Kemarahan membakar hati mereka. Mereka pun memutuskan melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam api yang paling besar yang dapat mereka nyalakan. Menurut Syu'aib al-Jaba'i, nama orang yang mengajukan agar Nabi Ibrahim dibakar adalah Haizan, dan Allah menyebabkan bumi menelannya. Ia akan tenggelam hingga Hari Kiamat. Kemudian, seluruh masyarakat diperintahkan mengumpulkan kayu bakar sebagai bakti kepada tuhan mereka. Ada wanita yang bodoh dan sakit bersumpah bahwa jika mereka disembuhkan, mereka akan menyumbangkan banyak kayu untuk membakar Nabi Ibrahim. Selama beberapa hari mereka mengumpulkan kayu bakar. Mereka menggali lubang yang dalam, mengisinya dengan kayu bakar dan menyalakannya.
Mereka membawa manzaniq (sebuah ketapel besar) untuk melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam api. Lalu Nabi Ibrahim akan diletakkan pada lengan ketapel besar itu, dengan tangan dan kaki yang terikat. Api telah berkobar hingga ke langit. Kaumnya berdiri menjauh dari lubang karena panasnya yang membara. Kekuatan panasnya membuat burung yang melewatinya pasti akan terbakar. Lalu mereka membawa Nabi Ibrahim dan meletakkannya di atas ketapel. Malaikat Jibril, alaihissalam, menemui Nabi Ibrahim saat ia diikat dan dibelenggu untuk dilemparkan ke dalam api, dan Jibril berkata, "Wahai Ibrahim, perlukah engkau bantuanku?" Nabi Ibrahim menjawab, "Tidak, aku tak memerlukannya darimu!" Kemudian Nabi Ibrahim menengadahkan wajahnya ke langit, dan langit dan bumi, gunung-gunung serta para malaikat, semua berkata, "Wahai Rabb kami, Ibrahim, seorang manusia di bumi yang menyembah Engkau, akan dibakar dalam api demi Engkau. Perkenankan kami membantunya!" Dan Allah berfirman, "Aku paling tahu tentang dirinya. Jika ia meminta bantuanmu, bantulah ia, karena Aku telah memperkenankannya, tetapi jika ia tak menyeru siapapun kecuali Aku, Akulah kekasihnya, biarkanlah itu antara ia dan Aku, dan Aku akan melindunginya." Ketika Nabi Ibrahim menengadahkan wajahnya ke langit, ia berkata, "Wahai Rabb-ku, sesungguhnya Engkau di langit Maha Tunggal dan aku di bumi menyembah Engkau. Cukuplah Allah bagiku, dan Dialah sebaik-baik Pelindung."
Kemudian, pemimpin agama memerintahkan pelontaran Nabi Ibrahim ke dalam api. Ketapel besar itu ditembakkan dan Nabi Ibrahim terlontas ke dalam api. Namun, masuk ke dalam kobaran api itu bagai menuruni tangga di taman yang sejuk. Api masih berkobar, tapi tak membakar, karena Allah mengeluarkan perintah-Nya, "Wahai api, jadilah kesejukan dan keamanan bagi Ibrahim." Menurut al-Suddi, ketika mereka melontarkan Nabi Ibrahim ke dalam api, Allah berfirman, "Wahai api, jadilah kesejukan dan kedamaian bagi Ibrahim," dan Jibril-lah yang menyeru. Ibnu Abbas berkata, "Jika kesejukannya tak diikuti oleh kedamaian, Ibrahim pasti telah mati kedinginan. Setiap api di bumi pada hari itu pergi, mengira itulah yang dimaksud.Api menyerah pada kehendak Allah, menjadi dingin dan aman bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar ikatannya, dan ia duduk di tengah api seolah sedang duduk di taman. Ia memuliakan dan memuji Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dengan qalbu yang hanya berisi cintanya kepada Allah. Tak ada ruang kosong di dalamnya karena takut, takjub, atau khawatir. Ia hanya penuh dengan rasa cinta. Rasa takut dan kagum telah mati, dan api berubah menjadi dingin, membuat udara terasa menyenangkan. Mereka yang mencintai Allah seperti Nabi Ibrahim, takkan merasa takut.
