilt about an inch, so they could see
[Mengangkat Kiltnya sekitar satu inci, agar mereka dapat melihat]
And there behold, for them to view, beneath his Scottish skirt
[Dan tak dinyana lihatlah, apa yang mereka saksikan, dibalik rok Skotlandianya]
Was nothing more than God had graced him with, upon his birth
[Tiada lain selain apa yang Tuhan anugerahkan padanya, sejak kelahirannya]

They marveled for a moment, then one said 'We must be gone!
[Mereka terkagum sejenak, lalu yang satu berkata 'Kita harus pergi!]
Let's leave a present for our friend, before we move along!'
[Mari persembahkan hadiah buat kawan kita ini, sebelum beranjak!]
As a gift they left a blue silk ribbon, tied into a bow
[Sebagai bingkisan, mereka tinggalkan pita sutra biru, yang diikat bersimpul]
Around the bonnie star, the Scot's kilt did lift and show
[Bagai bintang yang indah, Kilt sang Skotlandia, berdiri dan mempertontonkan]

Now the Scotsman woke to nature's call and stumbled toward the trees
[Sekarang, sang Skotlandia terbangun oleh rasa kepingin nguyuh dan tersandung ke arah pepohonan]
Behind a bush, he lifts his kilt and gawks at what he sees
[Di balik semak, ia mengangkat Kiltnya dan melongo melihat apa yang dilihatnya]
And in a startled voice he says to what's before his eyes
[Dan dengan suara terbata, ia menanggapi apa yang ada di depan matanya]
'O lad, I don't know where you been, but I see, you won first prize!'
['Duhai kawan, kutak tahu kemana saja engkau pergi, tapi aku sadar, engkau telah memenangkan anugerah pertama!']
Ring ding diddle diddle i de o ring di diddly i o
[Ring ding didel didel ai di yo ring dai didli aiyo]
"Sayangnya," kata Rembulan, "Aku harus pamit dan pergi. Tapi perbolehkan aku menyampaikan tentang para pencari keadilan itu, yakni para unggas. Mereka tiada henti menggemakan, bahwa Ambang-batas Sembilan Cincin itu, ciloko, dan kudu dihapuskan. Mereka menyadari bahwa apa yang mereka saksikan dan rasakan selama ini, tiada lain selain Atraksi Topeng Monyet belaka. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan :
- 'Umar S. Al Ashqar, The World of the Noble Angels, translated by Nasreddin Al-Khattab, IIPH
- 'Umar S. Al Ashqar, The World of the Jinn and Devils, translated by Jamaal al-Din M. Zarabozo, IIPH
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
- Capt. Anas Abdul-Hameed Al-Qoz, Men and The Universe - Reflections of Ibn Al-Qayyem, Darussalam
*) Kilt ialah pakaian tradisional Skotlandia dan bangsa Keltik yang dikenakan di bagian pinggang dan mengelilingi tubuh pemakai hingga bagian atas kaki, di atas lutut.

[Bagian 1]

Selasa, 28 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (6)

'Sang Jin berkata,' Musuh terjahat manusia ini, selalu ingin menyesatkan para insan. Ia melaksanakannya dengan beragam cara dan sarana. Seseorang hendaknya waspada terhadap musuh ini. Seseorang seyogyanya menyadari tujuan dan siasat setan, agar menaklukkan dirinya. Jika manusia lalai dalam urusan ini, maka setan dapat menyerangnya dengan cara apapun yang ia kehendaki. Senjata terampuh yang dapat dipergunakan sebagai pertahanan terhadap setan, yaitu dengan berpegang teguh pada Kitabullah dan As-Sunnah, dengan ilmu dan amal seseorang. Kitabullah dan as-Sunnah, membentangkan jalan yang lurus, dan Setanlah yang berjuang menyimpangkan kita, dari jalan yang lurus ini. Jika seseorang mengikuti apa yang didatangkan Allah ke dalam keyakinannya, apa yang dianutnya, perkataannya, dan aturan-aturan yang diikutinya, dan sebagainya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka ia akan terlindungi dari setan. Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
'Wahai orang-orang yang beriman! Udkhulụ fis-silmi kāffah (Masuklah ke dalam Islam secara utuh dan sempurna) dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.' [QS. Al-Baqarah (2):208]
Kata Arab as-silm dalam ayat ini, merujuk pada Islam, ada juga yang berpendapat bahwa maknanya, menaati Allah, dan terdapat pula pendangan bahwa hal tersebut mengacu pada segala perbuatan, yang di dalamnya ada keshalihan. Dari sini, kita memandangnya sebagai perintah menerapkan segenap cabang Islam, dan seluruh aspek hukumnya, sesuai kemampuan seseorang; dan ayat tersebut, melarang mengikuti jejak setan. Sesiapa yang masuk Islam secara keseluruhan, maka ia dijauhkan dari sepak-terjang setan. Barangsiapa yang tak mengikuti setiap bagian dari Islam, niscaya, telah mengikuti langkah-langkah setan. Sebab itulah, menghalalkan apa yang dilarang Allah atau mengharamkan apa yang diperintahkan Allah, menganut kiprah setan.

Cara terbaik berlindung dari setan dan tentaranya, yakni dengan memohon perlindungan dan pertolongan Allah dari setan yang terkutuk. Allah berkuasa atas Setan. Jika sang hamba memohon perlindungan kepada-Nya, bagaimana bisa setan menjangkaunya?
Allah bahkan memerintahkan Rasulullah (ﷺ) agar memohon perlindungan dari bisikan setan dan dari mereka yang mendekatinya. Allah berfirman,
وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِ ۙ وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ
'Dan ucapkanlah, 'Duhai Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, duhai Rabbku, agar mereka tak mendekatiku.' [QS. Al-Mu'minun (23):97-98]
Doa ini, merupakan permohonan agar kita tak menjadi mangsa dari apa yang mereka bisikkan kepada kita, dan kita tak mengikuti bisikan seperti itu. Allah telah memerintahkan kita agar berlindung kepada-Nya dari setan, yang dimana, tak ada lagi jalan keluarnya, karena ia tak mau menerima keramahan dan kebaikan. Ia semata menginginkan kehancuran manusia karena permusuhannya.

Rasulullah (ﷺ) mengajarkan kita agar berlindung kepada Rabb dari setan, dengan cara yang berbeda dan di waktu dan tempat yang berbeda, termasuk, memohon perlindungan saat memasuki kamar mandi, saat marah, memasuki Lembah atau Negeri Asing, pada saat seorang suami mendekati istrinya, ketika mendengar keledai yang meringkik, sebelum membaca Al-Qur'an, berdoa bagi anak-anak dan keluarga dari para Setan dan bisikan setan.
Memohon perlindungan kepada Allah ibarat pedang yang ada dalam genggaman seorang satria. Jika lengannya kuat, ia mampu menembus dan membunuh musuhnya. Jika lengannya lemah, mungkin takkan meninggalkan bekas sama sekali pada lawannya, walaupun pedangnya itu, sangatlah tajam. Sama halnya dengan memohon perlindungan dari setan. Jika seseorang beriman-kokoh dan takwa, doa ini laksana api yang membakar setan. Jika orang itu lemah imannya, yang bercampur dengan kemaksiatan, maka senjata ini, takkan melukai setan sama sekali. Oleh karenanya, seorang Muslim yang memohon keselamatan kepada Allah dari setan dan tipu-dayanya, hendaknya berusaha meningkatkan imannya dan ia sepantasnya memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Dan tiada daya dan upaya melainkan kekuatan Allah.

Mengingat Allah dalam setiap urusan, akan membuat setan terhina, merasa dikecilkan, diperolok-olok dan ditaklukkan. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Tamima mendengar dari salah seorang sahabat Rasulullah (ﷺ) yang meriwayatkan bahwa ia sedang berkendara bersama Rasulullah (ﷺ) dan keledainya tersandung. Sang sahabat berkata, 'Celakalah Setan!' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Jangan katakan, 'Celakalah setan,' sebab dalam hal ini, engkau menganugerahinya penghormatan dan ia berkata, 'Karena kekuatankulah, keledai itu, terjatuh.' Jika engkau mengatakan, 'Dengan nama Allah,' Setan akan merasa dikecilkan, hingga ia mengecil bagaikan lalat.'

Yang dapat menjadikan umat Islam semakin jauh dari setan dan tipu dayanya itu, hidup dalam kebersatuan dan kebersamaan, yang akan menambah kekuatan, dan menjadi kekuatan tersendiri. Maka jadilah termasuk orang-orang yang mengikuti kebenaran, ridha kepada Allah sebagai Rabb mereka, Islam sebagai agama mereka, dan Muhammad (ﷺ) sebagai utusan mereka. Merekalah orang-orang yang mengenali setan dan pengikutnya, serta memerangi mereka dengan ketidaksukaan di dalam hati, ucapan, dan tulisan, serta dengan beramal-shalih, dan dengan memerangi setan dengan keterangan, bukti, kata-kata dan ucapan yang baik. Sebelum itu, seseorang harus kembali kepada Yang Maha Pengasih dan berpegang teguh pada agama-Nya. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita, dengan rahmat dan kemurahan-Nya, termasuk orang-orang yang masuk Islam secara keseluruhan, dan yang tak mengikuti jejak setan. Dan selawat serta salam Allah atas hamba dan Rasul-Nya (ﷺ).'

