Jumat, 03 Desember 2021

Setiap dari Kita, Pemimpin (4)

"Kerja keras dan ketekunan, bila diterapkan dengan baik, seringkali berhasil menemukan harta-karun; dan karena sesuatu menuju kenyamanan dan kesenangan hidup dapat diperoleh dengan cara demikian, mengapa kita menyia-nyiakannya, dan mencampakkannya, dengan bermalas-malasan?” Rembulan seakan bertanya. Kemudian ia berkata, “Jadi, aku melihat dua orang lelaki sedang ngobrol di atas mercusuar. Ternyata, mereka berdua, kawan lama dan sekampung. Salah seorang, wajahnya tampak lebih muda. Mungkin, yang muda akan menggantikannya sebagai petugas mercusuar.
Yang lebih muda berkata, 'Sudah lama, Abang pindah ke desa lain, bagaimana keadaan desa barunya, Bang?' Yang lebih tua menjawab, "Luar biasa, desaku dikelola dengan baik oleh mantan Lurah, sebelum yang sekarang. Jadi, Lurah yang saat ini, hanya melanjutkan." Yang lebih muda bertanya, 'Sampaikan padaku tentangnya!'

'Ia hanya seorang petani sederhana, pekerja keras, rajin, pandai, berwawasan luas, jujur ​​dan amanah. Saat ia terpilih sebagai Lurah, ia membangun sekolah agar penduduk desa menjadi terpelajar, dengan tujuan membangun literasi warga dalam segala bidang. Selain itu, ia juga menggalakkan pendidikan moral warga desa, karena menurutnya, di era demokrasi yang dianut negeri Adhinata ini, masyarakat selayaknya punya pendidikan keilmuan dan moral. Pada hakikatnya, demokrasi membutuhkan kompetensi. 
Meski bukan seorang pebisnis, ia selalu mampu membaca peluang. Dalam makna bisnis, peluang itu, apa yang dibutuhkan pelanggan, kan? Jadi, ia selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan warga desa, bukan apa yang diinginkannya. Untuk pengambilan keputusan, ia menggelar musyawarah dengan mengundang warga di Balai Desa. Ia bekerja demi kepentingan warga desa, bukan bagi dirinya sendiri, kelompok atau keluarganya, atau mereka yang pernah memilihnya.

Sayang, orang baik ini, tak berumur panjang. Suatu hari, dokter menyatakan bahwa ia menderita kanker ganas, dan hidupnya takkan bertahan lama. Dengan tegar, bertumpu pada sebatang tongkat, ia berdiri di hadapan warga desa, berkata, 'Warga desaku, mungkin hidupku takkan lama lagi, dan aku ingin kalian, memperhatikan ucapanku!
Seluruh warisan yang akan kuwariskan kepadamu, bagi seluruh penduduk desa, lahan pertanian dan kebun-anggurku, yang mana, akan kujadikan engkau sekalian, ahli waris bersama; namun sebelum itu terlaksana, kumohon kepada kalian, jangan dijual atau tinggalkan, karena aku tak punya harta apapun  selain harta yang terkubur didalamnya, di suatu tempat di lahan, yang berjarak lebih-kurang setengah meter dari permukaan. Dan ketika maut telah menjemputku, galilah, dan jadikanlah itu, harta bersama. Hanya itu yang bisa kutinggalkan untukmu!' Tak lama setelah berpidato, sang petani, meninggal.

Hal ini membuat warga desa menyimpulkan bahwa, ia berbicara tentang uang yang disembunyikan: maka, sepeninggal sang petani, dengan ketekunan yang tak kenal lelah, mereka dengan hati-hati menggali setiap jengkal lahan yang dijanjikan.
Namun, beberapa hari telah menggali, tak sepeserpun uang yang mereka temukan. Mereka lalu memutuskan menghentikan penggalian dan saling bertanya, 'Keknye, Pak Lurah boong nih?' Ada yang bilang, 'Bise jadi, pan buat pencitraan!' Yang lain bilang, 'Kagak mungkin, orangnye bise dipercaye!' Akhirnya, karena lelah, merekapun pulang. Beberapa warga, tanpa sengaja, menjatuhkan banyak cabai dan tomat ke dalam lahan tersebut.
Beberapa hari berlalu, seorang warga yang sedang gowes, melintas di depan lahan yang telah digali, dan melihat banyak tumbuh tunas cabai dan tomat. Ia bergegas memanggil warga yang lain.
Ternyata, setelah di gali, tanah di lahan itu, menjadi gembur, dan walau mereka tak menemukan uang yang diharapkan, lahan tersebut, menghasilkan panen berlimpah, dari bibit apapun yang ditaburkan ke dalamnya, dan terbukti, bahwa itulah harta-karun yang tak tehitung nilainya.
Segala macam harta, yang pasti, akan menghargai ketekunan orang yang aktif, tiada yang lebih menyenangkan, dalam hal pencapaiannya, dari apa yang dipersembahkan Ibu Pertiwi. Apa yang bisa lebih memuaskan, dibanding asa kita tumbuh dan meningkat setiap hari dari hasil yang telah ditabur. Dan setiap orang, akan menuai, apa yang telah ditaburkannya.'