Khalayak ramai, para pemimpin, dan para imam kecewa menyaksikan api dari kejauhan. Api seolah membakar wajah mereka dan membuat mereka terbatuk-batuk. Api terus berkobar dalam waktu yang lama sehingga orang-orang musyrik itu menganggapnya takkan pernah padam. Menurut at-Tabari, ketika api padam, mereka menatap Nabi Ibrahim, dan melihat ada orang lain bersamanya, dengan kepala Nabi Ibrahim di pangkuannya. Ia menyeka keringat dari wajahnya. Disebutkan bahwa itulah malaikat azh-Zhil, malaikat naungan. Allah telah menurunkan api ummat umat manusia, yang, pada umumnya, telah diuntungkan darinya.Ketika api mulai padam, mereka sangat tercengang melihat Nabi Ibrahim keluar dari lubang itu tak tersentuh api. Wajah mereka hitam karena asap, tetapi wajah Nabi Ibrahim tetap cerah dengan cahaya dan rahmat Allah. Api yang mengamuk itu menjadi dingin bagi Nabi Ibrahim dan hanya melahap tali yang mengikatnya. Nabi Ibrahim keluar dari api seolah-olah sedang berjalan keluar dari taman. Teriakan takjub terdengar dari orang-orang kufur itu. Keajaiban ini membuat malu para tiran, tapi itu tak memadamkan nyala api di dalam qalbu mereka. Namun, setelah kejadian itu, banyak orang mengikuti Nabi IBrahim, meskipun masih banyak yang merahasiakan keyakinan mereka karena takut akan bahaya atau kematian di tangan para penguasa. Nabi Ibrahim telah meletakkan argumen yang pasti melawan penyembah berhala. Tak ada yang tersisa untuknya kecuali untuk melawan orang-orang yang memproklamirkan diri sebagai tuhan.
Menurut Ibnu Abbas dan beberapa sahabat, raja pertama yang menguasai penjuru bumi, Timur dan Barat, adalah Namrud bin Kan'an bin Kusy bin Sam bin Nuh. Ada empat raja yang memerintah seluruh bumi, Namrud, Sulaiman bin Daud, Dzulqarnain, dan Bukhatanashar atau Nebukadnezar - dua orang mukmin (Sulaiman dan Dzulqarnain) dan dua orang kafir (Namrud dan Bukhtanashar). Nabi Ibrahim hidup di zaman Namrud berkuasa. Ketika Namrud mendengar bahwa Nabi Ibrahim dapat keluar dari kobaran api dengan aman, ia menjadi berang. Ia mengkhawatirkan status ketuhanan yang ia nyatakan bagi dirinya sendiri akan tertantang oleh manusia biasa. Ia memanggil Nabi Ibrahim ke istana dan berbincang dengannya. Menurut At-Tabari, Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim, "Sudahkah engkau melihat Allah Yang engkau sembah itu dan yang engkau seru untuk disembah, dan Yang Berkuasa seperti yang engkau ucapkan, serta Yang engkau agungkan di atas yang lain? Siapakah Dia?" Nabi Ibrahim menjawab, "Dialah Tuhanku, Yang menghidupkan dan Yang mematikan." Dan Namrud berkata, "Aku juga bisa mengidupkan dan mematikan." Nabi Ibrahim bertanya, "Bagaimana engkau dapat menghidupkan dan mematikan?" Namrud menjawab, "Aku akan perintahkan dua orang laki-laki - dua orang yang akan dihukum mati atas perintahku - dan aku akan membunuh salah satu dari mereka, jadi, aku dapat mematikan, dan aku akan mengampuni yang lain dan membebaskannya, maka aku dapat menghidupkan." Namun setelah mendengar hal itu, Nabi Ibrahim berkata, "Allah menjadikan matahari terbit di Timur, bisakah engkau membuatnya terbit di Barat?" Namrud malu, dan ia tak memberikan jawaban; ia tahu bahwa ia takkan sanggup melakukannya. Allah takkan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.
