Senin, 27 Februari 2023

Sang Jin dan sang Statistikawan

"Seorang tukang-koran, yang tanpa basa-basi, mengetuk pintu sebuah rumah," Swara memulai ceritanya usai mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam, "ketika seorang ibu sepuh membuka pintu, ia menagih, dengan blokosuto , 'Ibu belum membayar tagihan koran selama sebulan. Bayar sekarang atau Ibu kami keluarkan dari sirkulasi, dan Ibu akan mendengar kabar dari agen penagihan kami.'
Sang ibu melihat sekeliling halaman rumahnya dan dengan kalem menjawab, 'Duh cah bagus ... ibu 'udah 'mbayar setiap minggu, sama seperti caramu mengantarkan koran Ibu. Lihat. Ada amplop pembayaran di semak-semak di sebelah kiri, yang lain di semak-semak sebelah kanan, yang satu di selokan depan, dan yang satunya lagi, di celah jendela ruang tamu Ibu.'"

"Dan keesokan harinya," lanjut Swara, "Katak mengunjungi rumah Kodok, guna menggenapi, cerita yang telah disampaikannya.
'Alkisah, di sebuah negara yang, usai sebuah Reformasi, telah disepakati bahwa Kepala Negara-nya—dan ia dibekali dengan senjata serta segala jenis perangkat, yang diharapkan dapat membantunya dalam melaksanakan tugas-tugasnya—selain menjalankan dan mengelola roda pemerintahan dengan masa jabatan terbatas, juga merupakan penjaga dan perawat nilai-nilai kebajikan. Namun amat disayangkan, di kalangan abdi negara, sebagai perangkat Kepala Negara—tak semua tentunya, yang semestinya bekerja demi kemajuan dan kemakmuran rakyat, di satu sisi, mencuat—semacam dekadensi moral—istilah—beserta kata, yang terkait dengan hedonis dan hedonistik—yang berasal dari kata Yunani, hēdonē, 'kesenangan.' Di sisi lain, terungkap, sejenis apa yang disebut kekerasan, atau rasa-sakit. Biasanya, keduanya muncul bersamaan, atau salah satu dari keduanya, hadir duluan.
Dikala berbicara tentang lahirnya Hedonisme, Kurt Lampe memberitahu kita, sebuah parabel Cyrenaic, 'Jika kita percaya Xenofon [dari Athena, tentara bayaran pengagum Socrates], Socrates tak sepenuhnya menyetujui Aristippus dari Kirene. Baik Xenofon maupun Aristippus, berada di antara para pemuda yang menghabiskan waktu luang mereka, bersama Socrates. Namun, Xenofon merasa, ia dan Socrates sepakat tentang pentingnya pengendalian-diri, yang merupakan dasar dari tanggungjawab pengelolaan atas tubuh, jiwa, rumah-tangga, keterhubungan, dan kota seseorang. Sebaliknya, ia memaparkan bagaimana Socrates 'telah memperhatikan salah seorang sahabatnya [yakni, Aristippus] agak memanjakan diri-sendiri' yang terkait dengan makanan, minuman, seksualitas, tidur, dingin, panas, dan kerja-keras. Maka, Socrates berusaha menunjukkan kepada Aristippus, kekeliruannya. Tegurannya diakhiri dengan mengingatkan kearifan penyair Hesiod dan Epicharmus, yang sependirian bahwa keringat dan penderitaan, merupakan harga dari segala hal yang baik. Ia lalu memparafrasekan cerita Prodicus tentang 'pilihan Heracles', dimana sang pahlawan, dihadapkan oleh dua tokoh alegoris. Sosok Keburukan menjanjikan segala jenis kesenangan tanpa usaha, sedangkan sosok Kebajikan menegaskan kembali bahwa tiada kebahagiaan tanpa usaha. Socrates tak memberitahu kita, pilihan mana yang diambil Heracles, namun kita semua tahu, ia memilih jalan penderitaan dan kebajikan yang mulia. Pertanyaannya, pilihan mana yang diambil Aristippus?
Cara Xenofon menghadirkan Aristippus, membuat sebagian besar pembaca menyimpulkan bahwa ia memilih jalan kesenangan yang mudah. Tentu saja, hal ini bukanlah catatan yang dapat dipercaya tentang pemikiran historis Aristippus. Hal ini merupakan fiksi yang diwarnai oleh pendapat Xenofon tentang Aristippus dan Socrates, serta konsepsinya sendiri tentang kebajikan, keburukan, kesenangan, dan kebahagiaan. Namun, parabel inilah, yang berguna memikirkan tentang dorongan di balik gerakan filosofis yang dimulai oleh Aristippus. Gerakan itu disebut 'Cyrenaic' setelah Cyrene, polis [kota] di Afrika Utara tempat lahirnya, sebagian besar peserta gerakannya. Meskipun Cyrenaics tak mengasosiasikan kesenangan dengan keburukan, Xenofon benar tentang keterwakilan filosofi Cyrenaic sebagai pilihan kesenangan. Cyrenaics secara reflektif, menegaskan ketertarikan intuitifnya pada kesenangan dan berkomitmen mengatasi akibat yang membentuk kehidupan dari keputusan ini.
Ada dua aspek dari hedonisme ini, di mata Lampe. Pertama, banyak keyakinan dan argumen fundamental Cyrenaics berputar di seputar, kesenangan dan rasa-sakit. Teristimewa, semua sepakat bahwa kesenangan tubuh atau mental, merupakan kebaikan intrinsik terbesar dan paling pasti. Kita mungkin menyebutnya, hedonisme formal. Kedua, kesemuanya benar-benar menikmati segala macam kesenangan sehari-hari, seperti makanan dan seksualitas. Dengan kata lain, terlepas dari ketidaksepakatan di antara anggota gerakan, pada umumnya bukan dengan kesederhanaan yang bijaksa atau pengendalian diri, mereka berusaha hidup dalam kesenangan. Dalam hal ini, mereka berbeda (setidaknya dalam derajat) dari banyak hedonis formal, termasuk pesaing dan penerusnya, Epicurean. Kita mungkin menyebutnya, hedonisme sehari-hari.
Nyatanya, kita dapat menganggap filosofi Cyrenaic sebagai upaya pertama dalam tradisi Eropa, meresmikan hedonisme sehari-hari, dengan teori yang semakin sistematis. Cyrenaics jelas bukan yang pertama mengklaim bahwa kesenangan itu, hal yang baik; sesungguhnya, daya-tarik universal kesenangan, merupakan dasar dari pilihan reflektif mereka. Mereka bukanlah pemikir pertama yang menghadirkan kesenangan, sebagai posisi teoretis yang penting. Sepertinya Democritus, misalnya, memberikan keunggulan tematik 'kesenangan' (hēdonē) dan 'sukacita' (terpsis) dalam tulisan etisnya. Selain itu, di antara orang-orang sezaman Aristippus, Eudoxus dari Cnidus, yang mengelaborasi hedonismenya di dalam Akademi Plato, dan Polyarchus yang bayang-bayang, 'Voluptuary' [orang yang suka kesenangan badaniah] dari Syracuse. Namun tradisi Cyrenaic, jelas melibatkan penelitian hedonisme yang jauh lebih berkelanjutan daripada semua ini. Dengan demikian, cukup adil, bahwa Cyrenaics, acapkali dihadirkan sebagai pencetus tradisi hedonisme filosofis di Eropa.

Disebutkan pula, ada seorang statistikawan, selagi mengendarai Jeep Rubiconnya—jangan tanya, darimana ia memperolehnya, dan pula, jangan tanya, mengapa tiba-tiba seorang wanita paruh-baya, yang dikenal suka jutek bila sedang bekerja, terekam (atau sengaja direkam?) di medsos, sedang mencuci sebuah mobil, dan kata para netizen, pajak kendaraannya belum dibayar—di sepanjang jalan tol, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Namun sebelum kulanjutkan, engkau mungkin bertanya, mengapa memilih statistika dalam konteks ini?
Faktanya, informasi itu, indah, demikian pula Statistika. Statistika itu, disiplin ilmu yang paling menarik. Seorang statistikawan merupakan orang yang bekerja dengan statistika teoretis atau terapan. Profesi ini, ada di sektor swasta dan publik. Mengkombinasikan ilmu statistika dengan keahlian dalam pokok bahasan lain, merupakan sesuatu yang umum, dan statistikawan dapat bekerja sebagai karyawan atau konsultan statistik. David John Hand, statistikawan Inggris, memberitahu kita, 'Salah satu definisi statistika yang cukup baik ialah, teknologi mengekstraksi makna dari data. Namun, tiada definisi yang sempurna. Secara khusus, definisi ini tak merujuk pada peluang dan probabilitas, yang merupakan andalan dari banyak aplikasi statistika. Jadi definisi kerja lainnya, yang mungkin ialah, teknologi penanganan ketidakpastian. Namun definisi lain, atau definisi yang lebih tepat, boleh jadi lebih menekankan pada peran yang dimainkan statistik. Maka, kita dapat mengatakan bahwa statistika itu, disiplin kunci memprediksi masa depan atau menympulkan tentang sesuatu yang tak diketahui, atau menghasilkan ringkasan data yang sesuai. Secara bersama-sama, definisi-definisi ini, secara luas mencakup esensi disiplin, meskipun penerapan yang berbeda, akan menghasilkan manifestasi yang sangat berbeda. Misalnya, pengambilan keputusan, pendugaan, pemantauan waktu nyata, deteksi penipuan, pencacahan sensus, dan analisis urutan gen, merupakan semua aplikasi statistika, namun mungkin memerlukan metode dan alat yang amat berbeda. Satu hal yang perlu diperhatikan tentang definisi ini, bahwa aku sengaja memilih kata 'teknologi' ketimbang sains. Teknologi merupakan penerapan sains dan penemuannya, dan itulah statistika: penerapan pemahaman kita tentang cara mengekstraksi informasi dari data, dan pemahaman kita tentang ketidakpastian. Namun demikian, statistika terkadang disebut sebagai ilmu. Memang, salah satu jurnal statistika yang teramat menggairahkan hanya disebut: Statistical Science.'
Namun kata 'statistika,' dalam pandangan David Hand, pula punya makna lain: bentuk jamak dari 'statistik'. Statistik adalah fakta numerik atau ringkasan. Misalnya, ringkasan data yang menggambarkan beberapa populasi: mungkin ukurannya, tingkat kelahiran, atau tingkat kejahatan. Jadi, apa yang kita bicarakan, di satu sisi, adalah tentang fakta numerik individu. Tetapi dalam makna yang sangat nyata, ia lebih dari itu. Ia tentang bagaimana mengumpulkan, memanipulasi, menganalisis, dan menyimpulkan sesuatu dari fakta-fakta numerik tersebut. Ia tentang teknologi itu sendiri. Aku tak bermaksud menyajikan tabulasi angka, melainkan menekankan pentingnya cara bisnis mengambil keputusan, cara astronom menemukan jenis bintang baru, cara peneliti medis mengidentifikasi gen yang terkait dengan penyakit tertentu, cara bank memutuskan mengabulkan permohonan kartu kredit seseorang, bagaimana perusahaan asuransi memutuskan biaya premi, bagaimana membuat filter spam yang mencegah iklan cabul mencapai kotak masuk email ente, dan seterusnya.
Tiada aspek kehidupan modern yang tak tersentuh oleh statistika. Kedokteran modern dibangun di atasnya: misalnya, uji coba terkontrol secara acak telah digambarkan sebagai 'salah satu alat penelitian yang paling sederhana, paling kuat, dan revolusioner'. Memahami proses penyebaran wabah, mencegahnya menghancurkan umat manusia. Pemerintah yang efektif bergantung pada analisis statistik data yang menggambarkan ekonomi dan masyarakat, secara hati-hati: mungkin itulah argumen guna menegaskan bahwa semua orang di pemerintahan, hendaknya wajib mengikuti kursus statistik. Petani, ahli teknologi pangan, dan supermarket, semuanya secara implisit menggunakan statistik untuk memutuskan apa yang akan ditanam, bagaimana memprosesnya, dan bagaimana mengemas dan mendistribusikannya. Ahli hidrologi memutuskan seberapa tinggi membangun pertahanan banjir dengan menganalisis statistik meteorologi. Insinyur yang membangun sistem komputer, menggunakan statistik keandalan guna memastikan agar tak terlalu sering crash. Sistem kontrol lalu lintas udara, dibangun di atas model statistik yang kompleks, berdaya-guna secara real time. Meskipun ente mungkin tak mengenalinya, ide dan alat statistik, mendekam di hampir setiap aspek kehidupan modern.

