Selasa, 21 Desember 2021

Cincin Kesepuluh (4)

Sebelum melanjutkan, sang jin bertanya, ''Kuring geus ngadéngé, cenah, teu meunang ngomong dina basa Sunda. Ceuk saha, manusa atawa amtenaar kitu?' Sang nelayan merespon, 'Teu malire! Teu aya larangan nyarios basa daerah, saparantosna, supados basa daerah teu punah, nu penting mah nganggo basa daerah, urang sadar kana tempat sareng waktosna, ulah dugi ka nu teu ngartos basa lokal, ngarasa diabaikan.' Sang Jin mengangguk, 'Ooo!' Sang nelayan berkata, 'Maneh ngan ngomong, ah-oh, hayu urang neruskeun carita anjeun!'

Selanjutnya, sang Jin mengungkapkan, 'Sesuatu yang dapat diterima akal, bahwa rupa setan itu, teramatlah buruk. Umat Nasrani Abad Pertengahan, kerap melukiskan Setan dengan wujud berkulit hitam, berjanggut runcing, alis terangkat, mulut mengeluarkan api, bertanduk dan berkuku, serta berekor. Allah menganalogikan cabang-cabang pohon Zaqqum, pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim, mayangnya laksana kepala setan. Dan para setan, punya dua tanduk.
Allah telah memberikan kekuatan dan kemampuan kepada bangsa jin yang, oleh Dia, Subhanahu wa Ta'ala, tak diberikan kepada bangsa manusia. Allah berfirman tentang kemampuan-kemampuan mereka, termasuk kecepatan dan gerakannya yang amat dahsyat. Ifrit, salah satu dari partai Setan bangsa Jin, berjanji kepada Nabi Sulaiman, alaihissalam, bahwa ia akan dapat membawa singgasana Ratu Saba' ke Yerusalem dalam waktu yang sangat singkat, bahkan sebelum seseorang berdiri dari tempat duduknya. Akan tetapi, orang yang berilmu tentang Kitab Allah berkata, 'Aku akan membawa singgasana itu kepadamu, sebelum matamu berkedip.' Dari sini, kita memahami bahwa mereka yang dapat mengalahkan setan itu, mereka yang berilmu.

Bangsa Jin melampaui manusia dalam hal-hal yang berkenaan dengan ruang. Mereka pernah naik ke Langit, dengan tujuan menguping para Penghuni Langit, agar mengetahui peristiwa apa, yang akan terjadi di masa depan, namun ketika Nabi kita tercinta (ﷺ) diutus dengan Risalahnya, para penjaga di Langit, tambah diperkuat dengan panah-panah api. Bila para malaikat memergokinya, mereka akan merajam para Jin itu, dengan meteor.
Oleh sebab itu, para penguping ini, memperoleh informasi dari Langit, tak sempurna. Karenanya, bila apa yang diceritakan jin itu, apa yang benar-benar mereka dengar, maka, mereka benar; sayangnya, terjadi kebalikannya, mereka meraciknya dengan kebohongan dan menambah-nambahkannya. Walhasil, para penyihir dan peramal yang memperoleh informasi dari koleganya, para setan, lebih banyak boongnya, walaupun, bisa jadi, kenyataannya, terkadang kita temukan, ada sepenggal kebenaran di dalamnya.

Latarbelakang mengapa Jin dirajam dengan meteor, seyogyanya, mengakhiri takhayul yang pernah diwariskan oleh para Jahiliyah. Mereka beranggapan bahwa bintang-jatuh itu, bermakna bahwa ada orang penting lahir atau meninggal. Terlebih lagi, mereka bilang pada orang-orang yang melihat bintang-jatuh, 'Make a wish!' Ini kurafat ya gaess! Yang benar itu, ketika Allah menetapkan suatu urusan, penduduk langit yang membawa Arsy, melantunkan puji-pujian untuk-Nya, dan begitu pula penduduk langit berikutnya, dan seterusnya, sampai tingkatan langit terendah. Kemudian, penduduk langit yang berdekatan dengan malaikat pembawa Arsy bertanya, 'Apa yang difirmankan Rabb-mu?' Dan mereka kemudian menyampaikan apa yang telah ditetapkan Allah. Lalu mereka menyebarkan berita ini ke langit berikutnya, dan seterusnya, hingga mencapai langit yang terendah. Kemudian para jin menguping, dan menyampaikan hal yang didengarnya, tapi tak lengkap, kepada para koleganya. Saat para malaikat memergokinya, mereka melemparkan meteor kepada para penguping tersebut.
Allah mencipta bintang-bintang untuk tiga tujuan, menghiasi langit, merajam setan, dan sebagai jejak, yang dipergunakan sebagai petunjuk-jalan. Barangsiapa mencari sesuatu yang lain di dalamnya, akan keliru, dan tak menguntungkan baginya, hanya akan membuang-buang waktu dan usahanya, dalam hal mencari sesuatu yang tak mereka miliki ilmunya. Jadi, tiada petunjuk doa khusus yang harus dibaca, baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah, ketika seseorang menyaksikan fenomena bintang-jatuh. Tapi, Rasulullah (ﷺ) memberi kita petunjuk, bahwa sesiapa yang melihat sesuatu, yang membuatnya takjub, dan kemudian mengucapkan, 'Masya Allah la haula walaa quwwata illa billah,' maka sesuatu yang dilihatnya itu, takkan membahayakannya. Selain itu, ketika melihat bintang-jatuh, bertasbih, bertahmid dan bertakbirlah, demi mengagungkan Allah.