Kemudian sang jin berkata, 'Duhai manusia, cuma itu yang bisa kusampaikan padamu. Masih banyak ilmu di luar sana, yang tak dapat kuteruskan padamu, dan sesungguhnya, segala kesempurnaan itu, milik Allah semata.'
Dan kedua makhluk ciptaan Allah tersebut, berpisah.'
Sang murid bertanya, 'Duhai guru, jika seorang manusia dipatuhi oleh jin, bukan dengan menguasai mereka, melainkan karena kerelaan jin itu sendiri, diperbolehkankah?' Sang guru menjawab, 'Ibnu Taimiyah telah menulis jawaban untuk pertanyaan ini, 'Jin, dengan manusia, berada dalam keadaan yang berbeda. Jika seseorang memerintahkan jin kepada apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), yakni beribadah hanya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya (ﷺ), dan ia juga menyerukan hal yang sama kepada manusia, maka orang tersebut, termasuk orang yang paling bertakwa dari para patron Allah. Dan ia bertindak sebagai penerus Rasulullah (ﷺ). Jika seseorang menggunakan jin demi kegiatan yang diperbolehkan dan ia juga memerintahkan mereka, apa yang wajib bagi mereka dan mencegah mereka dari apa yang dilarang bagi mereka, maka ia serupa dengan seorang raja yang berperilaku dengan cara yang sama. Maka yang paling bisa ia lakukan ialah menjadi penyembah Allah di antara para penyembah Allah pada umumnya, seperti perbandingan antara seorang Rasul yang membawa aturan dan seorang utusan yang menyembah Allah: seperti Nabi Sulaiman dan Yusuf terhadap Nabi Ibrahim, Musa, 'Isa, alaihimussalam , dan Nabi Muhammad (ﷺ). 
Jika ia menggunakan jin tersebut, demi kegiatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), sebagai penyembahan berhala, atau membunuh orang yang tak berhak dibunuh, atau menjadi musuh manusia tanpa memerangi mereka, seperti mencelakai orang lain atau menjadikan mereka melupakan ilmu dan berbuat kezhaliman, atau melakukan perbuatan kotor—yaitu, ia menggunakannya guna membantunya berbuat maksiat dan pelanggaran, serta penyekutukan Allahmaka, termasuk orang tak-beriman. Jika ia menggunakannya untuk kemaksiatan, maka ia termasuk orang-orang fasiq. 
Jika orang tersebut sama-sekali tak mengetahui hukum Islam dan menggunakan jin itu untuk apa yang ia anggap sebagai perbuatan mulia, seperti menyuruh jin membawanya berhaji, mengikuti bid'ah atau membawanya ke Arafah, maka hal ini tak memenuhi persyaratan. haji, dan kegiatan sejenis lainnya. Orang tersebut tersesat dan telah terperdaya oleh perbuatan tersebut.'  Wallahu a'lam.'

Sang murid lalu bertanya, 'Mengenai Malaikat, siapakah yang lebih superior, para Malaikat atau Bani Adam?' Sang guru menjawab, 'Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa orang-orang yang shalih, pada akhirnya, akan lebih baik, ketika mereka masuk surga, mencapai kedekatan dengan Allah, berdiam dalam derajat yang tertinggi, disambut oleh Yang Maha Penyayang, dibawa lebih mendekat, Allah memanifestasikan diri-Nya kepada mereka dan mereka bergembira menyaksikan Wajah Mulia-Nya, dan para malaikat akan berdiri melayani mereka atas seizin Rabb-nya.

Akan tetapi, pada awalnya, para malaikat lebih baik, sebab para malaikat, sekarang lebih dekat dengan Allah. Mereka berada di atas hal-hal yang dinikmati oleh anak-anak Adam, dan mereka mengabdikan diri, menyembah Rabb mereka. Tiada keraguan bahwa pada titik ini, keadaan mereka, lebih sempurna dibanding umat manusia.' Wallahu a'lam.'
Rembulan berkata, "Jika seseorang melihat sepintas sejarah manusia, ia akan menemukan manusia sesat dan mengingkari para rasul dan Kitabullah serta menyekutukan Allah. Oleh sebab itu, mereka mendapatkan murka dan azab Allah. Orang yang merenungkan apa yang terjadi, akan melihat hamba-hamba Setan berkerumun di sekitar kita. Mereka mengangkat panji-panji mereka dan menyeru orang lain mengikutinya. Mereka menganiaya hamba-hamba Allah. Ini membuktikan bahwa Setan pasti telah diberi tangguh dan bahwa ia menawan anak-cucu Adam, serta menggiringnya ke api neraka. Wallahu a'lam."
[Bagian 7]

Jumat, 24 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (5)

Sang jin menyinambungkan, 'Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Akhir dari Umat ini, akan mengalami fitnahan dan wabah. Semua ini, tusukan-tajam musuh manusia dari bangsa jin. Dan barangsiapa yang gugur oleh penderitaan ini, telah mencapai kesyahidan.' Bisa jadi, yang dialami Nabi Ayyub, alaihissalam, berasal dari jin, Allah berfirman,
وَاذْكُرْ عَبْدَنَآ اَيُّوْبَۘ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الشَّيْطٰنُ بِنُصْبٍ وَّعَذَابٍۗ
'Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya, 'Sesungguhnya, aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.' [QS. Sad (39):41]
Allah memperingatkan manusia tentang kesesatan setan dan niatnya menyesatkan manusia. Duhai para insan, setan itu, musuh bagimu, maka perlakukan ia sebagai musuh. Barangsiapa memilih setan sebagai sekutu selain Allah, maka sesungguhnya, ia orang yang merugi, dan kerugiannya itu, nyata. Permusuhan setan, takkan pernah berubah atau lenyap. Lantaran Setan menganggap Bapak manusia, Nabi Adam, alaihissalam, sebagai penyebab dikeluarkannya setan dari surga, dan latarbelakang di balik kutukan Allah atas Setan. Tiada keraguan bahwa ia akan membalas dendam kepada Nabi Adam dan anak-cucunya.

Setan punya satu tujuan jangka panjang. Yaitu ambisi utamanya. Tujuannya, agar manusia terlempar ke dalam api neraka dan terhalang masuk surga. Selain tujuan jangka-panjang, ia mengantongi banyak tujuan jangka-pendek, antara lain, menyibukkan hamba-hamba Allah dalam kekufuran dan penyembahan berhala. Bila ia tak mampu menjerat sang hamba ke dalam penyembahan berhala atau kekufuran, Setan tak putus-asa. Ia kemudian mencukupkan dengan hal-hal yang kurang dari itu, semisal perbuatan dosa dan kemaksiatan. Ia juga menanamkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Setiap perbuatan yang dicintai Allah, dibenci oleh setan, dan setiap perbuatan maksiat, yang dibenci oleh Yang Maha Penyayang, dicintai oleh setan. Bila gagal dalam menyeru manusia kepada kekafiran, penyembahan berhala dan berbuat maksiat, ia berusaha menghalangi jalan menuju amal-shalih apapun. Tiada kebajikan yang dapat ditempuh Bani Adam, bila setan duduk di sana, mengintai dan menolehkan manusia. Jika setan tak mampu menghalangi jalan menuju ketaatan, maka ia akan berusaha sekuat tenaga, merusak ketaatan atau ibadah dengan menjadikannya, sedemikian rupa, hingga seseorang takkan menerima pahala atas amalnya. Setiap ketidaktaatan kepada Yang Maha Penyayang itu, ketaatan kepada Setan. Segala sesuatu yang di ibadahi selain Allah, baik itu patung, berhala, matahari, bulan, hasrat seseorang, manusia yang dipandang sakti-mandraguna, wakil atau perwujudan Ilahi, atau manusia dalam bentuk apapun, ideologi tertentu, atau apapun yang di sembah selain Allah, sesungguhnya, masuk ke dalam penyembahan setan. Walau seseorang sepakat dengan fakta itu, atau menyangkalnya, Setanlah yang memerintahkan dan menuntut perbuatan seperti itu. Setan memerintahkan dan mendorong setiap kejahatan dan mengupayakan sekuat tenaganya, demi kejahatan; ia berusaha mencegah setiap keshalihan dan, pada kenyataannya, ia takut akan setiap amal-shalih. Yang diinginkannya, agar seseorang, melakukan kejahatan dan meninggalkan amal-shalih.

Selain menyesatkan umat manusia dengan kekafiran dan dosa, ada juga tujuan lain, yaitu mencelakai umat Islam, secara fisik dan psikis, antara lain : menyerang Rasulullah (ﷺ); hadir dalam mimpi manusia saat ia sedang tidur, guna menganiaya dan menyusahkannya; Setan dapat menggunakan hewan tertentu, yang ia dorong untuk membakar rumah. Itulah sebabnya, saat akan tidur di malam hari, padamkanlah lampu-lampumu; Setan berperang dan bermain-main dengan manusia pada saat kematiannya, maka berlindunglah kepada Allah dari hal itu; Setan menyakiti bayi pada saat kelahirannya; Setan membawa berbagai penyakit; Setan ikut makan, minum, dan tempat tinggal dengan manusia, hal ini terjadi jika manusia menentang petunjuk Allah atau jika ia lalai dari-Nya; Setan memasuki tubuh manusia dan yang dirasuki oleh setan, akan diganggu oleh mereka. Orang yang kesurupan, berbicara dalam bahasa yang, ia sendiri tak pahami. Dan tubuhnya, serasa dihantam dengan hantaman panas yang ganas, sehingga akan meninggalkan bercak yang besar pada unta. Orang yang kesurupan, tak merasakan serangan itu, juga tak sadar akan kata-kata yang ia ucapkan. Yang kerasukan, bila diangkat, akan terasa sangat berat. Dan orang-orang yang menelan riba, tak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.

