Sang hujjaj berkata, "Wahai anak muda, terdapat tiga pilar ibadah, yaitu cinta kepada Allah, mendambakan rahmat-Nya, dan takut akan murka-Nya. Ketiga pilar ini adalah pilar ibadah qalbu dan sesungguhnya ibadah qalbu itulah ibadah yang teragung. Engkau menyembah Allah karena mencintai-Nya, mengharapkan pahala dari-Nya dan takut akan murka atau hukuman-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan pilar-pilar ibadah ini dalam Surah Al-Fatihah, yang merupakan surah terbaik dari Al-Qur'an. Cinta Allah sebagai pilar ibadah ditemukan dalam ayat "Alhamdulillahirabbil aalamin," yaitu mencintai Allah sesuai dengan bagaimana engkau mengenal-Nya, dan mencintai-Nya karena Dia-lah Rabb alam semesta ini, Yang Maha Menyediakan secara terus menerus, Yang Maha Memelihara, dan mencintai-Nya karena keagungan serta Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya. Ayat berikutnya, "Arrahmanirrahim." Ini karena orang beriman mengharapkan rahmat Allah dan ingin menggapainya. Kemudian, setelah itu, "Maliki yaumiddin," engkau takut akan murka-Nya karena ingat akan Hari Kiamat. Ketiga pilar ini tak terpisahkan, sehingga orang yang beribadah kepada Allah, hendaknya menggabungkan ketiga pilar ini.[Bagian 1]
Juga, seperti yang telah kusebutkan sebelumnya, ada dua syarat ibadah yang harus diketahui setiap muslim. Pertama, ikhlas, ketulusan niatmu dalam setiap tindakan yang engkau lakukan karena Allah. Niatnya harus mendapatkan ridha dan cinta-Nya; memohon rahmat, pahala dan Jannah; menghindari murka dan hukuman-Nya. Kedua, tindakan ibadah itu hendaknya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Syarat yang kedua ini sama pentingnya dengan syarat yang pertama."
Sang hujjaj terdiam sebentar, lalu berkata, "Sekarang, kita lanjutkan perjalanan tentang Haji. Pada tanggal 9 Dzul-Hijjah, para jemaah menuju ke Arafah. Menurut Sunnah Nabi (ﷺ), berangkat menuju ke Arafah dilaksanakan pada tengah hari. Saat perjalanan menuju ke Arafah, tengoklah kembali ke Mina dan renungkanlah segala kekurangan dan kesalahan-kesalahanmu dan renungkan pula apa yang dapat engkau lakukan agar dapat menjadi lebih baik lagi. Niatkanlah bahwa setelah kembali ke Mina, kesalahan itu takkan terulang lagi. Berusahalah memaksimalkan waktu untuk hal yang benar-benar bermanfaat.
Karena Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Arafah Al-Hajju." "Haji adalah Arafah," perhatian khusus harus diberikan untuk memaksimalkan waktu di sana dalam doa dan shalat. Waktu untuk "berdiri di Arafah" adalah antara Dhuhur dan Maghrib. Ini bervariasi dari musim ke musim dan bisa sekitar empat sampai lima jam atau sebanyak enam setengah jam, tergantung jam berapa jemaahnya tiba. Dhuhur dan Ashar digabungkan dan dipersingkat agar dapat memaksimalkan waktu di sana untuk berdoa. Rasulullah ﷺ) bersabda bahwa doa terbaik adalah yang dilakukan pada Hari Arafah. Dan Rasulullah (ﷺ) melanjutkan dengan mengatakan bahwa doa terbaik yang Rasulullah (ﷺ) dan para nabi sebelumnya ucapkan adalah, "La ilaha illallah Wahdahu la syarika lah, lahul-mulku wa lahulhamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir," "Tiada yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." Semua tindakan yang dilakukan sebelum Hari Arafah, merupakan persiapan orang-orang mukmin untuk menyampaikan doanya. Oleh karenanya, doanya itu seyogyanya sebaik mungkin dan bebas dari keraguan, karena keraguan akan melemahkan doanya.