Allah telah berfirman bahwa bangsa jin, yang tunduk pada kendali Nabi Sulaiman, banyak mempertontonkan kemahirannya, yang membuktikan kemampuan fisik, kecerdasan dan keterampilan mereka. Bangsa Jin berkemampuan meniru wujud manusia atau hewan. Mereka juga mampu berwujud hewan tertentu, semisal, unta, keledai, sapi, anjing atau kucing, wabil khusus, berwujud anjing hitam. Bangsa Jin bisa berbentuk ular dan muncul di depan manusia. Setan bangsa jin, mampu mengalir ke dalam darah Keturunan Adam, laksana darah mengalir melalui pembuluh-nadi.

Dalam beberapa aspek, bangsa jin dan setan, sangat kuat, namun di sisi lain, mereka lemah. Allah tak memberikan Setan, kemampuan memaksa manusia atau menekan mereka agar sesat dan kufur. Setan tak punya sarana menguasai mereka, baik melalui bukti maupun menggunakan kekuatan apapun atas mereka. Setan sendiri, menyadarinya. Penguasaannya atas manusia dan jin, ialah pada mereka yang sejalan dengan ide-ide para setan, dan yang sukarela mengikuti dan menaatinya. Penguasaannya atas mereka, melalui godaan dan menggiring ke arah kesesatan. Ia menggelisahkan dan memanas-manasi serta menuntun ke arah kekafiran dan kemusyrikan. Ia menggoda sampai mereka masuk ke dalam jeratnya. Dan ia tak pernah berhenti melakukannya.
Pengaruh setan terhadap para korbannya, tak didasarkan pada dalil-dalil atau penjelasan, melainkan semata-mata karena perbuatan yang ia serukan, bersesuaian dengan keinginan dan niat para korbannya. Para korban ini, telah merugikan diri mereka sendiri. Mereka membiarkan musuh sejatinya, Setan, menjadi sobat dan majikan mereka, karena mufakat dengan apa yang diinginkannya. Ketika para korban berjabat-tangan dengan setan, mereka menjadi tawanannya, semacam hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Allah tak membiarkan Setan menguasai hamba-hamba-Nya, mereka sendirilah yang membuka jalan bagi Setan dengan menaatinya dan menyekutukannya dengan Allah. Maka Allah memperkenankan Setan menaklukkan sang hamba, dan berkuasa atasnya.
Setan berkuasa atas orang-orang beriman, karena dosa-dosa mereka. Sebuah hadits menyatakan, 'Allah akan menyertai seorang hakim, sepanjang ia tak berbuat zhalim. Apabila ia menjalankan ketidakadilan, Allah lepas darinya dan membiarkan Setan menemaninya.'
Jika seorang hamba berpegang teguh pada Islam, dengan Iman yang tulus dan ikhlas, serta tetap dalam batas-batas yang ditetapkan Allah, maka Setan menjauh dan pergi meinggalkannya. Sesiapa yang imannya kokoh, akan mampu mengalahkan, menaklukkan, dan menghinakan Setan.

Bangsa Jin tak mampu menghadirkan mukjizat seperti yang dilakukan para utusan Allah, yang dimaksudkan sebagai bukti kebenaran perutusan mereka. Setan tak mampu muncul dalam wujud Rasulullah (ﷺ) dalam sebuah visualisasi atau mimpi. Setan tak mampu meniru rupa sejati Rasulullah (ﷺ). Namun, hal ini tak menghalangi mereka, meniru bentuk selain Rasulullah (ﷺ) dan mengaku bahwa merekalah Rasulullah (ﷺ). Oleh sebab itu, tak boleh berdalih, bahwa setiap orang yang melihat siapa yang dikiranya sebagai Rasulullah (ﷺ) dalam mimpi, sebenarnya telah melihatnya, kecuali, tentu saja, yang ia temui itu, sesuai dengan gambaran Rasulullah (ﷺ) yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Banyak orang mengaku bahwa mereka telah melihat Rasulullah (ﷺ), namun mereka memberikan gambaran berbeda tentang beliau (ﷺ), dari apa yang telah tercatat dalam kitab-kitab yang dapat dipercaya.