Iblis-lah yang menyusun strategi pertempuran melawan manusia, dan merupakan pemimpin, merangkap pula sebagai Kakak Pembina. Dari tempat duduknya, ia mengutus Tim Buzzer dan Influencernya, ke tempat yang berbeda, dengan tujuan yang berbeda. Ia selalu menginspeksi Timnya dan mengevaluasi apa yang telah mereka capai. Ia memuji konco-konconya yang mengakibatkan banyak kebobrokan dan kesesatan di antara manusia. Dari Rasulullah (ﷺ), kita akan tahu bahwa Iblis meletakkan singgasananya di atas air. Dari sana, ia mengirimkan pasukannya guna menggoda umat manusia. Setan yang ia anggap paling dekat dengannya, yang godaannya, terdahsyat. Jika salah satu dari mereka, pulang menemuinya dan cuma melapor, 'Aku menyertai si fulan, dan tak meninggalkannya sampai ia melakukan ini dan itu,' maka dengan pedas, Iblis menanggapi, 'Lu kagak becus!' Kemudian, ada yang datang dan melaporkan, 'Aku tak meninggalkannya sampai ia jadi cebong, eh bukaaan, bukan, maksudnya, berpisah dengan istriiinyaaaa! Iyaa, geto maksudnya.' Iblis kemudian membawanya mendekat dan berkata, 'Lu favorit gue!'
Sang nelayan tiba-tiba menyela, 'Hampura Jin! Naha Sétan ngagoda manusa, diangkat jadi Komisaris BUMN atawa Wakil-menteri?' Sang Jin cuma nyengir, dan berkata, 'Mau diterusin nggak nih, ceritanya?' Sang nelayan dengan sigap merespons, 'Siaap, siaap!' Lalu sang Jin berkata, 'Setan punya dua Tim Buzzer dan Influencer: yang satu dari kalangan jin, dan satunya lagi, dari golongan manusia. Setan itu, musuh utama manusia, yang seketika akan membawanya menuju kehancuran abadi. Meski begitu, banyak manusia menganggapnya sebagai kolega dan sekutu. Mereka mengikuti jejaknya. Mereka kagum akan ide-idenya. Ini menunjukkan betapa tak-warasnya manusia, yang telah dianugerahi akal-budi, yang menganggap musuh berbahayanya, sebagai sejoli setianya.
Banyak manusia jadi pengikut dan penolong atau patron Setan. Setan memperdayai manusia dan menuntun mereka ke arah sesuatu yang 'kan berakhir dengan kehancuran dan keambrukan. Pada akhirnya, setan tak mengacuhkan dan meninggalkan mereka. Ia bahkan menertawakan mereka. Selanjutnya, setan akan mempertontonkan dan bahkan memviralkannya. Ia memerintahkan mereka mencuri, membunuh, berzinah, dan sebagainya, dan kemudian, ia menyebarkan perbuatan mereka kepada orang lain dan mempermalukannya.

Ada dua kelompok manusia: sahabat dan hamba Allah Yang Maha Penyayang, dan sekutu Setan. Para patron Setan itu, semua orang yang tak-beriman, terlepas dari kelompok mana mereka berasal atau afiliasi apa yang mereka anut. Setan memperoleh kuasa atas mereka demi menyesatkan orang-orang beriman melalui was-wasah dan skeptisme. Ia juga mendorong orang-orang tak-beriman agar berperang melawan orang-orang beriman. Dan ia selalu berusaha menyisipkan rasa-gentar pada  orang-orang beriman terhadap para patronnya.
Setan tak datang ke manusia dengan berkata, 'Tinggalkan perbuatan baik ini dan lakukan perbuatan buruk itu, agar hidupmu beruntung di dunia ini,' dan ia yang kemudian menjadi sengsara. Jika ia berbuat demikian, maka takkan ada yang mau mengikutinya. Sebaliknya, ia menggunakan banyak cara demi memperdaya hamba-hamba Allah, antara lain: Menjadikan keburukan nampak indah, ia mengaktualkan yang bathil tampak dalam bentuk kebenaran. Dan ia membuat kebenaran tampak seperti dusta. Ia akan selalu berusaha merealisasikan agar umat manusia menyukai kebathilan, dan tak menyukai kebenaran, sampai manusia terdorong berbuat bathil dan berpaling dari kebenaran; Ia juga Radikal; Ia menghalangi hamba Allah dari bersegera dalam beramal-shalih dengan menunda-nunda dan bermalas-malasan; Setan suka berjanji-palsu kepada manusia dan mentraktir dengan mimpi-indah demi menyesatkan mereka; Setan mengajak manusia agar tak taat kepada Allah dan ia selalu berdalih bahwa ia menasihati dengan tulus dan ia cuma menginginkan yang terbaik untuknya; Ia menggunakan pendekatan selangkah demi selangkah demi menyesatkan umat manusia; Hamba Allah dibuat melupakan apa yang baik dan terbaik baginya; Ia menjadikan orang-orang beriman takut pada para pendukungnya; Ia menjebak seseorang itu, melalui apa yang orang itu sukai atau inginkan; Ia melemparkan keragua-raguan ke dalam benak manusia; dan seterusnya.

Setan mampu menjangkau benak dan qalbu manusia. Ia melakukannya, sedemikian rupa, hingga manusia tak melihat atau mengenalinya. Ia telah terbantu, dengan cara ini, oleh sifat dimana ia dicipta. Inilah sesuatu yang dikenal sebagai 'bisikan' atau angan-angan yang masuk ke dalam benak manusia. Terkadang, setan tak mendekati manusia dengan cara berbisik ke dalam bathinnya. Sebaliknya, ia muncul dalam wujud manusia; suaranya dapat didengar, akan tetapi, tubuhnya tak dapat dilihat. Atau bisa jadi ia berwujud sesuatu yang aneh. Sesekali, jin muncul di hadapan manusia dan menyampaikan bahwa mereka itu, jin. Adakalanya, mereka mengaku sebagai malaikat. Sekali waktu mereka menyebut diri sebagai 'manusia invisible,' di lain waktu, mereka mengaku dari dunia ruh.
Semua ini, telah dikisahkan manusia di sepanjang zaman. Di suatu waktu, setan berbicara langsung kepada seseorang, sementara di lain waktu, mereka ngomong lewat media, atau menggunakan lidah seseorang. Terkadang, mereka mampu menjawab manusia secara tertulis.
Mereka mampu melakukan lebih dari itu. Mereka terkenal dengan kemasyhurannya mengiringi manusia menggunakan angin dan memboyongnya dari satu tempat ke tempat lain. Atau mereka mempersembahkan sesuatu yang diinginkannya. Namun, hal yang seperti ini, cuma diperuntukkan bagi orang-orang yang zhalim, yang tak beriman kepada Allah sebagai Rabb Langit dan Bumi, atau orang-orang yang bermaksiat. Seringkali, orang-orang seperti itu, tampak seperti orang yang paling alim, tapi nyatanya, mereka itu, orang yang paling sesat dan rusak. Banyak khalayak dari masa lalu dan masa kini, menghubung-hubungkankannya seperti itu, dan tak dapat disangkal, karena pemberitaan tentang kejadian-kejadian seperti itu, telah viral dan jadi trending-topic.
Mereka yang percaya bahwa mereka telah dianugerahi kekuatan istimewa dan menganggap dirinya sebagai penyembah Allah yang utama, sebenarnya hanya dilayani oleh setan. Tiada keraguan bahwa mereka dekat dengan setan, melalui kekufuran dan penyembahan berhala, yang mereka sukai. Banyak orang-orang tersebut, menuliskan Firman Allah dengan zat-zat yang tak suci, dan mereka membalikkan huruf-huruf Al-Qur'an, baik surah al-Fatihah, al-Ikhlas atau ayat-ayat lainnya. Dan mereka menulis Firman Allah dengan darah atau zat najis lainnya. Dan mereka menulis atau membuat pernyataan lain, yang menyenangkan Setan. Jika mereka mengatakan atau menulis apa yang menyenangkan setan, maka setan membantu memuaskan keinginan mereka, seperti mengubah air, atau mengangkut mereka ke beberapa tempat dengan mengendarai angin. Atau mereka bisa saja,nyolong harta orang-orang licik lainnya, yang tak disebut nama Allah di atasnya, dan mempersembahkannya ke kolega pilihan mereka, dan seterusnya.
Manusia hendaknya selalu punya keseimbangan yang dapat dipergunakan untuk membedakan antara penyembah Yang Maha Pengasih dan para patron Setan, dan antara yang shalih dan yang fasik. Jika tidak, ia sendiri yang akan tersesat. Standarnya, tak lain selain Kitabullah dan Sunnah Rasulullah (ﷺ). Jika seseorang mematuhinya, itu baik dan bagus. Jika tidak, maka ia tak berada di atas sesuatu yang baik atau terpuji, walaupun bila kita melihatnya membangkitkan orang mati atau jualan-obat yang bualannya, manjur. 
Telah viral di antara banyak orang, bahwa jin mengetahui yang ghaib. Dan bangsa jin berusaha sekuat tenaga memviralkan gagasan yang keliru ini, di antara manusia. Namun Allah telah menunjukkan kebohongan pengakuan mereka dalam kisah Nabi Sulaiman, alaihissalam. Setelah wafatnya Nabi Sulaiman, tubuhnya tetap tegak, bersandar pada tongkat, dan bangsa jin terus bekerja. Mereka tak sadar bahwa sang nabi telah tiada, hingga ada makhluk merangkak memakan tongkat tempat tubuhnya bersandar. Kemudian Nabi Sulaiman tersungkur, dan jelaslah kepada manusia, bahwa jin itu, pendusta bila mereka mengaku tahu tentang yang ghaib.
Dengan demikian, kita jadi tahu, bahwa salah satu kekeliruan besar yang ada di dalam masyarakat, ketika mereka percaya bahwa ada orang, seperti fortune teller (orang yang dianggap mampu memprediksi masa depan seseorang dengan seni ramal tapak-tangan, menggunakan bola kristal, atau metode serupa) dan soothsayer (orang yang dianggap bisa meramalkan masa depan, semisal tukang ramal atau tukang tenung), mengetahui yang ghaib. Kita melihat mereka, menjumpai mereka dan konsultasi mengenai barang-barang yang dicuri, atau kejahatan yang tengah terjadi. Dan kita bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang belum terjadi pada diri dan anak-anak kita. Baik sang penanya maupun yang ditanya, akan tersesat. Ilmu tentang yang ghaib, hanyalah milik Allah. Allah takkan mengungkapkan apapun darinya, melainkan kepada siapa yang Dia pilih dari hamba-hamba-Nya yang shalih. Allah mengetahui yang ghaib, tetapi Dia tak memperlihatkan kepada siapapun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada setiap utusan yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya, Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya, agar Dia mengetahui bahwa rasul-rasul itu sungguh telah menyampaikan risalah Rabb-nya, sedang ilmu-Nya, meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu, satu persatu.
Percaya bahwa orang tertentu, punya ilmu tentang yang ghaib itu, dosa dan tercela, yang bertentangan dengan Rukun Iman bahwa hanya Allah-lah yang memiliki ilmu tentang yang ghaib. Mendatangi seseorang agar meminta putusan menyangkut yang ghaib itu, dosa yang sangat besar. Percaya pada apa yang mereka katakan itu, kufur. 
Para Astrolog itu, orang-orang yang menggunakan bintang atau benda langit guna memprediksi keadaan bumi. Praktik ini, dilarang oleh Kitabullah dan Sunnah. Nyatanya, semua rasul Allah, juga telah melarangnya. Ada orang yang menyangka bahwa para astrolog, fortune teller, soothsayer, dan sejenisnya, terkadang benar. Kebenaran mereka dalam banyak keadaan, hanyalah bentuk pengecohan terhadap umat manusia. Sebab mereka biasanya, membuat pernyataan umum yang dapat ditafsirkan dalam berbagai cara. Ketika peristiwa itu terjadi, mereka menafsirkan pernyataannya dengan cara yang tampak seolah benar. Di kala pernyataan mereka tampak benar, yang demikian itu, hasil dari kecerdikan dan kejelian-mata. Di lain waktu, berasal dari jin yang bertemu dengan mereka dan menyampaikan berita yang mereka colong dari Langit. Nabi kita tercinta (ﷺ) ditanya tentang para peramal. Beliau (ﷺ) bersabda, 'Mereka tak punya apa-apa.' Mereka berkata, 'Tapi terkadang, mereka mengucapkan kata-kata, yang ternyata benar.' Beliau (ﷺ) menjawab, 'Kata-kata yang benar itu, berasal dari apa yang dicatut jin. Ia membisikannya ke telinga pengikutnya dan mencampuradukkannya dengan seratus kebohongan.'
Jika mereka memberikan informasi yang benar terkait dengan sesuatu yang mirip dengan nama pencuri atau mengetahui nama seseorang dan anggota keluarganya, sebelum pertemuan pertama dengannya, ini semua bisa dilakukan melalui tipu-muslihat. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang asisten mereka, yang mendapatkan informasi dari khalayak atau dapat mendengarkan diskusi mereka sebelum waktu pertemuan. Atau bisa juga, dari ulah setan, sebab pengetahuan setan tentang hal-hal yang telah lampau, bukanlah sesuatu yang aneh atau menakjubkan.