Komentar tentang adanya 'lies, damned lies, and statistics,' dikaitkan dengan, antara lain, Mark Twain dan Benjamin Disraeli. Ada banyak kecurigaan statistika, kata David Hand. Mungkin pula, kita bertanya-tanya, adakah unsur ketakutan terhadap disiplin ini. Memang benar bahwa para statistikawan acapkali berperan sebagai seseorang yang hendaknya berhati-hati, bahkan mungkin menjadi pembawa berita buruk. Statistikawan yang bekerja di lingkungan penelitian, misalnya di sekolah kedokteran atau konteks sosial, diharuskan memberi penjelasan bahwa data tak memadai guna menjawab pertanyaan tertentu, atau hanya jawabannya, bukan yang ingin didengar peneliti. Hal tersebut, bisa jadi, disayangkan dari sudut pandang peneliti, namun agak tidak adil, bila menyalahkan pembawa pesan statistika.
Dalam banyak kasus, kecurigaan ditimbulkan oleh mereka yang secara selektif memilih statistik. Jika ada lebih dari satu cara meringkas kumpulan data, semuanya melihat aspek yang sedikit berbeda, maka orang yang berbeda, dapat memilih penekanan pada ringkasan yang berbeda. Contoh khusus ialah dalam statistika kejahatan. Di Inggris, David Hand memberikan contoh, mungkin sumber statistika kejahatan yang paling penting adalah, British Crime Survey. Ia memperkirakan tingkat kejahatan dengan menanyakan langsung sampel orang-orang yang menjadi korban kejahatan selama setahun terakhir. Sebaliknya, seri Recorded Crime Statistics, mencakup seluruh pelanggaran yang dilaporkan ke Home Office yang telah dicatat oleh polisi. Menurut definisi, ia tak termasuk pelanggaran ringan tertentu. Lebih penting lagi, tentu saja, ia mengecualikan kejahatan yang tak dilaporkan ke polisi sejak awal. Dengan perbedaan seperti itu, tak mengherankan bahwa angka-angka tersebut, dapat berbeda antara dua set statistik, bahkan sejauh kategori kejahatan tertentu, boleh jadi, tampak menurun dari waktu ke waktu menurut satu set angka, namun meningkat menurut yang lain.
Angka-angka statistik kejahatan, juga mengilustrasikan penyebab potensial lain dari kecurigaan statistika, kata David Hand. Dikala ukuran tertentu digunakan sebagai indikator kinerja suatu sistem, orang dapat memilih menargetkan ukuran itu, meningkatkan nilainya, tetapi dengan mengorbankan aspek lain dari sistem. Ukuran yang dipilih, lalu meningkat secara tak proporsional, dan menjadi tak berguna sebagai ukuran kinerja sistem. Misalnya, polisi dapat mengurangi tingkat kejahatan pengutilan dengan memfokuskan seluruh sumber-dayanya pada hal itu, dengan biaya membiarkan jenis kejahatan lain meningkat. Akibatnya, tingkat kejahatan mengutil, menjadi tak berguna sebagai indikator tingkat kejahatan. Fenomena ini disebut 'Goodhart's law', dinamai menurut Charles Goodhart, mantan Kepala Penasihat Bank of England.
Inti dari semua ini, bahwa masalahnya bukan terletak pada statistika itu sendiri, melainkan pada penggunaan statistika tersebut, dan kesalahpahaman tentang bagaimana statistika diproduksi dan apa makna sebenarnya. Mungkin sangat wajar mencurigai hal-hal yang tak kita pahami. Solusinya ialah, menghalau kurangnya pemahaman itu.

Dan demikianlah, sesuatu yang berkilau, di bawah sana, di tepian anak-sungai, menggerakkan batin sang Statistikawan, banting stir ke luar jalan Tol. Sesampai di sana, ia bergegas turun dari Jeepnya, berjongkok, melepas sunglassnya yang mirip punya Tom Cruise dalam Maverick, menyelipkannya ke dalam saku baju, dan kemudian memungut benda berkilau tersebut. Sebuah botol kecil seukuran genggaman tangannya, dan itulah 'çesm-i bülbül,' mata burung bulbul.
Ia mengamatinya barang sesaat, dan langsung melakukan seperti yang dilantaskan sang Ilmuwan dan sang Jenderal. Ia menahan botol di bawah aliran sungai, memutarnya berputar-putar. Kacanya membiru, dijalin dengan lingkaran putih buram, biru kobalt, sangat terang, berkilau dan indah. Ia memutar dan memutarnya, menggosok bintik-bintik debu yang lekat, dengan ibu jari dan jari-jemarinya, dan tiba-tiba sumbatnya, gerinda kaca yang samar, melesat keluar dari leher botol dan jatuh, berdenting tapi gak pecah, ditepian anak-sungai, di atas batu kerikil. Dan dari botol di tangannya, keluar segerombolan tiupan nafas, warna-warna buram yang bergerak cepat, dengan suara mendengung bernada tinggi dan beraroma kayu-manis, belerang, tentang sesuatu yang mungkin merupakan dupa, tentang sesuatu yang bukan kulit, tapi, apaan coba? Awan gelap berkumpul dan berbalik, dan terbang berbentuk keongan atau koma besar, keluar dari botol. Aku melihat sesuatu, pikirnya, dan menemukan jempol kaki yang amat besar, kaki dengan lima jari setinggi tubuhnya. Ia mengikuti wujud itu, dari bawah ke atas, mulai dari kaki, lutut, paha, sedikit ke atas—biji lato-latonya gak kelihatan, soalnya doi make sempak kek Superman, perut, dada, dan kepala. Berdiri di sana, seorang lelaki yang berkacak-pinggang. Mirip Superman sih, tapi yang satu ini, plontos.
Tanpa ragu, sang Statistikawan berkata, 'Ellu pastilah sang Jinn.' Dan sebelum sang jin menjawab, ia melanjutkan, 'Lu bakalan nawarin gue, tiga keinginan dengan syarat dan ketentuan berlaku. Iya kan?'
Sang jin menjawab, 'Ya, benar!' dan sebelum ia berbicara lagi, sang Statistikawan menyela, 'Ellu mesti ngaku!'
'Apa itu?' tanya sang Jin.
'Ellu kan Jin yang dic'ritain One Thousand and One Nights-nya Sir Richard Francis Burton?' sang Statistikawan balik nanya.
'Ellu semestinya ngaku, bahwa ellu bukanlah Arabian Jinn, tapi adaptasi mitologi Jin Persia, ya kan?' kata sang Statistikawan.
'Iyyaa, gua ngaku. Tapi itu gak penting, sebab, gua lagi nungguin lu, ngomongin keinginan ellu,' kata sang Jin.
'Iya betul, gue punya keinginan, tapi dengerin dulu cerita gue,

'Pernah ada seorang Kaisar yang sangat menyayangi rambutnya, di atas segalanya, dan bahagia. Tapi ada sebuah rahasia, yang disembunyikan oleh sang Kaisar, bahwa ia sebenarnya, gak punya rambut di kepala. Gak ada yang tahu, sebab doi memakai wig. Tentu saja, ada penata rambut dan tukang cukur Kekaisaran, tapi bukan untuk melayani sang Kaisar, melainkan untuk para anggota keluarga kaisar.
Suatu hari, seorang penjual-obat keliling, menawarinya beberapa 'Ramuan Rambut Ajaib.' Sang kaisar membelinya dan mulai mengoleskannya di kepala, setiap hari. Dan beberapa hari kemudian, ia bertanya kepada penasihat kepercayaannya, bekerjakah ramuan itu dengan baik, atau tidak. Saking takutnya, dua penasehat tepercaya—karena kemiripan mereka satu sama lain, sang Kaisar menamai salah satu dari mereka, Sebelas, dan yang lain, Duabelas—menyampaikan pada kaisar, bahwa ramuan tersebut bekerja dengan sangat baik, bahkan rambut di kepala baginda. tumbuh cepat dan lebat. Mereka amat banyak bohongnya, bahkan percaya pada kebohongannya dewek. Sang kaisar terkejut, dan berkata, "Panggilkan tukang-cukur dan penata-rambut, aku ingin mereka memangkas dan menata rambut baruku!"
Maka, keduanya datang atas perintah sang Kaisar. Awalnya, mereka bingung, tapi  Sebelas dan Duabelas memberi isyarat bahwa mereka harus menyenangkan sang Kaisar, kalau tidak, kepala mereka bakalan jadi menyan. Merekapun bilang bahwa rambut sang Kaisar sangat lebat dan mudah di tata, dan merekapun menggerakkan tangan seolah memangkas dan menata rambut sang Kaisar. Sang Kaisar puas, dan memutuskan, 'Siapkan parade, aku akan berjalan di jalanan dan memamerkan rambut baruku.' Dan semua anak-buah sang Kaisar, gak bisa ngomong kecuali, 'Atas petunjuk Kaisar!'
Kemudian jalan-jalan dipenuhi ratusan orang yang teriak 'Waw!' atas rambut baru sang kaisar—karena tak satu pun dari mereka mau mengakuinya. Tiba-tiba, suara melengking seorang bocah terdengar di tengah tepuk-riuh penonton. 'Tapi kaisar kan gak punya raambuut!' teriak sang bocah. 'Gak punya rambut sama sekali, alias plontos!' Tiba-tiba, keheningan yang mencengangkan terjadi, dan sang bocah tersadar bahwa ratusan pasang mata sedang menatapnya. Tiba-tiba, seseorang terkikik ... yang lain berusaha menahan cekikikannya ... yang lain ngakak, tertawa terbahak-bahak ... dan seluruh kerumunan meledak menjadi gelak-tawa yang tak terkendali. Mereka berkata satu sama lain, 'Kita gak butuh rambut baru Kaisar ... yang kita butuhkan, seorang Kaisar dengan otak baru!'

'Dan sekarang,' kata jin, 'tunjukkan keinginan lu!'
Namun, sang statistikawan tersenyum dan berkata, 'Gue cuma punya satu keinginan, dan keinginan itu adalah 'Gue menginginkan ellu Jin' dan cuma ellu!'
'Gak mungkin!' jawab sang jin.
Dengan tenang, sang Statistikawan menunjukkan botol di tangan kanannya, dan sumbat-botol di tangan kirinya, 'Ikut gue atau... tanpa gue!' katanya mulai menggerakkan sumbatnya ke arah mulut botol.
'Okeh ... baiklah! Gue nyerah!' kata sang jin.
'Sekarang ikutin gue, dan patuhin gue!' Maka, sang Statistikawan memacu Jeep-nya diikuti oleh sang Jin, ke arah sebuah kota dimana orang-orang akan memilih seorang walikota. Dan sang jin pun bersenandung,

There is no political solution
[Gak ada solusi politik]
To our troubled evolution
[Terhadap kekacauan evolusi kita]
Have no faith in constitution
[Gak ada ketaatan konstitusi]
There is no bloody revolution
[Gak ada revolusi berdarah]
We are spirits in the material world
[Kitalah para sukma dalam dunia materi]

Our so-called leaders speak
[Yang namanya para pemimpin kita, ngomong]
With words, they try to jail ya
[Dengan omongan, mereka berusaha penjarain ellu]
They subjugate the meek
[Mereka memperhambakan yang patuh]
But it's the rhetoric of failure
[Tapi itulah retorika kegagagalan]
We are spirits in the material world
[Kitalah para sukma dalam dunia materi]

Where does the answer lie?
[Dimanakah letak jawabnya?]
Living from day to day
[Jalani hidup dari hari ke hari]
If it's something we can't buy
[Jika itu sesuatu yang tak dapat kita beli]
There must be another way
[Semestinya ada cara lain]
We are spirits in the material world *)
[Kitalah para sukma dalam dunia materi]

'Katak mengakhiri ceritanya dengan berkata, 'That's all, Kodok!'"