Salah satu tempat yang dirahmati, yang berfungsi dimana para jemaah haji memperbaiki jiwanya, yang memanifestikan dirinya, adalah di Hari Arafah, dimana terjadi perkumpulan dalam jumlah yang sangat besar, berkumpulnya ummat Islam terbesar yang pernah ada. Selama itu, begitu pula seluruh rangkaian ibadah Haji lainnya, umat Islam dari seluruh belahan dunia, Timur dan Barat, bertemu dan saling mengenal serta saling bertukar-nasihat. Mereka belajar lebih banyak tentang keadaan orang lain, berbagi dalam kebahagiaan mereka, merasakan rasa sakit mereka, dan membimbing mereka ke jalan yang benar. Semua ini dilakukan sesuai dengan perintah Allah untuk saling bekerjasama dalam kebenaran dan keshalihan.
Salah satu peringatan Haji yang penting dan sangat mendalam, adalah majelis besar yang dirahmati, yang dilihat oleh semua orang yang melakukan Haji pada Hari Arafah, di padang Arafah. Di sana, mereka semua patuh, berhenti, dengan rendah-hati memohon kepada Allah, mengharapkan rahmat-Nya, dan takut akan hukuman-Nya; dengan sungguh-sungguh meminta karunia besar-Nya, saat pertemuan umat Islam yang paling megah. Majelis besar ini mengingatkan umat Islam akan kebangkitan besar yang akan terjadi pada Hari Kiamat, dimana kaum yang lebih awal bertemu dengan kaum penerusnya, semua menunggu penghakiman berlangsung agar mereka dapat melanjutkan ke tempat tinggal terakhir mereka; kebahagiaan abadikah, atau siksaan yang menyakitkan.
Pada Hari Kiamat, matahari akan mendekat hingga jaraknya satu mil. Takkan ada naungan pada hari itu kecuali naungan Arsy Yang Maha Pemurah. Ada yang akan mendapat keteduhan dari Arsy, sementara yang lain akan dibiarkan tersengat panasnya matahari, yang akan melelehkan mereka dan dimana mereka akan menderita dengan susah payah dan ketidaknyamanan. Manusia dari segala bangsa ramai dan penuh sesak, saling mendorong. Kaki akan terhimpit, dan tenggorokan seakan terkoyak karena dahaga. Mereka secara bersamaan akan terserang sinar terik matahari, panas membuat nafas terengah-engah, dan tubuh mereka saling menempel. Keringat mereka mula-mula akan tertuang ke tanah, lalu naik hingga ke kaki, kemudian naik lagi hingga, tergantung tingkat ketakwaan mereka kepada Allah, beruntungkah atau celakakah. Ada yang akan terendam dalam keringat hingga ke bahu dan pinggang mereka, yang lain ke telinga mereka, dan yang lainnya ke mulut mereka.
Hari Arafah adalah hari dimana Allah mengambil perjanjian dari keturunan Adam. Hari Arafah juga merupakan hari pengampunan dosa, pembebasan dari api neraka dan pembebasasn dari orang-orang angkuh yang ada disana. Puasa Hari Arafah bagi mereka yang tak mengerjakan Haji adalah penebusan dosa selama 2 tahun. Rasulullah (ﷺ) bersabda bahwa puasa Arafah menghapus dosa tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang.
Ibnu 'Umar, radhiyallahu 'anhuma, mengatakan bahwa ada dua lelaki memnemui Rasulullah (ﷺ) untuk bertanya kepadanya tentang hal-hal agama dan Rasulullah (ﷺ) bersabda kepada mereka, "Adapun berdiri di' Arafah, Allah turun ke langit terendah, dan membanggakan orang-orang di sana kepada para malaikat, Dia berfirman, 'Inilah hamba-hamba-Ku! Mereka datang kepada-Ku dengan rambut kusut dan penuh debu, dari jarak yang jauh. Mereka memohon rahmat-Ku dan takut akan azab-Ku, meskipun mereka belum pernah melihat-Ku. Dan apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka telah melihat-Ku!' Walau jika engkau mempunyai dosa laksana sejumlah butiran pasir, sejumlah hari kehidupan duniawi atau sejumlah tetesan hujan, Allah akan menghapuskannya untukmu."
