Senin, 26 Februari 2024

Cerita Daun Mapel: Election Fraud (6)

"Sepasang suami istri sedang berwisata ke Bali. Saat menikmati suasana romantis Pantai Kuta, mereka mengenang masa pertama kali bertemu.
Istri: 'Mas, apa mas cinta sama aku cuma karena ramandaku mewariskan banyak uang untukku?'
Suami: 'Sama sekali enggak beib. Aku akan selalu mencintaimu tanpa peduli, siapa yang mewariskan uangnya untukmu.'"

“Seseorang dapat menuturkan kisah peradaban manusia sebagai lakon tentang bagaimana kita belajar saling percaya,” lanjut Mapel seraya menelaah pahatan-batu gajah di Candi Borobudur. Gajah punya ingatan seumur hidup, yang memungkinkannya mengenali gajah lain, bahkan manusia. Pahatan gajah di candi tersebut, mengungkap bahwa gajah menggunakan ingatan tandasnya tentang pengalaman masa lalu, semisal kelaparan, guna membantu bertahan dari kesulitan di masa depan. Ukiran tersebut membuka mata kita agar menghormati dan mengingat jalinan-hubungan, gajahlah perlambang yang sempurna bagi kesetiaan dan kepercayaan.

"Kita awalnya belajar berbagi hasil berburu dan makanan di antara kelompok. Dengan kerjasama, kita bisa membangun piramida. Namun kerjasama berarti mengandalkan orang lain, dan keadaan ini menimbulkan peluang saling sirik—sebagian anggota kelompok mengambil keuntungan dari anggota lain. Kita perlu menemukan cara membangun kepercayaan. Seiring berjalannya waktu, kita mengembangkan pemerintahan dan peraturan guna membantu mengatasi dilema kerjasama ini, namun aturan tersebut, agar dapat berfungsi, memerlukan pula kepercayaan.
Setiap permainan punya aturan, begitu pula setiap masyarakat. Institusi yang mengatur kita adalah keyakinan dan norma, aturan tak kasat mata, yang membatasi cara kita bertindak. Kita mengikuti institusi tersebut disebabkan oleh ekspektasi kita terhadap apa yang akan terjadi, jika kita mengikutinya, dan apa yang akan terjadi pada kita, jika kita tak mengikutinya. Harapan-harapan tersebut, memunculkan norma-norma perilaku dan aturan-aturan. Norma atau aturan tersebut merupakan bagian besar dari apa yang kita sebut budaya, kata Benjamin Ho.
Institusi merupakan pusat dari kepercayaan, karena sebagian besar institusi manusia mengandalkan kepercayaan agar berfungsi. Masyarakat mengembangkan institusi guna memecahkan masalah yang mereka hadapi, mulai dari masalah tindakan kolektif hingga alokasi sumber daya yang langka. Lebih khusus lagi, institusi modern seperti pasar, pengadilan, dan negara demokrasi, semuanya bergantung pada kepercayaan di berbagai tingkatan.
Argumen kedua mengapa institusi penting dalam kepercayaan ialah kenyataan bahwa banyak institusi manusia yang dirancang untuk memfasilitasi kepercayaan. Kisah peradaban manusia itu, tentang membangun hal-hal yang semakin besar dengan belajar bekerjasama dalam skala yang semakin besar.
Kepercayaan merupakan keyakinan akan dapat dipercayanya orang yang berinteraksi dengan kita. Keyakinan kita didasarkan pada informasi yang kita terima, dan banyak institusi manusia yang berupaya menyebarkan dan mengatur arus informasi. Dapat dipercaya merupakan sifat karakter seseorang yang bertindak dengan cara yang membenarkan amanah yang diberikan padanya. Kepercayaan dapat bervariasi bagi orang yang berbeda dalam situasi yang berbeda, dan meskipun hal tersebut mencerminkan pedoman moral internal, nilai-nilai internal tersebut sering kali berasal dari pengaruh institusi luar.