Swara menyimpulkan dengan sebuah Breaking News, 'Akan ada 8 stadion yang didanai oleh FIFA dalam sebuah kota di Borneo. Dan para komentator sepakbola bereaksi, 'Kaspo!' Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Kurt Lampe, The Birth of Hedonism, Princeton University Press
- David J. Hand, Statistics: A Very Short Introduction, Oxford University Press
*) "Spirits in the Material World" karya Gordon Summers

Jumat, 24 Februari 2023

Sang Jin dan sang Jenderal

"Dalam ceramah kepada sekelompok perwira Korea, seorang jenderal Amerika, wakil komandan Angkatan Darat Kedelapan di Korea, membutuhkan waktu dua atau tiga menit menceritakan lelucon favoritnya," kata Swara saat tiba, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam.
"Penerjemahnya, lalu dengan cepat menerjemahkan lelucon itu, hanya menggunakan tujuh atau delapan kata. Para hadirin langsung tertawa terbahak-bahak. Setelah ceramah, sang Jenderal bertanya kepada sang penerjemah, bagaimana ia bisa menceritakan kembali lelucon yang relatif panjang, dengan begitu cepat.
'Begini, Pak,' jawab sang penerjemah Korea, 'Aku rasa, tak semua orang bakalan paham maksudnya, jadi aku berkata, 'Pak Jenderal barusan menceritakan lelucon. Harap semuanya tertawa.'"

"Dan demikianlah, keesokan harinya," Swara melanjutkan, "Katak datang ke rumah Kodok, menyampaikan cerita berikutnya.
'Konon, dikala kaum lelaki dan perempuan meluncur di udara dengan sayap-sayap logam—dari badan usaha milik negara yang diambang kebangkrutan, dan seluruh perusahaan serupa, bakalan terus dijual; dikala mereka mengendarai besi yang merayap—dari pembiayaan yang tak kuinjung usai, dan dari hutang yang terus membengkak; dikala mereka memakai kaki berselaput dan berjalan di dasar laut—bukan untuk mempelajari bahasa ikan-paus dan senandung lumba-lumba—mencari sesuatu yang takkan henti dieksplorasi; dikala mereka menggali lahan, membabat hutan—membangun kota baru; dikala yang tak bersalah, diupayakan agar terbukti bersalah—vice versa; dikala lapar dan dahaga, tak terpuaskan—apa saja, apapun itu, semuanya dilahap; dikala ada seseorang yang, 'gak nyambung mulu jek,' dan karenanya, bahagia.
Konon pula, ada seorang lelaki menunggang kuda putih. Ia bukanlah 'Lone Ranger', sebab ia tak mengenakan topeng. Bukan pula, ia seorang 'Lucky Luke', yang nembak lebih cepat dari bayangannya, sebab yang nembak lebih cepat dari bayangannya, cuma seorang koruptor—dalam konteks ini, yang nilep duit lebih cepat dari bayangannya, serta bebas dari penjara, lebih cepat dari bayangannya dan bayangan kita semua. Ia menamai kudanya sebagai Jack Frost—personifikasi embun-pejal, es, salju, hujan-es, musim-dingin, dan dingin yang membekukan. Acapkali, Jack Frost dilukiskan sebagai entitas supernatural dalam mitologi Eropa, muncul sebagai pembuat kenakalan yang menyeramkan atau sebagai sosok pahlawan, dan pula, pernah dipersonifikasikan sebagai mayor jenderal Amerika Serikat selama Perang Saudara Amerika. Itukah latarbelakang mengapa ia—lelaki yang sedang kubicarakan—menamakan kudanya Jack Frost? Who knows, walakin ada yang bilang, 'the horse is a mirror of your emotions.'
Dan begitulah, ia mengendarai Jack Frost hingga sampai ke sebuah anak sungai. Ia turun dari kudanya, memegang tali kekangnya, dan menuntun Jack Frost menuju tepian sungai. Tiba-tiba, ia melihat sesuatu yang ngecling tapi bukan gigi, karena berwarna biru gelap. Ia mendekati benda itu, sebuah botol mungil. Ia jongkok dan memungutnya, beberapa bagiannya, berlumuran lumpur anak-sungai.
Ia menahan botol di bawah aliran sungai, memutarnya berputar-putar. Kacanya membiru, dijalin dengan lingkaran putih buram, biru kobalt, sangat terang, berkilau dan indah. Ia memutar dan memutarnya, menggosok bintik-bintik debu yang lekat, dengan ibu jari dan jari-jemarinya, dan tiba-tiba sumbatnya, gerinda kaca yang samar, melesat keluar dari leher botol dan jatuh, berdenting tapi gak pecah, ditepian anak-sungai, di atas batu kerikil. Dan dari botol di tangannya, keluar segerombolan tiupan nafas, warna-warna buram yang bergerak cepat, dengan suara mendengung bernada tinggi dan beraroma kayu-manis, belerang, tentang sesuatu yang mungkin merupakan dupa, tentang sesuatu yang bukan kulit, tapi, apa ya? Awan gelap berkumpul dan berbalik, dan terbang berbentuk keongan atau koma besar, keluar dari botol. Aku melihat sesuatu, pikirnya, dan menemukan jempol kaki yang amat besar, kaki dengan lima jari setinggi tubuhnya.
Ia mengikuti wujud itu, dari bawah ke atas, mulai dari kaki, lutut, paha, perut, dada, dan kepala. Berdiri di sana, seorang lelaki yang melipat tangannya, di atas dadanya. Barang sesaat, ia berpikir, ia sedang bermimpi. Sebab, kata Dr. Carl Gustav Jung, 'Manusia juga menghasilkan simbol-simbol secara tak sadar dan spontan, berupa mimpi. Manusia mampu melihat, mendengar, menyentuh, dan mengecap; namun seberapa jauh ia melihat, seberapa baik ia mendengar, apa yang dikatakan oleh sentuhannya, dan apa yang dirasakannya, bergantung pada jumlah dan kualitas inderanya. Semua ini, membatasi persepsinya tentang dunia di sekitarnya. Dengan menggunakan instrumen ilmiah, ia dapat mengimbangi sebagian kekurangan indranya. Misalnya, ia dapat memperluas jangkauan penglihatannya dengan teropong atau pendengarannya dengan amplifikasi listrik. Tetapi alat yang paling rumit tak mampu melakukan lebih dari sekadar membawa benda-benda yang jauh atau kecil ke dalam jangkauan matanya, atau membuat suara-suara samar menjadi lebih terdengar. Entah instrumen apa yang ia gunakan, pada titik tertentu, ia mencapai tepi kepastian yang tak dapat dilewati oleh pengetahuan sadar.
Selain itu, dalam pandangan Dr. Jung, ada aspek-aspek tak sadar dari persepsi kita, tentang realitas. Yang pertama ialah, kenyataan bahwa walau ketika indera kita bereaksi terhadap fenomena, penglihatan, dan suara yang nyata, indera-indera itu, entah bagaimana, diterjemahkan dari alam realitas ke alam cita. Di dalam pikiran, semua itu, menjadi peristiwa psikis, yang sifat utamanya tak dapat diketahui (lantaran psike tak dapat mengetahui substansi psikisnya sendiri). Jadi, setiap pengalaman mengandung faktor-faktor yang tak diketahui dalam jumlah yang tak terbatas, belum lagi, fakta setiap objek konkret, selalu tak diketahui dalam hal-hal tertentu, sebab kita tak dapat mengetahui sifat akhir dari materi itu sendiri.
Lalu ada peristiwa-peristiwa tertentu yang tak kita catat secara sadar; semuanya tetap, bisa dikatakan, di bawah ambang kesadaran. Semua itu, telah terjadi, namun telah diserap secara subliminal, tanpa sepengetahuan kita. Kita dapat menyadari kejadian seperti itu, hanya dalam sekejap intuisi atau melalui proses pemikiran mendalam, yang mengarah pada kesadaran selanjutnya, bahwa itu pasti terjadi; dan meskipun kita mungkin awalnya mengabaikan kepentingan emosional dan vitalnya, hal itu kemudian muncul dari alam bawah sadar sebagai semacam renungan.
Apa yang kita sebut 'psike' sama sekali tak identik dengan kesadaran kita dan isinya. Siapapun yang menyangkal keberadaan ketidaksadaran, dalam pandangan Dr. Jung, sebenarnya menganggap pengetahuan kita tentang psike saat ini, adalah mutlak. Dan keyakinan ini, jelas sama kelirunya dengan anggapan bahwa kita tahu semua, apa yang diketahui tentang seluruh alam-raya. Psike kita, bagian dari kodrat, dan teka-tekinya, tak terbatas. Jadi kita tak dapat mendefinisikan psike atau kodrat. Kita semata dapat menyatakan, apa yang kita yakini tentangnya, dan menjelaskan, sebaik mungkin, bagaimana fungsinya. Karenanya, terlepas dari bukti yang dikumpulkan oleh penelitian medis, ada dasar logika yang kuat menolak pernyataan seperti 'Tak ada yang dikata ketidaksadaran'. Mereka yang mengatakan hal-hal seperti itu, hanya mengungkapkan 'misoneisme' kuno—takut akan hal baru dan yang tak diketahui.'