Menurut Zaid bin Aslam, lalu Allah mengutus seorang malaikat menemui Namrud, dengan berkata, "Berimanlah kepada Allah dan aku akan membiarkanmu dengan kerajaanmu." Namrud berkata, "Adakah tuhan selain aku?" Sang malaikat datang untuk kedua kalinya, dan mengatakan hal yang sama, dan sekali lagi Namrud menolaknya. Dan ia datang untuk ketiga kalinya, dan sekali lagi Namrud menolaknya. Maka sang malaikat berkata kepadanya, "Kumpulkan bala tentaramu dalam tiga hari." Sang tiran mengumpulkan pasukannya, dan Allah memberikan sebuah perintah kepada sang malaikat, dan ia melepaskan segerombolan agas. Matahari tertutup oleh jumlah mereka. Allah mengirim agas-agas itu untuk mereka, dan gerombolan agas itu memakan daging dan menghisap darah mereka, dan tiada yang tersisa kecuali tulang-belulang mereka.
Sang raja tetap seperti sebelumnya; tak ada yang menimpanya. Akan tapi, Allah mengirimkan seekor agas yang masuk melalui lubang hidungnya, dan masuk ke bagian dalam kepalanya, memukul-mukul serasa bagai dihantam dengan palu, itu berlanjut selama empat ratus tahun. Orang-orang terdekatnya yang merasa kasihan, memukul kepala Namrud dengan ayunan tangan mereka. Namrud telah menjadi tiran selama empat ratus tahun, dan Allah mengadzabnya selama empat ratus tahun - selama ia berkuasa - dan kemudian, Dia mematikannya.
Nabi Ibrahim terus menyeru kepada manusia agar beriman kepada Allah, berusaha keras untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar. Ia mencoba segala cara agar dapat meyakinkan mereka. Namun, terlepas dari cintanya dan perhatiannya terhadap kaumnya, mereka merasa gusar dan meninggalkannya. Hanya seorang wanita dan seorang lelaki dari kaumnya yang beriman kepada Allah. Nama wanita itu adalah Sarah dan ia menjadi istrinya. Nama lelaki itu adalah Luth dan ia menjadi seorang nabi. Sarah adalah putri paman dari phak ayah Nabi Ibrahim, Haran, dimana kota Haran dinisbahkan dengan namanya.
Ketika Nabi Ibrahim menyadari bahwa tak ada lagi orang lain yang akan mengikuti seruannya, ia memutuskan berhijrah. Ia meninggalkan kaumnya dan pergi bersama istrinya dan Luth ke sebuah kota bernama Ur, lalu ke tempat lain yang disebut Haran, dan kemudian ke Palestina. Setelah Palestina, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir, menyerukan keimanan kepada Allah dimanapun ia bepergian, bersikap adil kepada sesama, dan membimbing mereka menuju kebenaran dan ketaqwaan. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim tak pernah berbohong kecuali tiga kali, dua kali karena Allah, ketika ia berkata, "Aku sakit," saat kaumnya mengadakan sebuah perayaan untuk menghormati tuhan mereka, Nabi Ibrahim menarik diri dengan mengatakan ia sakit; dan ketika ia berkata, "Aku tak pernah melakukan ini, tapi berhala besar itulah yang telah melakukannya." Yang ketiga adalah saat Nabi Ibrahim dan Sarah, istrinya, sedang dalam perjalanan, mereka melewati wilayah seorang tiran. Seseorang