Banyak sekali kita dengar tentang penampakan benda-terbang tak dikenal. Mungkin sepekan tak berlalu, tanpa mendengar seseorang atau sekelompok orang, yang melaporkan adanya penampakan. Mereka terlihat terbang di langit atau mendarat sementara waktu di bumi. Ada orang yang melaporkan telah melihat makhluk yang berbeda dengan manusia, yang muncul dari sebuah pesawat. Ada yang bahkan mengaku bahwa makhluk tersebut, mengajak mereka ikut bergabung ke dalam pesawatnya, dan sebagainya. Semua ini, tak lain selain modus bangsa jin, sebagai rancangan mereka, terhadap trending-topic yang terjadi di masa kini. Sekarang ini, kemajuan tehnologi telah menjadi mode. Karenanya, para jin menyesatkan bangsa manusia dengan menggunakan media yang menarik minat mereka. Saat ini, manusia mulai mengeksplorasi ruang angkasa dan mencari kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi. Karenanya, bangsa jin muncul dalam wujud dan bentuk makhluk luar angkasa, demi menyesatkan dan memperdaya umat manusia.'

Sang nelayan bertanya, 'Lajeng naon pakarang urang mukmin ngalawan setan?'
[Bagian 6]

Selasa, 21 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (4)

Sebelum melanjutkan, sang jin bertanya, ''Kuring geus ngadéngé, cenah, teu meunang ngomong dina basa Sunda. Ceuk saha, manusa atawa amtenaar kitu?' Sang nelayan merespon, 'Teu malire! Teu aya larangan nyarios basa daerah, saparantosna, supados basa daerah teu punah, nu penting mah nganggo basa daerah, urang sadar kana tempat sareng waktosna, ulah dugi ka nu teu ngartos basa lokal, ngarasa diabaikan.' Sang Jin mengangguk, 'Ooo!' Sang nelayan berkata, 'Maneh ngan ngomong, ah-oh, hayu urang neruskeun carita anjeun!'

Selanjutnya, sang Jin mengungkapkan, 'Sesuatu yang dapat diterima akal, bahwa rupa setan itu, teramatlah buruk. Umat Nasrani Abad Pertengahan, kerap melukiskan Setan dengan wujud berkulit hitam, berjanggut runcing, alis terangkat, mulut mengeluarkan api, bertanduk dan berkuku, serta berekor. Allah menganalogikan cabang-cabang pohon Zaqqum, pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim, mayangnya laksana kepala setan. Dan para setan, punya dua tanduk.
Allah telah memberikan kekuatan dan kemampuan kepada bangsa jin yang, oleh Dia, Subhanahu wa Ta'ala, tak diberikan kepada bangsa manusia. Allah berfirman tentang kemampuan-kemampuan mereka, termasuk kecepatan dan gerakannya yang amat dahsyat. Ifrit, salah satu dari partai Setan bangsa Jin, berjanji kepada Nabi Sulaiman, alaihissalam, bahwa ia akan dapat membawa singgasana Ratu Saba' ke Yerusalem dalam waktu yang sangat singkat, bahkan sebelum seseorang berdiri dari tempat duduknya. Akan tetapi, orang yang berilmu tentang Kitab Allah berkata, 'Aku akan membawa singgasana itu kepadamu, sebelum matamu berkedip.' Dari sini, kita memahami bahwa mereka yang dapat mengalahkan setan itu, mereka yang berilmu.

Bangsa Jin melampaui manusia dalam hal-hal yang berkenaan dengan ruang. Mereka pernah naik ke Langit, dengan tujuan menguping para Penghuni Langit, agar mengetahui peristiwa apa, yang akan terjadi di masa depan, namun ketika Nabi kita tercinta (ﷺ) diutus dengan Risalahnya, para penjaga di Langit, tambah diperkuat dengan panah-panah api. Bila para malaikat memergokinya, mereka akan merajam para Jin itu, dengan meteor.
Oleh sebab itu, para penguping ini, memperoleh informasi dari Langit, tak sempurna. Karenanya, bila apa yang diceritakan jin itu, apa yang benar-benar mereka dengar, maka, mereka benar; sayangnya, terjadi kebalikannya, mereka meraciknya dengan kebohongan dan menambah-nambahkannya. Walhasil, para penyihir dan peramal yang memperoleh informasi dari koleganya, para setan, lebih banyak boongnya, walaupun, bisa jadi, kenyataannya, terkadang kita temukan, ada sepenggal kebenaran di dalamnya.

Latarbelakang mengapa Jin dirajam dengan meteor, seyogyanya, mengakhiri takhayul yang pernah diwariskan oleh para Jahiliyah. Mereka beranggapan bahwa bintang-jatuh itu, bermakna bahwa ada orang penting lahir atau meninggal. Terlebih lagi, mereka bilang pada orang-orang yang melihat bintang-jatuh, 'Make a wish!' Ini kurafat ya gaess! Yang benar itu, ketika Allah menetapkan suatu urusan, penduduk langit yang membawa Arsy, melantunkan puji-pujian untuk-Nya, dan begitu pula penduduk langit berikutnya, dan seterusnya, sampai tingkatan langit terendah. Kemudian, penduduk langit yang berdekatan dengan malaikat pembawa Arsy bertanya, 'Apa yang difirmankan Rabb-mu?' Dan mereka kemudian menyampaikan apa yang telah ditetapkan Allah. Lalu mereka menyebarkan berita ini ke langit berikutnya, dan seterusnya, hingga mencapai langit yang terendah. Kemudian para jin menguping, dan menyampaikan hal yang didengarnya, tapi tak lengkap, kepada para koleganya. Saat para malaikat memergokinya, mereka melemparkan meteor kepada para penguping tersebut.
Allah mencipta bintang-bintang untuk tiga tujuan, menghiasi langit, merajam setan, dan sebagai jejak, yang dipergunakan sebagai petunjuk-jalan. Barangsiapa mencari sesuatu yang lain di dalamnya, akan keliru, dan tak menguntungkan baginya, hanya akan membuang-buang waktu dan usahanya, dalam hal mencari sesuatu yang tak mereka miliki ilmunya. Jadi, tiada petunjuk doa khusus yang harus dibaca, baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah, ketika seseorang menyaksikan fenomena bintang-jatuh. Tapi, Rasulullah (ﷺ) memberi kita petunjuk, bahwa sesiapa yang melihat sesuatu, yang membuatnya takjub, dan kemudian mengucapkan, 'Masya Allah la haula walaa quwwata illa billah,' maka sesuatu yang dilihatnya itu, takkan membahayakannya. Selain itu, ketika melihat bintang-jatuh, bertasbih, bertahmid dan bertakbirlah, demi mengagungkan Allah.