Bermimpi atau tidak, ia tak mau mencubit kulitnya, tak ada salahnya menyapa, sosok yang bisa ia tebak sebagai sang Jin. 'Aku rasa, engkau tak bisa berbicara Bahasa.' katanya, 'Pranciskah? Jermankah? Spanyolkah? Portugiskah? Latinkah?' ia agak ragu. Sang jin memandangnya, 'Aku belajar lebih cepat!' Sang jin sekarang, seketika, hanya satu setengah kali lebih besar dari dirinya. 'Aku berhutang padamu,' kata sang jin, 'atas pembebasan ini. Kekuatanku pulih kembali, tapi masih memerlukan, karenanya, mengabulkan tiga keinginanmu. Mungkin ada yang engkau kehendaki.’ Bahasa sang Jin, sekarang lebih fasih, dibanding sewaktu berbicara dengan sang ilmuwan.
'Ada batasannya,' tanya sang lelaki, 'atas apa yang aku inginkan?' dan ia pun teringat dongeng Aladin dan lampu ajaibnya.
'Ada hukum praeternatural tempat kita bekerja, kita semua, yang tak dapat dilanggar,' kata sang jin. 'Engkau tak boleh berharap, misalnya, semua keinginanmu, dikabulkan selamanya. Tsalatsah, tellu, ya tigo, angka keramat. Engkau tak diperkenankan meminta hidup yang kekal, sebab sifatmu, duhai manusia, fana, sedang sifatku, abadi.'
'Dan andaikan aku tak punya keinginan, apa yang akan terjadi padamu?' tanya sang lelaki. 'Maka, aku tak sepenuhnya bebas, aku bahkan harus kembali ke botol burung bulbul ciloko itu,' jawab sang jin, berharap sang penunggang kuda putih, menyatakan keinginannya. 'Tapi, kenapa engkau tak punya keinginan? Bisakah engkau lukiskan, misalnya, dalam sebuah cerita?'
Nah sekarang, sang penunggang kuda, tak punya cerita. Ia seorang jenderal, yang menunggang kuda, tanpa perlu pengawalan, dan yang ia tahu, hanyalah taktik perang. Tapi bercerita? Yap, ia cukup pandai sih. Lalu ia memikirkan beberapa taktik, dan tiba-tiba, sesuatu muncul, tanpa ragu, ia mulai bercerita,

Dahulu kala, ketika para manusia menyembah Jupiter, raja para dewa, yang tinggal di Olympus—dituturkan oleh Charles Perrault—hiduplah seorang penebang kayu miskin, Harry, yang hidupnya sangat prihatin. Sungguh, ia harus bekerja dengan imbalan yang sangat kecil, dan kendati ia masih muda dan menikah dengan bahagia, ada saat-saat ketika ia berkeinginan, lebih baik mati dan dikuburkan.
Suatu hari, saat ia sedang bekerja, sekali lagi, ia meratapi nasibnya. 'Ada para manusia,' katanya, 'yang hanya cukup dengan mengungkapkan apa yang mereka inginkan, dan mereka segera mendapatkannya, setiap keinginannya, terpenuhi. Tapi, tiada guna bagiku, menginginkan apapun, lantaran para dewa, tuli terhadap doaku.'
Saat ia mengucapkannya, ada sambaran geledek, yang berdentum sangat kuat, dan Jupiter muncul di hadapannya, memegang petirnya yang dahsyat. Sang lelaki malang, diliputi rasa takut dan menghempaskan dirinya ke tanah.
'Sesembahanku,' katanya, 'jangan dengarkan apa yang kukatakan; tak usah perhatikan keinginanku, tapi tolong, geledeknya jangan dinyalain lagi, ngagetin tauk!'
'Jangan takut,' jawab Jupiter, 'Aku telah mendengar keluhanmu, dan datang ke sini, hendak menunjukkan betapa besar kesalahan yang telah engkau lakukan terhadapku. Dengar! Akulah penguasa berdaulat di jagad ini, berjanji mengabulkan tiga keinginan pertamamu, apa saja. Pikirkan baik-baik tentang hal-hal apa yang bakal memberimu kebahagiaan dan kemakmuran, dan karena kebahagiaanmu dipertaruhkan, luangkan waktumu memikirkannya.'
Sesudah ngomong begitu—entah ngapusi apa enggak—Jupiter pamit dan naik ke Olympus. Adapun sang penebang kayu, ia dengan riang-gembira, mengikat ikatan kayunya dan, meletakkannya ke atas pundaknya, pulang ke rumahnya. Beban batinnya sangat ringan, sehingga beban dipundaknya, terasa ringan pula, serta beban pikirannya sirna kala ia melangkah. Banyak keinginan muncul dalam benaknya, namun ia bertekad, meminta pendapat istrinya, seorang wanita muda yang berakal-sehat.
Ia segera mencapai pondoknya dimana ia meletakkan kayu-bakarnya dan berkata kepada istrinya, 'Ini aku, Fanny. Nyalakan api dan atur meja, tak perlu berhemat-hemat. Kita kaya, Fanny, kaya untuk selamanya. Kita hanya perlu menginginkan apapun yang kita hasratkan.'
Ia mengisahkan tentang apa yang terjadi pada hari itu. Fanny, yang berpikir cepat dan aktif, seketika memikirkan banyak cara agar menambah harta mereka, namun ia sepakat dengan keputusan suaminya, agar bertindak dengan hati-hati dan seksama.
'Sayang sekali,' katanya, 'merusak peluang kita karena ketidaksabaran. Kita harus tidur dulu, dan tak berharap apa-apa sampai besok.
'Bagus sekali,' jawab Harry. 'Sementara itu, ambilkan sebotol anggur terbaik kita, dan kita akan minum untuk keberuntungan kita.'
Fanny membawa botol dari toko, di belakang tumpukan kayu, dan Harry berusaha membuat tubuhnya nyaman, bersandar di kursinya dengan jari kaki ke arah api dan gelas-minum di tangannya.
'Betapa permata yang sungguh berkilau!' katanya, 'dan betapa api yang bagus untuk memanggang! Aku berkeinginan, kita punya black pudding [semacam sosis yang terbuat dari lemak sapi atau lemak babi] untuk dipanggang.'
Ia baru saja mengucapkan kata-kata itu, ketika istrinya melihat, dengan sangat heran, black pudding panjang, keluar dari sudut perapian, berputar dan menggeliat ke arahnya. Ia berteriak ketakutan, dan sekali lagi, dengan cemas, saat ia sadar bahwa kejadian aneh ini, disebabkan oleh keinginan yang amat gegabah dan dungu, diucapkan oleh suaminya.
'Aaapaa!' serunya kepada suaminya, 'Di kala engkau boleh meminta sebuah kerajaan, emas, mutiara, rubi, pakaian mewah dan harta yang tak terhitung banyaknya, inikah saatnya memikirkan black pudding?!'
'Tidak,' jawab sang suami, 'itu tak sengaja terpikirkan, dan kekeliruan yang konyol, tapi sekarang, aku akan berhati-hati, dan lain kali, bakalan melakukannya dengan lebih baik.'

'Apa maksudnya?' tanya sang jin.
'Be careful what you wish for,' jawab sang jenderal sambil mencari sesuatu dan memungutnya, setelah menemukannya.
Sang Jenderal berdiri dan berkata, ''Bagaimana jika seluruh keinginanku, engkau kabulkan, jin?
'Maka aku akan bebas sebebas-bebasnya,' jawab sang jin.
'Lalu bagaimana dengan diriku?'
'Engkau telah mempunyai apa yang engkau inginkan, tapi ingat, tak ada yang abadi dalam hidup manusia,' jawab sang jin.
Sang jenderal memegang tutup botol dan berkata, 'Tahu gak jin, akulah orang yang percaya pada 'something being 'free' are not actually free.' Maafkan aku!' Seketika sang jin kaget, 'Jangan, tidaak!' dan sang jin tersedot ke dalam botol. Dengan sigap, sang jenderal menutup botolnya, dan melemparkannya ke dalam anak-sungai, lalu ia berkata pada kudanya, 'Ayo Jack, kita akan menemukan sesuatu yang lebih bermakna.'

Saat ia menunggangi kudanya, sang lelaki bersenandung—ditujukan buat sang jin—diikuti dengan anggukan Jack Frost,

Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu
'Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku, meninggalkan jejak hidupmu
Yang t'lah terukir abadi, sebagai kenangan yang terindah *)

'Akan ane ceritain lagi, kelanjutannya, mbesok!' kata Katak kepada Kodok."

Swara menyimpulkan dengan, "Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Carl Gustav Jung, Man and his Symbols, Anchor Press
- Harry Clarke [illustrator], Classic Fairy Tales of Charles Perrault, Gill & Macmillan
*) "Kenangan Terindah" karya Irfan Aulia

Selasa, 21 Februari 2023

Sang Jin dan sang Ilmuwan

"Dua sahabat sedang berbincang tentang keakraban," kata Swara saat tiba, usai mengucapkan Basmalah dan Salam.
'Gue rasa, doi bukan wanita yang bener-bener ansos,' berkata salah seorang.
'Kagak,' tanggap yang lain. 'doi cuman ngeremehin manusia.'"

Swara lalu meneruskan, "Manusia menggunakan kata-kata yang terucap atau tertulis, untuk mengungkapkan makna dari apa yang hendak disampaikannya. Bahasanya penuh dengan simbol, akan tetapi, ia sering pula menggunakan tanda atau gambar yang tak sepenuhnya deskriptif. Ada yang—menurut Carl Jung—sekedar singkatan atau rangkaian inisial, seperti UN, UNICEF, atau UNESCO, yang lain, merek dagang yang telah dikenal, nama obat paten, tanda-pengenal, emblem atau lencana.
Kendati singkatan atau rangkaian inisial itu, tak bermakna bagi mereka sendiri, semuanya telah memperoleh makna yang dapat dikenali melalui penggunaan umum atau maksud yang disengaja. Yang demikian itu, bukanlah simbol. Semuanya merupakan tanda, dan tak lebih dari menyatakan objek yang melekat padanya.
Apa yang kita sebut simbol, menurut Jung, merupakan istilah, nama, atau bahkan gambar, yang mungkin akrab dalam kehidupan sehari-hari, namun berkonotasi khusus, selain makna konvensional dan jelas. Ia menyiratkan sesuatu yang tak jelas, tak diketahui, atau tersembunyi dari kita. Banyak monumen pulau Kreta, misalnya, ditandai dengan desain kapak ganda. Objeknya, kita kenali, namun kita tak memahami, implikasi simbolisnya.
Sebuah kata atau gambar, menurut Jung, merupakan simbol bila menyiratkan sesuatu yang lebih dari makna yang jelas dan langsung. Ia beraspek 'tidak sadar' yang lebih luas, yang tak pernah didefinisikan atau dijelaskan sepenuhnya. Pula, tiada yang bisa berharap, mendefinisikan atau menjelaskannya. Saat otak menjelajahi simbol, ia dituntun menuju ide-ide yang berada di luar jangkauan nalar.
Lantaran ada banyak hal di luar jangkauan pemahaman manusia, kita terus-menerus menggunakan istilah simbolis guna mewakili konsep yang tak dapat kita jelaskan atau pahami sepenuhnya. Inilah salah satu latarbelakang mengapa, di hampir semua agama, menggunakan bahasa atau gambar simbolik. Sedangkan di dalam prosa, sesuatu yang indah, atau diharapkan ada keindahan didalamnya, dipersonifikasikan ke dalam bentuk feminin. Keadilan, misalnya, sebenarnya sesuatu yang indah, maka dipersonifikasikan sebagai Lady Justice, yang asalnya dari Dewi Yustisia, dalam mitologi Romawi, atau Themis, dewi keadilan Yunani. Kwan Im, sebagai perlambang kasih-sayang, dipersonifikasikan dalam bentuk feminin. Orang-orang Arab terdahulu, yang sangat menyukai syair-syair di dalam pergaulan mereka, merujuk kata benda 'as-syams' (matahari) sebagai femina.  Bukankah Sunset dan Sunrise itu, indah? Bumi, dalam bahasa Sansekerta, dipersonifikasikan sebagai Prithvi (Ibu Pertiwi), seorang dewi. Dan kita semua tahu, segala keindahan yang ada di Bumi. Namun memang, terkadang, penggunaan simbol, dapat berakibat menyesatkan."

"Dan suatu hari," kata Swara, "Katak mengunjungi rumah sahabatnya, Kodok. Kodok sedang melepas stiker di bagian belakang mobilnya. Dan ketika melihat Katak datang, ia bergegas menutupnya. Katak menyapa, 'Sedang apa Kodok?'
'Gak ngapa-ngapain!' jawab Kodok, 'cuman ngelepasin stiker ini dari mobil ane.'
'Coba ane liat!' dan tanpa dapat dicegah, Katak membuka covernya, dan stiker yang telah disobek itu, terbaca sebagian, 'MADE IN CH'
'Ini apa Kodok?' tanya Katak. 'Bukan apa-apa!' jawab Kodok. 'Ane cuma pingin nge-rebrand mobil ane." Lalu ia mengambil stiker lain, dan buru-buru memasangnya. Katak memperhatikan, dan beberapa saat kemudian, ia berkata, 'Ente masangnya buru-buru Kodok, lihat tuuh...!'
Kodok memyimak stiker yang dipasangnya, dan tertulis, 'MADE IN CHINDONESIA.'
'Ah sudahlah!' kata Kodok, tengsin, 'ente tahu gak sih, kenapa ane gak suka masak?'
'Taaauk,' sahut Katak.
'Soalnya, butuh waktu lebih lama ketimbang memakannya,' kata Kodok.
'Itu problem ente, Kodok,' jawab Katak, 'di jaman now, semua suka masak. Meski ngeliat prosesnya doang, masih tetap terasa nikmat kok.'