Setelah itu, yang tua, balik bertanya, 'Lalu, sampaikan padaku tentang Lurahmu, Dik!' Yang muda menggambarkan, 'Lurahku, punya penyakit Amnesia, apa yang ia ucapkan detik ini, akan ia lupakan beberapa detik kemudian. Jadi, bila ia menyatakan sesuatu, para warga akan berkomentar, 'Bentar lagi, pasti die lupe!'
Ia suka membangun menara gading, namun, menara gading yang telah dibangunnya, semuanya retak. Mungkin dibangun tanpa perhitungan yang cermat atau terburu-buru. Dan seluruh ongkos menara gading yang dibangunnya, di ambil dari dana iuran warga, yang, sesuai kesepakatan para tetua, semestinya, dipergunakan bagi kesejahteraan warga desa. Proyek terakhirnya, membangun Mercusuar, tapi anehnya, Mercusuar tersebut, tak di bangun di tepi pantai, melainkan di bangun di tengah hutan.
Ia juga punya kegemaran, bermain mainan boneka motor-motoran, dan selalu mangajak para pamong desa, bermain mainan itu, 'Brrrm ..,. brrm...!' Dan para pamong desa itu, berlagak bagai amtenaar.

Di kalangan warga desa, beredar cerita seperti ini,
Di Athena, seorang debitur, ketika ditagih kreditur melunasi hutangnya, meminta penundaan, dengan dalih, bahwa ia tak punya cukup uang. Karena ia tak mampu membujuk sang kreditur, ia membawa seekor babi miliknya, dan menjualnya di hadapan sang kreditur. Ketika seorang pembeli datang dan bertanya bisakah babi tersebut, berkembang biak, sang debitur menjawab bahwa, sang babi tak cuma melahirkan biasa, melainkan dengan cara yang dahsyat: ia melahirkan keturunan betina selama musim panen anggur, dan keturunan jantan selama Musim Panathenaea. Sang pembeli terkejut, tetapi sang kreditur menanggapi, 'Jangan kaget: sang-babi bahkan akan melahirkan kambing, selama Perayaan Misteri Dionysia. 
Cerita ini menunjukkan bahwa, banyak orang, demi keuntungan pribadi, takkan ragu memberikan kesaksian palsu, bahkanpun kepada orang yang tak berdaya. 

Sekarang, Pak Lurah lagi puyeng. Dua anaknya, menghadapi masalah. Yang satu, diduga menggelapkan onde-onde di Pos Kamling. Yang satu, di duga memperoleh uang dari hasil kerjasama dengan tauke minyak-goreng, yang diduga membakar hutan belakang desa. Uang itu, dipakai mentraktir kawan-kawannya, pesta rujak dan pecel-lele selama empat-puluh hari empat-puluh malam. Ada seorang guru yang melaporkan mereka, namun, sampai sekarang, kasus tersebut, belum ditindak lanjuti. Malahan, para dayang-dayang bayaran, berdemo di depan Balai Desa, meneriakkan yel yel, 'BIARKAN KAMI RUJAKAN!'
Salah seorang Carik desa, bertanya kepada sekelompok warga, 'Emang kagak boleh, anak Lureh, rujakan?' Salah seorang dari mereka, menjawab, 'Boleh aje Om!' Namun kemudian, bersama warga yang lain, menimpali, berbarengan, 'Tapiii, duitnye pan kudu diliat dari mane dolloo qalleeee!' Semenjak itu, bermunculanlah semacam tagar #22222.'
Keduanya tertawa, lalu yang tua berkata, 'Sudahlah Dik, ketimbang sakit-kepala, lebih baik kita bernyanyi!' Dan senandung kedua lelaki ini, bergema di tepi pantai,
E' ujan gerimis aje
Ikan teri di asinin
E' jangan menangis aje
Nyang pergi jangan di pikirin

E' ujan gerimis aje
Ikan lele ada kumisnye
E' jangan menangis aje
Kalo boleh, Cari Gantinye

Mengapa ujan gerimis aje?
Pergi berlayar ke Tanjung Cina
Mengapa adek menangis aja?
Kalo memang jodo, ngga kemana *)
Sebelum pergi, Rembulan berkata, "Nama-baik dan nasihat-baik dari seorang bijak itu, warisan terbaik yang bisa ia tinggalkan bagi ahli warisnya. Harta yang diperoleh seseorang, dengan usaha yang jujur, memberinya nikmat yang sangat besar, ketimbang diperoleh dengan cara yang lain.
Dan orang-orang yang mengusahakan dirinya memperoleh kompetensi, akan tahu nilainya, lebih baik dibanding mereka, yang  tiada upaya apapun terhadap diri mereka sendiri. Dan apa yang ditabur seseorang, itulah yang akan dituainya. Maha Suci Allah Ar-Razzaq, Pemberi Rezeki bagi seluruh makhluk-Nya. Dialah Yang mencipta segala sumber makanan dan memberi mereka penghidupan. Dialah Penyedia tetumbuhan untuk semua hal yang baik bagi tubuh, jiwa, dan pikiran. Wallahu a'lam.” 
Kutipan & Rujukan
- Husayn al-‘Awayishah, Governing Yourself and Your Family According To What Allah has Revealed, Al-Hidaayah
- Ahmad Rafiki, Islamic Leadership: Comparisons and Qualities, IntechOpen.
- - Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
*) "Ujan Gerimis" karya Benyamin Sueb