Allah telah berfirman bahwa bangsa jin, yang tunduk pada kendali Nabi Sulaiman, banyak mempertontonkan kemahirannya, yang membuktikan kemampuan fisik, kecerdasan dan keterampilan mereka. Bangsa Jin berkemampuan meniru wujud manusia atau hewan. Mereka juga mampu berwujud hewan tertentu, semisal, unta, keledai, sapi, anjing atau kucing, wabil khusus, berwujud anjing hitam. Bangsa Jin bisa berbentuk ular dan muncul di depan manusia. Setan bangsa jin, mampu mengalir ke dalam darah Keturunan Adam, laksana darah mengalir melalui pembuluh-nadi.

Dalam beberapa aspek, bangsa jin dan setan, sangat kuat, namun di sisi lain, mereka lemah. Allah tak memberikan Setan, kemampuan memaksa manusia atau menekan mereka agar sesat dan kufur. Setan tak punya sarana menguasai mereka, baik melalui bukti maupun menggunakan kekuatan apapun atas mereka. Setan sendiri, menyadarinya. Penguasaannya atas manusia dan jin, ialah pada mereka yang sejalan dengan ide-ide para setan, dan yang sukarela mengikuti dan menaatinya. Penguasaannya atas mereka, melalui godaan dan menggiring ke arah kesesatan. Ia menggelisahkan dan memanas-manasi serta menuntun ke arah kekafiran dan kemusyrikan. Ia menggoda sampai mereka masuk ke dalam jeratnya. Dan ia tak pernah berhenti melakukannya.
Pengaruh setan terhadap para korbannya, tak didasarkan pada dalil-dalil atau penjelasan, melainkan semata-mata karena perbuatan yang ia serukan, bersesuaian dengan keinginan dan niat para korbannya. Para korban ini, telah merugikan diri mereka sendiri. Mereka membiarkan musuh sejatinya, Setan, menjadi sobat dan majikan mereka, karena mufakat dengan apa yang diinginkannya. Ketika para korban berjabat-tangan dengan setan, mereka menjadi tawanannya, semacam hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Allah tak membiarkan Setan menguasai hamba-hamba-Nya, mereka sendirilah yang membuka jalan bagi Setan dengan menaatinya dan menyekutukannya dengan Allah. Maka Allah memperkenankan Setan menaklukkan sang hamba, dan berkuasa atasnya.
Setan berkuasa atas orang-orang beriman, karena dosa-dosa mereka. Sebuah hadits menyatakan, 'Allah akan menyertai seorang hakim, sepanjang ia tak berbuat zhalim. Apabila ia menjalankan ketidakadilan, Allah lepas darinya dan membiarkan Setan menemaninya.'
Jika seorang hamba berpegang teguh pada Islam, dengan Iman yang tulus dan ikhlas, serta tetap dalam batas-batas yang ditetapkan Allah, maka Setan menjauh dan pergi meinggalkannya. Sesiapa yang imannya kokoh, akan mampu mengalahkan, menaklukkan, dan menghinakan Setan.

Bangsa Jin tak mampu menghadirkan mukjizat seperti yang dilakukan para utusan Allah, yang dimaksudkan sebagai bukti kebenaran perutusan mereka. Setan tak mampu muncul dalam wujud Rasulullah (ﷺ) dalam sebuah visualisasi atau mimpi. Setan tak mampu meniru rupa sejati Rasulullah (ﷺ). Namun, hal ini tak menghalangi mereka, meniru bentuk selain Rasulullah (ﷺ) dan mengaku bahwa merekalah Rasulullah (ﷺ). Oleh sebab itu, tak boleh berdalih, bahwa setiap orang yang melihat siapa yang dikiranya sebagai Rasulullah (ﷺ) dalam mimpi, sebenarnya telah melihatnya, kecuali, tentu saja, yang ia temui itu, sesuai dengan gambaran Rasulullah (ﷺ) yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Banyak orang mengaku bahwa mereka telah melihat Rasulullah (ﷺ), namun mereka memberikan gambaran berbeda tentang beliau (ﷺ), dari apa yang telah tercatat dalam kitab-kitab yang dapat dipercaya.

Bangsa Jin, masing-masing bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan diperintahkan menunaikan suatu perbuatan dan tak melakukan yang lain, sebab mereka dicipta dengan tujuan yang sama seperti manusia dicipta, yakni menyembah Allah. Orang-orang yang taat, Allah akan meridhoinya dan ia akan masuk surga. Barangsiapa yang durhaka dan membangkang, ia akan menjadi santapan Api Neraka.
Lantaran harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, tiada keraguan bahwa wahyu Allah, seyogyanya disampaikan kepada mereka dan menetapkan 'hujjah' terhadap mereka. Tapi, bagaimana hal ini terjadi? Adakah utusan di antara mereka sendiri seperti manusia, atau adakah utusan manusia yang sama, juga untuk mereka? Pada dasarnya, ada dua pendapat. Pendapat pertama, bahwa jin menerima utusan dari jenis mereka sendiri. Pendapat kedua, bahwa semua utusan yang diutus ke bangsa jin itu, manusia. Mayoritas ulama awal dan kemudian, menyatakan bahwa jin tak pernah punya nabi dari jenis mereka. Pertanyaan yang diperdebatkan ini, tak memerlukan tindakan apapun dari Umat Islam, juga tiada naskah yang jelas tentangnya; oleh sebab itu, tak perlu membahas pertanyaan ini secara lebih rinci.

Rasulullah (ﷺ) diutus bagi bangsa jin dan manusia. Ada jin yang dengan cepat beriman, ketika mendengar Al-Qur'an dibacakan. Mereka mendengar Al-Qur'an, mereka mengimaninya dan kembali ke kaumnya, menyerukan Keesaan Allah dan Keimanan, dan mereka membawa berita gembira dan juga peringatan.
Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) berangkat dengan beberapa sahabat, berniat pergi ke pekan raya di Ukaz. Pada saat itu, ada penghalang antara iblis dan berita dari langit. Dan para jin sedang di rajam. Oleh karena itu, para jin kembali kepada kaumnya dan ditanya tentang apa yang telah terjadi. Mereka menjawab, 'Ada penghalang telah diletakkan di antara kami dan berita dari langit.' Mereka berkata, 'Ini hanya bisa terjadi lantaran ada peristiwa penting. Pergilah ke bagian Timur bumi dan bagian Baratnya, cari tahulah apa yang telah terjadi, yang menyebabkan penghalang antara kita dan berita dari langit.' Mereka melakukannya. Ada sekelompok Jin yang melanjutkan ke Tihama, yang merupakan hutan palem, dekat dengan pekan raya Ukaz. Saat itu, Rasulullah (ﷺ) sedang mengimami para sahabat, shalat subuh. Ketika para jin mendengar bacaan Al-Qur'an, mereka berkata, 'Dengarkan.' Kemudian mereka berkata, 'Inilah yang menjadi penghalang antara kami dengan berita langit.' Mereka kembali kepada kaumnya dan berkata, 'Kaum kami! Kami telah mendengar Al-Qur'an yang mengagumkan, yang menuntun kami ke jalan yang lurus dan kami beriman kepadanya.'
Setelah peristiwa itu, rombongan jin bertemu dengan Rasulullah (ﷺ) agar memperoleh ilmu dari beliau (ﷺ). Rasulullah (ﷺ) membuat janji-temu, dan kemudian, mengadakan pertemuan dengan mereka, lalu mengajarkan apa yang Allah tetapkan bagi mereka, serta beliau membacakan (ﷺ) Al-Qur'an kepada mereka, dan menyampaikan tentang berita dari langit. Peristiwa terakhir ini, terjadi di Mekah, sebelum Rasulullah (ﷺ) hijrah ke Madinah. Di antara ayat-ayat yang beliau (ﷺ) bacakan kepada bangsa jin itu, surah Ar-Rahmaan. Kejadian tersebut, bukanlah satu-satunya peristiwa dimana Rasulullah (ﷺ) membacakan Al-Qur'an kepada bangsa jin, melainkan pertemuan seperti itu, terulang beberapa kali setelahnya.'

Sang jin, diam sejenak, lalu mengungkapkan, 'Sesungguhnya, wabah itu, tusukan-tajam dari musuh-musuhmu, dari kalangan jin.' Sang nelayan bereaksi, 'Leres? Ngapunten, sampaikan padaku lebih banyak lagi!'
[Bagian 5]

Jumat, 17 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (3)

'Kala sang bayu menyapu rerumputan, sang huma beriak laksana kolam, dan saat menghempas sang milu, sang huma melambai kesana-kemari bagai laut-lepas. Inilah yang disebut tarian sang bayu; akan tetapi, sang bayu, tak cuma menari, ia juga berceloteh, dan betapa melengking ia bernyanyi, yang berasal dari tarikan nafas terdalamnya, dan alangkah senjangnya sang bahana, di pucuk-pucuk pohon di hutan, yang melewati celah-celah dan kisi-kisi, serta retakan di dinding! Sang bayu menghalau sang gegana ke atas sana, bagai kawanan domba yang ketakutan. Dapatkah engkau mendengar bagaimana sang bayu menderu melintasi lembah terbuka, laksana sang bayangkara meniup terompetnya? Dengan nada yang indah, ia bersiul dan mendesir ke cerobong asap dan perapian. Sang agni berderak dan menyala, dan menyorot jauh ke dalam ruangan, lalu tempat kecil itu, jadi hangat dan nyaman, serta menyenangkan duduk di sana, mendengarkan sang bahana. Biarkan sang bayu berceloteh, sebab ia tahu berjibun kisah dan hikayat, lebih banyak dari yang kita ketahui. Dengarkan saja apa yang dapat ia khabarkan.