Ada dua pengertian dimana kepercayaan telah lama dikaitkan dengan pemerintahan, kata Russel Hardin. Salah satu tradisi dinyatakan dengan baik dalam bahasa Yunani kuno 'Anonymous Iamblichi': 'Keluaran pertama dari keabsahan adalah kepercayaan, yang sangat bermanfaat bagi semua orang dan merupakan salah satu kekayaan terbesar. Hasil dari kepercayaan adalah bahwa harta mempunyai kemanfaatan yang sama, sehingga harta yang sedikit saja sudah cukup sejak diedarkan, padahal tanpa harta yang banyak pun tidaklah cukup. Intinya, hukum memungkinkan orang agar percaya dan, dengan demikian, melakukan pertukaran demi keuntungan besar mereka.
Pemerintah hadir dalam berbagai bentuk dan memainkan banyak peran. Gagasan alternatif tentang tujuan pemerintahan, setidaknya berasal dari Thomas Hobbes, pemerintah sebagai pemusat kekuasaan. Dalam perekonomian modern, pemerintah membuat peraturan, memungut pajak, dan menyediakan layanan sosial. Hal yang sangat penting agar pemerintah dapat berfungsi dalam kapasitas ini ialah pemerintah harus mampu membuat peraturan dan berharap bahwa peraturan tersebut akan dipatuhi. Seringkali, kita tak terlalu memikirkan alasan kita mengikuti aturan. Pandangan tradisional menegnai institusi adalah bahwa kita mengikuti aturan karena jika tidak, akan ada konsekuensinya. Jika kita tak membayar pajak, akan ada denda. Jika kita tak membayar denda, harta benda kita akan disita. Jika kita tak menyerahkan harta kita, kita akan dipenjara. Jika kita menolak hukuman penjara, kita menghadapi risiko kekerasan.
Hobbes berpendapat bahwa warga negara menerima sistem ini karena tatanan yang dibangun oleh pemerintah lebih baik daripada dunia buruk yang akan ada tanpa pemerintah. Masyarakat menindaklanjuti transaksi, menyumbang pajak, dan menghindari kekerasan lantaran adanya ancaman hukuman yang tersirat; mereka tahan menerima ancaman, sebab itu lebih baik daripada hidup dalam masyarakat tanpa pengawasan. Menurut Ho, inilah pandangan kaku terhadap pemerintah yang berdasar pada aturan ketat, dan tak mengakui peran kepercayaan dan hubungan antarmanusia.
Menurut Hardin, kepercayaan terhadap pemerintah bukanlah suatu pertimbangan utama dalam bekerjanya masyarakat modern, namun kepercayaan di antara mereka sendiri bahwa pemerintahan yang baik akan memungkinkan warga negaranya untuk memiliki hal tersebut sangatlah penting dalam kehidupan mereka. Klaim bahwa seseorang mempercayai pemerintah tak bisa disamakan dengan klaim bahwa seseorang mempercayai orang lain. Kebaikan dan pentingnya kepercayaan antarpribadi tidak secara jelas tercermin dalam gagasan yang tak analog mengenai kepercayaan terhadap pemerintah.

