Jumat, 31 Agustus 2018

Ketika Kaum Muda Menentang (2)

Para Ayam jago bernalam,

Seberapapun panjang jalan itu
kebenaran ada bersama Rabb
tiada keraguan, Dia 'kan menjayakannya

Kekuatanku telah terjelma
laksana kuda pacu
dan walau kedua kakiku tersandung
harkatku beranjak

Dan kami 'kan melaju
tanpa aral
cinta 'kan berjaya
demi Allah Al-Wadud **)

Murai berkata, "Sekarang, mari kita lanjutkan diskusi kita. Wahai Tumang, silahkan, lanjutkanlah!" Lalu Tumang berkata, "Tak ada tanda-tanda tidur di tubuh mereka, meskipun telah ditidurkan selama jangka waktu yang panjang. Bahkan, mereka berada dalam kondisi bahwa siapapun yang melihat mereka. akan berpikir bahwa mereka dalam keadaan terjaga. Para mufassir, umumnya mengatakan bahwa mata mereka terbuka. Tubuh santai dalam tidur, namun relaksasinya, tak ada di sana. Perubahan dalam momentum pernapasan yang muncul saat tidur juga tak ada. Jelas bahwa keadaan ini juga, tak lain menjadi sesuatu yang luar biasa, semacam karamah, dimana pertimbangan hikmah yang jelas adalah, perlindungan terhadap orang yang akan menyerang mereka atau yang akan mengambil sesuatu dari mereka, mengira bahwa mereka tetap siaga. Jika ada yang menyaksikan mereka, tentu akan berpaling melarikan diri dan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.
Seseorang boleh bertanya, mengapa para pemuda hamba Allah ini membawa seekor anjing bersama mereka? Bisa dibayangkan bahwa para pemuda ini, punya ladang dan ternak, mungkin saja, mereka memelihara anjing guna perlindungan dari perampok, dan karena kesetiaan seekor anjing tak diragukan lagi, anjing itu mengikuti mereka. Anjing adalah simbol saling-percaya. Sekali anjing itu percaya kepada seseorang, maka ia akan tetap setia mengikuti dan menjaganya. Allah menciptakan anjing itu, dengan naluri untuk berjaga. Allah mewahyukan bahwa anjing para pemuda ini, tak masuk ke dalam gua, melainkan merentangkan kakinya, dan berbaring di mulut gua. Ini menunjukkan bahwa tugas anjing itu, berada di luar rumah, untuk menjaga ternak dan ladang. Larangan memelihara anjing adalah perintah dari syari'at yang dibawa oleh Rasulullah (ﷺ), dan mungkin saja itu belum dilarang dalam syari'at yang dibawa Nabi Isa, alaihissalam.