Beberapa saat kemudian, mereka duduk di beranda. Katak berkata, 'Kodok, mau nggak. dengerin cerita ane?'
'Mau dong,' jawab Kodok. Maka, Katak pun mulai bercerita,

'Di sebuah negara yang para founding-parentsnya, sepakat menganut sistem pemerintahan demokratis, Kepala Negaranya, amat-sangat sibuk. Tapi sungguh mengherankan, walaupun tampak sibuk, seluruh pekerjaannya berantakan. Rupanya, ia sibuk meng-endorse, produk-produk yang gak laku. Rakyatnya gak keurus. Akibatnya, bila hendak berbicara soal Kemakmuran, menurut seorang penyanyi Balada, tak perlu dibicarakan, 'sebab Kemakmuran hanya untuk anjing si Tuan Polan.' Rakyat gak punya pilihan, kecuali mencari jalannya masing-masing, merawat dirinya sendiri. Banyak orang, dari ilmuwan hingga jenderal, semuanya nganggur. Seluruh kesempatan-kerja, telah terisi oleh orang-orang dari negeri konoha. Dalam bidang politik, pilihannya hanya dua, menjadi buzzer pemerintah atau oposisi—pintu-pintu penjara selalu sangat terbuka menyambut mereka, yang disebut belakangan.
Ane mengamati, bahwa ada tiga orang, atau lebih tepatnya, tiga macam orang, seorang ilmuwan, seorang jenderal dan seorang ahli statistik, masih bingung dengan kedua pilihan itu. Mereka cenderung menjelajahi negeri, untuk menemukan sesuatu yang lebih bermakna.

Ane ceritain dulu tentang sang ilmuwan. Dengan Harley klasiknya, doi terus melaju, sampai mencapai sebuah kota. Doi memarkir motornya di sebuah toko kecil. Doi masuk, dan melihat dinding sempit yang seluruhnya tergantung pot, wajan, lampu, botol, benda-benda kulit, alat-alat tua yang maksud dan tujuannya tak dapat ditebak, belati berukir dan pisau berburu, wayang kulit, botol parfum, pengeriting rambut. Doi mencari-cari di rak dan menemukan sebuah botol, botol yang sangat berdebu di antara tumpukan barang baru, atau mungkin barang lama, yang tampaknya belum disortir. Sebuah botol kecil, berleher tinggi, yang pas di telapak tangannya, dan bersumbatkan kaca, berbentuk kubah mini. Keseluruhannya berwarna gelap, dengan pola garis-garis putih melingkar teratur mengelilinginya.
‘Apa ini?’ doi bertanya kepada pemilik toko, seorang perempuan tua. Sang pemilik toko mengambil botol kecil itu darinya, dan menghela debunya dengan jari. 'Aku bukan ahli kaca,' katanya. 'Boleh jadi, çesm-i bülbül. Atau bisa juga, kaca Venesia yang cukup baru. 'çesm-i bülbül' berarti mata burung bulbul. Ada bengkel kaca Turki yang masyhur di Incirköy sekitar tahun 1845, menurutku—pembuat kaca Turki yang kondang ini, dengan pola spiral garis-garis biru dan putih buram, atau terkadang merah, kurasa begitu. Aku tak tahu mengapa disebut mata burung bulbul. Mungkin burung bulbul yang bermata transparan dan buram. Di pedesaan Turki, mereka terobsesi dengan burung bulbul. Puisi mereka penuh dengan burung bulbul. Sebelum polusi, sebelum televisi, semua orang keluar dan berjalan di sepanjang Bosphorus dan di semua taman, mendengarkan burung bulbul pertama tahun itu. Sangat indah. Seperti Jepang dan bunga Sakuranya. Semua orang, berjalan dengan tenang dalam cuaca musim semi, mendengarkannya.’
'Aku harus memiliki ini,' kata sang ilmuwan. Maka, botol mata burung bulbul, dibungkus dengan kain kirmizi. Doi berjalan keluar toko dan pergi dengan Harley-nya, mencari motel.

Di motel, doi mandi, lalu menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Namun, beberapa saat kemudian, doi teringat botol burung bulbul. Doi mengeluarkannya dari bungkusan—sangat berdebu, hampir bertatahkan tanah liat—dan membawanya ke kamar mandi, membuka keran wastafel, menghangatkan air, hangat-hangat kuku, dan memegang botol itu di bawah kucuran air keran, memutarnya, berputar-putar. Kacanya membiru, dijalin dengan lingkaran putih buram, biru kobalt, sangat terang, berkilau dan indah. Doi memutar dan memutarnya, menggosok bintik-bintik debu yang lekat dengan ibu jari dan jari-jemarinya, dan tiba-tiba menimbulkan semacam lompatan hangat di tangannya, seperti kodok, seperti jantung yang masih berdetak di tangan seorang ahli bedah. Tapi sumbatnya, gerinda kaca yang samar, tiba-tiba melesat keluar dari leher botol dan jatuh, berdenting tapi gak pecah, masuk ke dalam baskom wastafel. Dan dari botol di tangannya, keluar segerombolan tiupan nafas, warna-warna buram yang bergerak cepat, dengan suara mendengung bernada tinggi dan beraroma kayu-manis, belerang, tentang sesuatu yang mungkin merupakan dupa, tentang sesuatu yang bukan kulit, tapi, apa gerangan? Awan gelap berkumpul dan berbalik, dan terbang berbentuk keongan atau koma besar, keluar dari kamar mandi. Aku melihat sesuatu, pikirnya, mengikutinya, dan ternyata doi gak bisa mengikuti, lantaran pintu kamar mandi terhalang oleh apa yang perlahan-lahan berbentuk jempol kaki yang, guedhe banget, kaki dengan lima jari setinggi tubuhnya. 
Jempol kaki itu, mulai berubah wujud. Sekarang ukurannya sebesar kursi berlengan besar. Doi keluar dan melihat Jin, yang sekarang menempati setengah kamarnya yang luas, meringkuk bagaikan ular, dengan kepala dan bahunya yang lebar, menjulang ke langit-langit, lengannya terentang di antara dua dinding, dan kaki serta tubuhnya melingkar di atas tempat tidurnya dan ia mengikutinya ke kamar. Sang Jin sepertinya mengenakan tunik sutra hijau, tak terlalu bersih, dan tak cukup panjang, karena doi bisa melihat tumpukan rumit dari bagian pribadinya di tengah tempat tidurnya yang kemerahan. Di belakangnya, ada hamparan besar bulu-bulu berwarna-warni yang berkilauan, bulu merak, bulu burung nuri, bulu Cendrawasih, yang tampak merupakan bagian dari jubah yang mungkin bagian dari tubuhnya, tapi bukan sayap yang bertunas lazim sepanjang tulang belikat atau tulang belakangnya. Wajahnya rentang, lonjong, dan sama sekali tak berambut. Kelopak-matanya, lintang, hijau membelalak, di atas mata hijau-laut berbintik-bintik perunggu. Bertulang pipi lebar dan berhidung bengkok yang angkuh, serta mulutnya dempak dan terpahat bagaikan Firaun Mesir.
'Aku rasa, ente gak bisa ngomong Bahasa.' katanya, 'Pranciskah? Jermankah? Spanyolkah? Portugiskah? Latinkah?' ia agak ragu. Sang jin memandangnya, 'Ana belajar lebih cepat!' Sang jin sekarang meringkuk di tempat tidurnya, hanya satu setengah kali lebih besar dari dirinya. 'Ana berhutang pada anta,' kata sang jin, 'atas pembebasan ini. Kekuatanku pulih kembali, tapi masih memerlukan, karenanya, mengabulkan tiga keinginan anta. Mungkin ada yang anta kehendaki.’
'Ada batasannya,' tanya sang ilmuwan, 'atas apa yang ana inginkan?' dan ia pun teringat cerita Aladin dan lampu ajaibnya.
'Ada hukum praeternatural tempat kita bekerja, kita semua, yang tak dapat dilanggar,' kata sang jin. 'Anta tak boleh berharap, misalnya, semua keinginan anta, dikabulkan selamanya. Tsalatsah, tellu, ya tigo, angka keramat. Anta tak diperbolehkan meminta hidup yang kekal, sebab sifat anta itu, fana, sedang sifat ana, abadi.'
'Dan andaikan ana tak punya keinginan, apa yang akan terjadi pada anta?' tanya sang ilmuwan. 'Maka, ana tak sepenuhnya bebas, ana bahkan harus kembali ke botol burung bulbul ciloko itu,' jawab sang jin, berharap sang ilmuwan menyatakan keinginannya. 'Tapi, kenapa anta gak punya keinginan? Bisakah anta melukiskannya, misalnya, dalam sebuah cerita?'
Nah sekarang, sang ilmuwan tak punya cerita. Bukankah ia seorang ilmuwan? Yang ia tahu, yang pasti-pasti aja, bukan yang mboten-mboten. Bercerita? Ia tak begitu pandai. Lalu ia berpikir dan berpikir, dan tiba-tiba, sesuatu muncul, tanpa ragu, ia memulai sebuah cerita,

'Alkisah, ada seorang pelaut muda yang tak punya apa-apa selain keberanian, dan matanya yang cerah —dan sangat berbinar—serta kekuatan yang diberikan para batara kepadanya, dan itu mencukupi.
Ia bukan pasangan yang pantas bagi gadis manapun di desanya, karena sering gugup dan miskin pula, tapi, para gadis muda, senang melihatnya lewat, Percaya gak percaya, mereka paling suka melihatnya berdansa, dengan kakinya yang sangat panjang dan cekatan, serta mulutnya yang tertawa lebar.
Dan yang terpenting, seorang gadis suka melihatnya, putri seorang tukang giling, cantik dan anggun, serta merasa bangga, dengan tiga pita beludru terjahit di roknya, yang sama sekali takkan membiarkan sang pelaut muda melihat bahwa sang gadis suka memperhatikannya, namun melirik dengan mata sayu, saat sang pelaut tak memperhatikan. Dan begitu pula banyak yang lain. Selalu begitu. Ada yang cuma melirik, dan ada yang mungkin bersiul dengan pandangan kagum sampai iblis menerkam mereka, karena begitulah para sukma dibuat, bengkok atau lurus, tiada yang dapat dilakukan terhadapnya.
Sang pemuda, datang dan pergi, sebab perjalanan panjang itulah yang membuatnya tertarik, ia pergi bersama paus-paus melewati ujung dunia dan turun ke tempat laut mendidih, dan ikan-ikan besar bergerak di bawahnya, bagaikan pulau-pulau tenggelam dan putri duyung bernyanyi dengan cermin dan sisik hijau, serta rambutnya yang bergelombang, demikianlah bila dongeng dapat dipercaya. Ia terlebih dahulu, naik ke atas tiang, lalu menombak dengan lembingnya, akan tetapi, ia tak bisa menghasilkan uang, sebab cuan, hanyalah milik para majikan, maka, kerjanya cuma datang, lalu pergi.
Dan ketika datang, ia duduk dan menceritakan apa yang dilihatnya, dan mereka semua mendengarkan. Dan putri tukang giling datang, ceria dan bangga dan semenggah, dan sang pelaut melihatnya mendengarkan di tepian, dan berkata ia akan membawakannya pita sutra dari Timur, jika ia mau. Dan sang gadis tak berkata apa-apa, suka atau tidak, ya atau tidak, tapi sang pelaut merasa bahwa sang gadis bakalan menyukainya.
Lalu ia pergi lagi, dan membawa pita dari putri seorang pedagang sutra di sebuah negeri dimana para wanitanya berkulit keemasan dengan rambut laksana sutra hitam, namun mereka suka melihat seorang lelaki berdansa dengan kaki yang panjang dan cekatan, serta mulutnya yang tertawa lebar. Dan ia menyampaikan kepada putri pedagang sutra, bahwa ia akan datang lagi dan memulangkan pita itu, semuanya terbungkus kertas wangi, dan pada pesta dansa desa berikutnya, sang pelaut menyerahkannya kepada putri tukang giling dan berkata, 'Ini pitamu.'
Dan jantung putri tukang giling berdegup kencang, tetapi ia dapat menguasainya, dan bertanya dengan kalem, berapa harga yang harus ia bayar dengan pita itu. Pita yang indah, pita sutra berwarna bianglala, seperti yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Sang pelaut sangat marah atas penghinaan terhadap pemberiannya itu, dan berkata bahwa ia harus membayar biaya kepada siapa yang memilikinya. Dan sang gadis berkata, 'Apah?' Sang pelaut berkata, 'Malam tanpa tidur sampai aku datang lagi.' Sang gadis berkata, 'Harganya terlalu tinggi.' Sang pelaut berkata, 'Harga telah ditetapkan. Engkau harus bayar.'
Lalu sang gadis membayarnya, dan seorang lelaki yang telah merobek harkat-kemanusiannya, mengambil apa yang bisa diambilnya, dan ia benar-benar mengambilnya, sebab sang gadis telah melihatnya berdansa, dan sang gadis telah terputar dan terpelintir otaknya, melihat martabat dan dansa sang pelaut. Segala sesuatu, ada harganya, namun tidak pada tingkat harkat kemanusiaan.'