Adam Smith mencatat bahwa bahkan dalam perekonomian pasar bebas yang individualistis, sihirnya datang dari cara pasar mengkoordinasikan pembagian kerja: sebuah pabrik pembuat pin, yang masing-masing mengkhususkan diri pada satu bagian produksi, dapat memproduksi lebih banyak pin daripada jumlah yang sama pembuat pin tradisional yang bekerja sendiri. Aturan-aturan tersebut diformalkan oleh pemerintah, yang memperluas cakupannya ke seluruh aspek kehidupan kita sehari-hari. Pemerintah, khususnya pemerintahan demokratis, bergantung pada supremasi hukum, dan berfungsinya supremasi hukum juga bergantung pada kepercayaan. Setiap perkembangan kelembagaan memungkinkan lingkar kepercayaan kita tumbuh, namun masing-masing, juga membuat siapa dan bagaimana kita mempercayai menjadi lebih impersonal—sebuah karakteristik dari ekonomi pasar modern.
Kepercayaan dipandang remeh, padahal ia penting. Peran kepercayaan dalam perekonomian modern seringkali tak diakui baik dalam mata kuliah ilmu ekonomi maupun budaya pop. Di sebagian besar negara demokrasi modern, telah diputuskan bahwa kita tak dapat mempercayai orang-orang yang berkuasa agar mengendalikan jumlah uang beredar. Versi yang lebih baik dari pernyataan tersebut bahwa setiap orang, termasuk orang-orang yang berkuasa, akan lebih beruntung jika pejabat terpilih tak memiliki kendali langsung atas jumlah uang beredar.
Undang-undang AS mengharuskan semua mata uang AS memuat kata-kata 'In God We Trust' sejak tahun 1956, meskipun frase tersebut telah digunakan secara teratur pada koin-koin dan uang kertas AS sejak tahun 1864. Tujuannya untuk memfasilitasi kepercayaan—bukan pada Tuhan, tapi barangkali, pada uang itu sendiri—menurut Ho, mendorong banyak keputusan mengenai desain mata uang AS.
Penguasa dapat mengambil manfaat dari kemampuan menghasilkan uang ketika dibutuhkan (terutama untuk berperang), dan masyarakat juga dapat memperoleh manfaat dari jumlah uang beredar yang lebih likuid. Namun, para penguasa dibatasi oleh ketidakpercayaan. Orang-orang tahu bahwa godaan mencetak terlalu banyak uang amatlah besar. Para penguasa juga menghadapi masalah yang sama manakala harus meminjam uang. Pemerintah menerbitkan obligasi untuk meminjam uang dari warga negara. Praktik ini sangat umum terjadi pada masa perang. Menerbitkan obligasi mungkin tampak berbeda dengan mencetak uang, namun dalam praktiknya, sangat mirip.

Menurut Ronald Inglehart, tingkat kesejahteraan subjektif dan kepercayaan antarpribadi yang relatif tinggi, kondusif bagi stabilitas lembaga demokrasi. Rendahnya tingkat kesejahteraan subjektif dan kepercayaan antarpribadi mungkin memainkan peran penting dalam runtuhnya rezim otoriter. Pembangunan ekonomi kondusif bagi demokrasi tak semata karena hal tersebut memobilisasi masyarakat luas, namun juga karena hal tersebut mendorong orientasi budaya yang mendukung. Pembangunan ekonomi juga kondusif bagi perubahan budaya yang membantu menstabilkan demokrasi. Budaya politik massa sangat penting bagi stabilitas demokrasi jangka panjang: Budaya politik menstabilkan demokrasi dengan memberikan iklim kepercayaan dan basis dukungan massa yang bertahan lama.
Institusi demokrasi bergantung pada kepercayaan bahwa pihak oposisi akan menerima aturan proses demokrasi. Engkau hendaknya memandang lawan politikmu sebagai oposisi setia yang takkan memenjarakan atau mengeksekusimu jika engkau menyerahkan kekuasaan politik kepada mereka, namun dapat diandalkan untuk memerintah sesuai hukum, dan menyerahkan kekuasaan jika pihaknu memenangkan pemilu berikutnya.
Tatkala masyarakat tak puas dengan politik, tambah Inglehart, boleh jadi, mereka akan mengganti partai yang berkuasa. Disaat masyarakat tertentu merasa tak puas dengan kehidupan mereka, mereka mungkin menolak rezim–atau bahkan komunitas politik.

Banyak sosiolog berpendapat bahwa kepercayaan itu perekat kehidupan sosial. Bagi politik, ekonomi, dan well-being pribadi, kepercayaan sosial adalah sumber daya yang berharga. Menurut Trudy Govier, kepercayaan dan ketidakpercayaan terhadap politik atau pemerintah, dapat bermakna banyak hal. Sebagian besar pembicaraan mengenai ketidakpercayaan tersebut berfokus pada isu-isu integritas—kejujuran, keandalan, menepati janji, tindakan yang berprinsip, dan tiadanya kemunafikan. Hal ini merupakan tanggungjawab fidusia; orang-orang yang menduduki jabatan publik harus setia terhadap tugas dan tanggungjawab jabatannya. Namun ekspektasi terhadap kompetensi juga penting bagi kepercayaan, baik dalam politik maupun di bidang lain.
Kompetensi bukanlah sekedar persoalan intelektual atau teknis semata yang dapat dipisahkan dari aspek etika karakter. Dan agar integritas dapat bermakna, seseorang memerlukan kompetensi: ia perlu menyadari bagaimana dirinya bertindak dan apa yang dituntut oleh konteks tertentu. Integritas moral dan sifat amanah mensyaratkan kompetensi pribadi ini. Secara keseluruhan penilaian yang baik tentang prioritas dan kualitas pribadi, sangatlah penting.

