'Sang Jin berkata,' Musuh terjahat manusia ini, selalu ingin menyesatkan para insan. Ia melaksanakannya dengan beragam cara dan sarana. Seseorang hendaknya waspada terhadap musuh ini. Seseorang seyogyanya menyadari tujuan dan siasat setan, agar menaklukkan dirinya. Jika manusia lalai dalam urusan ini, maka setan dapat menyerangnya dengan cara apapun yang ia kehendaki. Senjata terampuh yang dapat dipergunakan sebagai pertahanan terhadap setan, yaitu dengan berpegang teguh pada Kitabullah dan As-Sunnah, dengan ilmu dan amal seseorang. Kitabullah dan as-Sunnah, membentangkan jalan yang lurus, dan Setanlah yang berjuang menyimpangkan kita, dari jalan yang lurus ini. Jika seseorang mengikuti apa yang didatangkan Allah ke dalam keyakinannya, apa yang dianutnya, perkataannya, dan aturan-aturan yang diikutinya, dan sebagainya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka ia akan terlindungi dari setan. Allah berfirman,Kata Arab as-silm dalam ayat ini, merujuk pada Islam, ada juga yang berpendapat bahwa maknanya, menaati Allah, dan terdapat pula pendangan bahwa hal tersebut mengacu pada segala perbuatan, yang di dalamnya ada keshalihan. Dari sini, kita memandangnya sebagai perintah menerapkan segenap cabang Islam, dan seluruh aspek hukumnya, sesuai kemampuan seseorang; dan ayat tersebut, melarang mengikuti jejak setan. Sesiapa yang masuk Islam secara keseluruhan, maka ia dijauhkan dari sepak-terjang setan. Barangsiapa yang tak mengikuti setiap bagian dari Islam, niscaya, telah mengikuti langkah-langkah setan. Sebab itulah, menghalalkan apa yang dilarang Allah atau mengharamkan apa yang diperintahkan Allah, menganut kiprah setan.يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ'Wahai orang-orang yang beriman! Udkhulụ fis-silmi kāffah (Masuklah ke dalam Islam secara utuh dan sempurna) dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.' [QS. Al-Baqarah (2):208]
Cara terbaik berlindung dari setan dan tentaranya, yakni dengan memohon perlindungan dan pertolongan Allah dari setan yang terkutuk. Allah berkuasa atas Setan. Jika sang hamba memohon perlindungan kepada-Nya, bagaimana bisa setan menjangkaunya?
Allah bahkan memerintahkan Rasulullah (ﷺ) agar memohon perlindungan dari bisikan setan dan dari mereka yang mendekatinya. Allah berfirman,Doa ini, merupakan permohonan agar kita tak menjadi mangsa dari apa yang mereka bisikkan kepada kita, dan kita tak mengikuti bisikan seperti itu. Allah telah memerintahkan kita agar berlindung kepada-Nya dari setan, yang dimana, tak ada lagi jalan keluarnya, karena ia tak mau menerima keramahan dan kebaikan. Ia semata menginginkan kehancuran manusia karena permusuhannya.وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِ ۙ وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ'Dan ucapkanlah, 'Duhai Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, duhai Rabbku, agar mereka tak mendekatiku.' [QS. Al-Mu'minun (23):97-98]
Rasulullah (ﷺ) mengajarkan kita agar berlindung kepada Rabb dari setan, dengan cara yang berbeda dan di waktu dan tempat yang berbeda, termasuk, memohon perlindungan saat memasuki kamar mandi, saat marah, memasuki Lembah atau Negeri Asing, pada saat seorang suami mendekati istrinya, ketika mendengar keledai yang meringkik, sebelum membaca Al-Qur'an, berdoa bagi anak-anak dan keluarga dari para Setan dan bisikan setan.
Memohon perlindungan kepada Allah ibarat pedang yang ada dalam genggaman seorang satria. Jika lengannya kuat, ia mampu menembus dan membunuh musuhnya. Jika lengannya lemah, mungkin takkan meninggalkan bekas sama sekali pada lawannya, walaupun pedangnya itu, sangatlah tajam. Sama halnya dengan memohon perlindungan dari setan. Jika seseorang beriman-kokoh dan takwa, doa ini laksana api yang membakar setan. Jika orang itu lemah imannya, yang bercampur dengan kemaksiatan, maka senjata ini, takkan melukai setan sama sekali. Oleh karenanya, seorang Muslim yang memohon keselamatan kepada Allah dari setan dan tipu-dayanya, hendaknya berusaha meningkatkan imannya dan ia sepantasnya memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Dan tiada daya dan upaya melainkan kekuatan Allah.
Mengingat Allah dalam setiap urusan, akan membuat setan terhina, merasa dikecilkan, diperolok-olok dan ditaklukkan. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Tamima mendengar dari salah seorang sahabat Rasulullah (ﷺ) yang meriwayatkan bahwa ia sedang berkendara bersama Rasulullah (ﷺ) dan keledainya tersandung. Sang sahabat berkata, 'Celakalah Setan!' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Jangan katakan, 'Celakalah setan,' sebab dalam hal ini, engkau menganugerahinya penghormatan dan ia berkata, 'Karena kekuatankulah, keledai itu, terjatuh.' Jika engkau mengatakan, 'Dengan nama Allah,' Setan akan merasa dikecilkan, hingga ia mengecil bagaikan lalat.'