'Wait!' kata sang jin, 'ana tak meminta bayaran atas semua keinginan yang, jika anta mau, akan kukabulkan. It's free!'
Sang ilmuwan hanya diam, ia lalu berkemas-kemas dan check-out dari motel, kemudian memacu Harley-nya ke arah sebuah anak sungai. Sang jin masih terus mengikuti dan terus bertanya tentang keinginannya.
Di tepi sungai, sang ilmuwan menghentikan Harleynya dan berkata, 'Bagaimana jika seluruh keinginanku, anta kabulkan, jin?
'Maka ana akan bebas sebebas-bebasnya,' jawab sang jin.
'Lalu bagaimana dengan diriku?'
'Anta telah memiliki apa yang anta inginkan, tapi ingat, tak ada yang kekal dalam hidup manusia,' jawab sang jin.
Sang ilmuwan mengeluarkan botol mata bulbul dari kantong jaketnya, membuka sumbatnya sambil berkata, 'Tahu gak jin, ana seorang yang tak percaya pada penawaran kaos gratis Buy One Get One Free. Well, they are free, but they aren't free. Maafkan ana!' Seketika sang jin terkejut, 'Tidak, jangan!' dan sang jin pun terhisap ke dalam botol. Seketika, sang ilmuwan menutup botolnya. Sembari melemparkannya ke sungai, ia berkata, 'Adios jin! Ana takkan menukarkan keinginan ana, dengan janji-janji anta,' lalu memacu Harleynya, mencari sesuatu yang lebih bermakna.'

'Kodok berkomentar, 'Iya sih, ente mungkin punya kehidupan yang baik, tetapi ente mencapainya dengan melewati hari-hari yang buruk. Segala sesuatu yang ente miliki atau capai, ada biaya yang telah ente bayarkan, atau sedang bayarkan, atau akan bayarkan. Nothing is free.'
Kemudian Katak berkata, 'Besok, ane bakal ceritain tentang sang Jenderal.'"

"It's time to go," kata Swara, lalu ia memudar seraya bersenandung,

Time stands still
[Waktu berhenti]
Beauty in all she is
[Dengan segala keindahannya]
I will be brave
[Aku bakalan tabah]
I will not let anything take away
[Takkan kubiarkan apapun membawa pergi]
What's standing in front of me
[Apa yang tegak dihadapanku]
Every breath, every hour has come to this
[Tiap helaan, tiap jam, telah sampai ke hal ini]
One step closer *)
[Selangkah lebih dekat]

"Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Carl Gustav Jung, Man and his Symbols, Anchor Press
- A.S. Byatt, The Djinn in the Nightingale's Eye, Vintage
*) "A Thousand Years" karya Christina Perri & David Hodges

Senin, 20 Februari 2023

Kodrat Manusia & Hubungan Interpersonal : Perspektif Islam (2)

“Basis Persaudaraanlah, yang mengorganisir Masyarakat Islam,” lanjut Swara, “Persaudaraan bermakna cinta, rasa-hormat, ketulusan, diselenggarakan atas dasar simpati dan kasih-sayang bagi mereka yang seiman. Oleh karenanya, masyarakat Islam hendaknya punya dan memelihara hubungan sosial yang sehat. Al-Qur'an mengkategorikan hubungan di antara umat Islam sebagai 'Ikhwa' [keadaan atau perasaan persahabatan dan saling mendukung dalam suatu kelompok],
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
[innamal mu'minuuna ikhwatun]
'Sesungguhnya orang-orang mukmin itu, bersaudara ....' [QS. Al-Hujurat (49):10]
Meskipun pernyataan ini singkat, namun cukup menggarisbawahi dasar, kedalaman, dan pentingnya saling-mendukung.
Sejarah bersaksi tentang fakta bahwa para Nabi, 'alaihimussalam, telah menata-ulang masyarakat manusia atas dasar nilai-nilai kebaikan, keutamaan, dan keadilan yang abadi. Mereka mengundang umat manusia ke ajaran abadi yang berasal dari Seruan Ilahi dan menata mereka yang menjawab panggilan itu, secara positif di bawah panji pemersatu yang baru. Mereka yang pernah terpecah menjadi kelompok, suku, dan kubu partisan lainnya, dan yang saling menuntut darah, hidup, dan kehormatan, berubah jadi sahabat terbaik dan tepercaya, berkat pesan pemersatu itu.
Persatuan mereka memuncak dengan munculnya masyarakat baru yang kuat, yang anggotanya, baik pria maupun wanita, ramah dan saling berkasih-sayang. Mereka mencatat sejarah baru dan meletakkan dasar bagi peradaban baru. Al-Qur’an menggarisbawahi kebenaran ini dengan langgam khasnya yang indah,
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
'Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada Hablillahi [diterjemahkan sebagai 'tali Allah,' merujuk baik pada perjanjian-Nya maupun Al-Qur'an], dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan qalbu-qalbumu, sehingga dengan karunia-Nya, kamu jadi saudara. (Ingatlah pula dikala) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkanmu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.' [QS. Ali-‘Imran (3):103]
Kekuatan pemersatu yang nyata dan abadi ialah berpegang pada 'tali Allah,' Sang Pencipta, dan menjaga perjanjian dengan-Nya. [masih ingat kan perbincangan kita tentang Fitrah]
Cita-cita kehidupan kolektif dalam Islam ini, tak semata manifestasi lahiriah dari kebersatuan. Ia berusaha menyatukan hati orang-orang beriman. Islam melampaui ide persatuan legalistik apapun. Faktanya bahwa, ia menanamkan persatuan dan persaudaraan ke dalam tatanan seluruh orang beriman. Karenanya, mengutamakan kesatuan keyakinan dan ideologi, berbagi nilai dan visi manusia, masyarakat dan takdir. Ia menyatukan orang-orang beriman di atas papan aspirasi, tujuan dan perasaan serta emosi terdalam mereka. Tentu saja, ia menyatukan pula mereka, secara lahiriah.
Namun, yang terpenting, ia menyatukan mereka secara intrinsik sebagai bagian dari sebuah masyarakat dan persaudaraan yang bersatu. Tak perlu dikata bahwa persatuan sejati semata dapat dicapai jika orang bersatu, baik secara lahir maupun batin. Perangkat buatan apapun, tak dapat menyatukan manusia dalam waktu yang lama. Sebab, hati yang beraroma permusuhan dan dendam, tak bisa berdekatan. Isyarat simbolik persatuan, tak dapat menghasilkan kohesi sejati atau tujuan tunggal. Sebaliknya, koalisi yang didorong oleh tujuan egoistik, pada akhirnya mengarah pada kekacauan dan disintegrasi. Semata ikatan hukum, tak sanggup memastikan persahabatan yang sejati dan abadi. Lantaran inilah, yang menjelaskan, mengapa Islam mendasarkan kehidupan kolektif orang-orang beriman pada prinsip-prinsip iman, cinta dan pengorbanan diri. Hubungan berdasarkan nilai-nilai ini, berfondasi kokoh, mampu bertahan dari segala badai.
Dengan demikian, masyarakat yang dibangun di atas cita-cita ini, menggalakkan konsep gotong-royong sebagai lawan dari kehidupan konflik sosial dan kelangsungan hidup bagi yang terkuat. Setiap anggota masyarakat, membantu dan menolong orang lain. Tak seorang pun diperbolehkan menjaga dirinya sendiri seperti yang terjadi dalam masyarakat yang didasarkan pada premis 'every man for himself and the devil takes the hindmost.'
Sebaliknya, visi masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai Islam, ditandai oleh kesamaan kepentingan dan tolong-menolong, saling mendukung dan membantu. Mereka yang tertinggal, didorong maju. Hal ini, melatih anggota masyarakatnya, agar bersama-sama mengatasi masalah.
Sangat penting bagi orang-orang beriman, mengasimilasi secara menyeluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip fundamental ini, yang merupakan inti dari hubungan sosial dalam Islam. Dan memang, mereka hendaknya menggunakan energi mereka, guna memperkuat hubungan baik tersebut.
Di satu sisi, hubungan timbal-balik di antara orang beriman, didasarkan pada kesamaan iman atau ideologi kehidupan. Bagi seluruh umat Islam, dikhususkan pada tujuan yang sama. Iman menembus pikiran dan tindakan mereka. Di sisi lain, hal tersebut bukan sekadar ikatan formal dan legalistik. Ikatan ini, ditandai dengan kedalamannya, dan keberlimpahan cinta. Lantaran inilah dicontohkan dengan ikatan persaudaraan. Ikhwa mengungkapkan dengan sangat baik, esensi keterhubungan ideologis ini. Dalam Islam, seluruh kehidupan seseorang, berdimensi sosial, kecuali bagian yang sangat kecil dari keberadaan pribadi, seluruh panjang dan lebar kehidupannya, merupakan jaringan hubungan manusia: keluarga, komunitas, masyarakat dan kemanusiaan. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan orang beriman agar mengembangkan dan memelihara hubungan sosial, memenuhi apa yang telah digambarkan sebagai Huquq al-‘Ibad (hak dan kewajiban timbal-balik dalam menghormati kemanusiaan). Lebih jauh lagi, hal ini mengarah pada pemenuhan keadilan dan kesetaraan yang membantu membangun masyarakat, budaya dan peradaban tertentu. Islam menetapkan kode perilaku yang komprehensif, memungkinkan setiap orang agar melaksanakan kewajiban mereka. Inilah yang merekatkan orang-orang beriman, bersama-sama ke dalam kesatuan dan solidaritas yang sempurna. Hubungan timbal-balik mereka, hendaknya seperti yang ditemukan di antara saudara. Inilah prasyarat iman dan bagian dari kodrat manusia, serta didukung oleh akal-sehat dan nalar.Tiada perubahan yang dapat terjadi tanpa munculnya kelompok yang terorganisir dan kuat. Dan kelompok seperti itu, terbentuk hanya jika anggotanya bersatu sepenuhnya. Mereka diharapkan bersatu bagaikan batu yang kokoh dalam berjuang secara terorganisir demi tujuan mereka, diibaratkan dalam Al-Qur'an sebagai,
كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ
'... seakan-akan mereka bun'yaanun marsuus (suatu bangunan yang tersusun kokoh).' [QS. As-Saf (61):4]
Kelompok tak boleh membiarkan kecenderungan berpecah-belah muncul. Sebab organisasi yang tepat, merupakan kunci keberhasilan.
Hubungan baik di antara umat Islam ditetapkan sebagai syarat penting bagi umat Islam, dalam mencapai perubahan sosial Islam. Secara khusus disebutkan bahwa mereka yang mengaku Islam, seyogyanya menyerahkan segalanya demi keyakinan mereka, mengabdikan hati dan jiwanya bagi imannya, dan menunjukkan cinta dan persahabatan timbal-balik,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْٓا اُولٰۤىِٕكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يُهَاجِرُوْا مَا لَكُمْ مِّنْ وَّلَايَتِهِمْ مِّنْ شَيْءٍ حَتّٰى يُهَاجِرُوْاۚ وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ اِلَّا عَلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
'Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah, serta orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu sebagiannya merupakan auliyā’ [bentuk jamak dari kata waliy. Secara harfiah kata ini berarti ‘dekat’ sehingga menunjukkan makna ‘teman dekat’, ‘teman akrab’, ‘teman setia’, ‘kekasih’, ‘penolong’, ‘sekutu’, ‘pelindung’, ‘pembela’, dan ‘pemimpin’. Kata waliy dan auliya’ dalam Al-Qur’an diulang 41 kali. Maknanya berbeda-beda sesuai dengan konteks ayat] bagi sebagian yang lain. Orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tiada kewajiban sedikit pun atasmu, melindungi mereka hingga mereka berhijrah. (Akan tetapi,) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama (Islam), wajib atas kamu memberikan pertolongan, kecuali dalam menghadapi kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.' [QS. Al-Anfal (8):72]
Seraya menunjuk pada organisasi dan sumber daya orang-orang kafir, Al-Qur'an mencermati bahwa jika umat Islam tak mengembangkan persaudaraan seperti itu, aspirasi mereka guna menghasilkan transformasi Islam universal, berdasarkan keadilan dan keshalihan, takkan pernah terwujud.