berkata kepada sang tiran, "Orang ini (Nabi Ibrahim) didampingi oleh seorang wanita yang sangat menawan." Maka, sang tiran memanggil Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya tentang Sarah, "Siapakah wanita ini?" Nabi Ibrahim berkata, "Ia saudara perempuanku." Nabi Ibrahim menemui Sarah dan berkata, "Wahai Sarah, tak ada orang beriman di permukaan bumi kecuali engkau dan aku. Orang ini bertanya kepadaku tentangku dan aku telah berkata kepadanya bahwa engkau adalah saudara perempuanku, janganlah menyanggah apa yang telah kusampaikan." Sang tiran kemudian memanggil Sarah, dan saat Sarah datang, sang tiran berusaha memeluk dengan tangannya, namun tangannya itu kaku dan ia kebigungan. Ia meminta kepada Sarah, "Berdoalah kepada Allah untukku dan aku takkan mencelakakanmu." Lalu Sarah memohon kepada Allah agar menyembuhkannya dan ia pun sembuh kembali. Namun untuk kedua kalinya, sang tiran berusaha lagi memeluknya, tapi tangannya kaku lagi seperti sebelumnya dan ia merasa sangat terkejut. Ia kembali meminta kepada Sarah, "Berdoalah kepada Allah untukku, dan aku takkan menyakitimu." Sarah memohon kepada Allah agar menyembuhkan sang tiran, dan ia normal kembali. Sang tiran kemudian memanggil salah seorang pengawalnya yang telah mengawal Sarah, dan berkata, "Bukannya engkau membawakan seorang manusia, melainkan engkau membawakanku setan." Sang tiran kemudian menghadiahkan Hajar sebagai hamba untuk Sarah. Nabi Ibrahim, sambil menunjuk dengan tangannya, bertanya, "Bagaimana kabarmu?" Sarah menjawab, "Allah telah merusak rencama jahat orang yang tak bermoral itu dan memberiku Hajar sebagai hamba."
Istri Nabi Ibrahim, Sarah, mandul. Sarah telah diberi seorang wanita Mesir, Hajar, sebagai pelayan. Nabi Ibrahim telah tua dan rambutnya telah memutih, setelah bertahun-tahun menghabiskan masanya menyeru manusia kepada Allah. Sarah beranggapan bahwa ia dan Nabi Ibrahim akan merasa kesepian karena ia tak punya anak. Karena itu, ia menawarkan suaminya agar menikahi pelayannya, Hajar. Hajar melahirkan putra pertama Nabi Ibrahim, Ismail, saat Nabi Ibrahim telah tua.
Menurut Ibnu Ishaq, ketika istri Nabi Ibrahim, Sarah binti Haran wafat, Nabi Ibrahim menikahi wanita Kanaan, Qatiirah binti Yaqtan. Ia melahirkan enam anak, Yaqsan bin Ibrahim, Zamran bin Ibrahim, Madyan bin Ibrahim, Yasbaq bin Ibrahim, Suh bin Ibrahim, dan Basar bin Ibrahim. Jadi, Nabi Ibrahim memiliki delapan putra, termasuk Ismail dan Ishak. Ismail adalah anak sulungnya, anak sulung dari seluruh keturunannya. Yaqsan ibnu Ibrahim menikahi Ra'wah binti Zamar ibnu Yaqtan ibnu Liidhan ibnu Jurhum ibnu Yaqtan ibnu Abir, dan ia melahirkan kaum Barbar dan kelompok campurannya. Zamran ibnu Ibrahim menurunkan kaum yang tak dikenal. Bagi Madyan, lahirlah orang-orang Midian, yang merupakan kaum nabi Syu'aib ibnu Mika'il - semuanya berasal dari Madyan, dan Allah mengutus Nabi Syu'aib kepada mereka sebagai seorang nabi.