Masyarakat terkadang tak mempercayai tindakan pemerintah karena mereka yakin bahwa pejabat dan pegawai negeri sipil yang diperlukan tidak kompeten—sangat tidak efisien, atau kurang berpengetahuan melaksanakan tugas yang telah mereka tetapkan sendiri. Ada berbagai orang dan institusi dalam politik dan pemerintahan, dan kita dapat membedakannya berdasarkan kepercayaan. Di tingkat nasional, kita mungkin berpikir mempercayai pemimpin, Kabinet, partai yang berkuasa, anggota terpilih dari partai yang berkuasa, seluruh badan perwakilan terpilih, atau partai politik favorit kita atau perwakilan yang dipilih secara lokal. Alternatifnya, kita mungkin memperhatikan pegawai negeri dan lembaga pemerintah yang berbeda dari wakil-wakil terpilih. Berbicara tentang mempercayai atau tidak mempercayai politisi bermakna berfokus pada wakil-wakil terpilih dan mereka yang mencalonkan diri dalam pemilu. Namun mempercayai pemerintah, dapat bermakna politisi atau pegawai sipil dan institusi.
Dalam merefleksikan kepercayaan dan politik, kita tentu saja membahas masalah kepemimpinan. Di negara demokrasi industri Barat, kata Govier, pemimpin terpilih dipilih sebagai pemimpin partai politik yang mencari mandat elektoral untuk memerintah. Seorang pemimpin politik harus memimpin dalam berbagai konteks, yang paling nyata dan penting adalah partai politik, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Pemimpin politik dapat berupa pemimpin sebuah partai, kepala pemerintahan, dan, dalam pengertian yang berbeda dan kurang formal, pemimpin masyarakat. Ia punya beberapa peran kepemimpinan yang berbeda, dan konteks yang berbeda memerlukan keterampilan kepemimpinan yang berbeda. Kemampuan melakukan pendekatan, keterampilan berbicara di depan umum, dan karisma, sangat penting dalam berhubungan dengan publik, sedangkan keterampilan memfasilitasi, negosiasi, dan mediasi sangat penting dalam mengelola kaukus dalam partai politik. Ide-ide orisinal, pemahaman terhadap isu-isu, pengetahuan, dan perhatian terhadap detail merupakan hal-hal penting dalam menjalankan pemerintahan. Hanya sedikit individu yang memiliki seluruh kualitas yang diperlukan dalam berbagai konteks dimana seorang pemimpin modern berfungsi. Setiap orang mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda, yang disesuaikan dengan situasi yang berbeda. Tiada satu hal yang disebut kepemimpinan dan tiada satu cara melakukannya dengan benar. Namun siapa pun dan bagaimana pun caranya, kepemimpinan yang efektif selalu memerlukan tingkat kepercayaan yang tinggi. Secara umum, semakin besar kepercayaan, semakin efektif pemimpinnya.
Seseorang takkan menjadi pemimpin terpilih suatu partai politik kecuali sebagian besar anggota partai mempunyai kepercayaan terhadapnya. Kebutuhan akan kepercayaan semakin jelas ketika kita mempertimbangkan beberapa fungsi spesifik dari seorang pemimpin partai. Bagi masyarakat, pemimpin partai merupakan semacam komunikator kunci bagi partai. Agar dapat dipilih dan menjalankan pemerintahan, seorang pemimpin memerlukan tingkat kepercayaan publik. Ada berbagai gaya dan model kepemimpinan, namun seluruh gaya kepemimpinan mengandalkan kepercayaan pada pemimpin.

Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang mempercayai. Kepercayaan itu penting. Orang yang mempercayai orang lain, berpandangan luas terhadap komunitasnya dan hal ini membantu menghubungkannya dengan orang yang berbeda dari dirinya. Kepercayaan juga mengarahkan masyarakat mencari titik temu manakala mereka tak sepakat mengenai solusi terhadap permasalahan publik, kata Eric M. Uslaner. Kepercayaan bukanlah solusi menyeluruh terhadap permasalahan masyarakat. Ia takkan membuat orang turut dalam kelompok sipil atau kehidupan politik. Namun ia punya konsekuensi lain, yang mungkin bahkan lebih penting. Karena kepercayaan menghubungkan kita dengan orang-orang yang berbeda dari diri kita, ia membuat kerjasama dan kompromi menjadi lebih mudah.
Masyarakat sipil adalah masyarakat yang kooperatif. Kepercayaan mungkin bukan satu-satunya jalan menuju kerjasama. Namun kepercayaan dapat mempermudah penyelesaian masalah tindakan kolektif yang berulang, karena niat baik menghilangkan banyak tawar-menawar yang sulit di awal setiap negosiasi, dan akan membuat kompromi lebih mungkin tercapai. Orang yang mempercayai orang lain, juga harus menjadi orang yang paling mungkin mendukung kode moral yang berlaku di komunitasnya. Kerjasama dan kompromi, hanya dapat berkembang bila orang-orang saling menghormati, terlepas dari perbedaan yang ada. Jadi, komunitas yang saling mempercayai adalah komunitas yang toleran, kata Uslaner, dan diskriminasi adalah sebuah anatema, sesuatu yang dijauhi.

Bilamana terjadi konflik kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara, maka perlu dilakukan tindakan nyata untuk menyelesaikannya. Kepercayaan itu inti dari keberadaan manusia. Seperti semua makhluk sosial, manusia punya kebutuhan naluriah untuk bekerjasama dan saling mengandalkan guna memenuhi kebutuhan paling dasar emosional, psikologis, dan material. Tanpa kepercayaan, kita tak semata kurang bahagia sebagai individu, namun pula, kurang produktif dalam kelompok. Penelitian telah menghubungkan keutamaan dan manfaat kepercayaan dengan kemakmuran ekonomi, stabilitas masyarakat, dan bahkan kelangsungan hidup manusia, kata Robert F. Hurley. Dampak kuat dari kepercayaan, memungkinkan terjadinya perilaku kooperatif tanpa pengawasan dan kontrak yang mahal dan rumit. Kepercayaan merupakan suatu bentuk modal sosial yang meningkatkan kinerja antar individu, di dalam dan di antara kelompok, dan secara kolektif yang lebih besar (misalnya, organisasi, institusi, dan negara).
Ketidakpercayaan bisa menjadi hal yang sehat dan disarankan, namun jika muncul dalam keadaan ekstrem dan tak adil, ia akan merusak naluri kooperatif. Keadaan ini mengubah pertukaran kolaboratif menjadi manuver perlindungan yang lambat dan penuh kegelisahan. Tanpa kepercayaan, orang akan menjadi lebih cemas dan kurang bahagia; para pengikut dari pemimpin tanpa kepercayaan, lebih lambat dan berhati-hati; organisasi tanpa kepercayaan, bersusah-payah menjadi produktif; pemerintah tanpa rasa-saling percaya, akan kehilangan kerjasama sipil yang penting; dan masyarakat tanpa kepercayaan, akan memburuk, kata Hurley. Jika kita tak bisa menghasilkan persepsi kepercayaan yang memadai dan masuk akal, melalui agen yang bertindak dengan cara yang amanah, hidup kita akan menjadi lebih bermasalah dan kurang makmur.

Kita akan teruskan bincang kita pada fragmen selanjutnya, bi 'idznillah."
Kutipan & Rujukan:
- Benjamin Ho, Why Trust Matters: An Economist's Guide to the Ties that Bind Us, 2021, Columbia University Press
- Valerie Braithwaite & Margaret Levi (Eds.), Trust and Governance, 1998, Russell Sage Foundation
- Mark E. Warren (Ed.), Democracy and Trust, 1999, Cambridge University Press
- Trudy Govier, Social Trust and Human Communities, 1997, McGill-Queen's University Press
- Eric M. Uslaner, The Moral Foundations of Trust, 2002, Cambridge University Press
- Robert F. Hurley, The Decision to Trust: How Leaders Create High-Trust Organizations, 2012, Jossey-Bass