Yakin bahwa permohonan kita akan dijawab, adalah prinsip yang sangat penting. Rasulullah (ﷺ) menyampaikan kepada kita bahwa di antara orang-orang yang akan dinaungi oleh Arsy Allah pada hari ketika takkan ada keteduhan selain Arasy-Nya, akan menjadi orang yang mengingat Allah dan matanya akan penuh dengan linangan air-mata. Inilah doa terbaik, doa yang membuat para ahli ibadah menangis. Melunakkan qalbu adalah sesuatu yang seyogyanya diperjuangkan, karena qalbu yang tak takut kepada Allah, telah menjadi keras dan takkan dapat menangis. Mata tetap kering. Menangis adalah simbolis dan menunjukkan lunaknya qalbu.
Allah memberitahu kita tentang orang-orang yang qalbunya keras laksana batu; merekalah orang-orang yang tak bisa mendapat manfaat dari petunjuk. Ayat-ayat Al-Qur'an diingkarinya, tak masuk ke dalam qalbunya. Sangat penting mengembangkan qalbu yang lembut dengan mengingat Allah, dan dapat menangis saat memohon kepada Allah. Tentunya semua orang menangis pada suatu saat dalam hidupnya, namun mungkin, kesedihan yang arahnya kurang benar. Ketika seseorang menangis atas peristiwa duniawi, namun tak menangis ketika memohon kepada Sang Pencipta, itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang keliru dengan keadaan qalbu. Suasana qalbu ini sangat penting. Seseorang tak dapat menghadap Allah dan didengar doanya dengan qalbu yang keras atau qalbu yang buta. Oleh karena itu, kali ini di Arafah, untuk mengembangkan kelembutan qalbu ini, dan berdoa dengan tulus adalah salah satu jalan untuk melembutkan qalbu. Arafah adalah doa, jadi fokusnya harus pada apapun yang akan mengembangkan kemampuan agar doa terijabah.
Cukup berdoa dimana saja dalam batas Arafah. Dimungkinkan berdoa didalam tenda dan duduk. Tak perlu berdiri sepanjang hari. Ibadah ini disebut "Wuquf Arafah" dan "wuquf" berarti berdiri, juga berarti berhenti. Yang dimaksud adalah "berhenti di Arafah". Tak perlu berdiri.
Saat matahari terbenam, para "hujjaj" beranjak dari Arafah. Shalat Maghrib tak dikerjakan di Arafah. Shalat ini ditunda dan dikerjakan di waktu Isya' di Muzdalifah. Shalat Hari Arafah dipersingkat dan digabung: Dhuhur dan Ashar pada waktu Dhuhur, dua raka'at masing-masing; dan Maghrib digabung dengan Isya' di Muzdalifah, Maghrib tetap tiga raka'at dan Isya' dua raka'at. Meninggalkan Arafah saat matahari terbenam dan menuju Muzdalifah adalah sesuai perintah Allah, dan dengan mengikuti perintah Allah, akan mendekatkan orang-orang beriman kepada-Nya.
Muzdalifah adalah ruang terbuka yang luas, dengan jumlah fasilitas yang paling sedikit. Tak ada tenda di sana, karenanya hanya ada kerendahan-hati saat para "hujjaj" meninggalkan kendaraan mereka, lalu tidur di tanah berlapiskan tak lebih dari tikar, kantong tidur atau selimut. Bagian dari perjalanan ini membawa orang beriman sampai pada kebutuhan dasar yang paling mendasar.