Sang bayu berkisah, 'Tersebutlah, seorang nelayan yang, di masa mudanya, bersumpah takkan melempar jalanya, lebih dari empat kali sehari. Sumpah ini, ia taati seyakin-yakinnya; meskipun di saat ia telah berkeluarga, yang beranggota jamak, seringkali ia menyesal telah melakukannya.
Suatu pagi, setelah melemparkan jalanya tiga kali, tanpa hasil secuilpun, ia hampir sesat-akal lantaran nelangsa. Masih tersisa satu lemparan lagi, yang ia putuskan, akan di eksekusi dengan cermat.
Setelah melemparkannya, alih-alih dapat seekor ikan, ia hanya menarik sebuah bejana kecil dari tembaga bersegel timah. Segel ini, ia lepaskan dengan penuh semangat, berharap menemukan sesuatu yang berharga; namun, yang membuatnya tersipu, barang kecil itu, kelompang. Ia melemparkannya ke tanah, dan terus menatapnya dengan putus-asa, hingga ia melihat kepulan asap keluar darinya, membentuk awan gelap, dan memanjang di sepanjang laut dan pantai, membentuk kabut besar. Saat seluruh asap telah keluar dari bejana, lalu saling menghubungkan diri mewujudkan sebuah rupa, berbentuk Jin yang sangat besar, yang dengan berkacak, seketika berseru, 'Ahirna, abdi beebaaas!'

Saat melihat sosok yang menakutkan, pada awalnya, sang nelayan akan melarikan-diri, akan tetapi, saking takutnya, tungkainya serasa lumpuh. Setelah menenangkan diri, dan mengingat Allah, ia memberanikan diri, dan berkata, 'Hai Jin songong, naon atuh, anjeun lakukeun di dieu?' Sang Jin menoleh kepada orang yang membebaskannya, dengan sorotan mata tajam, berkata, 'Anjeun sangat berani menyebutku arwah yang sombong. Bicaralah padaku dengan lebih sopan sebelum aku membunuhmu.' 'Hah! Naon? Paéhan abdi?' jawab sang nelayan, 'Abdi mah takkan pernah takut pada anjeun!' Mendengar ini, tanpa disadarinya, sang Jin menciut dan mengempis semakin kecil. Tiba-tiba, sang nelayan menangkupnya dengan bejana kecil tadi dan langsung menutup dengan penutupnya, 'Sekarang, wahai Jin, permohonan anjeun akan sia-sia. Abdi akan mengembalikanmu ke laut tempat kumenemukanmu, dan aku akan mendirikan monumen demi memperingatkan nelayan lain, jika mereka, kadarullah, bertemu denganmu, agar mereka mengenali Jin jahat sepertimu, yang telah bersumpah membunuh penyelamatmu!' Sang Jin berusaha dengan sekuat tenaga, agar dapat keluar dari bejana; namun segel menahannya. Oleh sebab itu, dengan menyembunyikan kemarahannya, ia berbicara dengan nada yang lebih menyenangkan kepada sang nelayan; memohon padanya sekali lagi, agar melepas penutupnya, dan berjanji menuruti segala keinginan sang nelayan.
'Anjeun pengkhianat!' jawab sang nelayan, 'Dan aku akan kehilangan nyawaku, bila aku dengan bodohnya, mempercayaimu. Aku lebih beruntung karena sekarang berada di luar kekuasaanmu, dan anjeun yang berada di bawah kekuasaanku. Aku sekarang akan mengembalikanmu ke laut.'
'Duh juragan,' jawab sang Jin, 'Inget, dendam dilarang, tidakkah agan ingin tahu tentang abdi dan kaum abdi?' 'Kumaha éta?' tanya sang nelayan. 'Eleuh-eleuh!' jawab sang Jin, 'Menurut agan, bisakah abdi bercerita dari dalam kurungan ini? Biarkan abdi keluar, dan abdi akan memberitahukan, sebanyak yang agan mau.' 'Teu hayang,' tukas sang nelayan, 'Abdi tak mau membiarkan anjeun keluar. Sebaliknya, kini, abdi akan melemparkan anjeun kembali ke dalam laut.' 'Dangukeun agan, abdi menta,' seru sang Jin, 'Jika agan mau membebaskanku, abdi bersumpah, dengan sekhusyuk-khusyuknya, bahwa abdi takkan menyakiti agan: sebaliknya, abdi akan memberitahukan, sagalana, apapun yang anjeun merlukeun.'
Terbujuk oleh janji ini, sang nelayan sekali lagi membuka bejana; dan sang Jin, yang kembali ke wujudnya, seketika menendang bejana ke laut. Sang nelayan terkejut dengan tindakan ini, namun sang Jin meyakinkannya, 'Agan aman sareng abdi!'

Beberapa saat kemudian, sang nelayan berkata, 'Sekarang, ceritakan tentang diri dan kaum anjeun!' Sang Jin mulai berbicara,
'Kamilah bangsa jin, kami punya dunia kami sendiri, berbeda dari manusia atau malaikat. Kami sesungguhnya, biasa saja, seperti manusia, juga punya kemampuan, berkarakteristik dalam hal berpikir dan merenung. Demikian pula, memilih antara jalan kebaikan dan jalan kejahatan, dengan cara yang sama seperti manusia. Namun, kami berbeda dari manusia dalam karakteristik lain, termasuk satu karakteristik yang sangat penting, yakni asal-usul kami.
Kami disebut Jin, karena kami tertutup dari pandangan manusia. Tiada keraguan bahwa jin dicipta sebelum manusia, dan Allah menciptakan kami, dari marajin-min-naar (ما راج من نار ), nyala api tanpa asap, sesuatu yang bercampur dengan kelamnya api. Menurut para ahli bahasa, penyebutan jin itu, beragam. Jika seseorang mengacu pada bangsa jin, mereka disebut Jinni. Jika menyebutkan jin yang hidup di antara manusia, mereka disebut Aamar, yang jamaknya, Amaar. Jika menyebutkan jin-jin yang memusuhi kaum-muda, mereka disebut Arwah. Jika seseorang menyebutkan jin jahat yang memusuhi manusia, mereka disebut Shaitan, dalam bentuk tunggal, dan Shayatin, untuk jamaknya. Jika mereka menyebabkan lebih banyak kerusakan dan menjadi kuat, mereka disebut Ifrit. Dan menurut Nabi kita tercinta (ﷺ), ada tiga jenis jin, ada yang terbang di udara, ada yang berwujud ular dan anjing, dan ada yang menetap di suatu tempat dan berkelana. 
Setan, kata yang berasal dari bahasa Arab, istilah umum yang merujuk pada pembangkang yang songong. Kata ini digunakan, secara umum, terhadap makhluk tertentu, yang saking sombongnya, memberontak terhadap Rabb-nya. Setan, yang kerapkali Allah sebutkan dalam Al-Qur'an, berasal dari dunia jin. Ia menyembah Allah pada awal penciptaannya. Ia menetap di antara para malaikat di surga. Ia pernah masuk ke surga. Tapi kemudian, ia tak menaati Allah di kala ia menolak bersujud kepada Adam, yang disebabkan kesombongan, keangkuhan dan keirihatian. Lantaran itulah, Allah mencabut darinya, rahmat-Nya. Ia juga disebut Taghut, sebab ia telah melampaui batas, zhalim, pembangkang Rabb dan berusaha menempatkan dirinya sebagai illah yang kudu disembah. Setan telah berputus-asa dari setiap kesempatan rahmat dari Allah, dan karena alasan itulah, Allah menamainya Iblis, yang bermakna bahwa tak ada keshalihan di dalam dirinya, dan juga bermakna, berputus-asa dan tersesat. Banyak ulama awal yang menyebutkan bahwa namanya, sebelum ia mendurhakai Rabb-nya, ialah Azazil. Wallahu a'lam. 
Bangsa Jin, dan para setan di antara mereka, makan dan minum. Makanan jin itu, tulang-belulang atau kotoran, dan segala sesuatu yang tak diucapkan atas Nama Allah. Maka, manusia tak diperbolehkan membersihkan diri dengan hal-hal semacamnya. Setan makan dan minum dengan tangan kirinya, dan engkau, sekalian manusia, diperintahkan, dalam hal ini, agar berbeda dengan mereka, karena sesiapa yang makan dengan tangan kirinya, Setan makan bersamanya, dan sesiapa yang minum dengan tangan kirinya, Setan minum bersamanya.
Sebagaimana dilarangnya manusia memakan daging yang tak diucapkan atasnya nama Allah, jin yang beriman, dibolehkan memakan tulang yang di atasnya disebutkan Nama Allah. Mereka tak diperkenankan makan daging yang tak diucapkan atas nama Allah. Segala yang dimakan tanpa menyebut nama Allah atasnya, menyediakan makanan bagi jin kafir, yang tak lain selain para setan, shayatin. Dengan kata lain, para setan mencari kehalalan semua makanan yang tak diucapkan atas nama Allah. Itulah sebabnya, mengapa banyak ulama berpendapat bahwa, bangkai yang mati dengan sendirinya, merupakan makanan para setan, karena Nama Allah tak disebutkan atasnya. Adapun bagaimana cara bangsa jin makan dan minum, baik Allah maupun Rasul-Nya (ﷺ), tak menyampaikannya padamu, duhai manusia, maka biarlah ilmu semacam itu, tetap dalam genggaman Allah, Yang Mahabijaksana.