Islam telah menetapkan standar khusus hubungan timbal balik dan meletakkan kode etik yang komprehensif guna memelihara dan mempertahankannya. Dengan mengikuti kode ini, seseorang dapat mencapai standar yang ditentukan oleh Islam. Jadi, dalam Islam, ada beberapa sifat yang dianggap sebagai sifat yang terpuji, dan ada sifat yang tercela.
Sifat pertama dan terpenting ialah ketulusan. Nasihah merupakan istilah yang digunakan dalam korpus hadits, yang menggambarkan, secara sangat komprehensif, konsep ketulusan. Rasulullah (ﷺ) menjelaskan,
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
'Ad-dien [agama; iman; cara hidup Islami] itu, nasihah [anjuran; ketulusan; keikhlasan].' [Shahih Muslim]
Secara khusus disebutkan bahwa seseorang hendaknya tulus terhadap seluruh masyarakat Islam. Hubungan timbal balik antara umat Islam seyogyanya bebas dari ketidaktulusan. Ia hendaklah selalu bekerja demi kesejahteraan orang lain dan berusaha berbuat baik bagi mereka. Ia semestinya tak membiarkan bahaya apapun menyentuh orang lain. Segala upayanya, hendaklah diarahkan membantu orang lain. Salah satu kriterianya, bahwa ia seyogyanya memilih bagi orang lain, apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri. Sebab, itu tak merugikan dirinya sendiri. Sebaliknya, ia selalu berusaha agar mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi dirinya sendiri. Ia juga tak pernah berdamai dengan melepaskan apa yang menjadi haknya. Ia dengan bebas menghabiskan waktu dan uangnya bagi sesuatu yang menguntungkannya. Jadi, seorang Muslim yang shalih. tak membiarkan kerugian bagi orang lain. Ia takkan mau mentolerir rasa tidak hormat terhadapnya. Sebaliknya, ia memberinya tunjangan maksimum. Konotasi nasihah ini, hendaklah menghiasi perilakunya. Karenanya, ia lebih memilih bagi orang lain, apa yang dipilihnya, bagi dirinya sendiri. Rasulullah (ﷺ) membicarakan tentang hal ini sebagai prasyarat iman. Beliau (ﷺ) bersabda,
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
'Tak beriman salah seorang di antaramu, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.' [Muttafaqun Alaihi]
Ketulusan juga terlihat dalam kewajiban bersama umat Islam. Atribut ketulusan ini, sangat luas jangkauannya dan banyak berimplikasi pada pembentukan karakter.

Sifat lain, ialah Pengorbanan, terwakili oleh seseorang yang memberikan preferensi kepada orang lain dalam hal yang paling disukai oleh dirinya sendiri. Mengorbankan kepentingannya bagi kesejahteraan orang lain merupakan kebajikan yang berharga. Seorang Muslim yang taat, bersikap tulus terhadap sesama Muslim. Ia menunda kebutuhannya sendiri membantu orang lain. Jika ia belajar menghargai selera dan minat orang lain, ia berhasil membina hubungan sosial yang sehat dan menyenangkan.
Wujud lain dari semangat berkorban ialah dalam hal keuangan. Seseorang mungkin menjalani kehidupan yang sulit namun dapat memprioritaskan kebutuhan orang lain. Pengorbanan terdiri dari merasa puas dengan sesuatu yang lebih rendah, sambil memberikan apa yang lebih baik kepada sesama Muslim.

Keadilan merupakan salah satu sifat yang terpuji. Jika seorang Muslim mengasimilasi dua ciri penting perilaku baik berikut ini, ia takkan menghadapi hubungan sosial yang tak bahagia. Sebaliknya, ia bakalan menikmati hubungan baik. Sifat-sifat ini ialah berlaku adil dan berbuat baik. Allah memerintahkan,
'اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
'Sesungguhnya, Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.' [QS. An-Nahl (16):90]
Sifat imperatif dari arahan ini, patut dipertimbangkan. Konsep keadilan punya dua komponen: mencapai keseimbangan dan moderasi dalam hubungan timbal-balik, dan memberikan hak kepada setiap orang. Keadilan menuntut pula agar hak-hak moral, sosial, ekonomi, hukum, politik, budaya dan agama seseorang, diberikan kepadanya secara benar. Jika ia berusaha membalas kesalahan yang dilakukan padanya, ia hendaknya membatasi diri pada ukuran ketidakadilan yang dilakukan. Siapapun yang melampaui batas ini, melakukan ketidakadilan.

Ciri selanjutnya ialah ihsan, yang satu derajat lebih tinggi dari keadilan. Ihsan lebih penting dibanding keadilan dalam hubungan sosial. Sementara keadilan berfungsi sebagai dasar hubungan baik, ihsan menambah keindahan dan keunggulannya. Jika keadilan menjauhkan permusuhan dalam hubungan, berbuat baik, memperkaya kualitas dan kemanisannya. Tiada hubungan yang dapat dibangun guna mengukur secara terus-menerus, telah memenuhikah ia terhadap kewajibannya.
Ia seharusnya tak terlalu mengutamakan haknya sendiri, dengan maksud memastikan bahwa ia mendapatkan semua yang menjadi haknya. Sebaliknya, ia hendaknya selalu siap melakukan kebaikan bagi orang lain. Hubungan yang sangat mirip bisnis mungkin berhasil. Namun, akan menjadi kekurangan saling-cinta, rasa terima kasih, pengorbanan, ketulusan dan kehangatan, yang sangat penting dalam kehidupan. Berbuat baik bermakna perilaku yang sangat baik, kedermawanan, sikap simpatik, sopan santun, memaafkian dan memberi kelonggaran. Ia hendaknya siap menerima kurang dari haknya dan memberi orang lain lebih dari apa yang pantas mereka terima.

Karakteristik lain yang sama pentingnya adalah kemurahan-hati [dalam istilah yang luas]. Allah menggunakan istilah rahmah (rahmat) dalam konteks mengatur hubungan timbal-balik di antara umat Islam. Kemurahan-hati dapat dijelaskan dengan merujuk pada perasaan dan emosi yang lembut, sebagai sebab mengapa seseorang menunjukkan cinta, kehangatan, kasih sayang, dan kebaikan yang sepenuhnya terhadap saudara-saudaranya. Ia bahkan tak boleh berpikir untuk menyakiti orang lain. Bermurah-hati membuatnya disayangi oleh semua orang dan menarik orang-orang ke arah kemurahan-hati.

Karakteristik lainnya ialah pemberian maaf, mencakup banyak fitur, selain dari perasaan mendasar agarmengabaikan kesalahan orang lain. Mencakup pula, pengendalian diri, kesabaran dan ketabahan. Saat dua orang menjalin hubungan, wajar jika mereka melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kepahitan, rasa-sakit, dan siksaan bagi pihak lain. Yang secara alami membuat mereka marah dan mungkin secara legal, membalas dendam karenanya. Namun, cinta yang meresapi hubungan mereka, akan membantu mereka mengatasi amarah. Pandangan mereka akan sangat luas bagi menahan amarah, yang pada gilirannya, akan mencegah pembalasan apapun. Dengan cara ini, mereka lebih suka menahan diri dan saling memaafkan.
Mengenali nilai dan kepatutan seseorang, merupakan karakteristik terakhir yang hendaknya dipahami agar dapat menghargai pentingnya keterhubungan. Jika ia mengetahui nilai mereka yang sebenarnya, maka ia akan memberikan nilai lebih pada pertalian. Dalam hal ini, ia tak pernah memutuskan ikatannya dalam peristiwa apa pun.

Ada beberapa arahan yang wajib, sementara yang lain dianjurkan sebagai tindakan yang diinginkan, guna meningkatkan hubungan yang lebih baik dan membantu mengembangkan rasa saling-cinta di antara umat Islam, ibarat genggaman-tangan.
Aset terpenting seseorang ialah kehormatannya, dan ia tak dapat mentolerir serangan apapun terhadap kehormatan dan martabatnya. Oleh karenanya, umat Islam diminta agar tak mencemarkan nama baik sesama Muslim. Dengan cara yang sama, mereka didesak agar saling membela kehormatan. Jika seorang Muslim dikritik atau difitnah, maka kewajiban mereka yang hadir, membela kehormatan korban. Ia hendaknya merasa tersinggung oleh serangan ini, bagaikan apa yang dirasakannya jika menyerang dirinya sendiri. Jika ia merasa yakin bahwa kehormatannya akan dipertahankan oleh sesama Muslim, bahkan dalam ketidakhadirannya, maka ia memiliki cinta yang berlimpah bagi orang tersebut dan akan menjadikannya sebagai teman dan pelindung sejatinya.
Seorang Muslim punya banyak kewajiban kepada sesama Muslim seperti membantu memecahkan masalah keuangannya, menenangkannya bila merasa gelisah dan memenuhi kebutuhannya. Ia tak terikat secara hukum agar melakukannya. Namun, ia dapat menunaikannya dengan cara berbuat baik kepada sesama Muslim. Salah satu cara penting guna membantu ialah menawarkan bantuan keuangan. Setiap orang miskin punya bagian dari karunia harta yang diberikan Allah kepada orang kaya.
Selain membantu sesama muslim dan memperlakukannya dengan baik, bagian dari hubungan sosial yang baik ialah dengan berbagi kesedihan seseorang. Ia hendaknya merasakan sakit yang menimpa orang lain. Muslim diibaratkan sebagai tubuh, yang setiap bagiannya mengalami rasa sakit yang sama.