Cara para pemuda ini tidur, tak seperti kebiasaan tidur kebanyakan orang, sangat mirip, kemunculan mereka juga berbeda dari kebiasaan alami. Tidur panjang mereka adalah tanda Ilahi. Demikian pula, semuanya terduduk-bangun setelah ratusan tahun - sehat dan bugar tanpa makanan - juga merupakan tanda Ilahi yang sempurna lainnya. Dan itu juga berarti bahwa mereka juga harus tahu bahwa mereka telah tidur selama ratusan tahun. Maka, Allah membangunkan mereka agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kita berada di sini?” Mereka menjawab, “Kita berada di sini sehari atau setengah hari." Mereka berbeda tentang berapa lama mereka tinggal di gua itu, dan salah seorang dari mereka mengatakan hal yang benar. Para pemuda ini telah memasuki Gua di pagi hari dan ketika mereka bangun, sudah malam. Oleh karena itu, mereka berpikir, itulah hari ketika mereka memasuki gua dan lama mereka tidur hanya sekitar sehari. Namun, beberapa di antara pemuda ini menyadari bahwa, mungkin, ini bukan hari ketika mereka memasuki gua. Jika ya, siapa yang tahu berapa hari telah berlalu? Oleh karena itu, mereka memutuskan menyerahkan pengetahuan khusus tentang peristiwa ini, dengan bersandar kepada Allah. Dengan mengatakan, “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada di sini. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu takkan beruntung selama-lamanya.”
Mereka mengabaikan debat ini dan menganggapnya sebagai hal yang tak perlu, lalu mengalihkan perhatian mereka pada kebutuhan akan waktu, yaitu mengutus seorang diantara mereka ke kota, untuk mencari makanan. Orang-orang baik ini juga membawa uang ketika mereka mendatangi gua. Dari sini kita tahu bahwa pengadaan dan pengelolaan pengeluaran, penting dalam kehidupan, juga tak bertentangan dengan norma-norma Zuhud dan Tawakkal. Makanan yang mereka cari, adalah makanan Halal. Mereka mewaspadai perlunya tindakan pencegahan seperti itu karena pada saat mereka meninggalkan kota, masyarakat umumnya menyembelih hewan atas nama berhala dan itulah yang mereka jual di pasar. Oleh karena itu, mereka menekankan pada lelaki yang akan keluar, membawa pulang makanan hanya setelah memastikan bahwa makanan itu, Halal. Para pemuda ini kemudian menunjuk seorang diantara mereka untuk pergi ke kota dan memberinya uang untuk membeli makanan yang akan ia bawa pulang.
Berabad-abad telah berlalu, sang raja yang musyrik, Diqyanus, penguasa yang menindas kota itu, telah wafat. Kekuasaannya telah diambil-alih oleh para penganut aqidah murni. Raja mereka, orang yang shalih, yang namanya disebut sebagai Baidusis. Selama masa pemerintahannya, secara kebetulan terjadi perbedaan pandangan yang merajalela dalam hal orang mati yang akan dibangkitkan kembali pada Hari Kiamat. Sebuah mazhab menolak paham bahwa tubuh manusia akan dibangkitkan kembali setelah proses pembusukan, penguraian dan penyebaran sebagaimana halnya partikel terhambur di seluruh permukaan bumi. Baidusis, yang memerintah sebagai raja pada masa itu, mulai prihatin mencari cara-cara untuk menghilangkan syubhat ini. Ketika tak ada lagi cara yang berhasil, ia mengenakan pakaian compang-camping, duduk di atas tumpukan debu dan berdoa kepada Allah. Meratap dan memohon dengan sungguh-sungguh, ia berkata, 'Ya Allah, sekarang kuserahkan pada-Mu agar segalanya berjalan dengan baik sehingga keyakinan rakyatku dapat dipulihkan dan mereka kembali ke jalan yang benar.' Di satu sisi, sang raja mengadu dan memohon, sementara, di sisi lain, Allah mengatur agar permohonan sang raja dijawab sesuai kehendak-Nya. Para pemuda al-Kahfi terbangun. Mereka mengutus salah seorang diantara mereka, yang disebutkan bernama Tamlikha, ke pasar kota untuk membeli makanan. Ia masuk ke toko dan membayar makanan yang ia beli dengan uang logam perak yang berasal dari zaman raja Diqyanus, yang memerintah di sana pada tiga ratus tahun yang lalu. Penjaga toko terkejut. Darimana uang ini berasal? Berlaku kapan uang logam ini? Ia bingung. Ia menunjukkannya kepada penjaga toko lain. Semua orang menuduh pemuda itu telah merampok dan mengambil uang koin darinya. Sang pemuda berkata kepada mereka bahwa ia tak pernah melakukannya dan uang logam itu miliknya sendiri.