Sang nelayan ingin tahu, 'Naha jin kawin jeung baranahan? ?' Sang jin menjawab, 'Jelas bahwa jin berhubungan-kelamin. Untuk membuktikannya, sebagian ulama merujuk pada gambaran para bidadari di surga. Allah berfirman tentang mereka,
فِيْهِنَّ قٰصِرٰتُ الطَّرْفِۙ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ اِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَاۤنٌّۚ
'Di dalam surga itu, ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya.' [QS, Ar-Rahman (55):56]
Kita pernah mendengar tentang seorang lelaki yang menikahi seorang jin atau seorang wanita yang menikahi jin atau seorang wanita yang dilamar oleh salah satu dari mereka. Banyak riwayat seperti ini, dari generasi awal dan ulama, yang menunjukkan adanya pernikahan antara manusia dan jin. Dengan asumsi bahwa itu mungkin, banyak dari para ulama menunjukkan ketidaksukaan pernikahan seperti itu. Ulama seperti Imam Malik, rahimahullah, tak menemukan teks yang melarangnya, namun ia sendiri. tak menyukai hal tersebut terjadi, dan ia memberikan alasannya, 'Aku tak menyukai bila itu akan menjadi suatu perkara saat kami menemukan seorang wanita yang sedang hamil dan kami bertanya padanya, 'Siapa suamimu?' dan ia menjawab, 'Seorang jin.' Banyak kejahatan yang akan menjadi akibatnya.'
Sekelompok orang berpendapat bahwa tak boleh menikah dengan jin. Dari nikmat Allah, bahwa Dia menciptakan bagi manusia, pasangan dari spesies mereka sendiri. Jika itu bisa terjadi, tak mungkin ada persahabatan dan cinta di antara pasangan itu, lantaran spesies mereka berbeda. Tujuan dan hikmah pernikahan tak akan tercapai. Bagaimanapun, walau ada orang yang mengklaim bahwa pernikahan seperti itu, terjadi, dan kejadiannya di masa lalu, bilapun itu terjadi, akan sangat jarang dan aneh. Selanjutnya, orang yang melakukannya, hendaknya mencari hukum Islam tentang hal itu. Bisa jadi, orang yang melakukannya, dalam arti tertentu, terjebak dan tak punya cara menghindari keadaan seperti itu.'

Sang nelayan lebih lanjut bertanya, 'Naha jin maot?' Sang Jin menjawab, 'Tiada keraguan bahwa bangsa jin, dan para setan di antara mereka, bisa mati. Mengenai berapa lama umur mereka, kita tak mengetahui banyak kecuali apa yang telah difirmankan Allah tentang setan terkutuk, Iblis, yang diberi penangguhan dan hidup sampai Hari Kiamat. Mengenai jin atau setan lainnya, kita tak mengetahui tentang umur mereka. Tapi kita tahu bahwa rentang hidup mereka, lebih lama ketimbang manusia. Bukti lebih lanjut bahwa mereka benar-benar bisa mati, dari riwayat bahwa Khalid bin Walid, membunuh setan al-Uza, sebuah pohon yang biasa disembah oleh orang-orang Arab. Dan seorang Sahabat membunuh jin, yang berwujud ular.
Bangsa Jin berdiam di bumi yang sama dengan manusia. Kebanyakan dari mereka, dapat ditemukan di antara reruntuhan dan daerah bangpak, serta tempat-tempat yang banyak kenajisan, seperti, kamar mandi, sarang ganja, kandang unta, kuburan. Oleh karenanya, orang-orang yang dekat dengan setan, biasanya mendiami tempat-tempat tersebut. Seseorang tak boleh Shalat di kamar mandi karena ada kotoran dan tempat tinggalnya setan, atau di kuburan, lantaran ini mengarah pada kemusyrikan dan juga merupakan rumah bagi shayatin.
Banyak dari mereka, berada di tempat-tempat yang menjadi sumber kejahatan, seperti pasar, dimana para setan mengibarkan panji-panji mereka. Maka, kalau bisa, jangan jadi yang pertama masuk pasar, dan jangan jadi yang terakhir keluar.
Para setan tinggal di rumah yang sama dimana manusia tinggal. Seseorang dapat menghentikan mereka memasuki atau mengusir mereka dari rumahnya, dengan menyebut Allah, membaca Al-Qur'an, khususnya, surah al-Baqarah dan ayat 255 dari surah itu, ayat Kursi. Para setan menyebar dan berkeliaran semakin banyak menjelang maghrib, dan oleh karenanya, disarankan pada umat Islam, agar menjaga anak-anak mereka, selama waktu-waktu tersebut. Dan para setan, lari terkentut-kentut bila mendengar Adzan, mereka tak tahan mendengarnya. Juga, di bulan Ramadhan, mereka dibelenggu.
Para setan suka duduk di antara tempat-teduh dan sinar matahari, maka umat Islam dilarang duduk di tempat seperti itu. Mereka juga punya hewan piaraan, dan makanan piaraan mereka itu, kotoran hewan piaraan manusia. Para setan menyertai beberapa hewan seperti unta, karenanya, umat Islam dilarang shalat di padang rumput unta, tetapi dibolehkan shalat di padang rumput domba, sebab mereka diberkahi. Ada yang mengatakan alasan diharamkannya shalat di tempat unta, karena air-seni dan kotorannya najis. Sebenarnya, air-seni dan kotoran hewan apapun yang boleh dimakan, dianggap bukan-najis.'

Sang nelayan bertanya lagi, 'Apa kemampuan dan kekuatan mereka? Dan apa kelemahan mereka?' Sang Jin menjawab, 'Hapunten Juragan! Anjeun parantos naros langkung ti tilu. Biasana, dina dongéng, Jin ngan ukur nawarkeun tilu kahayang.' Sang nelayan menanggapi, 'Leres? Anjeun telah berjanji, akan menyampaikan apapun yang kusuka? Ulah siga Mukidi, sok mungkir janji.' Sang Jin menukas, 'Ati-ati juragan, engke aya nu ngalaporkeun juragan ka pulisi, dina tuduhan, bocorkan rahasia gorong-gorong!' Sang nelayan terkekeh seraya berkata, 'Mukidi remen ngingkari janji, sabab amnesia!' Sang Jin manggut-manggut, prihatin, 'Oooh!' Kemudian sang nelayan berkata, 'Ah teu apal! Sekarang, sampaikan padaku, jawaban pertanyaanku tadi, pliiizz!'
[Bagian 4]

Selasa, 14 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (2)

"Para malaikat juga menyukai majelis yang disukai Allah,' sang guru menambahkan. 'Mereka suka menyertai orang-orang yang shalat, membaca Al-Qur'an, berdzikir, atau beramal-shalih lainnya. Dengan demikian, orang yang suka berbuat dosa, akan kehilangan teman malaikatnya, dan hanya memperoleh keuntungan dari berteman dengan setan, dan ia cuma bisa mengubahnya dengan cara, segera bertaubat kepada Allah.

Salah seorang Sahabat bernama Usaid Bin Hudair, radhiyallahu 'anhu, bahwa di kala ia sedang membaca Surah Al-Baqarah, di malam hari, dan kudanya diikat di sampingnya, tiba-tiba sang kuda, terkejut, dan gelisah. Di saat ia berhenti membaca, sang kuda kembali tenang, dan ketika ia memulai lagi, sang kuda, kaget lagi. Lalu ia berhenti membaca, maka sang kuda, diam. Ia mulai membaca lagi dan sang kuda, gegau dan bermasalah sekali lagi. Kemudian, ia berhenti membaca, dan putranya, Yahya, berada di samping sang kuda. Ia takut, kuda tersebut akan menginjak-injaknya. Tatkala ia membawa pergi anaknya dan memandang ke langit, ia tak bisa melihatnya.
Keesokan paginya, ia menyampaikannya kepada Rasulullah (ﷺ), yang bersabda, 'Bacalah, wahai Ibnu Hudair! Bacalah, wahai Ibnu Hudair!' Ibnu Hudair menjawab, 'Ya Rasulullah (ﷺ)! Anakku, Yahya berada di dekat kuda itu, dan aku khawatir, sang kuda akan menginjaknya, maka aku melihat ke langit, dan membawanya pergi. Saat aku memandang ke langit, aku melihat sesuatu laksana gegana yang berisi sesuatu yang tampak bagaikan lampu, maka aku pergi agar tak melihatnya.' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Tahukah engkau, apa itu?' Ibnu Hudair menjawab, 'Tidak.' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Merekalah Malaikat yang mendekatimu, karena suaramu, dan andaikan engkau terus membacanya sampai fajar, ia akan tetap di sana hingga fajar, niscaya banyak orang yang akan melihatnya, seakan ia tak terhalang dari mereka.' [Sahih Al-Bukhari]

Imam Al-Baihaqi dan Al-Bazzar, mencatat sebuah hadits, shahih menurut Al-Albani, bahwa Nabi kita tercinta (ﷺ) juga bersabda, 'Ketika seseorang bersiwak, dan kemudian tegak dalam shalat-malamnya, seorang malaikat mendatangi dan berdiri di belakangnya. Sang malaikat mendengarkan bacaan Al-Qur'an dan perlahan-lahan mendekat. Ia sinambung mendengarkan dan bergerak lebih dekat sampai akhirnya, ia menempelkan mulutnya ke mulut orang tersebut. Setiap ayat yang dibacakannya, setelah itu, akan masuk ke sang malaikat. Karenanya, bersihkanlah mulutmu sebelum membaca Al-Qur'an.'
Hal ini menunjukkan, pentingnya menegakkan Shalat, dengan aroma nafas yang harum. Jika kita kemudian membaca Al-Qur'an dengan benar, seorang tamu terhormat, seorang malaikat, akan datang kepada kita dan menerima bacaan kita langsung ke mulutnya, kemudian akan dibawa ke langit.