Setelah Nabi Ibrahim melewati berbagai rintangan, dibakar oleh kaumnya, dan ketika Allah memerintahkan mengorbankan anaknya, Ismail, setelah ia cukup umur untuk berjalan, dan ketika Dia memerintahkan Nabi Ibrahim menegakkan kembali dasar-dasar Baitullah, dan mengabdikan dirinya untuk ibadah, lalu setelah semua ini, Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah lebih jauh yang telah Dia sebutkan, karena Dia berkata, dalam Surah Al Baqarah [2]: 124, "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu ia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Ia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zhalim.”
Menurut Ibnu Abbas, firman Allah, "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat," maksudnya bahwa Allah menguji Nabi Ibrahim dengan ibadah bersuci, lima di kepala dan lima di bagian tubuh. Yang berada di kepala, menipiskan kumis, membilas mulut, membersihkan lubang hidung dengan air, bersiwak, dan membelah rambut (dengan jari-jari). Yang berada di bagian tubuh, yakni mengerat kuku, mencukur rambut kemaluan, berkhitan, mencabut bulu ketiak, serta membasuh jejak-jejak buang air besar dan air kecil dengan air.
Dalam Sahih al-Bukhari, Abu Huraira, radiallahu'anhu, meriwayatkan dari Rasulullah (ﷺ), "Lima hal yang termasuk dalam sifat-sifat fitrah, yaitu berkhitan, mencukur rambut kemaluan, menispiskan kumis, mengerat kuku, dan mencabut bulu ketiak. "
Imam Malik, dalam Muwhatta', dari Yahya ibnu Sa'id ibnu Musayyab, yang berkata, "Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang menerima tamu, dikhitan, menipiskan kumis, dan yang pertama kali melihat rambut uban. Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, apa ini? "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Itu suatu keagungan, wahai Ibrahim." Nabi Ibrahim berdoa,"Wahai Tuhanku, tambahkanlah keagungan itu untukku." Ditambahkan pula, "Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang menipiskan kumis, mencukur rambut kemaluan dan mengenakan celana."
Suatu hari, Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar menunjukkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali orang mati. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim mengambil empat burung, memotong-motongnya dan mengaduk bagian tubuh mereka, membaginya menjadi empat bagian dan menebarkannya di atas empat bukit yang berbeda, lalu memanggil kembali burung-burung itu atas nama Allah. Nabi Ibrahim melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya. Segera bagian-bagian tubuh burung yang bercampur itu bergabung kembali dengan tubuh asli mereka di tempat yang berbeda dan burung-burung itu terbang kembali kepada Nabi Ibrahim. Dalam Surah Al Baqarah [2]: 260, Allah mewahyukan, "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.' Allah berfirman, 'Belum percayakah engkau?' Ia (Ibrahim) menjawab, 'Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).' Dia (Allah) berfirman, 'Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.' Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Nabi Ibrahim hidup di bumi menyembah Allah dan menyerukan monoteisme, namun sesungguhnya ia sedang melakukan perjalanan pulang menuju Allah, ia menyadari bahwa hari-harinya di bumi terbatas dan akan diikuti oleh ajal serta akhirnya kelak akan dibangkitkan kembali. Ilmu tentang hidup sesudah mati membuat Nabi Ibrahim merasakan ketenteraman dan cinta, serta adanya kepastian. "
Lalu sang peziarah berkata, "Wahai anak muda, kita memohon agar Allah menjadikan jalan kita, dalam kehidupan ini, berakhir di Taman Firdaus. Kita memohon kepada-Nya agar menjadikan kita di antara mereka yang memiliki bekal yang cukup dari kehidupan ini, guna menuju tempat tinggal yang kekal dan naungan yang abadi. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita dan orang tua kita, serta kaum-kerabat kita, kelak berada dalam golongan yang dinaungi oleh rahmat-Nya, yang tak pernah ada rasa takut atau yang tak pernah ada duka."
"Ya Allah, anugerahkanlah selawat atas Nabi Muhammad (ﷺ) dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah menganugerahkan selawat atas Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Nabi Muhammad (ﷺ) dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia."
(Bagian 1)"Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." - [QS.49:15]
Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam
- The History of Al-Tabari Volume II : Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, SUNY Press