Hari ke sepuluh Dzulhjjah adalah Idul Adha. Inilah hari dengan ibadah paling banyak dalam satu hari haji. Karenanya, beristirahat di Muzdalifah adalah ibadah; mengikuti sunnah. Ada lebih banyak pahala beristirahat daripada tetap terjaga mengerjakan shalat. Sunnah punya sejumlah fleksibilitas dan kedinamisan di dalamnya. Sunnah bukan serangkaian praktik kaku yang terkunci pada satu cara tertentu. Ada "karakter hidup" didalamnya.
Ibadah utama berikutnya adalah melontar jumrah. Jumrah adalah salah satu jalan mengingat Allah. Rasulullah (ﷺ) bersabda bahwa inilah tujuan mengapa Jumrah itu disediakan. Ibadah ini untuk mengenang Nabi Ibrahim, alaihissalam, sewaktu ia akan menjalankan perintah Allah dan mengusir godaan setan yang ingin menghalanginya dari perintah Allah. Rasulullah (ﷺ) menekankan bahwa kerikil yang dipergunakan, kerikil yang kecil. Rasulullah (ﷺ) juga memerintahkan kita agar menghindari hal-hal yang berlebihan dalam agama dan mengambil jalan yang wajar. Perintah Rasulullah (ﷺ) ini hendaknya diingat pada saat Jumrah. Ketika orang masuk ke dalam kelompok, "dinamisme kelompok" cenderung muncul, dan mereka sangat bersemangat hingga menjadi emosional. Inilah yang dapat mengarah pada keadaan yang berlebihan atau ekstrim dalam beribadah.
Ibadah utama berikutnya, di hari yang kesepuluh, adalah Qurban. Di masa lalu, setiap orang yang berhaji, dapat melakukannya sendiri, karena setiap orang dapat memotong hewan qurbannya. Namun sekarang, diganti dengan kupon dan para hujjaj tak perlu lagi mengurus qurbannya sendirian. Seseorang harus memberikan makna dari ibadah ini, karena inilah salah satu poin tertinggi dari ibadah haji. Ibadah ini untuk mengenang Nabi Ibrahim, alaihissalam, karenanya, niat berqurban hendaknya dari dalam qalbu karena Allah. Qurban diambil dari harta pribadi, karena Allah, bersyukur kepada Allah atas karunia harta yang diperoleh. Inilah ibadah dari aspek keuangan. Inilah perwujudan cinta Allah yang melebihi harta-kekayaan, yang telah Dia berikan, dan juga, bersyukur atas berkah-berkah yang telah Dia berikan.
Setelah berqurban, ibadah berikutnya adalah mencukur rambut. Rasulullah (ﷺ) mendoakan mereka yang bercukur sebanyak tiga kali, kemudian pada yang keempat, beliau (ﷺ) mendoakan mereka yang memangkas rambut. Mencukur habis rambut lebih baik karena memerlukan lebih banyak kerendahan hati, sehingga hendaknya diperjuangkan. Rasulullah (ﷺ) bersabda, “adapun mencukur kepalamu, ada pahala bagi setiap helai yang engkau cukur dan dosa dihapus darinya.” Mencukur rambut adalah simbol awal yang baru. Ada waktu lain ketika rambut dicukur juga. Ketika seorang bayi yang baru lahir berusia tujuh hari, dilakukan qurban dan rambutnya dicukur. Rambut yang dibuang itulah yang disebut aqiqah. Biasanya rambut yang dibawa dari kelahiran, akhirnya rontok dan tergantikan oleh rambut baru. Penghilangan rambut inilah bagian dari transisi menuju kehidupan baru.
Ibadah terakhir adalah tawaf ifaada. Juga Jumrah yang berlangsung pada hari ke-11, ke-12 dan ke-13 dilakukan di seluruh tiga jamarat, setelah tengah hari hingga mentari terbenam. Saat-saat itulah Rasulullah (ﷺ) melakukannya.