Yang dapat menjadikan umat Islam semakin jauh dari setan dan tipu dayanya itu, hidup dalam kebersatuan dan kebersamaan, yang akan menambah kekuatan, dan menjadi kekuatan tersendiri. Maka jadilah termasuk orang-orang yang mengikuti kebenaran, ridha kepada Allah sebagai Rabb mereka, Islam sebagai agama mereka, dan Muhammad (ﷺ) sebagai utusan mereka. Merekalah orang-orang yang mengenali setan dan pengikutnya, serta memerangi mereka dengan ketidaksukaan di dalam hati, ucapan, dan tulisan, serta dengan beramal-shalih, dan dengan memerangi setan dengan keterangan, bukti, kata-kata dan ucapan yang baik. Sebelum itu, seseorang harus kembali kepada Yang Maha Pengasih dan berpegang teguh pada agama-Nya. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita, dengan rahmat dan kemurahan-Nya, termasuk orang-orang yang masuk Islam secara keseluruhan, dan yang tak mengikuti jejak setan. Dan selawat serta salam Allah atas hamba dan Rasul-Nya (ﷺ).'
Kemudian sang jin berkata, 'Duhai manusia, cuma itu yang bisa kusampaikan padamu. Masih banyak ilmu di luar sana, yang tak dapat kuteruskan padamu, dan sesungguhnya, segala kesempurnaan itu, milik Allah semata.'
Dan kedua makhluk ciptaan Allah tersebut, berpisah.'
Sang murid bertanya, 'Duhai guru, jika seorang manusia dipatuhi oleh jin, bukan dengan menguasai mereka, melainkan karena kerelaan jin itu sendiri, diperbolehkankah?' Sang guru menjawab, 'Ibnu Taimiyah telah menulis jawaban untuk pertanyaan ini, 'Jin, dengan manusia, berada dalam keadaan yang berbeda. Jika seseorang memerintahkan jin kepada apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), yakni beribadah hanya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya (ﷺ), dan ia juga menyerukan hal yang sama kepada manusia, maka orang tersebut, termasuk orang yang paling bertakwa dari para patron Allah. Dan ia bertindak sebagai penerus Rasulullah (ﷺ). Jika seseorang menggunakan jin demi kegiatan yang diperbolehkan dan ia juga memerintahkan mereka, apa yang wajib bagi mereka dan mencegah mereka dari apa yang dilarang bagi mereka, maka ia serupa dengan seorang raja yang berperilaku dengan cara yang sama. Maka yang paling bisa ia lakukan ialah menjadi penyembah Allah di antara para penyembah Allah pada umumnya, seperti perbandingan antara seorang Rasul yang membawa aturan dan seorang utusan yang menyembah Allah: seperti Nabi Sulaiman dan Yusuf terhadap Nabi Ibrahim, Musa, 'Isa, alaihimussalam , dan Nabi Muhammad (ﷺ).
Jika ia menggunakan jin tersebut, demi kegiatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), sebagai penyembahan berhala, atau membunuh orang yang tak berhak dibunuh, atau menjadi musuh manusia tanpa memerangi mereka, seperti mencelakai orang lain atau menjadikan mereka melupakan ilmu dan berbuat kezhaliman, atau melakukan perbuatan kotor—yaitu, ia menggunakannya guna membantunya berbuat maksiat dan pelanggaran, serta penyekutukan Allah—maka, termasuk orang tak-beriman. Jika ia menggunakannya untuk kemaksiatan, maka ia termasuk orang-orang fasiq.
Jika orang tersebut sama-sekali tak mengetahui hukum Islam dan menggunakan jin itu untuk apa yang ia anggap sebagai perbuatan mulia, seperti menyuruh jin membawanya berhaji, mengikuti bid'ah atau membawanya ke Arafah, maka hal ini tak memenuhi persyaratan. haji, dan kegiatan sejenis lainnya. Orang tersebut tersesat dan telah terperdaya oleh perbuatan tersebut.' Wallahu a'lam.'
Sang murid lalu bertanya, 'Mengenai Malaikat, siapakah yang lebih superior, para Malaikat atau Bani Adam?' Sang guru menjawab, 'Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa orang-orang yang shalih, pada akhirnya, akan lebih baik, ketika mereka masuk surga, mencapai kedekatan dengan Allah, berdiam dalam derajat yang tertinggi, disambut oleh Yang Maha Penyayang, dibawa lebih mendekat, Allah memanifestasikan diri-Nya kepada mereka dan mereka bergembira menyaksikan Wajah Mulia-Nya, dan para malaikat akan berdiri melayani mereka atas seizin Rabb-nya.
Akan tetapi, pada awalnya, para malaikat lebih baik, sebab para malaikat, sekarang lebih dekat dengan Allah. Mereka berada di atas hal-hal yang dinikmati oleh anak-anak Adam, dan mereka mengabdikan diri, menyembah Rabb mereka. Tiada keraguan bahwa pada titik ini, keadaan mereka, lebih sempurna dibanding umat manusia.' Wallahu a'lam.'
Rembulan berkata, "Jika seseorang melihat sepintas sejarah manusia, ia akan menemukan manusia sesat dan mengingkari para rasul dan Kitabullah serta menyekutukan Allah. Oleh sebab itu, mereka mendapatkan murka dan azab Allah. Orang yang merenungkan apa yang terjadi, akan melihat hamba-hamba Setan berkerumun di sekitar kita. Mereka mengangkat panji-panji mereka dan menyeru orang lain mengikutinya. Mereka menganiaya hamba-hamba Allah. Ini membuktikan bahwa Setan pasti telah diberi tangguh dan bahwa ia menawan anak-cucu Adam, serta menggiringnya ke api neraka. Wallahu a'lam."