Bangsa Jin, masing-masing bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan diperintahkan menunaikan suatu perbuatan dan tak melakukan yang lain, sebab mereka dicipta dengan tujuan yang sama seperti manusia dicipta, yakni menyembah Allah. Orang-orang yang taat, Allah akan meridhoinya dan ia akan masuk surga. Barangsiapa yang durhaka dan membangkang, ia akan menjadi santapan Api Neraka.
Lantaran harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, tiada keraguan bahwa wahyu Allah, seyogyanya disampaikan kepada mereka dan menetapkan 'hujjah' terhadap mereka. Tapi, bagaimana hal ini terjadi? Adakah utusan di antara mereka sendiri seperti manusia, atau adakah utusan manusia yang sama, juga untuk mereka? Pada dasarnya, ada dua pendapat. Pendapat pertama, bahwa jin menerima utusan dari jenis mereka sendiri. Pendapat kedua, bahwa semua utusan yang diutus ke bangsa jin itu, manusia. Mayoritas ulama awal dan kemudian, menyatakan bahwa jin tak pernah punya nabi dari jenis mereka. Pertanyaan yang diperdebatkan ini, tak memerlukan tindakan apapun dari Umat Islam, juga tiada naskah yang jelas tentangnya; oleh sebab itu, tak perlu membahas pertanyaan ini secara lebih rinci.

Rasulullah (ﷺ) diutus bagi bangsa jin dan manusia. Ada jin yang dengan cepat beriman, ketika mendengar Al-Qur'an dibacakan. Mereka mendengar Al-Qur'an, mereka mengimaninya dan kembali ke kaumnya, menyerukan Keesaan Allah dan Keimanan, dan mereka membawa berita gembira dan juga peringatan.
Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) berangkat dengan beberapa sahabat, berniat pergi ke pekan raya di Ukaz. Pada saat itu, ada penghalang antara iblis dan berita dari langit. Dan para jin sedang di rajam. Oleh karena itu, para jin kembali kepada kaumnya dan ditanya tentang apa yang telah terjadi. Mereka menjawab, 'Ada penghalang telah diletakkan di antara kami dan berita dari langit.' Mereka berkata, 'Ini hanya bisa terjadi lantaran ada peristiwa penting. Pergilah ke bagian Timur bumi dan bagian Baratnya, cari tahulah apa yang telah terjadi, yang menyebabkan penghalang antara kita dan berita dari langit.' Mereka melakukannya. Ada sekelompok Jin yang melanjutkan ke Tihama, yang merupakan hutan palem, dekat dengan pekan raya Ukaz. Saat itu, Rasulullah (ﷺ) sedang mengimami para sahabat, shalat subuh. Ketika para jin mendengar bacaan Al-Qur'an, mereka berkata, 'Dengarkan.' Kemudian mereka berkata, 'Inilah yang menjadi penghalang antara kami dengan berita langit.' Mereka kembali kepada kaumnya dan berkata, 'Kaum kami! Kami telah mendengar Al-Qur'an yang mengagumkan, yang menuntun kami ke jalan yang lurus dan kami beriman kepadanya.'
Setelah peristiwa itu, rombongan jin bertemu dengan Rasulullah (ﷺ) agar memperoleh ilmu dari beliau (ﷺ). Rasulullah (ﷺ) membuat janji-temu, dan kemudian, mengadakan pertemuan dengan mereka, lalu mengajarkan apa yang Allah tetapkan bagi mereka, serta beliau membacakan (ﷺ) Al-Qur'an kepada mereka, dan menyampaikan tentang berita dari langit. Peristiwa terakhir ini, terjadi di Mekah, sebelum Rasulullah (ﷺ) hijrah ke Madinah. Di antara ayat-ayat yang beliau (ﷺ) bacakan kepada bangsa jin itu, surah Ar-Rahmaan. Kejadian tersebut, bukanlah satu-satunya peristiwa dimana Rasulullah (ﷺ) membacakan Al-Qur'an kepada bangsa jin, melainkan pertemuan seperti itu, terulang beberapa kali setelahnya.'

Sang jin, diam sejenak, lalu mengungkapkan, 'Sesungguhnya, wabah itu, tusukan-tajam dari musuh-musuhmu, dari kalangan jin.' Sang nelayan bereaksi, 'Leres? Ngapunten, sampaikan padaku lebih banyak lagi!'
[Bagian 5]