Ibadah utama lainnya adalah tawaf perpisahan atau tawaf al-wada'. Ini seperti dua tawaf sebelumnya, perbedaannya adalah bahwa inilah tawaf yang terakhir. Seyogyanya, ada kesedihan saat mengerjakan tawaf yang terakhir. Ini sesunguhnya hanya untuk Mekkah dan hendaknya dihargai. Ada rasa pencapaian yang mengelilingi Haji, namun ada rasa kehilangan bahwa haji akan segera berakhir. Tawaf dilakukan di awal, tengah dan akhir pelaksanaan haji, memberinya tempat khusus. Allah telah menempatkannya di seluruh rangkaian haji.
Islam dan semua rukunnya, terfokus pada pembangunan karakter moral manusia yang benar, yang berkaitan dengan Allah, manusia lain, dan dunia tempat kita berdiam. Ada perilaku moral dalam hubungan dengan Allah. Hanya Dia Yang disembah, secara moral benar. Menyekutukan-Nya, atau menyembah selain Dia, secara moral, salah. Demikian pula, ada perilaku moral dalam hubungan dengan manusia lain. Mencuri dan menipu secara moral, salah. Bersikap jujur dan adil adalah benar secara moral. Berkenaan dengan dunia tempat kita tinggal, Allah telah menyerahkannya kepada kita. Udara, laut, tanah, semuanya diserahkan kepada kita untuk dipetik buahnya, dan sebagai makanan, serta untuk transportasi. Secara moral, adalah benar bila kita memelihara dunia yang diciptakan dimana kita hidup. Secara moral, adalah salah bila mengotorinya, merusaknya atau menghancurkannya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Jika telah datang Hari Kiamat dan salah seorang darimu ada sebutir benih di tangannya, maka tanamlah.” Menanam pohon adalah amal-shalih yang kita dapatkan. Ini benar secara moral.
Sangatlah penting mempelajari berbagai rukun Islam dan perspektif moralnya. Masing-masing rukun membentuk karakter-karakter tertentu. Haji mencakupi semua rukun lainnya, tetapi ada dua ciri unik yang berkaitan dengannya. Salah satunya adalah pengembangan karakter universal. Manusia yang memiliki pandangan universalis atau internasional tak dibatasi oleh bangsa, suku, kelompok, dll. Semua manusia lainnya dipandang sebagai bagian dari ciptaan Allah. Dari keseluruhan kelompok manusia itu, ada orang-orang yang beriman dan menerima Allah di dalam qalbu mereka. Mereka yang memiliki keyakinan yang benar, beriman pada Illah yang benar. Mereka mewakili dalam tubuh manusia secara keseluruhan dalam persaudaraan atau persaudarian seperti yang Allah firmankan dalam Surah Al-Hujurat [49]: 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."
Sang hujjaj lalu berkata, "Wahai anak muda, ibadah Haji adalah salah satu institusi Islam terbaik yang melingkupi banyak tujuan. Haji adalah 'madrasah' yang luar biasa dimana kualitas seperti itu dapat dipupuk. Inilah demonstrasi universalitas Islam yang menarik bagi orang-orang dari segala lapisan masyarakat dan dari empat penjuru dunia, inilah pengingat dari Puncak Majelis pada Hari Penghakiman ketika manusia berdiri bersama di hadapan Rabb semesta alam. Haji adalah amal ibadah yang menguji pengikut sejati seseorang dalam jejak Rasulullah (ﷺ). Namun bagi banyak orang, tujuan itu dapat dengan cepat memudar begitu mereka tiba di rumah. Mereka kembali ke lingkungan derita, kemalasan dan dosa. Pulang dari haji bukan berarti perjalanan telah berakhir, tetapi perjalanan masih harus dilanjutkan dengan membawa bekal yang baru. Wallahu a'lam."
"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat; tunaikanlah zakat, dan berpegangteguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."- [QS.22:78]
[Bagian 2]
[Bagian 3]
Referensi :
- Sayyid Qutb, In The Shade of The Quran, Volume XII, Islamic Foundation
- ‘Abdur-Razzaq ibn ‘Abdul-Muhsin al-Badr, From the Teachings of Hajj, Al-Badr
- Dr. Bilal Philips, Soul of Hajj, Islamictube.com