Adalah kewajiban seorang Muslim, mengawasi perbuatan dan perilaku sesama Muslim, serta berusaha membantunya agar tetap berada di jalan yang lurus. Jika seorang Muslim terlihat menyimpang, ia hendaknya dinasihati dengan nasihat yang baik. Akan tetapi, pelaksanaan tugas ini, sering menimbulkan situasi yang tak menyenangkan. Namun, jika seseorang punya keyakinan yang teguh bahwa kesuksesan yang abadi semata akhirat, dan bahwa setiap muslim seyogyanya menolong saudaranya dalam mencapai kesuksesan ini, takkan ada kegetiran. Untuk pertanggungjawaban di kehidupan ini, jauh lebih mudah ketimbang pertanyaan di akhirat. Kita hendaknya berterima kasih kepada orang yang memperhatikan kekeliruan kita. Namun, kita juga seyogyanya mengamati etiket tertentu dalam mengkritik dan menasihati orang lain. Penting bahwa ini hendaklah dilakukan dengan ketulusan dan cinta yang paling tinggi, sehingga mendorong saling cinta dan pengertian. Dalam situasi seperti itu, kita hendaknya memandang para pengkritik kita sebagai para penderma kita.

Salah satu perwujudan cinta kepada orang lain ialah bahwa ia suka ditemani oleh orang-orang yang ia hormati dan sayangi. Kunjungan meningkatkan cinta seseorang terhadap sesama Muslim dan, lebih jauh lagi, membuat orang lebih dekat. Cinta menuntutnya, mengunjungi saudaranya sesering mungkin. Jika norma-norma syariah diikuti, maka hal ini sangat meningkatkan hubungan sosial. Kunjung-mengunjungi ini, tak boleh menjadi kesempatan untuk melecehkan, memfitnah, atau menyakiti orang lain.
Penekanan pada saling-berkunjung dan janji pahalanya yang sangat besar, mengingat pertimbangan cinta meningkat dengan hubungan yang berkepanjangan. Seseorang membutuhkan bantuan dan nasihat dari teman-teman yang tulus, selama pertemuan dengan teman-temannya. Jika seseorang melakukannya dengan maksud menggapai ridha Allah dan mengingat-Nya, bahkan hubungan sosialnya, akan memainkan peran penting dalam pengembangan perilaku baiknya.
Maka, ia hendaknya berusaha sebaik mungkin menjaga hubungan sosial dengan Muslim lainnya. Salah satu bentuk kunjungan yang sangat dianjurkan dalam Islam ialah menjenguk orang sakit. Orang sakit membutuhkan bantuan dan simpati orang lain karena kondisi fisik dan psikologisnya. Simpati dan pelayanannya sangat berharga baginya. Mengunjungi orang sakit sangat membantu dalam memperkuat hubungan sosial. Mengunjungi orang sakit hanyalah salah satu bentuk membantu mereka yang dalam kesusahan. Cara lain membantu termasuk membagikan kecemasannya dan melayaninya. Yang pasti, ada pahala besar yang diperoleh dari membantu orang lain.

Karena seorang Muslim punya rasa sayang terhadap sesama Muslim, maka wajar jika hal ini hendaknya diekspresikan. Hal ini membantu mempromosikan saling pengertian yang lebih baik. Pula, menghindari tindakan apapun dari salah satu dari mereka, yang dapat menyebabkan kepahitan di masa depan. Oleh karena itu, agar menghindari perselisihan apapun, penting agar saling-cinta mereka, tak disembunyikan.
Selain memperlakukan orang lain dengan baik, acara ramah-tamah merupakan cara paling efektif untuk meningkatkan hubungan sosial. Meskipun demikian, pada pertemuan seperti ini, tak boleh ada pembicaraan kasar, menjelek-jelekkan, mengecam atau mencemooh orang lain. Ramah-tamah seyogyanya ditandai dengan memperlihatkan kasih-sayang yang berlimpah. Tetapi ia hendaknya berhati-hati agar tak ada kekerasan, ketidakpedulian atau kecerobohan yang dapat merusak pertemuan.
Dan merupakan kewajiban menyapa seorang Muslim dengan cara yang ditentukan. Di satu sisi, menggambarkan perasaannya terhadap orang lain, dan di sisi lain, itu menunjukkan keinginan tulusnya. Karena cinta kepada saudaranya, ia hendaklah berdoa untuknya dan dengan demikian, mengungkapkan perasaannya terhadapnya. Salam hanya dapat meningkatkan cinta timbal-balik, asalkan dilakukan dengan upaya sadar. Sebab salam menandakan keinginan tulusnya bagi kesejahteraan orang lain.
Setelah Salam, isyarat lain guna mengungkapkan kasih-sayangnya kepada orang lain ialah dengan berjabat-tangan dengannya. Amalan ini juga dianjurkan oleh Rasulullah (ﷺ). Berjabat-tangan melengkapi dan mewujudkan semangat Salam. Umat Islam seyogyanya saling berjabatan tangan, memuji Allah dan memohon ampunan-Nya sehingga mereka dapat memperoleh keselamatan.

Merupakan psikologi manusia dimana orang suka disapa dengan hormat. Semakin seseorang disapa dengan penuh kasih, semakin ia tergerak. Umat Islam tak boleh menunjukkan kekikiran dalam memanggil orang dengan cinta dan kasih sayang. Sebaliknya, mereka hendaklah berusaha menyapa orang lain dengan istilah yang ekspresif dari emosi mereka.
Sebagai bagian dari hubungan yang tulus, ia hendaknya menaruh minat yang besar pada masalah pribadi saudaranya. Ia menanyakan kesejahteraannya dan mengungkapkan minat yang besar terhadap mereka. Hal ini meyakinkan mereka tentang ketulusannya dan memperkuat ikatan persaudaraan. Pengetahuan tentang detail pribadi orang lain, meningkatkan hubungan dekat.
Cara yang efektif untuk mengungkapkan cinta dan ketulusan kepada orang lain dan untuk memperkuat hubungan sosial ialah dengan memberikan hadiah. Sementara menyanjung orang lain merupakan penghargaan lisan yang sangat menyenangkan penerima, hadiah materi juga mendekatkan orang satu sama lain. Bertukar kado memudahkan rasa saling cinta dan kasih sayang, pula menghilangkan kegetiran, jika ada. Hadiah tak boleh melebihi kemampuannya. Ia tak perlu ragu memberikan hadiah karena alasan sederhana yaitu tidak mahal. Apa yang mengikat orang bersama bukanlah nilai dari sebuah hadiah, melainkan ketulusan dan cinta yang meresapinya. Hadiah hendaknya diterima dengan rasa terima kasih. Hadiah hendaknya dibalas dan tak harus bernilai yang sama. Sebaliknya, ia hendaknya memberi sesuai dengan kemampuannya. Inilah praktik Rasulullah (ﷺ) untuk memberi dan menerima hadiah. Parfum sering menjadi hadiah favorit Rasulullah (ﷺ). Mungkin saat ini, orang dapat memberikan buku yang bagus sebagai hadiah.
Namun, ada keadaan yang tak diperbolehkan saling bertukar-hadiah, antara lain: jika dengan hadiah, menyebabkan perbuatan riba; hakim dilarang menerima hadiah yang ditawarkan kepadanya, untuk menjaga martabatnya sebagai hakim; di antara hadiah yang dilarang ialah yang diberikan kepada saksi di pengadilan sebagai imbalan atas kesaksiannya; hadiah yang ditawarkan kepada seorang yang disewa oleh otoritas untuk memenuhi kebutuhan orang banyak; hadiah yang ditawarkan sebagai imbalan dengan tujuan melepaskan salah satu hak Allah atau menerima sesuatu yang berpotensi melanggar hukum atau penyalahgunaan wewenang.  Prinsipnya adalah '... tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.' [QS. Al-Ma'idah (5):2].
Mengungkapkan rasa terimakasih kepada orang lain, merupakan cara yang tepat menunjukkan cinta. Berbagi makanan dan mengundang orang makan, contoh cinta dan ketulusannya terhadap orang lain. Pada waktu makan, orang bersantai dan berbicara dengan bebas. Ketika seseorang diundang makan, ia merasa bersyukur dan menghargai bahwa tuan rumahnya, sangat menghargainya. Perasaan seperti itu, jelas memperkuat hubungan sosial.
Saling mendoakan agar memohon ampunan Allah bagi saudaranya dan berdoa bagi kesejahteraannya, dalam ketidakhadiran atau kehadiran mereka, hal ini menanamkan cinta dan kasih sayang yang besar. Ketika seseorang mengamati bahwa saudaranya berdoa kepada Allah untuknya, ia pasti akan tergerak. Bila doa dibuat bagi seseorang di hadapannya, meyakinkan mereka akan ketulusan dan cinta seseorang. Hal ini bertujuan memohon rahmat Allah, oleh karenanya, doa ini merupakan langkah praktis menuju tujuan ini. Jika doa dilakukan dengan menunjuk pada seseorang yang sedang dipikirkannya, sangat mungkin akan berefek yang lebih besar. Inilah kewajiban seorang Muslim kepada sesama Muslim, dimana ia memohon ampunan orang lain dan meningkatkan hubungan timbal-balik. Doa seperti itu, juga mempererat hubungan.
Akhirnya sebagai penutup, saling cinta, persaudaraan, saling mengasihi dan menghormati, merupakan buah dari iman. Itulah prasyaratnya. Semakin seseorang mengabdi pada tujuan Islam, semakin kuat ikatan persaudaraan dengan sesama Muslim. Mereka saling berbagi rasa-sakit dan penderitaan serta saling gembira atas kebahagiaan yang lain. Ditambah dengan cinta-kasih dan ketulusan, yang didorong oleh iman, hubungan sosial ini mencapai titik tertingginya. Ikatan semacam itu, merangsang komunitas dengan dinamisme, kehangatan, dan semangat yang menjamin kesuksesannya secara menyeluruh. Berkah-berkah ini, bertambah ketika semua kondisi di atas terpenuhi. Oleh karenanya, kita harus mengingat ajaran yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tentu saja, tiada yang dapat dicapai tanpa dukungan Allah. Pertolongan Ilahi inilah yang istimewa untuk menikmati hubungan yang ramah. Maka, selain mengambil langkah-langkah di atas, ia hendaknya berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah guna menanamkan cinta dan menghilangkan perselisihan,
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
'Duhai Rabb kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Duhai Rabb kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.' [QS. Al-Hasyr (59):10]"
"Waktunya pergi," kata Swara, "namun aku ingin meninggalkan sebuah canda, 'Seorang turis melakukan perjalanan melewati hutan terlebat di Amerika Tengah dan menemukan sebuah candi Maya kuno. Ia bertanya pada sang pemandu wisata tentang rincian strukturnya. Sang pemandu menyampaikan padanya bahwa para arkeolog sedang menggali dan masih menemukan harta karun yang dahsyat. Sang turis bertanya berapa umur candi tersebut.
'Candi ini berumur 1.504 tahun,' jawab sang pemandu.
Terkesan oleh penanggalan yang akurat ini, sang turis mempertanyakan bagaimana bisa ada penanggalan yang teramat tepat.
'Oh, itu gampang,' jawab pemandu. 'Para arkeolog mengatakan candi itu, berusia 1.500 tahun, dan itu, empat tahun yang lalu.'"

"Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Yasien Mohamed, Fitra: The Islamic Concept of Human Nature, Ta-Ha
- Mary E. Clark, In Search of Human Nature, Routledge
- Khurram Murad, Interpersonal Relations : An Islamic Perspective, The Islamic Foundation
- Ira M. Lapidus & Francis Robinson, Cambridge Illustrated History : Islamic World, Cambridge University Press
[Bagian 1]