Para penjaga toko menahannya dan membawanya ke hadapan sang raja. Seperti disebutkan sebelumnya, sang raja adalah hanba Allah yang shalih. Dikatakan bahwa ia punya perhatian terhadap museum negara dan di bagian arkeologinya, ia juga melihat tablet bertuliskan daftar nama-nama para pemuda al-Kahfi bersama deskripsi tentang peristiwa pelarian mereka. Ada yang menyebutkan, raja yang kejam, Diqyanus, memerintahkan agar dibuat tablet semacam itu untuk menyatakan mereka sebagai buron, agar nama dan alamat mereka tetap diketahui, dan agar mereka ditangkap di tempat. Yang lain mengatakan bahwa ada orang-orang istana kerajaan yang secara diam-diam, tak menyetujui penyembahan berhala, lalu menjadikan para pemuda Al-Kahfi sebagai teladan kebenaran. Namun, mereka tak punya keberanian untuk menyatakannya secara terbuka. Apa yang mereka lakukan adalah denga menuliskan tablet itu, untuk disimpan sebagai memorabilia. Nama tablet ini adalah Raqim, karena itulah para pemuda al-Kahfi juga disebut Ashabar Raqim. Jadi, sang raja mengetahui sesuatu tentang peristiwa ini, dan saat itu, ia memohon kepada Allah semoga Dia, entah bagaimana caranya, membuat umatnya agar meyakini bahwa menghidupkan kembali orang mati bukanlah mustahil oleh kekuatan-Nya yang paling sempurna.
Karena itu, ketika ia bertanya tentang latar belakang Tamlikha, ia yakin bahwa lelaki itulah salah seorang dari para pemuda al-Kahfi. Ia berkata bahwa ia sering berdoa kepada Allah dengan harapan bahwa Dia, entah bagaimana caranya, membuatnya beruntung bertemu orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanus, demi iman mereka. Sekarang setelah Allah mendengar doanya, ia bersyukur. Semoga, dalam peristiwa ini, bukti-bukti yang menentukan, yang dapat membuat rakyatnya yakin akan dihidupkannya kembali orang yang telah mati. Setelah mengatakan ini, sang raja meminta agar lelaki itu membawanya ke gua darimana ia berasal.
Ada yang mengatakan bahwa sang raja dan rakyatnya mengikuti pemuda itu mendaki gunung, namun ketika mereka mencapai tempat di dekat gua, mereka tak dapat menemukan arah mana yang diambil pemuda itu. Akhirnya setelah pencarian panjang, mereka tak dapat menemukan gua itu dan kembali, lalu di gunung itu mereka mendirikan sebuah tempat ibadah untuk mengingat para pemuda al-Kahfi.
Yang lain mengatakan bahwa sang raja tiba di sana beserta rombongan masyarakat dari kota. Ketika gua telah dekat, Tamlikha meminta sang raja agar menunggu sebentar, sehingga ia bisa masuk dan mengabarkan rekan-rekannya tentang keadaannya. Ia hendak mengabarkan bahwa sang raja ada di sana, ingin menemui mereka beserta rakyatnya, dan bahwa sang raja adalah orang yang beriman, seorang yang beraqidah dan demikian pula rakyatnya. Jika ia tak melakukannya, dan sang raja muncul di sana secara tiba-tiba, kemungkinan mereka akan membawanya menjadi musuh mereka seperti sebelumnya. Ketika Tamlikha masuk ke gua, ia menceritakan seluruh kejadiannya di hadapan rekan-rekanya. Mereka bersuka-cita. Mereka kemudian menyapa sang raja, memberi penghormatan padanya. Kemudian mereka kembali ke gua. Pada saat itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus kematian menjemput mereka. Bagaimanapun, masyarakat kota itu sekarang dihadapkan pada keajaiban kekuatan Ilahi yang dimanifestasikan dengan begitu jelas dan nyata. Mereka menjadi yakin pada kerja kekuatan itu. Mereka melihat makhluk hidup, yang tetap hidup selama tiga ratus tahun tanpa makanan dan hal-hal yang penting dalam kehidupan. Dan kemudian, masyarakat juga melihat mereka dibangkitkan secara utuh, sehat dan bugar setelah tertidur dalam waktu yang lama. Dengan melihat semua bukti ini, sulitkah bagi kekuatan Ilahi menjadikan tubuh-tubuh ini hidup kembali setelah berjumpa dengan kematiannya? Melalui peristiwa ini, persepsi bahwa tubuh yang mati akan hidup kembali adalah sebuah proposisi yang amat-sangat tak terbantahkan. Mereka sekarang menyadari bahwa menjadikan kekuatan Rabb semesta alam pada analogi kekuatan manusia, dengan sendirinya adalah suatu kebodohan. Kemudian masyarakat memutuskan mendirikan gedung peringatan bagi mereka. Apa yang sebenarnya terjadi? Wallahu a'lam."