Ada mitos tentang malaikat cinta yang disebut Cupid—bayi bersayap, yang membawa busur dan anak panah emas—salah satu simbol Hari Valentine yang sangat populer. Gambarnya, atau kerapkali, sebuah bentuk hati yang tertusuk oleh salah satu anak panahnya, sebagai perlambang cinta. Jadi, bagaimana sang bayi, bisa menjadi bagian besar dari perayaan 14 Februari ini?
Dalam mitologi Romawi, Cupid itu, putra Venus, dewi cinta dan kecantikan. Dan ia dikenal sebagai dewa kasih-sayang. Legenda mengatakan bahwa Cupid menembakkan panah emas berpucuk magis pada dewa dan manusia. Dengan menusuk hati mereka dengan panah, ia menyebabkan para insan, jatuh cinta secara mendalam. Ada juga legenda yang mengatakan bahwa Cupid dikenal sering berubah pikiran. Ia tak hanya membawa panah emas agar membuat seseorang jatuh cinta, melainkan ia membawa pula, panah jenis lain. Panah lain ini , berujung tumpul, yang membuat orang jatuh cinta.
Selama abad ke-14 hingga ke-17, para pelukis membuat banyak karya seni, yang menunjukkan Cupid sebagai bayi malaikat. Versi yang sama ini, mulai bermunculan di kartu Hari Valentine selama akhir tahun 1800-an. Sejak saat itu, citra Cupid sebagai bayi terbang yang menginspirasi cinta, melekat di benak orang. Dan inilah versi Cupid yang paling kita kenal hingga hari ini.

Dalam perspektif Islam, cerita Cupid ini, dipandang sebagai Kurafat Besar, karena malaikat sejati, mencintai dan membawa cinta, hanya atas seizin Allah. Dalam perspektif Islam, tiada hari tanpa kasih-sayang. Jadi, bagi seorang Muslim, sangat terlarang dan dosa besar bila terlibat dalam perayaan seperti Hari Valentine atau sejenisnya, walau semata memakai atributnya sekalipun, sebab bertentangan dengan Rukun Iman.
Semoga, dengan mengetahui hal ini, tetangga non-Muslim kita yang terhormat, dapat memakluminya. Kita percaya bahwa mereka tak pernah memaksa kita, ikut merayakannya, seperti halnya umat Islam takkan pernah mau memaksakan keyakinannya. Bukankah John Lennon bilang, 'Imagine, all the people, livin' life in peace'?

Di dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan nama lima malaikat: Jibril, Mika'il (atau Mikal), Malik, Harut, dan Marut. Malaikat yang disebutkan namanya dalam hadits, antara lain, Israfil, Munkar, dan Nakir. Beberapa malaikat disebutkan dalam Al-Qur'an atau Hadits, tetapi kita tak diberitahu nama mereka. Semisal, kita disampaikan tentang Malaikat Maut, dan Malaikat Pegunungan.
Banyak ulama yang tak suka memakai nama-nama Malaikat, seperti Jibril, Mikail, atau Israfil, karena para salaf, tak memberi nama demikian kepada anak-anaknya, dan kita hendaknya, selalu meneladani mereka. Untuk alasan yang sama, tak disukai menamai seorang gadis dengan nama Malak atau Malaak, yang keduanya bermakna 'malaikat'.
Malaikat Jibril, alaihissalam, seringkali disebutkan dalam Al-Qur'an, terkadang dengan nama dan kerap dengan deskripsi. Jibril disebut dalam Al-Qur'an sebagai 'ar-Ruh' yang bermakna 'Ruh' atau 'Hidup.' Latarbelakang penamaan ini, karena Jibril itu, malaikat yang membawa ajaran dari Allah kepada para Nabi. Ajaran-ajaran ini, memberi kehidupan dan semangat ke dalam qalbu banyak orang.
Jibril juga dipilih meniupkan nyawa Nabi mulia, 'Isa, alaihissalam, ke dalam tubuh ibundanya, Maryam. Jibril menghembuskan napas ke dalam lubang yang ada di pakaian Maryam. Napas yang mengalir ke tubuhnya, dan atas kehendak Allah, ia hamil, mengandung Nabi 'Isa, alaihissalam.
Jibril juga disebut 'ar-Ruhul Amin' yang bermakna 'Ruh yang Dapat Dipercaya.' Allah memberikan Jibril tanggung jawab yang sangat penting, guna menyampaikan pesan-pesan-Nya kepada para utusan-Nya. Jibril juga disebut 'Ruhul Qudus,' yang berarti 'Ruh Milik Yang Mahasuci.' 'Yang Mahasuci” atau 'Al-Qudus' itu, Allah, Subhanahu wa Ta'ala. Allah juga menyebut Jibril 'Ruhuna,' yang bermakna, 'Ruh milik Kami.'
Mika'il itu, salah satu malaikat yang paling dekat dengan Allah. Sebagian ulama meyakini bahwa tugasnya, antara lain, membawa hujan, memelihara tetumbuhan, dan makanan bagi makhluk, semuanya atas  seizin Allah. Mika'il ditunjuk atas hujan dan tetumbuhan, yang darinya dicipta rezeki dunia ini. Malaikat Mika'il punya pembantu, yang melaksanakan apapun yang ia perintahkan agar mereka lakukan, atas perintah Rabbnya. Mereka mengendalikan angin dan awan, sesuai kehendak Rabbnya.' 

Jadi, dengan seseorang melihat menggunakan Mata-bathin atau Mata-pikirannya, maka, gerbang-gerbang pun terbuka untuknya, satu per satu, sampai perjalanan pikiran atau bathinnya, membawanya ke Tahta Yang Maha Pengasih, dimana ia memvisualkan ukurannya yang sangat lapang dan besar, kemegahannya, kemuliaannya, dan ketinggiannya; ia memvisualkan Tujuh-langit, dan Tujuh-bumi, yang massanya, dibandingkan dengan Tahta-Nya, cuma ibarat cincin di padang pasir; ia memvisualkan para malaikat mengelilingi Tahta-Nya, dengan himne pujian dan pemuliaan Rabb mereka, terangkat dalam bahana yang berpadu. Ia menyaksikan dengan mata pikiran, perintah-perintah Rabb, diwahyukan dari atas, mengatur dunia dan mengarahkan tentara Yang Mahakuasa, dalam jumlah besar, yang tak dapat dikira oleh siapapun kecuali Rabb dan Raja mereka. Ia menyadari, bagaimana petunjuk turun untuk menentukan kelahiran suatu makhluk dan kebinasaan makhluk lainnya; pemuliaan satu makhluk dan kehinaan makhluk lainnya; penobatan seseorang dan pelingsiran yang lain; pengangkutan berkah dari satu tempat ke tempat lain; dan pemenuhan aneka kebutuhan, dalam segala jenis dan keberlimpahannya: pengamanan orang yang bangkrut, pengayaan orang miskin, penyembuhan orang-sakit, penyelamatan orang yang tertimpa musibah; pengampunan dosa, penyelesaian krisis, dukungan bagi yang teraniaya, bimbingan bagi yang tesesat, pendidikan bagi yang bodoh, pemulihan budak yang melarikan-diri, penenteraman bagi orang yang ketakutan, pertolongan bagi orang meminta bantuan; pemberdayaan orang yang lemah, dukungan bagi orang yang tertindas, bantuan bagi orang yang cacat, adzab bagi para penindas, penghentian agresi; penetapan menuju tegaknya keadilan, simpati, hikmah dan kasing-sayang, yang meliputi seluruh penjuru dunia. Tiada permohonan yang mengalihkan perhatian-Nya dari panggilan lain, rangkaian permohonan dan permintaan yang banyak, tiada membingungkan-Nya, entah seberapa banyak, beragam, atau serentak. Dia tak mengeluh atas keluhan-keluhan itu, dan karunia-Nya yang berlimpah, tak mengurangi kekayaan khasanah-Nya sedikit pun, karena tiada illah selain Dia, Pemilik segala keagungan, lagi Mahabijaksana. 

Memahami hal ini, qalbu yang beriman, bersujud di hadapan Yang Maha Pengasih, membungkuk dalam kekaguman kepada-Nya, tunduk pada kekuasaan-Nya; terikat pada hegemoni-Nya; bersujud di hadapan Sang Raja, Al-Haqq, Al-Qahhar, sujud yang tiada pernah terputus sampai Hari Pembalasan. Semua ini, qalbu tunaikan saat masih di tempatnya, di rumah, dan tak meninggalkan tempat tinggalnya, yang merupakan keajaiban Rabb paling menakjubkan dan peristiwa yang amat dahsyat.
Terahmatilah perjalanan ini, perjalanan yang sangat berfaedah, mengangkat manusia dan merahmati hidupnya, dan mengaruniakannya dengan keberlimpahan, serta memastikan akibat yang baik. Perjalanan inilah, yang menghidupkan kembali diri dan memenangkan kunci kebahagiaan; memenuhi akal-pikiran dan qalbu dengan kedamaian, tak terbebani oleh kesulitan, tak seperti perjalanan berbeda lainnya.'

Sang murid bertanya, 'Bagaimana dengan alam Jin?' Sang guru menjawab, 'Perhatikan cerita berikut ini!'