Beo bertanya, "Sebenarnya, berapa orangkah mereka?" Tumang berkata, "Allah berfirman, 'Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, ”(Jumlah mereka) tiga (orang), yang ke empat adalah anjingnya,” dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) lima (orang), yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh (orang), yang ke delapan adalah anjingnya.” Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tiada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada siapapun.'
Dalam kisah ini, Allah mewahyukan apa yang diperlukan untuk objek utama dari kisah ini, yakni untuk menyadarkan kita pada kekuasaan Allah dan dibangkitannya orang mati dari kematiannya, kelak. Rincian yang diperlukan untuk kisah ini, telah diberikan. Sekarang, kita disarankan agar tak terlalu mengkhawatirkan detail-detail lain yang tak penting, yang tak ada guna mengetahuinya."
Pipit bertanya, "Mengapa didalam kisah Ashabul Kahfi ini, melibatkan kaum-muda, bukan yang lebih tua?" Tumang berkata, "Umumnya, dalam masalah takdir,  atau al-Qadr, kaum-muda masih banyak yang merasa bingung. Beriman pada Takdir, yang baik maupun buruk, adalah salah satu Rukun Iman dan Iman takkan lengkap tanpanya. Keyakinan ini mensyaratkan keyakinan bahwa Allah, Subhanahu wa Ta'ala, mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang telah ditetapkan bagi langit dan bumi. Rasulullah (ﷺ) telah melarang kita berdebat dan berbantah dalam masalah takdir. Melibatkan diri dan berselisih dalam soal takdir, membuat seseorang laksana jagung yang darinya ia tak punya kemampuan bertunas. Jalan keselamatan adalah bahwa engkau hendaknya bercita-cita untuk melakukan yang terbaik dan berusaha melakukan yang baik seperti yang telah diperintahkan kepadamu, karena Allah telah memberimu kecerdasan dan pemahaman, dan mengutus kepadamu para Nabi dan wahyu yang mereka bawa. Wallahu a'lam."

Kemudian Tumang berkata, "Imam al-Bukhari, rahimahullah, dalam kitab Shahihnya, meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah (ﷺ) tentang Hari Kiamat. Orang itu bertanya, ‘Kapankah Hari Kiamat itu?’ Rasulullah (ﷺ) balik bertanya, ’Apa yang telah engkau persiapkan untuk hari itu?’ Orang itu menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja sesungguhnya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya (ﷺ).’ Rasulullah (ﷺ) bersabda, ‘Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.’
Wahai saudara-saudariku, barangsiapa yang menyayangi orang baik, ia juga mendapat bagian dari kebaikan mereka. Lihatlah ketika anjing Ashabul Kahfi menyayangi mereka dan mengikuti mereka dengan erat serta telah menjadi bagian dari mereka, Allah menyebutnya didalam Al-Quran. Ketika seekor anjing dapat mencapai maqam ini dengan berada bersama orang-orang yang shalih dan suci, bayangkan betapa tingginya kedudukan orang-orang mukmin sejati dan beraqidah, yang menyayangi orang-orang yang shalih. Sebenarnya, ada rasa nyaman dan khabar gembira dari kisah ini bagi seorang Muslim, walau lemah dalam amal, tetapi mencintai Rasulullah (ﷺ) dengan sepenuhnya dan sepatutnya. Wallahu a'lam."

"Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tak ingin pindah dari sana.” - [QS.18:107-109]
Referensi :
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- The History of Al-Tabari Volume IV : The Ancient Kingdoms, translated by Moshe Perlmann, SUNY Press
- Maulana Mufti Muhammad Shafi, Ma'rifatul Quran, Volume V, Maktaba-e-Darul-'Uloom
- Ibn Kathir, Stories of The Qur'an, Dar Al-Manarah
*) penghargaan bagi Maydani, dkk, untuk Tsabat 1000 Mujahid
**) penghargaan bagi Maher Zain, dkk., untuk Alhubbu Yasud